2.7 Sistem Kekerabatan
Dalam masyarakat karo hubungan kekerabatan masih tetap merupakan unsur yang paling penting di kehidupan. Mengenai kelompok patrineal dan sistem hubungan perkawinan yang
merupakan sendi daripada sistem kekerabatan mereka. Pada suku bangsa karo terdapat lima klen besar yaitu Ginting, Karo-karo, Perangin-angin, Sembiring dan Tarigan
Kuta Kendit mulai didatangi orang-orang setelah di bentuknya pemukiman di sekitar tahun 1981 akan tetapi masyarakatnya terdiri hanya beberapa keluarga saja dan kemudian di
susul oleh marga Simamora dan marga Ginting
27
Penduduk asli Kuta Kendit adalah marga Sembiring Kembaren yang berasal dari daerah Kuala Ayer Batu, kemudian pindah ke Pagaruyung terus ke Bangko di Jambi dan selanjutnya ke
Ketungkuhen di Alas. Nenek moyangnya bernama Kence Tempe Kuala berangkat bersama rakyatnya menaiki perahu dengan membawa pisau kerajaan bernama “ Pisau Bala Diri”
. Di dataran tinggi Karo, Kuta sebagai kesatuan teritorial yang luas dihuni oleh keluarga-keluarga yang berasal dari satu klen disebut kesain. jadi
kesain merupakan bagian-bagian dari suatu kuta, sebab kuta biasanya terdiri dari penduduk yang berasal dari klen yang berbeda-beda. Keluarga sada nini adalah suatu kelompok kekerabatan di
dalamnya termasuk semua kaum kerabat patrilinial yang masih diingat atau dikenal kekerabatannya. Suatu kelompok kekerabatan yang besar dalam masyarakat karo adalah merga,
tetapi istilah merga sendiri mempunyai beberapa pengertian. merga bisa berarti klen besar yang patrilineal, misalnya merga Ginting, Sembiring, Tarigan, Perangin-angin, Karo-karo. selain itu
merga pada orang Karo bisa juga berarti bagian dari klen besar patrilineal, misalnya Barus, Suka, Pandia, Singarimbun, Tambun dan sebagainya.
27
Wawancara dengan Mereksa Kembaren, Kuta Pengkih 28 April 2014, Pukul 20.30 WIB
Universitas Sumatera Utara
Keturunanya kemudian mendirikan kampong silalahi, Paropo, Tumba dan Martogan hingga ke Kabupaten Karo Liang Melas seperti Kuta Mbelin, Samperaya hingga ke Kuta Pengkih
28
28
Www.kekerabatanpadamasyarakatkaro.ac.id.
. Tidak ada bukti yang pasti mengenai tahun kedatangan marga Sembiring Kembaren ke
daerah Desa Kuta Pengkih akan tetapi dari penuturannya dan informasi dapat di prediksi bahwa marga Sembiring Kembaren sudah mulai bermukim di daerah tersebut dan Desa Kuta Pengkih
mulai dikenal orang-orang di sekitar daerah tersebut pada Tahun 1700 akan tetapi masyarakatnya terdiri hanya beberapa keluarga saja dan kemudian di susul oleh marga-marga lainnya. Ketiga
klan klompok marga masyarakat tersebut kemudian menetap bersama dan membangun Kuta Kendit baik dari sistem mata pencaharian hingga pemerintahan desa.
Sistem adat karo adalah pola pemerintahan tradisional yang dibawa oleh pemuka kampung di Kuta Kendit, kebiasaan-kebiasaan adat yang turun-temurun membentuk pola
kehidupan masyarakat Kuta Kendit. Sehingga dalam kesehariannya masyarakat Kuta Kendit memakai bahasa karo dalam komunikasi sehari-hari. Setiap kuta dikelilingi oleh satu parit, suatu
dinding tanah yang tinggi dan rumpun-rumpun bambu yang tumbuh rapat. Hal itu dimaksudkan sebagai pertahanan terhadap serangan-serangan musuh dari kuta lain, memang dahulu secara
tradisional kampung-kampung dibangun dengan mengutamakan segi keamanan. Dan biasanya didirikan dengan batas-batas yang jelas, seperti batas-batas alam, misalnya dengan menanam
pohon bambu yang rapat sekali sehingga tidak bisa dimasuki oleh musuh. Untuk pendirian kampung atau kuta juga demikian halnya. Pada sebuah kampung terdapat dua atau lebih deretan
rumah-rumah, diantara rumah-rumah itu terdapat pekarangan yang cukup luas, biasanya dijadikan tempat tempat berbagai kegiatan, misalnya tempat upacara pesta perkawinan, upacara
kematian dan sebagainya.
