Pengembangan teknis desain kapal pancing tonda dengan material fiberglass di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara

(1)

DI KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA

LA ANADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul: Pengembangan Teknis Desain Kapal Pancing Tonda dengan Material Fiberglass di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

 

Bogor, Januari 2012

La Anadi


(3)

LA ANADI, Development Technical Design of Troll Liner with Fiberglass Materials in Southeast Sulawesi, Buton Regency. Guided by BUDHI H. ISKANDAR, DANIEL R. MONINTJA, and MULYONO S. BASKORO.

The use of wood for the construction of ships in folk shipyard was already facing serious problem. This is due not only to higher price of wood, but availability is also declining. If with these conditions there is no effort to seek alternative replacement by using other materials. It is feared to have a negative impact on forest resources and efforts in developing tools for fishing especially small-scale fishing fleet. One material that can be used is fiberglass. This material is acknowledge to be more expensive than wood, but when we look at some of the advantages of fiberglass like the strength of the material, the economic useful life, the weight of the ship and others, it will be more financially beneficial. Problem often encountered in the constructions of a fiberglass boat is the lack of knowledge of craftsmen in the ship design as intended. At the otherwise, ship building by modern shipyard always force to postulate criteria and the other hand, craftsmen’s built ship using empirically methods at the traditional shipyard. Each others has self argument that refused by the benefit and the lack of them. Therefore, the study is conducted in order to determine the proper design of fiberglass ships for fishing troll line developed as a replacement of wood ships generation.


(4)

LA ANADI. Pengembangan Teknis Desain Kapal Pancing Tonda dengan Material

Fiberglass di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara. Dibimbing oleh BUDHI H.. ISKANDAR, DANIEL R. MONINTJA, dan MULYONO S. BASKORO.

Penelitian tentang pengembangan teknis desain kapal pancing tonda dengan

material fiberglass telah dilakukan di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara dengan

tujuan untuk menemukan desain kapal fiberglass yang layak untuk dikembangkan.

Penelitian ini dilakukan dengan jalan mengkonversi kapal kayu menjadi kapal

fiberglass kemudian dimodifikasi sesuai peruntukannya.

Berlatarkan kenyataan bahwa pemanfaatan tuna di Kabupaten Buton hingga saat ini belum optimal dilakukan. Hal ini selain disebabkan oleh armada kapal yang dipakai umumnya berukuran kecil dengan desain tradisional, juga material untuk membangun kapal selalu bergantung pada ketersediaan kayu yang semakin langka dan mahal. Menyikapi hal tersebut, dipandang perlu untuk mengintroduksi teknis

desain kapal dengan material fiberglass kepada para pengrajin di galangan tradisional

sehingga lambat laun generasi kapal kayu dapat tergantikan. Mengingat pentingnya teknis desain dalam menentukan kelayakan sebuah kapal penangkap ikan maka dalam penelitian ini ditempuh lima tahap kajian yang meliputi: 1) tahap identifikasi, 2) tahap konversi material, 3) tahap kaji banding dan evaluasi, 4) tahap modifikasi dan redesain, dan 5) tahap konstruksi.

Tahap pertama; pada tahap ini dilakukan identifikasi basic design kapal nelayan dengan mengadakan kegiatan survei di beberapa lokasi tempat pembuatan kapal dan sentra-sentra kegiatan nelayan pancing tonda. Tujuan dari kegiatan survei tersebut adalah untuk mengetahui bentuk dan dimensi utama kapal pancing tonda desain tradisional. Selain melakukan pengukuran terhadap kapal sampel juga dilakukan wawancara dengan nelayan dan pihak galangan. Kajian dari hasil survei ini, diperoleh bahwa kapal-kapal pancing tonda yang ada di Kabupaten Buton

mayoritas merupakan kapal skala kecil dengan basic design yang homogen baik

kapal inboard maupun outboard. Tahap kedua; tahap ini merupakan proses konversi

material kapal dari kayu menjadi fiberglass dengan cara membuat mould berdasarkan

basic design kapal sampel. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendapatkan pasangan

