30
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Larutan Baku Siproheptadin HCl dan Ketotifen Fumarat
Menurut Farmakope Indonesia edisi IV 1995, siproheptadin HCl memiliki kelarutan dalam metanol sedangkan ketotifen fumarat memiliki
kelarutan dalam etanol Clarke, 1986, tetapi pada penelitian ini pelarut yang digunakan adalah metanol. Hal ini dikarenakan siproheptadin HCl sukar larut
dalam etanol Anonim, 1995, sedangkan ketotifen fumarat memiliki kelarutan yang cukup baik dalam metanol. Pelarut metanol yang digunakan yaitu metanol
pro analysis yang memiliki tingkat kemurnian cukup tinggi sehingga hasil yang diperoleh diharapkan cukup akurat. Selain itu metanol juga memiliki UV-cut off
pada panjang gelombang 210 nm Day dan Underwood, 1996 sehingga metanol akan meneruskan sinar yang memiliki panjang gelombang lebih panjang dari 210
nm, oleh karena itu scanning dilakukan pada panjang gelombang 220 – 380 nm agar saat pengukuran serapan tidak dipengaruhi oleh metanol.
Seri konsentrasi yang dibuat harus memberikan serapan pada rentang 0,2 – 0,8 saat dilakukan pengukuran pada panjang gelombang saat serapannya
maksimum karena akan memberikan persentase kesalahan analisis yang dapat diterima yaitu 0,5 – 1 Mulja dan Suharman, 1995, sehingga seri konsentrasi
larutan baku dari siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat yang digunakan yaitu 10,00 ppm; 12,50 ppm; 15,00 ppm; 17,50 ppm; 20,00 ppm; 22,50 ppm dan 25,00
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ppm. Tujuh seri konsentrasi larutan baku tersebut akan diamati pada 5 panjang gelombang pengamatan sehingga data total yang akan diperoleh dari pengukuran
seri konsentrasi larutan baku yaitu 35 data. Secara statistik jumlah data tersebut sudah memenuhi jumlah minimum yaitu 30 data Zainnudin cit Daniel, 1999, hal
ini perlu dilakukan agar keseluruhan data mempunyai karakteristik populasi data dengan distribusi normal.
B. Penentuan Panjang Gelombang Pengamatan
Panjang gelombang pengamatan perlu ditentukankan karena pada metode panjang gelombang berganda digunakan lebih dari satu panjang gelombang.
Penentuan panjang gelombang pengamatan berdasarkan pada spektra tumpang tindih dari siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat.
Siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dapat diukur menggunakan spektrofotometri ultraviolet karena siproheptadin HCl memiliki sistem kromofor
ikatan tidak jenuh. Sedangkan, ketotifen fumarat selain memiliki sistem kromofor juga memiliki gugus auksokrom. Sistem kromofor dan gugus
auksokrom dari kedua senyawa dapat dilihat pada gambar berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
N CH
3
H
Cl
N CH
3
H
Cl
N CH
3
H
N CH
3
H
Cl a
b c
d
keterangan: = Sistem kromofor
gambar b, c, dan d merupakan sistem terkonjugasi dari siproheptadin HCl yang
diuraikan dari gambar a
Gambar 7. Sistem kromofor dari siproheptadin HCl a dan sistem terkonjugasi dari siproheptadin HCl b, c, dan d
N CH
3
O S
N CH
3
N CH
3
O S
N CH
3
O S
N CH
3
S
a b
c
d e
keterangan = sistem kromofor
= gugus auksokrom gambar b, c, d dan e merupakan sistem
terkonjugasi dari ketotifen fumarat yang diuraikan dari gambar a
Gambar 8. Sistem kromofor dan auksokrom dari ketotifen fumarat a dan sistem terkonjugasi dari ketotifen fumarat b, c, d, dan e
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ikatan tidak jenuh kromofor dari kedua senyawa akan mengakibatkan terjadinya transisi
π → π. Semakin panjang sistem kromofor maka energi yang dibutuhkan untuk terjadinya transisi
π → π semakin kecil, akibatnya akan terjadi pergeseran panjang gelombang serapan maksimum ke panjang gelombang yang
lebih panjang bathochromic shift. Sehingga jika dilihat dari sistem kromofor saja maka siproheptadin HCl akan memiliki panjang gelombang serapan
maksimum lebih besar daripada ketotifen fumarat. Selain memiliki sistem kromofor, pada ketotifen fumarat terdapat gugus
auksokrom yaitu - s -. Adanya gugus auksokrom akan menyediakan elektron bebas n yang akan berinteraksi dengan elektron
π yang akan memantapkan keadaan
π sehingga akan menurunkan energi yang dibutuhkan untuk transisi π → π. Akibatnya panjang gelombang akan bergeser ke panjang gelombang yang
lebih panjang pergeseran batokromik yang menyebabkan panjang gelombang serapan maksimum ketotifen fumarat lebih besar daripada siproheptadin HCl.
