8 f.
Reporter, yaitu menyusun laporan hasil-hasil pengawasan pada sekolah- sekolah binaan dan menindaklanjuti untuk perbaikan mutu pendidikan dan
program pengawasan berikutnya.
g. Supporter, yaitu mendorong guru dan kepala sekolah untuk merefleksi guna menemukan hasil-hasil yang dicapai dan menyadari kelebihan dan kekurangan
dalam melaksanakan tugas pokoknya. h. User, yaitu memanfaatkan hasil-hasil pemantauan untuk membantu kepala
sekolah dalam menyiapkan akreditasi sekolah. i.
Messenger, yaitu menyampaikan dan menjelaskan berbagai inovasi dan kebijakan pendidikan kepada guru dan kepala sekolah.
4. Prinsip-Prinsip Supervisi Manajerial
Pengawas sekolah sebagai supervisor harus mampu menunjukkan perilaku seorang profesional. Pelaksanaan supervisi manajerial harus berdasarkan kaidah-kaidah
ilmiah untuk meningkatkan mutu pendidikan. Karena itu, diperlukan kelebihan dapat melihat dengan tajam permasalahan peningkatan mutu pendidikan, menggunakan
kepekaan untuk memahami setiap permasalahan dan mampu memberikan alternatif untuk menyelesaikannya.
Pelaksanaan supervisi manajerial oleh pengawas sekolah dapat berjalan secara efektif apabila didukung oleh pemahaman dan penguasaan mengenai prinsip-prinsip
supervisi manajerial. Diantara prinsip-prinsip yang berdampak positip dalam melaksanakan supervisi manajerial diuraikan secara singkat berikut ini:
a. Pengawas harus menjauhkan diri dari sifat otoriter. Pengawas
yang otoriter
cenderung menggunakan
kekuasaan dalam
pelaksanaan tugas dan fungsinya. Pengawas akan menggunakan wewenang sebagai dasar berpikir. Ketika berhadapan dengan orang lain dan menanggapi
masalahnya, mereka akan menanyakan kedudukannya dalam lembaga dan organisasi sebagai apa?. Dalam membahas masalah itu, pengawas tidak akan
mempersoalkan hakikat dan kepentingannya, tetapi selalu merasa berhak untuk ikut campur dan mengurus perkara yang dipersoalkannya. Namun, hal ini hanya
berlaku untuk dirinya. Seorang otoriter akan membatasi pekerjaan seseorang, yaitu agar orang tersebut bekerja menurut prosedur dan aturan yang ada. Jika
orang itu tidak mengerti dan tidak menjalankan tugasnya dengan baik, orang itu akan dianggap salah.
Pengawas yang otoriter hanya mengenal satu macam komunikasi, yaitu satu arah. Komunikasi dua arah, saling diskusi dan menanggapi, dan model
demokratis dengan kemungkinan perbedaan dan pertentangan pendapat secara verbal atau secara konseptual akan dimengerti, tapi sulit untuk dihayati.
Komunikasi yang bebas dan terbuka, berasal dari berbagai arah dan tertuju ke segala penjuru akan asing baginya, karena gaya komunikasi tersebut tidak
masuk dalam kerangka berpikirnya. Oleh karena itu, komunikasi satu arah menjadi andalan bagi orang ini dalam menjalankan tugasnya.
Dalam menjalankan tugasnya baik dalam menyampaikan gagasan, pemikiran, dan pesan, pengawas otoriter hanya mengenal satu bentuk komunikasi, yaitu
instruksi. Istilah yang dikenalnya terbatas pada pengarahan, petunjuk, wejangan, perintah, pembinaan, sehingga bentuk komunikasi yang sifatnya
Konsep Supervisi Manajerial
9 sekadar memberitahu perkaranya informatif dianggap sudah mencukupi.
Bentuk komunikasi yang persuasif untuk meyakinkan, dinilai menghabiskan waktu dan tidak efisien.
Jika dalam komunikasi pengawas yang otoriter hanya mengenal komunikasi dalam bentuk instruksi, dalam bertindak cenderung mengedepankan kekuasaan.
Pengawas otoriter juga akan mempermainkan perasaan bawahannya dengan sengaja membuat mereka merasa salah dan malu. Dengan kata lain,
pengawas yang otoriter akan bertindak menggunakan kekuasaan dan kedudukannya yang merasa dirinya adalah atasan kepala sekolah, guru, dan
tenaga kependidikan.
Kekuasaan merupakan faktor penting dalam kehidupan. Dengan penggunaan kekuasaan yang baik dan tepat sesuai kewenangan, banyak hal dapat
diselesaikan dan berbagai prestasi dicapai. Kesalahan otoriter dan para penganutnya ialah memandang kekuasaan bukan sebagai sarana, melainkan
untuk tujuan sendiri; karena itu, yang penting bagi mereka adalah bagaimana kekuasaan berfungsi, digunakan dan ditampakkan. Apa yang hendak dicapai,
bagaimana cara mencapainya, dan nasib orang-orang yang diikutsertakan dalam pencapaian tidaklah penting.