kapal kayu-fiberglass yang sepadan dalam pengujian. Tahap ketiga; pada tahap ini

dilakukan kaji banding untuk mengetahui kelemahan dan keunggulan masing-masing

kapal. Apabila dalam kajian ini kapal fiberglass memiliki kelemahan dibanding kapal

kayu maka tahap selanjutnya akan dilakukan penyempurnaan melalui modifikasi dan

redesain. Tahap keempat; tahap ini merupakan tahap penyempurnaan terhadap kapal

fiberglass agar memiliki karakteristik yang lebih unggul atau minimal sama dengan kapal kayu. Modifikasi dilakukan dengan merubah bentuk lambung sedangkan redesain rancangan umum dengan menata ruang interior sesuai fungsinya dan menambah

beberapa kompartemen diantaranya adalah dengan menambah cadangan buoyancy dan

dasar ganda. Hasil modifikasi dan redesain, selanjutnya dievaluasi untuk mengetahui

keunggulannya sebelum dikonstruksikan. Tahap kelima; merupakan tahap akhir yang

dilakukan setelah evaluasi kapal modifikasi menunjukkan perubahan karakteristik yang lebih baik dibanding sebelum dimodifikasi.


(5)

dengan peruntukannya sebagai kapal penangkap tuna dengan alat tangkap pancing tonda.

Penambahan cadangan buoyancy dan dasar ganda pada rancangan umum kapal selain

dapat menambah daya apung kapal, juga dapat mengantisipasi kebocoran dan peristiwa lain yang dapat menyebabkan kapal tenggelam.


(6)

After perpendicular (garis tegak buritan, AP): garis tegak yang ditarik melalui titik perpotongan antara sisi belakang linggi kemudi (titik tengah poros kemudi apabila tidak terdapat linggi kemudi) dan tegak lurus dengan garis dasar .

Breadth (B) (m): lebar terlebar kapal dan umumnya terdapat pada bagian

midship .

Coefficient of block (Cb): perbandingan antara volume badan kapal yang berada

di bawah permukaan air dengan volume balok yang dibentuk oleh panjang, lebar , dan tinggi balok.

Coefficient of prismatic (Cp): perbandingan antara volume badan kapal yang

berada di bawah permukaan air dengan volume prisma yang dibentuk oleh luas penampang gading besar dan panjang prisma

Coefficient of water plane (Cw): perbandingan antara luas penampang garis air

dengan luas empat persegi panjang yang dibentuk oleh panjang dan lebar segi empat.

Coefficient of vertical prismatic (Cvp): perbandingan antara volume badan kapal

yang berada di bawah permukaan air dengan volume prisma yang dibentuk oleh luas penampang garis air dan tinggi prisma.

Coefficient of midship (C ): perbandingan antara area luas penampang gading besar yang berada di bawah permukaan air dengan luas empat persegi panjang yang dibentuk oleh lebar dan tinggi segi empat.

Centre of buoyancy (B): titik khayal yang merupakan pusat seluruh gaya apung pada kapal yang bekerja vertikal ke atas. Posisi titik ini berdasarkan jaraknya dari tengah kapal atau dari fore perpendicular (FP) atau dari

after perpendicular (AP) disebut Longitudinal Centre of buoyancy

(LCB) dan dari base line atau keel disebut Vertical centre of buoyancy

KB).

Centre of gravity (G): titik khayal yang merupakan pusat seluruh gaya berat pada kapal yang bekerja vertikal ke bawah. Jarak titik berat tersebut diukur dari tengah kapal, fore perpendicular (FP) atau after perpendicular

(AP) disebut Longitudinal Centre of Gravity (LCG) dan dari base line


(7)

Draft (d) (m): sarat air kapal atau jarak vertikal antara garis dasar sampai dengan garis air muatan penuh yang diukur pada pertengahan panjang garis tegak kapal.

Fore perpendicular (garis tegak haluan, FP): garis tegak yang ditarik melalui perpotongan antara linggi haluan dengan garis air muatan penuh dan tegak lurus dengan garis dasar (base line).