Dengan demikian, siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat dapat memberikan serapan pada daerah ultraviolet. Secara teoritis siproheptadin HCl memiliki
panjang gelombang serapan maksimum pada 286 nm dan ketotifen fumarat memiliki panjang gelombang serapan maksimum pada 297 nm Clarke, 1986.
Pada scanning larutan baku dilakukan pengulangan sebanyak tiga kali. Pengulangan dilakukan karena baku yang digunakan memiliki grade working
standart, sehingga perlu dipastikan agar baku yang digunakan memenuhi syarat yang berlaku. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV 1995, baku dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
digunakan sebagai standart analisis jika panjang gelombang serapan maksimum tidak menyimpang + 2 nm dari panjang gelombang teoritis.
Gambar 9. Spektra hasil scanning siproheptadin HCl dengan konsentrasi
10,00 ppm a; 15,00 ppm b; dan 20,00 ppm c dengan panjang gelombang maksimum 286 nm
Berdasarkan spektra hasil scanning pada gambar 9, Panjang gelombang serapan maksimum siproheptadin HCl hasil scanning yaitu 286 nm. Panjang
gelombang serapan maksimum tersebut sama dengan panjang gelombang serapan maksimum teoritis siproheptadin HCl, sehingga spektra yang diperoleh dapat
digunakan untuk penentuan 5 panjang gelombang pengamatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 10. Spektra hasil scanning ketotifen fumarat dengan konsentrasi
10,00 ppm a; 15,00 ppm b; dan 20,00 ppm c dengan panjang gelombang serapan maksimum 298 nm
Berdasarkan spektra hasil scanning pada gambar 10, panjang gelombang serapan maksimum ketotifen fumarat hasil scanning yaitu 298 nm. Panjang
gelombang serapan maksimum tersebut lebih panjang 1 nm jika dibandingkan dengan panjang gelombang serapan maksimum teoritis ketotifen fumarat yaitu
297 nm. Menurut Farmakope Indonesia edisi IV 1995 panjang gelombang serapan maksimum masih dapat diterima jika panjang gelombang serapan
maksimum yang terukur + 2 nm dari panjang gelombang serapan maksimum teoritis, sehingga spektra yang diperoleh dapat digunakan untuk penentuan 5
panjang gelombang pengamatan. Perbandingan konsentrasi siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat yang
digunakan untuk pengamatan daerah tumpang tindih yaitu 1:1. Hal ini dikarenakan kedua senyawa ini memiliki intensitas serapan yang hampir sama
maka dengan perbandingan 1:1 akan mempermudah pengamatan. Daerah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
tumpang tindih dari penggabungan spektra siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat yaitu antara 220 – 350 nm. Penggabungan spektra dapat dilihat pada
gambar 11.
Gambar 11. Spektra tumpang tindih antara siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat 1:1. a spektra siproheptadin HCl
λ
max
286 nm; b spektra ketotifen fumarat
λ
max
298 nm
Pemilihan panjang gelombang pengamatan didasarkan pada penggabungan kedua spektra siproheptadin HCl dan ketotifen fumarat. Dalam
penelitian ini, panjang gelombang yang dipilih sebagai panjang gelombang pengamatan yaitu 275 nm, 286 nm, 290 nm, 298 nm dan 310 nm. Selanjutnya
kelima panjang gelombang tersebut akan digunakan untuk mengukur absorban dari seri larutan baku dan sampel campuran.
C. Penentuan Absorptivitas Siproheptadin HCl dan Ketotifen Fumarat