Universitas Sumatera Utara
Kelompok kekerabatan yang terkecil dalam masyarakat karo adalah keluarga inti, yang merupakan kesatuan yang menghuni satu rumah yang diikat berdasarkan perkawinan adat dan
perkawinan agama. Rumah-rumah keluarga inti yang berdekatan ada kalanya memiliki hubungan kerabat berdasarkan garis keturunan, namun kadang-kadang juga berdasarkan kesamaan
kelompok kerabat atau kerabat karena hubungan perkawinan. Keluarga-keluarga inti yang terdapat dalam satu wilayah membentuk suatu saudara, dan ikatan di antara mereka terutama
berdasarkan norma-norma sosial biasa. Dalam masyarakat Kuta Kendit, hubungan sosial pada orang karo masih bersifat gotong-
royong. Sifat seperti ini tampak pada acara perkawinan, selamatan, dan dalam aktivitas ekonomi. Keluarga inti dalam masyarakat Karo bersifat monogamy, dan poligami sangat dilarang. Mereka
cenderung memperlihatkan bahwa orang yang telah menikah lebih mengutamakan kemandirian dalam rumah tangganya sendiri. Menurut adat, orang Karo menganut garis keturunan
Patrilineal.Hak dan kewajiban seseorang diatur menurut kelompok kerabat bapaknya, seperti pembagian harta warisan.
Universitas Sumatera Utara
BAB III LATAR BELAKANG MUNCULNYA TRANSMIGRASI DI KUTA KENDIT
KECAMATAN MARDINGDING KABUPATEN KARO TAHUN 1981-2010
3.1 Terbentuknya PKMTProyek Pemukiman Masyarakat Terasing Kuta Kendit
Transmigrasi pada dasarnnya merupakan pembangunan wilayah dalam rangka peningkatan taraf hidup serta pemanfaatan sumber daya alam dan manusia dalam menciptakan
kesatuan dan persatuan bangsa melalui program terpadu dan lintas sektoral. Menurut undang- undang nomor 3 tahun 1972 tentang ketentuan-ketentuan pokok transmigrasi, yang dimaksud
transmigrasi adalah pemindahan atau kepindahan penduduk dari satu daerah untuk menetap kedaerah lain yang ditetapkan dalam wilayah republik Indonesia guna kepentingan pembangunan
Negara atau atas alasan-alasan yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan-ketentuan yang diatur oleh undang-undang
29
29
Ibid hal 32
. Dalam perkembangannya semenjak masih bernama kolonialisme di zaman pemerintahan Hindia Belanda, zaman kemerdekaan dan
tahap-tahap awal repelita kebijakan transmigrasi lebih bersifat demografi sentris. Indonesia adalah Negara yang subur dan memliki banyak kekayaan yang melimpah. potensi
keanekaragaman hayati tersebut merupakan salah satu yang terbesar di dunia setelah Zaire dan Brazil. Kekayaan sumber daya alam ini adalah anugerah dari sang pencipta yang harus bisa
dimanfaatkan seefesien mungkin untuk besar-besarnnya kemakmuran rakyat. Untuk dapat memanfaatkan kekayaan alam yang melimpah tersebut, pasti diperlukan sumber daya manusia
yang bisa melestarikannya. Pola transmigrasi sebenarnnya sudah cukup lama di kenal oleh
bangsa Indonesia. Menurut sejarah, program transmigrasi awalnnya di selenggarakan oleh pemerintah kolonial Belanda pada masa penjajahan dengan nama kolonialisasi pertanian. Pada
Universitas Sumatera Utara