Length over all (LOA) (m): jarak mendatar antara ujung depan linggi haluan sampai

dengan ujung belakang linggi buritan kapal.

Length of water line (LWL) (m): panjang badan kapal pada batas air tertinggi yang

setara dengan tinggi draft maksimum.

Length of perpendicular (LPP) (m): panjang badan kapal antara dua garis tegak AP

(after perpendicular) dan FP (fore perpendicular).

Longitudinal of centre buoyancy (LCB): jarak maya dimana titik pusat daya apung (B) vertikal berada.

Longitudinal of centre gravity (LCG) (m): jarak titik berat (G) secara longitudinal yang diukur mulai dari bagian midship.

Metacentre (M): titik khayal yang merupakan titik potong dari garis khayal yang melalui titik B dan titik G saat kapal berada pada posisi tegak dengan garis khayal yang melalui titik tersebut saat kapal berada pada posisi miring akibat gaya-gaya yang bekerja pada kapal.

Midship ( ,): merupaka bagian tengan kapal.

Ton displacement (Δ) (ton): berat badan kapal yang terrendam dalam air.


(8)

           

© Hak cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak cipta dilindungi undang-undang

 

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.


(9)

DI KABUPATEN BUTON SULAWESI TENGGARA

LA ANADI

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Institut Pertanian Bogor

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(10)

Pelaksanaan ujian :

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tertutup :

1. Dr. Ir. Yopi Novita, M.Si.

2. Dr. Ir. Mohammad Imron, M.Si.

Penguji Luar Komisi Pembimbingn pada Ujian Terbuka :

1. Dr. Ir. Ali Suman

2. Dr. Ir. Suharyanto, M.Si.


(11)

Nama Mahasiswa : La Anadi Nomor Pokok : C461060031 Program Studi : Teknologi Kelautan

Disetujui: Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Ketua

Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Anggota Anggota

Diketahui:

Ketua Dekan

Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.


(12)

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rakhmat, kekuatan dan perlindungan-Nyalah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan disertasi dengan judul “Pengembangan Teknis

Desain Kapal Pancing Tonda dengan Material Fiberglass di Kabupaten Buton,

Sulawesi Tenggara.

Dalam penyelesaian tulisan ini, berbagai pihak telah banyak membantu. oleh karena itu maka pada kesempatan penulismenyampaikan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, MSi selaku ketua komisi, Prof. Dr. Daniel R.

Monintja, dan Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc. selaku anggota yang telah banyak mengarahkan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan disertasi ini.

2. Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc. sebagai Ketua Program Studi Teknologi

Kelautan beserta staf yang banyak membantu penulis dalam kepengurusan administrasi akademik selama menempuh studi.

3. Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara dan Program Mitra Bahari – Coremap

II yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian disertasi ini.

4. Rekan-rekan mahasiswa Teknologi Kelautan atas dukungan, semangat dan

kebersamaannya.

5. Semua pihak yang telah memberikan dukungan dengan cara masing-masing.

Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang berkepentingan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif demi perbaikan tulisan ini.

Bogor, Januari 2012


(13)

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 2 Agustus tahun 1957 dari pasangan LD. Abdul Hamid (Alm.) dan WD. Sophia Sanggulele. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh pada Bidang Keahlian Teknologi Penangkapan Ikan, Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan/Perikanan, Universitas Pattimura Ambon, lulus pada tahun 1985. Pendidikan Pascasarjana (S2) dimulai tahun 1995 pada Program Studi Teknologi Kelautan Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan tamat tahun 1997. Penulis melanjutkan pendidikan ke program doktor (S3) tahun 2006 pada Program Studi dan perguruan tinggi yang sama.

Tahun 1986 penulis diterima sebagai staf pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Pattimura Ambon. tahun 2000 penulis pindah kerja pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Haluoleo Kendari hingga sekarang.

