25
B. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered-Heads Together NHT
Dalam Pendidikan Agama Katolik PAK 1.
Pembelajaran PAK a.
Belajar PAK
Dalam kehidupan sehari-hari, kita melakukan banyak kegiatan yang sebenarnya merupakan „‟gejala belajar‟‟, dalam arti mustahil-lah melakukan
kegiatan itu, kalau kita tidak belajar terlebih dahulu. Misalnya, kita mengenakan pakaian, kita makan dengan menggunakan alat-alat makan, kita berkomunikasi
satu sama lain dalam bahasa nasional, kita bertindak sopan, kita menghormati bendera Sang Merah Putih, kita mengemudikan kendaraan bermotor, dan lain
sebagainya. Gejala-gejala belajar semacam itu terlalu banyak untuk disebutkan satu-persatu, karena jumlahnya ribuan, namun mengisi kehidupan sehari-hari
Winkel,1989:34. Winkel 1989:35,36 juga mengemukakan bahwa belajar merupakan
kegiatan mental yang tidak dapat disaksikan dari luar. Apa yang sedang terjadi dalam diri seseorang yang sedang belajar, tidak dapat diketahui secara langsung
hanya dengan mengamati orang itu. Belajar terjadi dalam interaksi dengan lingkungan; dalam bergaul dengan orang, dalam memegang benda dan dalam
menghadapi peristiwa manusia belajar namun, tidak sembarang berada di tengah- tengah lingkungan, menjamin adanya proses belajar. Orangnya harus aktif sendiri,
melibatkan diri dengan segala pemikiran, kemauan dan perasaannya. Misalnya, setiap guru mengetahui dari pengalaman bahwa kehadiran siswa dikelas, belum
berarti siswa sedang belajar; selama siswa tidak melibatkan diri, tidak akan
26
belajar. Jadi, dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa „‟belajar‟‟ pada manusia
dapat dirumuskan sebagai berikut: „‟Suatu aktivitas mentalpsikis, yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, ketrampilan dan nilai- sikap. Perubahan itu bersifat secara relatif konstan dan berbekas‟‟.
Selain itu, Slameto 2013:2 berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan
tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Adapun perubahan tingkah laku tersebut
adalah: 1
Perubahan terjadi secara sadar Ini berarti bahwa seseorang yang belajar akan menyadari terjadinya
perubahan itu atau sekurang-kurangnya ia merasakan telah terjadi adanya suatu perubahan di dalam dirinya.
2 Perubahan dalam belajar bersifat kontinyu dan fungsional
Sebagai hasil belajar, perubahan yang terjadi dalam diri seseorang berlangsung secara berkesinambungan, tidak statis. Suatu perubahan yang terjadi
akan menyebabkan perubahan berikutnya dan akan berguna bagi kehidupan ataupun proses belajar berikutnya.
3 Perubahan dalam belajar bersifat positif dan aktif
Dalam perbuatan belajar, perubahan-perubahan itu senantiasa bertambah dan tertuju untuk memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan
demikian semakin banyak usaha belajar itu dilakukan, makin banyak dan makin baik perubahan yang diperoleh. Perubahan yang bersifat aktif artinya bahwa
27
perubahan itu tidak terjadi dengan sendirinya melainkan karena usaha individu sendiri.
4 Perubahan dalam belajar bukan bersifat sementara
Perubahan yang berifat sementara atau temporer terjadi hanya untuk beberapa saat saja, seperti berkeringat, keluar air mata, bersin, menangis, dan
sebagainya, tidak
dapat digolongkan
sebagai perubahan
dalam arti
belajar.perubahan yang terjadi karena proses belajar bersifat menetap atau permanen. Ini berarti bahwa tingkah laku yang tterjadi setelah belajar akan
bersifat menetap. 5
Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah Ini berarti bahwa perubahan tingkah laku itu terjadi karena ada tujuan yang
akan dicapai. Tentunya perubahan belajar terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari.
6 Perubahan mencakup seluruh aspek tingkah laku
Perubahan yang diperoleh seseorang setelah melalui suatu proses belajar meliputi perubahan keseluruhan tingkah laku. Jika seseorang belajar sesuatu,
sebagai hasilnya ia akan mengalami perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan, pengetahuan, dan sebagainya.
Menurut Walker dalam Yatim Riyanto, 2009:5 belajar adalah suatu perubahan dalam pelaksanaan dan tidak ada sangkut pautnya dengan kematangan
rohaniah, kelelahan, motivasi, perubahan dalam situasi stimulus atau faktor-faktor samar-samar lainnya yang tidak berhubungan langsung dengan kegiatan belajar.
Cronbach menyatakan bahwa belajar itu merupakan perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Menurut Cronbach bahwa belajar yang sebaik-
28
baiknya adalah dengan mengalami sesuatu yaitu menggunakan pancaindra. Dengan kata lain, bahwa belajar adalah suatu cara mengamati, membaca, meniru,
mengintiminasi, mencoba sesuatu, mendengar, dan mengikuti arah tertentu dalam Yatim Riyanto, 2009:5.
Menurut Gagne dinyatakan bahwa belajar merupakan kecendrungan perubahan pada diri manusia yang dapat dipertahankan selama proses
pertumbuhan. Hal ini dijelaskan kembali oleh Gagne dalam Yatim Riyanto, 2009:5 bahwa belajar merupakan suatu peristiwa yang terjadi didalam kondisi-
kondisi tertentu yang dapat diamati, diubah, dan dikontrol. Dogeng dalam Yatim Riyanto, 2009:5 menyatakan bahwa belajar
merupakan pengaitan pengetahuan baru pada struktur kognitif yang sudah dimiliki si pelajar. Hal ini mempunyai arti bahwa dalam proses belajar, siswa akan
menghubung-hubungkan pengetahuan atau ilmu yang telah tersimpan dalam memorinya dan kemudian menghubungkan dengan pengetahuan yang baru.
