Perumusan Masalah Asumsi PENDAHULUAN

65 menyayat sanubari pencari keadilan, terutama bagi masyarakat kecil dan miskin. Masih banyak kasus serupa baik karena tak terpantau media atau terpantau akan tetapi dibiarkan saja karena mungkin nilai jual beritanya rendah.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalahnya sebagai berikut: 1. Bagaimana konsistensi asas legalitas dengan berlakunya hukum tidak tertulis dalam hukum pidana? 2. Bagaimana implementasi konsep the living law dalam undang-undang hukum pidana Indonesia? 3. Bagaimana peranan penegak hukum dalam menerapkan hukum tidak tertulis?

C. Asumsi

Dalam asumsi ini dideskripsikan dugaan awal atau jawaban sementara mengenai permasalahan yang akan diteliti ataupun kajian sebagai berikut: 1. Penegakan hukum pidana di Indonesia sering kali dihadapkan pada jenis kejahatan yang terus berkembang sesuai dengan perkembangan masyarakat. Terdapat tindakan-tindakan baru yang ternyata merugikan, sementara hukum pidana tertinggal jauh dengan perkembangan masyarakat. Kenyataan ini menimbulkan suatu dilema terhadap eksistesi asas legalitas, apakah kepastian hukum akan dikalahkan oleh upaya pemenuhan keadilan dalam masyarakat atau Universitas Sumatera Utara 66 sebaliknya. Asas legalitas merupakan asas pokok dalam hukum pidana, oleh karenanya walaupun ada pergeseran asas legalitas di dalam praktek, terutama dianutnya ajaran sifat melawan hukum materiel, pergeseran tersebut harusnya bersifat kasuistis saja, sehingga asas legalitas tetap konsisten keberadaannya dalam praktek hukum pidana di Indonesia. Asas legalitas masih harus dipandang perlu keberadaannya dalam sistem hukum pidana Indonesia, hal ini disebabkan selain adanya suatu kepastian hukum, juga menghindari adanya suatu bentuk kesewenang-wenangan dari aparatur penegak hukum maupun penguasa dalam konteks yang lebih luas. Tegasnya asas legalitas dalam praktek peradilan pidana di Indonesia tidak diterapkan secara murni seperti yang dikehendaki oleh Pasal 1 KUHP; 2. Asas legalitas dihadapkan pada realitas masyarakat Indonesia yang heterogen. KUHP ataupun ketentuan pidana di luarnya masih menyisakan bidang perbuatan yang oleh masyarakat dianggap sebagai perbuatan yang dilarang, sementara undang-undang tertulis tidak mengatur larangan tersebut. Dalam sejarah hukum pidana Indonesia, keberadaan pengadilan adat memungkinkan diterapkannya pidana adat dan hukum yang hidup dalam masyarakat living law walaupun tindak pidana adat itu tidak diatur dalam KUHP yang berlaku. Hukum yang hidup dalam masyarakat living law cakupannya begitu luas. Di antaranya tercakup hukum kebiasaan, hukum adat dan pada dasarnya hukum tersebut mempunyai karakter yang sama, yaitu tidak tertulis. Dalam Rancangan KUHP, hukum yang hidup dalam masyarakat ini dicantumkan pada Pasal 1 angka 3. Universitas Sumatera Utara 67 Pencantuman hukum yang hidup dalam masyarakat living law adalah untuk menarik hukum yang tidak tertulis menjadi hukum formal. Sayangnya Pasal 1 angka 3 tersebut tidak memberikan pengertian yang jelas apa yang dimaksud dengan hukum yang hidup dalam masyarakat; 3. Dalam penegakan hukum, selayaknyalah bukan semata-mata ditumpukan pada Hakim atau pengadilan, tetapi peranan penegak hukum lainnya seperti JaksaPenuntut Umum dituntut pula peran sertanya untuk menerapkan hukum sebagaimana mestinya, tidak hanya hukum tertulis tetapi juga hukum tidak tertulis, sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 Tentang Kejaksaan Republik Indonesia. 73

D. Kerangka Teori dan Konsepsi 1. Kerangka Teori