Selama mengikuti program S3, penulis telah menerbitkan dua buah artikel ilmiah. Pertama, berjudul “Pengembangan Desain Kapal Pancing

Tonda dengan Material Fiberglass di Kabupaten Buton Sulawesi

Tenggara”. Artikel ini dipublikasikan pada Jurnal Buletin PSP volume XX, No. 1 April 2011. Kedua, berjudul “Desain dan Karagaan Kapal Pancing

Tonda Material Fiberglass di Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara”.

Artikel ini dipublikasikan pada Jurnal Buletin Penelitian dan Pengembangan Universitas Nusa Cendana, volume 12 No.3 November 2011.


(14)

 

   

 

                       

“Prestasi ini kupersembahkan untuk ayah (alm), bunda,

New Ain, Yanwar dan Dila tercinta” 

Sesungguhnya Allah menciptakan segala sesuatu berdasarkan  kodratnya dan masing­masing ciptaan­Nya memiliki nilai manfaat. 


(15)

  xxi

Halaman

DAFTAR TABEL ... xxiii

DAFTAR GAMBAR ... xxv

DAFTAR LAMPIRAN ... xxvii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 5

1.3 Tujuan dan Kegunaan ... 6

1.4 Hipotesis ... 6

1.5 Kerangka Pemikiran ... 7

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Pengertian Kapal Perikanan ... 11

2.2 Klasifikasi Kapal Perikanan ... 12

2.3 Karakteristik Kapal Perikanan ... 13

2.4 Material Kapal ... 17

2.5 Stabilitas Kapal ... 20

2.6 Kecepatan Kapal ... 25

2.7 Pemakaian Bahan Bakar Minyak ... 28

3 METODE PENELITIAN ... 29

3. 1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 29

3. 2 Bahan dan Alat ... 29

3. 3 Metode Pengambilan Data ... 29

3. 4 Metode Analisis ... 30

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 39

4.1 Profil ... 39

4.2 Kondisi Oseanografi ... 40

4.3 Kondisi Sumberdaya Perikanan ... 41

4.4 Sumberdaya Pelagis Besar ... 40

4.5 Sumberdaya Pelagis Kecil ... 42

4.6 Sumberdaya Demersal ... 42

4.7 Peluang Usaha di Bidang Penangkapan ... 43

4.8 Keragaan Perikanan Tangkap ... 45

4.9 Daerah dan Musim Penangkapan ... 46


(16)

  xxii

5.1.2 Rasio dimensi utama ... 52

5.1.3 Bentuk badan kapal ………..………… ... 55

5.1.4 Rencana garis kapal ... 56

5.1.5 Rancangan umum kapal.… .. ………57

5.1.6 Parameter hidrostatik kapal ... 64

5.2 Konversi Material Kapal ... 68

5.2.1 Kajian stabilitas kapal ... 69

5.2.1.1 Nilai KG berdasarkan kondisi muatan ... 71

5.2.1.2 Nilai lengan penegak GZ kapal ... 75

5.2.2 Kajian kecepatan dan resistensi ... 81

5.3 Modifikasi dan Redesain ... 87

5.3.1 Modifikasi bentuk kapal ... 88

5.3.2 Redesain rancangan umum ... 97

5.3.3 Evaluasi stabilitas dan kecepatan ... 102

6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 107

6.1 Kesimpulan ... 107

6.2 Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 109


(17)

  xxiii

Halaman

1 Hubungan diameter silinder (D) dan konstanta (C)… ... 26

2 Konsumsi spesifik bahan bakar menurut jenis mesin ... 28

3 Jumlah jenis alat tangkap pancing di Kabupaten Buton tahun 2007 ... 44

4 Jumlah sarana perahu/kapal ikan di Kabupaten Buton tahun 2007 ... 44

5 Dimensi utama kapal pancing tonda Kabupaten Buton ... 52

6 Rasio dimensi utama kapal pancing tonda Kabupaten Buton ... 52

7 Kisaran nilai rasio dimensi utama jenis kapal ikan di Indonesia ... 53

8 Nilai coefficient of fineness kapal pancing tonda Kabupaten Buton ... 66

9 Nilai kisaran coefficient of fineness kapal ikan di Indonesia berdasarkan metode pengoperasian alat tangkap ... 67

10 Perkiraan berat muatan (%) pada berbagai kondisi muatan ... 70

11 Hasil perhitungan nilai KG, ton displacement (Δ) dan GM pada empat kondisi distribusi muatan kapal tipe inboard ... 72