Dengan kata lain, belajar adalah sesuatu proses untuk mengubah performansi yang tidak terbatas pada keterampilan, tetapi juga meliputi fungsi-fungsi, seperti skill,
persepsi, emosi, proses berfikir, sehingga dapat menghasilkan perbaikan performansi.
Menurut Thorndike dalam Yatim Riyanto, 2009:5, belajar adalah proses interaksi antara stimulus yang mungkin berupa pikiran, perasaan, atau gerakan
dan respons yang juga berupa pikiran, perasaan atau gerakan. Dari uraian para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan
suatu kegiatanaktivitas mentalpsikis, yang berlangsung dalam proses interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam
pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap.
29
Dalam konteks Pendidikan, Pelajaran Agama Katolik di sekolah Setyakarjana, 1997:9 adalah salah satu bidang studi yang diajarkan di sekolah,
yang mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang studi yang lainnya seperti Pendidikan Moral Pancasila, Pendidikan Sejarah Perjuangan Bangsa, Matematika,
Ilmu Pengetahuan Sosial, dll. Berhubung karena mempunyai kedudukan yang sama dengan bidang studi yang lain, maka pelajaran Agama Katolik di Sekolah
mau tidak mau harus terikat pada kurikulum dan waktu yang tersedia. Setyakarjana juga mengatakkan, 1997:9 pelajaran Agama Katolik di
Sekolah merupakan salah satu bagian dari tugas pastoral Gereja terhadap anak- anak yang bertujuan „‟Agar Peserta Didik Mampu Menggumuli Hidup Dari Segi
Pandangan-Pandangan Katolik
dan dengan
demikian Mudah-Mudahan
Berkembang Terus Menjadi Manusia Paripurna Manusia Beriman‟‟. PAK
adalah bentuk pelayanan demi pembinaan iman di sekolah; sekolah dengan situasi dan kondisinya, kelemahan dan kelebihannya beserta tuntutan-tuntutannya.
Dari uraian tersebut, belajar PAK berarti suatu kegiatanaktivitas mentalpsikis, yang berlangsung dalam proses interaksi aktif di dalam lingkungan
kelas, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan dan nilai-sikap demi perkembangan imannya sebagai manusia
beriman. Perkembangan iman yang dimaksudkan adalah iman akan Yesus Kristus.
Ketika kita percaya kepada Kristus otomatis kita belajar akan kehidupanNya. Dapiyanta dalam Setyakarjana, 1997:137 mengemukakan belajar PAK pada
dasarnya ialah belajar menurut teladan Kristus. Ini bukan berarti tanpa relasi dengan Kristus. Menurut teladan Kristus berarti juga bahwa seseorang semakin
30
erat berelasi dengan Yesus. Semakin seseorang berkata, berkehendak, dan bertindak seperti Kristus berarti semakin terjadi belajar PAK dalam diri seseorang
itu. Semakin orang terlibat dalam keprihatinan-keprihatinan Kristus, semakin terjadi interaksi aktif dalam diri orang itu terhadap lingkungannya, semakin terjadi
belajar dalam diri orang itu.
b. Pembelajaran PAK di Sekolah
Dapiyanta 2008:10 mengemukakan pembelajaran adalah aktivitas guru dalam membelajarkan murid. Pembelajaran adalah sebuah interaksi antara guru
yang mengajar dan murid yang belajar. Mengajar dapat pula diartikan sebagai pengaturan kondisi eksternal tertentu Winkel dalam Dapiyanta, 2008:10.
Kondisi eksternal adalah paduan dari bahan, metode, media, suasana yang diatur berdasar keadaan murid dan tujuan pembelajaran. Dapiyanta dalam
Setyakarjana,1997:137 juga menjelaskan bahwa pembelajaran adalah suatu kegiatan oleh seseorang yang memungkinkan orang lain belajar. Bertolak dari itu,
Miftahul Huda 2013:6 berpendapat bahwa pembelajaran merupakan fenomena kompleks yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Yang jelas, ia merupakan
rekontruksi dari pengalaman masa lalu yang berpengaruh terhadap perilaku dan kapasitas seseorang atau suatu kelompok.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat kita nyatakan bahwa pembelajaran merupakan suatu kegiatanaktivitas yang membelajarkan. Artinya di dalam suatu
proses pembelajaran ada suatu rangkaian kegiatan oleh seseorang guru yang memungkinkan orang lain murid belajar secara bertahap dan berkesinambungan
untuk mencapai suatu tujuan. Kegiatan yang dimaksud dalam konteks Pendidikan
31
Agama Katolik di Sekolah adalah menciptakan situasi dan kondisi sedemikian rupa, sehingga murid belajar mengembangkan hidup beriman Dapiyanta, dalam
Setyakarjana, 1997:137.
2. Model Pembelajaran PAK
Miftahul Huda 2013:143 mengatakan ada banyak model pembelajaran yang berkembang untuk membantu siswa berfikir kreatif dan produktif. Bagi
guru, model-model ini penting dalam merancang kurikulum pada siswa-siswanya. Tentu saja, model-model yang tercantum dalam bagian ini tidak mencerminkan
sederan daftar yang ketat; semuanya lebih berupa refleksi atas beragam teori pembelajaran yang berbeda untuk memenuhi kebutuhan siswa yang juga beragam.