Pemutarbalikan pemahaman tentang kekuasaan sebagai sarana menjadi tujuan itu mengakibatkan penggunaannya tidak sesuai. Akibatnya, kehidupan menjadi
sempit sebatas tanggungjawab dan wewenang, komunikasi menjadi satu arah, dan penggunaan kekuasaan merajalela. Di Samping itu, hidup tidak terkelola
dengan baik, berkembangnya berbagai upaya negatif untuk mendapatkan kekuasaan, mempertahankan, dan memanipulasinya dengan alasan apapun.
Sadar atau tidak, otoriter berporos pada pemahaman tentang kekuasaan dan penggunaannya, dengan bentuk-bentuk manifestasi dalam komunikasi dan gaya
hidup yang diciptakannya. Otoriter dan orang-orang otoritarian akan berkembang dan banyak muncul dalam masyarakat yang formalistis, legalistis, dan
konvensionalistis.
Ciri-ciri pengawas sekolah yang bersifat otoriter, antara lain : 1 menganggap kepala sekolahguru sebagai bawahan, 2 menjadi penguasa tunggal, 3
mengabaikan peraturan
yang berlaku,
4 mengabaikan
dasar permusyawaratan,
dan selalu
berdasarkan keputusan
sendiri, 5
mempertahankan kedudukan dengan berbagai cara, 6 menjalankan manajemen tertutup, 7 menutup komunikasi dengan dunia luar, 8
penyelesaian masalah dilakukan dengan kekerasan dan paksaan, 9 prinsip dogmatis dan banyak berlaku doktrin, 10 mengabaikan perlindungan hak asasi
manusia, 11 mengabaikan fungsi kontrol terhadap administrasi, dan 12 melakukan intervensi ke seluruh bidang.
b. Pengawas harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan yang harmonis. Dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan di sekolah hendaknya pengawas
sekolah bisa menjalin suatu hubungan yang harmonis dengan para kepala sekolah, guru dan tenaga kependidikan lainnya. Hubungan kemanusiaan yang
harus diciptakan harus bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal, sehingga tidak akan ada pihak yang merasa dirugikan atas apa yang dilakukan pihak
10 lainnya. Hal ini juga bisa meminimalisir terjadinya tindakan yang merugikan dan
akhirnya dapat menggagalkan tercapainya tujuan pendidikan di sekolah. Dalam menciptakan hubungan yang harmonis dan kondusif perlu adanya prinsip-
prinsip dasar seperti adanya rasa saling menghargai, saling menghormati peran dari masing-masing pihak, serta adanya keterbukaan baik dari pihak pengawas,
kepala sekolah, guru ataupun tenaga kependidikan lainnya.
Untuk bisa memadukan tiap-tiap unsur pendidikan perlu adanya niat baik serta berusaha selalu mengedepankan adanya komunikasi dan dialog yang baik untuk
menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul dengan damai sehingga bisa dicapai suatu solusi terbaik yang tidak merugikan pihak manapun dengan tetap
menjaga kondisi dan suasana secara kondusif untuk melaksanakan hubungan personal yang baik. Hal ini tentu sangat dibutuhkan untuk menjaga hubungan
baik antara seluruh unsur pendidikan untuk meminimalisir adanya banyak aktivitas yang tidak produktif untuk menuntut keadilan atas apa yang dihadapi di
sekolah.
Banyak pengawas yang terkadang lupa akan pentingnya hubungan yang harmonis dan dinamis, senantiasa menginginkan seluruh komponen pendidikan
bekerja secara maksimal agar produktivitas dan sekaligus mencapai tujuan pendidikan yang diharapkan bersama. Padahal dalam meningkatkan
produktivitas sekolah memerlukan kontribusi besar dari kepala sekolah, guru, dan tenaga kependidikan yang memiliki hak-hak yang harus terpenuhi. Agar
semua kepentingan dan tujuan dari masing-masing pihak dapat tercapai tanpa ada yang merasa dirugikan sangat diperlukan adanya hubungan kemanusiaan
yang harmonis.
Pengawas bersama komponen pendidikan hendaknya bisa bersama-sama membangun kemitraan dalam bekerja, meningkatkan kualitas dan loyalitas,
mempertahankan daya saing global yang semakin ketat, serta mengoptimalkan nilai tambah. Tentu saja, dalam membangun hubungan kemanusiaan yang
harmonis bukanlah hal yang mudah dilakukan karena adanya kompleksitas permasalahan yang muncul, tetapi pengawas sekolah harus tetap konsisten
membangun hubungan kemanusiaan yang harmonis dalam pelaksanaan fungsi supervisor. Hubungan kemanusiaan yang harmonis juga sangat diperlukan untuk
menjalin komunikasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan agar semua pihak dapat berkontribusi secara optimal dalam peningkatan mutu
pendidikan sekolah.
c. Supervisi harus dilakukan secara berkesinambungan. Supervisi bukan tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan sewaktu-waktu
jika ada kesempatan, melainkan dilakukan secara bertahap, terencana dan berkelanjutan. Pelaksanaan supervisi berlangsung dalam suatu siklus yang terdiri
dari tiga tahap berikut: 1 Tahap perencanaan awal. Pada tahap ini beberapa hal yang harus
diperhatikan adalah: a menciptakan suasana yang intim dan terbuka, b mengkaji perencanaan program sekolah, c menentukan fokus observasi,
d menentukan alat bantu instrumen observasi, dan e menentukan teknik pelaksanaan observasi.