12 Hasil perhitungan nilai KG, ton displacement (Δ) dan GM pada empat kondisi distribusi muatan kapal tipe outboard ... 72

13 Nilai stabilitas kapal kayu tipe inboard dan nilai standar IMO ... 76

14 Nilai stabilitas kapal fiberglass tipe inboard dan nilai standar IMO ... 76

15 Nilai stabilitas kapal kayu tipe outboard dan nilai standar IMO ... 76

16 Nilai stabilitas kapal fiberglass tipe outboard dan nilai standar IMO ... 76

17 Nilai maksimum dan kisaran nilai stabilitas kapal tipe inboard ... 79

18 Nilai maksimum dan kisaran nilai stabilitas kapal tipe outboard ... 79

19 Hasil analisis kecepatan dan resistensi kapal tipe inboard antara kapal kayu dan kapal fiberglass berdasarkan kondisi distribusi muatan ... 82

20 Hasil analisis kecepatan dan resistensi kapal tipe outboard antara kapal kayu dan kapal fiberglass berdasarkan kondisi distribusi muatan ... 82

21 Hasil analisis kecepatan kapal kayu dan fiberglass tipe inboard berdasarkan kondisi muatan dan efisiensi penggunaan tenaga mesin yang berbeda ... 85

22 Hasil analisis kecepatan kapal kayu dan fiberglass tipe outboard berdasarkan kondisi muatan dan efisiensi penggunaan tenaga mesin yang berbeda ... 85

23 Stabilitas kapal tipe inboard yang dimodifikasi dengan bentuk U-bottom 102


(18)

  xxiv

26 Stabilitas kapal tipe outboard yang dimodifikasi dengan bentuk RSB ... 104 27 Kecepatan kapal tipe inboard yang dimodifikasi dengan bentuk

U-bottom dan bentuk RSB ... 105 28 Kecepatan kapal tipe outboard yang dimodifikasi dengan bentuk


(19)

  xxv

Halaman

1 Diagram alir kerangka pikir penelitian ... 9

2 Posisi equilibrium ... 22

3 Kurva stabilitas statis (kurva GZ) ... 23

4 Enam gerakan bebas kapal di laut ... 25

5 Peta Kabupaten Buton Provinsi Sulawesi Tenggara ... 39

6 Bentuk-bentuk badan kapal pancing tonda Kabupaten Buton ... 55

7 Gambar rencana garis (lines plan) kapal pancing tonda tipe inboard ... 58

8 Gambar rencana garis (lines plan) kapal pancing tonda tipe outboard ... 59

9 Gambar rancangan umum (general arrangement) kapal pancing tonda tipe inboard ... 62

10 Gambar rancangan umum (general arrangement) kapal pancing tonda tipe outboard ... 63

11 Kurva hidrostatik kapal pancing tonda Kabupaten Buton ... 64

12 Koefisien bentuk badan kapal pancing tonda Kabupaten Buton ... 67

13 Empat kondisi distribusi muatan pada kapal sampel ... 71

14 Penambahan beban pada kapal... 74

15 Kurva stabilitas kapal tipe inboard ... 77

16 Kurva stabilitas kapal tipe outboard ... 78

17 Kurva hubungan antara tenaga mesin penggerak dengan kecepatan kapal kayu dan kapal fiberglass tipe inboard ... 83

18 Kurva hubungan antara tenaga mesin penggerak dengan kecepatan kapal kayu dan kapal fiberglass tipe outboard ... 84

19 Rencana garis (lines plan) kapal tipe inboard yang dimodifikasi dengan bentuk U-bottom ... 89

20 Rencana garis (lines plan) kapal tipe inboard yang dimodifikasi dengan bentuk RSB ... 90

21 Rencana garis (lines plan) kapal tipe outboard yang dimodifikasi dengan bentuk U-bottom ... 91

22 Rencana garis (lines plan) kapal tipe outboard yang dimodifikasi dengan bentuk RSB ... 92

23 Kurva hidrostatik kapal tipe inboard dan outboard yang dimodifikasi dengan bentuk U-bottom ... 93


(20)