Model pembelajaran harus dianggap sebagai kerangka kerja struktural yang juga dapat digunakan sebagai pemandu untuk mengembangkan lingkungan dan
aktivitas belajar yang kondusif. Model pembelajaran juga dimaksudkan untuk menumbuhkan dan meningkatkan motivasi belajar siswa, agar mereka tidak jenuh
dengan proses belajar yang sedang berlangsung Anurrahman, 2009: 141. Penggunaan model pembelajaran yang tepat dapat mendorong tumbuhnya
rasa senang siswa terhadap pelajaran, menumbuhkan dan meningkatkan motivasi dalam mengerjakan tugas, memberikan kemudahan bagi siswa untuk memahami
pelajaran sehingga memungkinkan siswa mencapai hasil belajar yang lebih baik. Ukuran keberhasilan mengajar guru utamanya adalah terletak pada terjadi
tidaknya peningkatan hasil belajar siswa. Karena itu melalui pemilihan model pembelajaran yang tepat guru dapat memilih atau menyesuaikan jenis pendekatan
dan metode pembelajaran dengan karakteristik materi pembelajaran yang
32
disajikan. Hal penting yang harus diingat bahwa tidak ada satu strategi pembelajaran yang paling ampuh untuk segala situasi. Oleh sebab itu guru
dituntut untuk memiliki pemahaman yang komperhensip serta mampu mnegambil keputusan yang rasional kapan waktu yang tepat untukmenerapkan salah satu atau
beberapa strategi secara efektif Killen, dalam Anurrahman, 2009: 143. Aspek-aspek dalam setiap model dapat digunakan untuk merancang
kurikulum. Pemilihannya sebaiknya bergantung pada lingkungan sekolah, sumber yang tersedia, dan outcomes yang diinginkan. Ketika berencana memasukan salah
satu atau beberapa model ke dalam suatu program tertentu, guru seharusnya menggunakan kerangka-kerja kurikulum yang di dalamnya berisi prinsip-prinsip
pengjaran dan pembelajaran untuk memandu belajar siswa, serta penilaian atau assessment untuk melihat hasil akademik yang telah diperoleh siswa.
Keberhasilan proses pembelajaran tidak terlepas dari kemampuan guru mengembangkan model-model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan
intensitas keterlibatan siswa secara efektiv di dalam proses pembelajaran. Pengembangan model pembelajaran yang tepat pada dasarnya bertujuan untuk
menciptakan kondisi pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat belajar secara aktif dan menyenangkan sehingga siswa dapat meraih hasil belajar dan
prestasi yang optimal Anurrahman, 2009:140. Mempertimbangkan pentingnya hal diatas maka pada bagian ini akan
dibahas secara mendalam mengenai model-model pembelajaran. Lapp, Bender, Ellenwood, dan John dalam Anurrahman, 2009: 147 berpendapat bahwa
berbagai aktivitas belajar mengajar dapat dijabarkan dari empat model utama, yakni;
33
a. The Classical Model, dimana guru lebih menitikberatkan peranannya dalam
pemberian informasi melalui mata pelajaran dan materi pelajaran yang disajukannya.
b. The Technological Model, yang lebih menitikberatkan peranan pendidikan
sebagai transmisi informasi, lebih dititikberatkan untuk mencapai kompetensi individual siswa.
c. The Personalised Model, dimana proses pembelajaran dikembangan dengan
memperhatikan minat, pengalaman dan perkembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi-potensi individualitasnya.
d. The Interaction Model, dengan menitikberatkan pola interdepensi antara guru
dan siswa sehingga tercipta komunikasi dialogis di dalam proses pembelajaran. Stalling dalam Anurrahman, 2009: 147, mengemukakan 5 model
pembelajaran; a.
The Exploratory Model. Model ini pada dasarnya bertujuan untuk mengembangkan kreativitas dan independensi siswa.
b. The Group Process Model. Model ini utamanya diarahkan untuk
mengembangkan kesadaran diri, rasa tanggung jawab dan kemampuan bekerjasama antar siswa.
c. The Developmental Cognitive Model, yang bertujuan menitikberatkan untuk
mengembangkan keterampilan-keterampilan kognitif. d.
The Programmed Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan dasar melalui modifikasi tingkah laku.
e. The Fundamental Model, yang dititikberatkan untuk mengembangkan
keterampilan-keterampilan dasar melalui pengetahuan factual.
34
Menurut Martiyono 2012:83, model pembelajaran adalah cara yang sederhana untuk melukiskan hubungan-hubungan beberapa variabel pembelajaran.
Model disebut juga kumpulan dari beberapa teori yang diwujudkan dalam bentuk konsep oprasional bagaimana pembelajaran dijalankan.
Joyce dan Weill dalam Miftahul Huda, 2013:73 mendeskripsikan Model pengajaran sebagai rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk
kurikulum, mendesain materi-materi instruksional, dan memandu proses pengajaran di ruang kelas atau disetting yang berbeda.
Eggen, Kauchar, dan Harder dalam Miftahul Huda 2013:74 sebenarnya pernah membahas enam model memproses informasi, yakni model
induktif, model pencapaian konsep, model taba, model deduktif, model Ausubel, dan model inkuiri. Akan tetapi, review paling komprehensif tentang model-model
pengajaran, untuk sementara ini, „hanyalah‟ review yang dilakukan Joyce dan Weill 1980 yang telah mengidentifikasilan setidaknya 23 model yang
diklasifikasi kedalam empat kelompok yang didasarkan pada sifat-sifatnya, karakteristik-karakteristiknya, dan pengaruh-pengaruhnya. Empat kelompok
tersebut adalah sebagai berikut. 1.
Model-model memproses informasi 2.
Model-model personal 3.
Model-model interaksi sosial 4.
Model-model perubahan prilaku Dalam setiap kelompok model ini, ada model-model spesifik yang
dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.
35
Model-model yang dikembangkan oleh Joyce dan weill dalam Miftahul Huda, 2013:75 di atas memiliki struktur yang jelas. Implementasi setiap model
dideskripsikan dalam struktur ini. Ada lima aspek struktur umum, antara lain: Sintak, Sistem Sosial, TugasPeran Guru, Sistem Dukungan dan Pengaruh Model.
1. Sintak Tahap-tahap model pengajaran merupakan deskripsi implementasi
model dilapangan. Ia merupakan rangkaian sistematis aktivitas-aktivitas dalam model tersebut. Setiap model memiliki aliran tahap yang berbeda
2. Sistem Sosial mendeskripsikan peran dan relasi antara guru dan siswa. Dalam
beberapa model, guru sangat berperan dominan. Dalam sebagian model, aktivitas ini lebih dipusatkan pada siswa, dan dalam bagian yang lain aktivitas
tersebut dididtribusikan secara merata. 3.
