xlvi
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pembangunan sumber daya manusia seutuhnya diarahkan dalam rangka perbaikan tingkat hidup yang berkeadilan sosial, termasuk didalamnya adalah
pembangunan kesejahteraan sosial yang betujuan untuk mengatasi masalah sosial yang dihadapi oleh individu, kelompok dan masyarakat yang diakibatkan oleh
situasi yang berubah-ubah. Penyandang cacat merupakan salah satu bagian dari masyarakat Indonesia
seluruhnya, terdiri dari : Penyandang cacat netra, Penyandang cacat tubuh, Penyandang cacat akibat penyakit kronis, Penyandang cacat mental atau yang
biasa disebut Keterbelakangan mental dan Penyandang cacat rungu wicara. Padahal dalam perjalanan hidup manusia, setelah melalui fase-fase
kehidupan dan sampai pada tahap perkawinan, memiliki anak yang sehat secara fisik dan psikologis menjadi harapan berikutnya yang sangat besar. Namun, tidak
semua harapan itu dapat menjadi kenyataan. Sebagian kecil dari orang tua di dunia khususnya di Indonesia, memiliki
anak yang sejak kecil telah memiliki kelainan. Kelainan bawaan semacam itu bisa terjadi karena selama masa kehamilan kondisi kesehatan ibu secara fisik dan atau
psikologis kurang terjaga, sehingga mengganggu dan menghambat perkembangan janin di dalam kandungan. Selain itu, penyebab lain seringkali juga tidak
diketahui dengan pasti, sehingga terjadi di luar jangkauan kemampuan manusia
1
xlvii untuk mencegahnya. Salah satu bentuk kelainan bawaan anak adalah Down
Syndrome. Menurut catatan Indonesia Center for Biodiversity dan Biotechnology
ICBB , Bogor tahun 2007, terdapat lebih dari 300 ribu anak di Indonesia
penyandang down syndrome. Angka penderita itu diseluruh dunia diperkirakan mencapai 8 juta jiwa.
1
Down Syndrom merupakan salah satu kelainan bawaan yang terjadi karena
adanya kelainan kromosom pada saat terjadinya pembuahan. Anak penyandang down syndrom
selain terlihat dari penampilan fisik dengan ciri-ciri tertentu, juga disertai dengan keterbatasan kemampuan. Sehingga dengan keterbatasannya
tersebut memang sulit diharapkan perkembangan yang normal seperti anak yang lahir normal.
2
Anak penyandang down syndrome biasanya disertai dengan redertasi mental. Mereka memiliki penampilan wajah yang mirip satu dengan yang lainnya.
Wajah mereka lebih rata daripada anak-anak normal dan mata mereka yang cenderung sipit. Mereka biasanya memiliki hidung dan mulut yang kecil, rambut
lurus dan lemas serta leher yang pendek dan lebar. Ukuran tubuhnya lebih pendek daripada anak-anak seusianya yang normal dan banyak diantara mereka yang
mengalami obesitas kegemukkan. Oleh karena memiliki karakteristik seperti orang-orang asia, anak down syndrome sering disebut ”Anak-anak Mongol”.
3
Dari segi kognitif atau kemampuan berfikir, mereka juga terlambat. Kebanyakan dari mereka masuk dalam golongan keterbelakangan mental ringan
1
“Keterbelakangan Mental, Mayoritas Anak Syndroma Down Karena Fakor Genetik”, Tabloid Mom and Kiddie
, Edisi 08 03-16 Desember 2007, h 10
2
Http :www.mail-archive.combalita-andabalita-anda.commsg122805. html
3
Sari, Intan. Dinamika Sikap Penerimaan Orang Tua yang memiliki anak Down Syndrome. Jakarta :Fakultas Psikologi UIN, 2007, h. 2.
xlviii sampai sedang. Namun ini bukan berarti mereka tidak bisa apa-apa. Anak-anak ini
bisa belajar mengembangkan keterampilan yang mereka punya, hanya saja mereka membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menguasai kemampuan
tertentu dibandingkan anak pada umumnya. Sekarang ini banyak anak penyandang down syndrome yang tumbuh dengan baik, bisa bersekolah meski
disekolah khusus dan bisa menikmati aktivitas yang sama menyenangkannya sebagaimana anak lain. Ketika dewasa, ada juga yang bisa meneruskan sekolah
dan punya pekerjaan yang layak semua itu bisa terjadi dengan dukungan dan pengertian dari orang-orang yang menyayanginya.
4
Di dalam kehidupan sosial, tidak semua masyarakat dapat dengan mudah menerima kehadiran anak down syndrom. Karakteristik kelainan yang jelas
terlihat pada anak penyandang down syndrome dapat mengundang reaksi negatif masyarakat. Penampilan fisik mereka yang tampak jelas berbeda dapat menjadi
masalah tersendiri bagi orang tua anak down syndrome dibandingkan dengan anak cacat yang lainnya yang secara fisik tidak terlihat jelas. Padahal didalam
lingkungan masyarakat ini yang menimbulkan adanya interaksi individu satu dengan individu lain. Keadaan masyarakat pun akan memberikan pengaruh
tertentu terhadap perkembangan individu.