  xxvi

25 Kurva hidrostatik kapal tipe inboard dan outboard yang dimodifikasi dengan bentuk RSB ... 95 26 Kurva koefisien bentuk kapal tipe inboard dan outboard yang

dimodifikasi dengan bentuk RSB ... 96 27 Gambar rancangan umum (general arrangement) kapal tipe inboard

setelah rekondisi ... 100 28 Gambar rancangan umum (general arrangement) kapal tipe outboard

setelah rekondisi ... 101

                                   


(21)

  xxvii

Halaman

1 Proses konversi material kapal dari kayu ke fiberglass ... 115

2 Tabel offset kapal pancing tonda tipe inboard ... 116

3 Tabel offset kapal pancing tonda tipe outboard ... 117

4 Analisis hidrostatik kapal pancing tonda tipe inboard ... 118

5 Analisis hidrostatik kapal pancing tonda tipe outboard ... 119

6 Analisis hidrostatik kapal pancing tonda tipe inboard berdasarkan kondisi distribusi muatan ... 120

7 Analisis hidrostatik kapal pancing tonda tipe outboard berdasarkan kondisi distribusi muatan ... 122

8 Pembagian kompartemen dan pendistribusian muatan kapal pancing tonda Kabupaten Buton ... 124

9 Perkiraan berat kapal pancing tonda berdasarkan kondisi muatan kapal tipe inboard ... 125

10 Perkiraan berat kapal pancing tonda berdasarkan kondisi muatan kapal tipe outboard ... 127

11 Hasil analisis stabilitas kapal kayu tipe inboard dan nilai standar stabilitas menurut IMO ... 129

12 Hasil analisis stabilitas kapal fiberglass tipe inboard dan nilai standar stabilitas menurut IMO ... 130

13 Hasil analisis stabilitas kapal kayu tipe outboard dan nilai standar stabilitas menurut IMO ... 131

14 Hasil analisis stabilitas kapal fiberglass tipe outboard dan nilai stabilitas menurut IMO ... 132

15 Nilai DWL kapal yang dihitung berdasarkan kondisi muatan kapal kayu tipe inboard ... 133

16 Nilai DWL kapal yang dihitung berdasarkan kondisi muatan kapal fiberglass tipe inboard ... 135

17 Nilai DWL kapal yang dihitung berdasarkan kondisi muatan kapal kayu tipe outboard ... 137

18 Nilai DWL kapal yang dihitung berdasarkan kondisi muatan kapal fiberglass tipe outboard ... 139

19 Analisis kecepatan dan resistensi kapal kayu tipe inboard berdasarkan kondisi muatan dan efisiensi penggunaan tenaga mesin yang berbeda ... 141


(22)

  xxviii

21 Analisis kecepatan dan resistensi kapal kayu tipe outboard berdasarkan

kondisi muatan dan efisiensi penggunaan tenaga mesin yang berbeda ... 149 22 Analisis kecepatan dan resistensi kapal fiberglass tipe outboard

berdasarkan kondisi muatan dan efisiensi penggunaan tenaga mesin yang berbeda ... 153 23 Analisis hidrostatik kapal tipe inboard yang dimodifikasi dengan bentuk

U-bottom ... 157 24 Analisis hidrostatik kapal tipe inboard yang dimodifikasi dengan bentuk

RSB ... 158 25 Analisis hidrostatik kapal tipe outboard yang dimodifikasi dengan bentuk