TugasPeran Guru mendeskripsikan bagaimana seorang guru harus memandang siswanya dan merespons apa yang dilakukan siswanya. Prinsip-
prinsip ini merefleksikan aturan-aturan dalam memilih model dan menyesuaikan respons instruksional dengan apa yang dilakukan siswa.
4. Sistem Dukungan mendeskripsikan kondisi-kondisi yang mendukung yang
seharusnya diciptakan atau dimiliki oleh guru dalam menerapkan model tertentu. „‟Dukungan‟‟ di sini merujuk pada prasyarat-prasyarat tambahan di
luar skill-skill, kapasitas-kapasitas manusia pada umumnya dan fasilitas- fasilitas teknis pada khususnya. Dukungan tersebut berupa buku, film,
perangkat laboratorium, materi-materi rujukan, dan sebagainya. 5.
Pengaruh merujuk pada efek-efek yang ditimbulkan oleh setiap model. Pengaruh ini bisa terbagi menjadi dua: intruksional dan pengiring. Pengaruh
instuksional merupakan pengaruh langsung dari model tertentu yang
36
disebabkan oleh konten atau skill yang menjadi dasar pelaksanaannya. Pengaruh pengiring merupakan pengaruh yang sifatnya implisit dalam
lingkungan belajar: pengaruh ini merupakan pengaruh tidak langsung dari model pengajaran tertentu. Akan tetapi, dalam buku ini, kedua pengaruh itu
terkadang dilebur menjadi satu. Setiap guru menghadapi beragam masalah di ruang kelas. Guru yang
efektif akan menerapkan model-model ini sekreatif mungkin unuk memecahkan masalah. Model-model pengajaran memberi kesempatan pada guru untuk
mengadaptasikan dengan lingkungan ruang kelas yang mereka huni. Hanya guru yang kreatif, fleksibel, dan cerdas yang dapat memperoleh keuntungan maksimal
dari model-model pengajaran. Dalam konteks PAK, untuk menghadapi masalah di ruang kelas tersebut
guru juga harus menyiapkan model pembelajaran yang berorientasi pada peningkatan intensitas keterlibatan siswa secara efektif di dalam proses
pembelajaran serta relevan untuk peserta didik. Banyak sekali model pembelajaran yang ditawarkan oleh para ahli untuk bisa digunakan. Tergantung
bagaimana guru bisa sekreatif mungkin untuk mengolahnya menjadi lebih menarik. Menurut Heryatno Wono Wulung 2012 ada tiga model PAK yang
dipandang memberikan wawasan konseptual yakni model transmisi transfer, model yang berpusat pada pengalaman hidup peserta, dan model praksis.
a. Model Transmisi Transfer
Model ini bersifat sangat instruktif dan preskriftif.pendidik menyampaikan mengoper dan mentransfer materi informasi secara instruksional kepada para
37
peserta didik. Pendidik meyakini informasi tersebut sebagai kebenaran yang harus dipelihara dan diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kebenaran itu
diwujudkan dalam bentuk cerita, pengakuan iman yang formal seperti dalam pengajarandogma Gereja, ataupun peribadatan seperti ritus inisiasi, ritus
kematian, ritus kenangan dan lain sebagainya. Yang terpenting adalah bahwa model ini berpusat pada pendidik yang mentransfer mengoper seluruh
pengetahuannya pada peserta didik dengan menerapkan relasi guru dan murid. b.
Model yang Berpusat pada Pengalaman Hidup Peserta Sifat yang di tekankan dalam model ini bukan kognitif melainkan kualitatif
dan subyektif. Model ini melihat secara negatif model pendidikan yang bersifat obyektif dan cendrung kuantitatif. Dalam proses pendidikan yang ditekankan
bukan menambah informasi, juga bukan menyampaikan materi sebanyak- banyaknya tetapi secara kualitatif berusaha memanusiakan manusia dan
memperkembangkan kepribadiannya. c.
Model Praksis Model praksis atau model Shared Christian Praxis ini dikembangkan oleh
TH Groome. Melalui model ini hendak menekankan pentingnya partisipasi aktif para peserta. Peran peserta sebagai subyek dalam proses penyelenggaraan
pendidikan sangat digarisbawahi. Partisipasi itu berdasar pengalaman hidup peserta yang diungkapkan dan direfleksikan secara kritis sehingga ditemukan
nilainya dan dapat diteguhkan visi dasarnya. Hasil dari refleksi kritis tersebut kemudian didialogkan dengan visi dan tradisi kristiani. Dengan dialog tersebut
diharapkan peserta dapat meneguhkan sikap hidupnya yang sudah positif.
38
3. Model Pembelajaran Kooperatif
a. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang mengutamakan kerja sama untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
cooperative learning merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif, yang anggotanya
terdiri dari 4 sampai dengan 6 orang, dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.
Pada hakikatnya, pembelajaran kooperatif sama dengan kerja kelompok. Oleh karena itu, banyak guru yang menyatakan tidak ada sesuatu yang aneh
dalam cooperative learning dalam bentuk belajar kelompok, walaupun tidak semua belajar kelompok disebut sebagai cooperative learning. Seperti dijelaskan
oleh Abdulhak 2001: 19- 20 „‟pembelajaran kooperatif dilaksanakan melalui
sharing proses antara peserta didik, sehingga dapat mewujudkan pemahaman bersama antara peserta didik itu sendiri‟‟.
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi Nurhayati,
2002:25. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar kerja sama dengan anggota lainnya. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa dalam
pembelajaran kooperatif, siswa memiliki dua tanggung jawab, yaitu belajar untuk dirinya sendiri, dan membantu sesama anggota untuk belajar.
Pembelajaran kooperatif
dikembangkan dari
teori belajar
konstruktivisme yang lahir dari gagasan Piaget dan Vygotsky. Berdasarkan
penelitian Piaget yang pertama, dikemukakan bahwa pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak Ratna, 1988:181.