5
Selain mempengaruhi pembentukkan kedekatan hubungan antara orang tua dengan anak, penampilan fisik anak yang
berbeda ini juga dapat mempengaruhi interaksi orang tua dengan lingkungan sekitar.
4
Hadiwidjojo. K, Vera Itibiliana. Seputar Anak Berkebutuhan Khusus Jakarta : PT. Bhuana Ilmu Populer, 2008 h. 128-129
5
Prof.Dr. Bimo Walgito, Pengantar Psikologi Umum Edisi keempat Yogyakarta: Andi Offset, 2004, h.51
xlix Hampir semua orang yang pertama kali melihat si anak akan menyadari
adanya suatu kejanggalan yang membuat mereka bertanya-tanya baik dalam hati atau menanyakan secara langsung. Dan pada saat seperti ini orang tua dan si anak
akan menghadapi reaksi lingkungan sekitar yang tidak umum dan terkadang terasa kurang menyenangkan bagi mereka jika harus memberikan penjelasan. Dan
kenyataannya, seringkali anak yang memiliki kelainan seperti ini diasingkan dan dianggap tidak berguna karena dengan keterbatasan kemampuan yang
dimilikinya, serta adanya perbedaan fisik yang sangat menonjol. Padahal seseorang yang memiliki kelainan atau berbeda dengan yang lainnya secara fisik
maupun psikis, tidak boleh diasingkan atau dikucilkan. Hal ini sesuai dengan Surah Al-Hujuraat49:11 berikut :
6
Artinya :
” Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain karena boleh jadi mereka yang diolok-olokkan lebih baik dari
mereka yang mengolok-olokkan dan jangan pula wanita-wanita mengolok- olokkan wanita lain karena boleh jadi wanita-wanita yang diperolok-olokkan
lebih baik dari wanita yang mengolok-olokkan dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang
buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah panggilan yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”.
QS. 49:11
6
Al-Quran Terjemah, Departemen Agama Republik Indonesia Semarang: CV. Toha Putra, 1989, h.847
l Dari ayat diatas jelaslah bahwa Allah sangat melarang kaum muslimin
untuk mencaci, menghina, berburuk sangka, bergunjing atau lainnya terhadap kaum muslimin lainnya, walaupun seseorang itu memiliki perbedaan fisik maupun
psikis. Perbedaan perilaku yang diterima oleh anak penyandang down syndrom,
berpengaruh terhadap kepercayaan diri dan kemampuan mereka dalam berinteraksi sosial atau bersosialisasi di lingkungan masyarakat, karena interaksi
sosial merupakan sarana atau alat dalam mencapai kehidupan sosial. Adanya interaksi sosial merupakan naluri manusia yang sejak lahir membutuhkan
pergaulan dengan sesamanya gregoriousness. Perlakuan yang diterima oleh anak penyandang down syndrome ini salah
satu masalah didalam kesejahteraan anak. Kesejahteraan anak sebagaimana yang tedapat didalam Undang-Undang Republik Indonesia No.4 Tahun 1979 Tentang
Kesejahteraan Anak Bab I Pasal I ayat 1a dan 1b adalah sebagai berikut :
7
Pasal 1 a ”Kesejahteraan anak adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan yang dapat menjamin pertumbuhan dan perkembangannya dengan wajar baik
secara rohani, jamani maupun sosial.” b ”Usaha kesejahteraan anak adalah usaha kesejahteraan sosial yang ditujukan
untuk menjamin terwujudnya kesejahteraan anak terutama terpenuhinya kebutuhan pokok anak.”
Hal ini sesuai dengan Undang-undang yang dibuat oleh pemerintah tentang Kesejahteraan Sosial yang tercantum dalam Undang-Undang No.6 Tahun
1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok kesejahteraan sosial, pasal 2 ayat 1 adalah sebagai berikut :
”
Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan sosial, material maupun spiritual yang diliputi rasa keselamatan, kesusilaan,dan
ketentraman lahir dan bathin, yang memungkinkan bagi setiap warga negara
7
Undang-undang Perlindungan Negara UU RI No. 23 Th. 2002 Jakarta : Sinar Grafika, 2005, h.97
li
untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan jasmaniah rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan
menjunjung tinggi hak-hak azasi serta kewajiban manusia sesuai dengan falsafah kita, yaitu pancasila.”
8
Dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia No. 3039 tentang Penjelasan atas UU No. 6 Tahun 1974 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok
Kesejahteraan Sosial, menerangkan bahwa guna mencapai terwujudnya tujuan kesejahteraan sosial tersebut, perlu disusun berbagai program dan kegiatan yang
kemudian disebut sebagai Usaha-usaha Kesejahteraan Sosial. Definisi usaha- usaha kesejahteraan sosial itu sendiri adalah sebagai berikut :
9
”Usaha-usaha kesejahteraan sosial adalah semua upaya, program dan kegiatan yang ditunjukkan untuk mewujudkan, membina, memelihara, memulihkan dan
mengembangkan kesejahteraan sosial.”