39
Konstruktivisme merupakan konstruksi bentukan dari orang yang mengenal sesuatu skemata Thobroni, 2015:91. Menurut Tran Vui dalam
Thobroni, 2015:91 mengatakan konstruktivisme adalah suatu filsafat belajar yang dibangun atas pengalaman-pengalaman sendiri.
Dalam pembelajaran kooperatif, guru berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi,
dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi harus membangun dalam pikirannya juga. Siswa mempunyai
kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan langsung dalam menerapkan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka. Hal
ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.
Tom V. Savage 1987:25 mengemukakan bahwa cooperative learning merupakan satu pendekatan yang menekankan kerja sama dalam kelompok.
Pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam suatu kelompok kecil untuk saling berinteraksi. Dalam sistem belajar
kooperatif, siswa belajar kerja sama anggota lainnya Nurulhayati, 2002:25. Menurut Bruce Joyce, Marsha Weill, dan Emily Calhoun 2009:501
kelompok model pengajaran sosial social family menawarkan cara pandang dalam bentuk sebuah komunitas pembelajar kooperatif dan membantu komunitas
tersebut mengeksplorasi dunia secara bersama-sama serta memunculkan pertanyaan-pertanyaan mengenai nilai. Bermain peran role playing menawarkan
sebuah perangkat untuk membantu siswa mempelajari nilai mereka sendiri sebagai kemajuan dan perkembangan dalam sebuah penelitian. Penelitian hukum
40
jurisprudencial inquiry mengajak kita mendekati isu-isu dengan cara mengklarifikasi isu dan kedudukan nilai yang mendasari beberapa kemungkinan
yang beragam. Slavin dalam Isjoni 2009: 15 pembelajaran kooperatif adalah suatu
model pembelajaran di mana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 5 orang dengan struktur
kelompok heterogen. Sedangkan menurut Sunal dan Hans dalam Isjoni 2009:15 mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan
atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Selanjutnya Stahl dalam Isjoni 2009: 15 menyatakan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan belajar siswa lebih baik dan meningkatkan sikap
saling tolong-menolong dalam perilaku sosial. Pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang berfokus pada penggunaan kelompok kecil siswa untuk
bekerja sama dalam memaksimalkan kondisi belajar untuk mencapai tujuan belajar Sugiyanto,2010: 37.
Agus Suprijono 2009: 54 mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok
termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di
mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang untuk membantu siswa menyelesaikan
masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.
41
Dari uraian para ahli tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu cara pendekatan atau serangkaian
strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
Jika dikaitkan dengan PAK, maka Pembelajaran kooperatif di dalam PAK berarti pembelajaran Agama Katolik yang menekankan suatu cara pendekatan
atau serangkaian strategi yang khusus dirancang untuk memberi dorongan kepada siswa agar bekerja sama selama proses pembelajaran.
b. Model Pembelajaran Kooperatif
Anita Lie 2007: 29 mengungkapkan bahwa model pembelajaran cooperative learning tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok.
Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif dengan benar akan menunjukkan pendidik mengelola kelas lebih efektif.
Johnson Anita Lie, 2007: 30 mengemukakan dalam model pembelajaran kooperatif ada lima unsur yaitu: saling ketergantungan positif, tanggung jawab
perseorangan, tatap muka, komunikasi antar anggota, dan evaluasi proses kelompok. Pembelajaran kooperatif Cooperative learning adalah model
pembelajaran yang menekankan pada saling ketergantungan positif antar individu siswa, adanya tanggung jawab perseorangan, tatap muka, komunikasi intensif
antar siswa, dan evaluasi proses kelompok Arif Rohman, 2009: 186. Cooperative learning menurut Slavin 2005: 4-8 merujuk pada berbagai
macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam kelompok- kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin, dan latar
42
belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan
dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan
dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur
dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi
efektif antara anggota kelompok. Anita Lie Agus Suprijono, 2009: 56 menguraikan model pembelajaran
kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Dialog interaktif interaksi sosial adalah kunci seseorang dapat menempatkan dirinya di lingkungan sekitar. Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para
ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil
yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang
berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar semua anggota maksimal. Sedangkan Paul Eggen dan Don Kauchak
2012:7 mengatakan bahwa model pembelajaran adalah pendekatan spesifik dalam mengajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif adalah pendekatan spesifik dalam mengajar. jika dikaitkan dalam PAK,
43
maka model pembelajaran kooperatif PAK ialah suatu acuanpendekatan spesifik yang digunakan guru dalam mengajar PAK di kelas. Pendekatan tersebut adalah
dengan menempatkan siswa dalam kerjasama kelompok.
c. Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Slavin 2005 mengemukakan tujuan yang paling penting dari model pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan,
konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Wisenbaken
dalam Slavin, 2005 mengemukakan bahwa tujuan model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang pro-akademik di antara para
siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa.
Abdul Majid 2013:175 mengemukakan tujuan pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a. Meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Model kooperatif
ini memiliki keunggulan dalam membantu siswa untuk memahami konsep- konsep yang sulit;
b. Agar siswa dapat menerima teman-temannya yang mempunyai berbagai
perbedaan latar belakang; c.
Mengembangkan keterampilan sosial siswa; berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, memancing teman untuk bertanya, mau
menjelaskan ide atau pendapat, dan bekerja dalam kelompok.
44
Jika dilihat dari uraian tujuan pembelajaran kooperatif oleh para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa tujuanya pembelajaran kooperatif adalah untuk
memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan
memberikan kontribusi. Hal ini cocok diterapkan pada pembelajaran PAK di sekolah. Dengan tujuan yang demikian maka akan menciptakan hasil yang baik
apabila diterapkan pada pembelajaran PAK.
d. Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Isjoni 2009: 27 memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut:
a. setiap anggota memiliki peran;
b. terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa;
c. setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-
teman sekelompoknya; d.
guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok, dan
e. guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.
Abdul Majid 2013:176 memaparkan ciri-ciri atau karakteristik pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
a. Siswa belajar bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar;
b. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang,
dan rendah heterogen c.
Apabila kemungkinan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, dan jenis kelamin yang berbeda;
45
d. Penghargaan lebih beroorientasi pada kelompok daripada individu Ibrahim,
dkk.,2000:6 Pembelajaran kooperatif mencerminkan pandangan bahwa manusia belajar
dari pengalaman mereka dan partisipasi aktif dalam kelompok kecil membantu siswa
belajar keterampilan
sosial, sementara
itu secara
bersamaan mengembangkan sikap demokrasi dan keterampilan berfikir logis. Jika cerminan
ini terdapat dalam PAK maka akan membawa perkembangan yang baik pada peserta didik karena mempunyai kompetensi yang baik dari cerminan tersebut
baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
e. Manfaat Model Pembelajaran Kooperatif
Manfaat-manfaat model pembelajaran kooperatif bagi siswa dengan hasil belajar yang rendah, antara lain Linda Lundgren dalam Ibrahim 2000 : 18
adalah: 1.
Rasa harga diri menjadi lebih tinggi 2.
Memperbaiki kehadiran 3.
Penerimaan terhadap individu menjadi lebih besar 4.
Perilaku mengganggu menjadi lebih kecil 5.
Konflik antar pribadi berkurang 6.
Pemahaman yang lebih mendalam 7.
Meningkatkan kebaikan budi, kepekaan dan toleransi 8.
Hasil belajar lebih tinggi
f. Prinsip-Prinsip Model Pembelajaran Kooperatif
Jumanta Hamdayama 2014:64 mengemukakan empat prinsip dasar pembelajaran kooperatif, seperti di jelaskan berikut ini.
46
1 Prinsip ketergantungan positif
Untuk tercipta kerja kelompok yang efektif, setiap anggota kelomok masing-masing perlu membagi tugas sesuai dengan tujuan kelompoknya. Tugas
tersebut tentu saja disesuaikan dengan kemampuan setiap anggota kelompok. Inilah hakikat ketergantungan positif, artinya tugas kelompok tidak mungkin
diselesaikan manakala ada anggota yang tidak menyelesaikan tugsanya, dan semua ini memerlukan kerja sama yang baik dari masing-masing anggota
kelompok. Anggota kelompok yang mempunyai kemampuan lebih, diharapkan mau dan mampu membantu temannya untuk menyelesaikan tugsanya.
2 Tanggung jawab perseorangan
Prinsip ini merupakan konsekuensi dari prinsip yang pertama. Oleh karena keberhasilan kelompok tergantung pada setiap anggota, maka setiap anggota
kelomok harus memiliki tanggung jawab sesuai dengan tugasnya. Setiap anggota harus memberikan yang terbaik untuk keberhasilan anggota kelompoknya. Untuk
mencapai hal tersebut, guru perlu memberikan penilaian terhadap individu dan juga kelompok. Penilaian individu bisa berbeda, tetapi penilaian kelompok harus
sama. 3
Interaksi tatap muka Pembelajaran kooperatif memberi ruang dan kesempatan yang luas kepada
setiap anggota kelompok untuk bertatap muka saling memberikan informasi dan saling membelajarkan. Interaksi tatap muka akan memberikan pengalaman yang
berharga kepada setiap anggota kelompok untuk bekerja sama, menghargai setiap perbedaan, memanfaatkan kelebihan masing-masing anggota, dan mengisi
kekurangan masing-masing.
47
4 Partisipasi dan komunikasi
Pembelajaran koopeatif melatih siswa untuk dapat mampu berpartisipasi aktif dan berkomunikasi. Kemampuan ini sangat penting sebagai bekal mereka
dalam kehidupan di masyarakat kelak. Oleh sebab itu, sebelum melakukan kooperatif, guru perlu membekali siswa dengan kemampuan berkomunikasi,
misalnya kemampuan mendengarkan dan kemampuan berbicara, cara menyatakan ketidaksetujuan atau cara menyanggah pendapat orang lain secara santun, tidak
memojokkan, cara menyampaikan gagasan dan ide-ide yang dianggapnya baik dan berguna.
Jika prinsip ini di terapkan dalam pembelajaran PAK di sekolah maka akan sangat baik karena pada diri peserta didik ditanamkan suatu ketergantungan
positif yang membawa mereka berfikir positif terhadap lingkungan sekitar, peserta didik ditanamkan sikap tanggung jawab yang akan membawa peserta didik untuk
bertanggung jawab dalam segala hal, peserta didik ditanamkan sikap interaksi sosial yang sangat baik demi relasi mereka dengan sesama manusia, dan
ditanamkan sikap berpartisipasi dan berkomunikasi dengan sesama dan lingkungannya karena manusia pada dasarnya makhluk sosial maka ini akan
sangat baik demi hubungan yang baik dengan lingkungan, sesama, dan terlebih- lebih pada relasi terhadap Tuhan.
4. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together NHT
dalam Pendidikan Agama Katolik PAK a.
Sintak Tahap-tahap: Miftahul Huda 2013:203 mengatakan tahap-tahap
pelaksanaan NHT pada hakikatnya hampir sama dengan diskusi kelompok,
yang rinciannya adalah sebagai berikut.
48
1 Siswa dibagi ke dalam kelompok-kelompok.
2 Masing-masing siswa di dalam kelompok diberi nomor.
3 Guru memberi tugaspertanyaan pada masing-masing kelompok untuk
mengerjakannya. 4
Setiap kelompok mulai berdiskusi untuk menemukan jawaban yang dianggap paling tepat dan memastikan semua anggota kelompok mengetahui jawaban
tersebut. 5
Guru memanggil salah satu nomor tertentu secara acak. 6
Siswa dengan nomor yang dipanggil mempresentasikan jawaban dari hasil diskusi kelompok mereka.