Usaha-usaha Kesejahteraan Sosial ini mempunyai ruang lingkup yang khusus tertuju kepada manusia sebagai perseorangan, manusia dalam kehidupan
masyarakat yang karena faktor-faktor dalam dirinya sendiri atau faktor-faktor dari luar, mengalami kehilangan kemampuan melaksanakan peranan sosialnya
disfungsi sosial. Jadi, sudah sangat jelas bahwa setiap anak termasuk anak yang mengalami kecacatan mental atau keterbelakangan mental memiliki hak-hak yang
sama untuk mencapai suatu kesejahteraan sosial . Hal ini sesuai dengan Undang- Undang Republik Indonesia No. 4 Tahun 1979 Tentang Kesejahteraan Anak Bab
II Pasal 2 ayat 1 Tentang Hak Anak, adalah sebagai berikut :
10
”
Anak berhak atas kesejahteraan, perawatan, asuhan dan bimbingan berdasarkan kasih sayang baik dalam keluarganya maupun didalam asuhan khusus untuk
tumbuh dan berkembang secara wajar.”
8
Syarif Muhidin, Pengantar Kesejahteraan Sosial Bandung: Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial, 1997, cet. Ke-VII, h.5
9
Lembaran Negara RI Tahun 1974, No 53 : UU RI No. 6 Tahun 1974, Pasal 2 2
10
Undang-undang Perlindungan Negara UU RI No. 23 Th. 2002 Jakarta : Sinar Grafika, 2005, h.97
lii Anak penyandang down syndrom yang memiliki keterbatasan intelektual
belum tentu memiliki adaptasi sosial yang buruk. Perkembangan sosial anak penyandang down syndrom tidak bergantung pada kemampuan abstraksi dan
integrasi, tetapi bergantung pada keahlian hidup sehari-hari sehingga adaptasi sosial mereka lebih baik daripada perkembangan kognitifnya. Hubungan dengan
teman-teman usia sebaya peer group juga faktor yang mempengaruhi adaptasi sosial dari individu penyandang down syndrom
11
. Berdasarkan pada kondisi dan permasalahan yang saat ini dialami oleh
anak penyandang down syndrom, maka diperlukan sekolah khusus untuk anak down syndrom
. Karena di dalam tahap menjalin hubungan interaksi sosial atau dalam tahap bersosialisasi, selain dari peranan intervensi keluarga juga tidak
terlepas dari peranan intervensi sekolah atau lembaga khusus ini agar tercipta hubungan interaksi sosial yang baik.
Memang selama ini anak penyandang down syndrom penanganannya masih sering digabung dengan anak berkebutuhan khusus lain. Karena, di
Indonesia khususnya di Jakarta masih sangat jarang sekali di temukan sekolah yang benar-benar khusus menangani anak penyandang down syndrome.
Salah satu sekolah luar biasa yang menangani anak penyandang down syndrom
dan anak-anak yang mengalami kebutuhan khusus lainnya adalah SLB Dharma Asih. Adapun tujuan pendidikan di SLB Dharma Asih adalah untuk
mendidik anak-anak berkebutuhan khusus supaya dapat berbicara dan berkomunikasi serta beradaptasi berinteraksi, berpartisipasi aktif secara produktif
11
Kurniati, Dewi. Perbedaan Penerimaan Orang tua ayah dan ibu terhadap anak penyandang Down Syndrome.
Jakarta : Fakultas Psikologi UIN, 2005 h. 22
liii dengan lingkungannya dikemudian hari dapat hidup mandiri dan memiliki
kecakapan hidup life Skill. Dan disini peneliti berusaha mempelajari sejauh mana SLB Dharma Asih
menjalankan perannya sebagai sekolah luar biasa yang menangani anak penyandang down syndrome dan anak berkebutuhan khusus lainnya untuk
membantu meningkatkan hubungan interaksi sosial mereka. Oleh sebab itu, peneliti tertarik untuk memperdalam pembahasan dalam
skripsi ini yang berjudul ”PELAKSANAAN PROGRAM PENINGKATAN INTERAKSI SOSIAL ANAK PENYANDANG DOWN SYNDROME DI SLB
DHARMA ASIH”
Dengan menempatkan SLB Dharma Asih yang beralamat di Jl. Bangau Raya, Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Depok sebagai sampel
penelitian karena pertimbangan sebagai berikut : SLB Dharma Asih sebagai sekolah luar biasa yang membantu anak-anak berkebutuhan khusus supaya dapat
memiliki lifesklill, sarana dan prasarana yang dimiliki sekolah sangat menunjang dalam masalah yang diteliti, tempatnya tidak terlalu jauh, keterbatasan waktu,
biaya dan tenaga.
B. PEMBATASAN DAN PERUMUSAN MASALAH