Langkah-langkah model pembelajaran NHT di atas dikuatkan dengan gagasan yang disampaikan oleh Ibrahim dalam Jumanta Hamdayama, 2014:175
yang dibagi menjadi enam langkah sebagai berikut : Langkah 1. Persiapan
Dalam tahap ini guru mempersiapkan rancangan pelajaran dengan membuat Skenario Pembelajaran SP, Lembar Kerja Siswa LKS yang sesuai
dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT.
Langkah 2. Pembentukan kelompok
Dalam pembentukan kelompok disesuaikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe NHT. Guru membagi para siswa menjadi beberapa kelompok yang
beranggotakan 4 atau 5 orang siswa. Guru memberi nomor kepada setiap siswa dalam kelompok sehingga setiap siswa di dalam tim mendapatkan nomor yang
berbeda-beda. Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, karena di tahap ini mereka diberi tanggung jawab untuk berpikir bersama dalam kelompoknya
49
masing-masing. Berfikir bersama inilah yang disebut Numbered Heads Together atau penomoran kepala. Kelompok yang dibentuk merupakan percampuran yang
ditinjau dari latar belakang sosial, ras, suku, jenis kelamin dan kemampuan belajar. Selain itu, dalam pembentukan kelompok digunakan nilai tes awal pre-
test sebagai dasar dalam menentukan masing-masing kelompok. contoh : kelompok pisang yang beranggotakan 5 orang. 5 orang dalam anggota tersebut
diberi nomor dari 1 sampai 5, demikian seterusnya kelompok yang lain.
Langkah 3. Tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan
Dalam pembentukan kelompok, tiap kelompok harus memiliki buku paket atau buku panduan agar memudahkan siswa dalam menyelesaikan LKS atau
masalah yang diberikan oleh guru. Masalah tersebut berdasarkan materi dan bahan yang dipelajari. Buku paket ini sebagai refrensi yang digunakan oleh siswa dalam
diskusi masalah.
Langkah 4. Diskusi masalah
Dalam kerja kelompok, guru membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan yang akan dipelajari. Dalam kerja kelompok setiap siswa berpikir
bersama menyumbangkan ide-ide mereka untuk menggambarkan dan meyakinkan bahwa tiap orang mengetahui jawaban dari pertanyaan yang telah ada dalam LKS
atau pertanyaan yang telah diberikan oleh guru. Pertanyaan dapat bervariasi, dari yang bersifat spesifik sampai yang bersifat umum.
Langkah 5. Memanggil nomor tertentu dan pemberian pertanyaan
Dalam tahap ini, Guru menyebut satu nomor tertentu yang dipilih secara acak, kemudian para siswa dari tiap kelompok dengan nomor yang sama
50
mengangkat tangan. Setelah itu guru menyiapkan pertanyaan yang akan diberikan kepada siswa yang telah disebutkan berdasarkan nomor.
Langkah 6. Memberi kesimpulan
Setelah semua nomor mendapat giliran untuk menjawab soal, kemudian guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir dari semua pertanyaan yang
berhubungan dengan materi yang disajikan. Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sintak adalah sebagai
rancangan untuk terjadinya proses pembelajaran kooperatif tipe NHT di sekolah. Dengan adanya tahapan ini maka akan sangat memudahkan guru dalam
melakukan kegiatan belajar-mengajar di sekolah.
b. Sistem Sosial : La Iru dan La Ode Safiun Arihi dalam Jumanta Hamdayama,
2014:175 mengatakan metode Number Heads Together NHT atau penomoran berfikir bersama adalah bagian dari model pembelajaran kooperatif
struktural, yang menekankan pada struktur-struktur khusus yang dirancang untuk memenuhi pola interaksi siswa. Diperkuat oleh Ibrahim dalam Jumanta,
2014:175 yang mengatakan bahwa Pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang menekankan pada
struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan
memiliki tujuan untuk meningkatkan penguasan akademik. Dengan adanya interaksi siswa, maka akan sangat berpengaruh terhadap sistem sosial mereka
di dalam kelas. Sistem sosial siswa berkaitan erat dengan status sosial. Dimana dari sekian banyak ragam siswa di dalam kelas mulai dari miskin, kaya, pandai,
pintar, dst. Maka, dengan adanya pembelajaran dengan metode kooperatif tipe
51
NHT ini siswa diharapkan tidak membeda-bedakan satu dengan yang lainnya
dan tetap menjaga relasi yang baik antara satu dengan yang lainnya. Menurut Winkel 1986:124, status sosial yang dimiliki seorang siswa,
dapat mempengaruhi kegiatan belajar siswa itu. Status sosial siswa berkaitan erat dengan penghargaan terhadap diri sendiri dan penerimaan lingkungan
terhadapnya. Di dalam pelajaran PAK, interaksi sosial merupakan bagian penting karena memang menyangkut bagaimana manusia berelasi dengan manusia lainnya
dan pada akhirnya relasi tersebut menyatukan manusia tersebut di dalam kebersamaannya sehari-hari.
c. TugasPeran Guru : Tugas utama seorang guru dalam model pembelajaran ini
adalah memonitor bagaimana proses pembelajaran model NHT ini berjalan dengan baik sesuai dengan tujuan. Selain tugas utama, saat proses akan
berlangsung guru bertugas:
1
mempersiapkan rancangan pelajaran
2
membagi para siswa menjadi beberapa kelompok
3
membagikan LKS kepada setiap siswa sebagai bahan diskusi
4
memonitor jalannya diskusi
5 menyebut satu nomor tertentu yang sudah disesuaikan dengan nomor soal
nomor dipilih secara acak
6
Guru bersama siswa menyimpulkan jawaban akhir
Dari uraian ini dapat disimpulkan bahwa tugas peran guru dalam model pembelajaran ini cukup berat yaitu mempersiapkan semua rancangan
pembelajaran yang akan diberikan didalam kelas.
52
d. Sistem Dukungan : Guru PAK benar-benar mempersiapkan seluruh
rangkaian pembelajaran model NHT ini dengan matang agar tujuan tercapai dengan baik yaitu dengan mempersiapkan sarana dan prasarana yang
dibutuhkan dalam keberlangsungan proses belajar yang akan terjadi. Sarana dan prasarana yang perlu disiapkan dalam model pembelajaran tipe NHT ini
antara lain berupa ruangan kelas, kertas Lembar Kerja Siswa, kertas HVS, dan white board. Sarana dan prasarana yang disiapkan tentunya harus diperhatikan
dengan seksama karena akan sangat membantu dalam kegiatan belajar dan
merupakan sistem pendukung untuk tercapainya pembelajaran tipe NHT ini.
e. Dampak : Ada dua dampak yang ditimbulkan dari pembelajaran kooperatif
tipe numbered heads together NHT. Adapun dampak tersebut ialah:
1 Dampak Langsung : Tujuan pembelajaran PAK berdasarkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar dari tipe NHT tercapai. 2
Dampak Pengiring : Melatih siswa untuk dapat bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain, melatih siswa untuk bisa menjadi tutor sebaya,
memupuk rasa kebersamaan, membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan.
f. Evaluasi pembelajaran kooperatif tipe NHT
1 Pengertian Evaluasi pembelajaran kooperatif tipe NHT
Untuk mengetahui berhasil atau tidaknya model pembelajaran kooperatif tipe numbered heads together ini diperlukan alat ukur. Cara tepat yang bisa
digunakan untuk mengetahuinya adalah dengan evaluasi. Yang dimaksud dengan
53
evaluasi adalah mengukur dan menilai Dapiyanta, 2008:9,10. Sedangkan pembelajaran adalah aktivitas guru dalam membelajarkan murid. Berdasarkan
gagasan tersebut maka, evaluasi pembelajaran adalah kegiatan mengukur dan menilai interaksi guru-murid-kondisi eksternal dari keadaan awal tertentu menuju
tujuan tertentu. Dalam konteks NHT berarti kegiatan mengukur dan menilai interkasi guru-murid-kondisi eksternal dari keadaan awal terbentuknya kelompok-
kelompok sampai pada sebuah kesimpulan yang diperoleh dari hasil diskusi. 2
Alat evaluasi pembelajaran kooperatif tipe NHT Alat evaluasi pembelajaran dibagi menjadi dua, yakni tes dan nontes. Tes
adalah daftar pertanyaan yang disusun untuk memperoleh data tentang seseorang atau program guna menilai seseorang atau program dengan ciri komprehensif,
cepat, tepat, sistematis, dan objektif. Sedangkan nontes ialah cara evaluasi yang ditempuh tanpa mengajukan serangkaian daftar pertanyaan yang jawabannya lebih
menunjuk pada kecendrungan Dapiyanta, 2008:17,23. Dari uraian tersebut penulis menggunakan kedua alat tersebut di dalam mengukur sejauh mana model
pembelajaran kooperatif ini bisa dipahami dengan baik atau tidak.
g. Tujuan pembelajaran kooperatif tipe NHT
Ibrahim 2000: 28 mengemukakan tiga tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran kooperatif dengan tipe NHT yaitu :
1 Hasil belajar akademik stuktural : Bertujuan untuk meningkatkan kinerja
siswa dalam tugas-tugas akademik. 2
Pengakuan adanya keragaman: Bertujuan agar siswa dapat menerima teman- temannya yang mempunyai berbagai latar belakang.
54
3 Pengembangan keterampilan sosial: Bertujuan untuk mengembangkan
keterampilan sosial siswa. Keterampilan yang dimaksud antara lain berbagi tugas, aktif bertanya, menghargai pendapat orang lain, mau menjelaskan ide
atau pendapat, bekerja dalam kelompok dan sebagainya. Miftahul Huda 2013:203 mengatakan; tujuan dari NHT adalah memberi
kesempatan kepada siswa untuk saling berbagi gagasan dan mempertimbangkan jawaban yang paling tepat. Selain untuk meningkatkan kerjasama siswa, NHT
juga bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas. Dari pendapat kedua ahli ini jika dikaitkan dengan PAK, maka akan sangat
membantu guru dan terlebih-lebih Gereja dalam mewujudkan keinginan Gereja untuk semakin memperkembangkan masa depan gereja yang lebih baik dan
mantap. Jika dilihat dari Sintak, Sistem Sosial, TugasPeran Guru, Sistem
Dukungan, Pengaruh, dan Tujuan dapat disimpulkan bahwa model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together NHT adalah merupakan sebuah
model pembelajaran berbasis kooperatif yang dirancang mempengaruhi pola interaksi siswa dalam berfikir bersama, di mana masing-masing siswa yang telah
diberi nomor dalam kelompoknya bekerja sama dalam kegiatan diskusi. Dari interaksi yang mereka temukan pada saat berpikir bersama yang menciptakan
interaksi sosial, maka melatih siswa untuk dapat bekerjasama dan menghargai pendapat orang lain, melatih siswa untuk bisa menjadi tutor sebaya, memupuk
rasa kebersamaan, dan membuat siswa menjadi terbiasa dengan perbedaan. Yang tidak kalah penting adalah bahwa model pembelajaran ini menekankan tentang
penomoran kepala. Artinya melalui penomoran kepala yang diberikan oleh guru
55
kepada setiap individu kemudian menciptakan suatu kepercayaan dalam berfikir bersama. Kepercayaan tersebut menimbulkan interaksi sosial. Dari interaksi yang
mereka dapatkan tersebut akan memampukan mereka untuk bekerjasama dalam kelompoknya. Dengan demikian, jika dikaitkan dengan konteks PAK, maka
model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together ini merupakan sebuah model pembelajaran berbasis kooperatif yang dirancang mempengaruhi
pola interaksi siswa dalam berfikir bersama, di mana masing-masing siswa yang telah diberi nomor dalam kelompoknya bekerja sama dalam kegiatan diskusi
belajar PAK.
C. Motivasi Belajar PAK