U-bottom ... 159 26 Analisis parameter hidrostatik kapal tipe outboard yang dimodifikasi

dengan bentuk RSB ... 160 27 Analisis hidrostatik kapal tipe inboard berdasarkan kondisi muatan yang

dimodifikasi dengan bentuk U-bottom ... 161 28 Analisis hidrostatik kapal tipe inboard berdasarkan kondisi muatan yang

dimodifikasi dengan bentuk RSB ... 162 29 Analisis hidrostatik kapal tipe outboard berdasarkan kondisi muatan

yang dimodifikasi dengan bentuk U-bottom ... 163 30 Analisis hidrostatik kapal tipe outboard berdasarkan kondisi muatan

yang dimodifikasi dengan bentuk RSB ... 164 31 Hasil analisis stabilitas kapal tipe inboard yang dimodifikasi dengan

bentuk U-bottom ... 165 32 Hasil analisis stabilitas kapal tipe inboard yang dimodifikasi dengan

bentuk RSB ... 166 33 Hasil analisis stabilitas kapal tipe outboard yang dimodifikasi dengan

bentuk U-bottom ... 167 34 Hasil analisis stabilitas kapal tipe outboard yang dimodifikasi dengan

bentuk RSB ... 168 35 Analisis kecepatan dan resistensi kapal tipe inboard yang dimodifikasi

dengan bentuk U-bottom ... 169 36 Analisis kecepatan dan resistensi kapal tipe inboard yang dimodifikasi

dengan bentuk RSB ... 173 37 Analisis kecepatan dan resistensi kapal tipe outboard yang dimodifikasi

dengan bentuk U-bottom ... 177 38 Analisis kecepatan dan resistensi kapal tipe outboard yang dimodifikasi


(23)

1. 1 Latar Belakang

Kabupaten Buton diperkirakan memiliki luas sekitar 2.509,76 km2, dimana

89% dari luas wilayah tersebut merupakan perairan laut. Secara geografis Kabupaten Buton terletak di bagian selatan garis khatulistiwa memanjang dari Utara ke Selatan

di antara 04o 96’ – 06o25’ Lintang Selatan dan 120o00’ – 123o34’ Bujur Timur, dan

dari segi oseanografi posisi wilayah Kabupaten Buton berhubungan langsung dengan Laut Banda di bagian timur, Laut Flores di bagian selatan dan Teluk Bone di bagian barat. Posisi yang demikian, membuat perairan ini menjadi daerah yang cukup potensial akan sumberdaya perikanan seperti ikan pelagis besar, pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang, moluska, kerang mutiara dan rumput laut. Potensi sumberdaya perikanan yang dapat dimanfaatkan secara lestari yakni meliputi: ikan pelagis besar 19.590 ton/tahun, ikan pelagis kecil 88.800 ton/tahun, ikan demersal 2.610 ton/tahun, udang 39 ton/tahun, cumi-cumi 50 ton/tahun, kerang-kerangan 10.000 ton/tahun, dan rumput laut 25.000 ton/tahun (DJPT 2004).

Jenis-jenis ikan pelagis besar yang menjadi komoditi unggulan sub-sektor

perikanan tangkap Kabupaten Buton antara lain adalah ikan cakalang (Katsuwonus

pelamis) dan madidihang (Thunnus albacares). Hal ini dapat terlihat dari data volume

produksi hasil tangkapan ikan cakalang dan madidihang yang menempati urutan teratas, yakni cakalang 3.470 ton dan madidihang 2.197 ton, dibanding jenis ikan tenggiri, paruh panjang dan lain-lain. Sebagian besar produksi perikanan tersebut merupakan hasil usaha perikanan tradisional yang umumnya menggunakan kapal berukuran kecil dengan alat tangkap pancing tonda (BPS 2008).

Walaupun memiliki ukuran yang relatif kecil dibanding kapal penangkap tuna lainnya, kapal pancing tonda mempunyai daerah jelajah yang cukup luas karena dalam operasi penangkapan, kapal ini bersifat aktif tergantung pada pergerakan ikan, daerah penangkapan, musim dan perpindahan daerah penangkapan. Dengan demikian kemungkinan besar kapal tersebut akan berpapasan dengan kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti gelombang besar maupun peristiwa lainnya yang


(24)

dapat mengancam keselamatan nelayan. Berdasarkan informasi yang diterima dari nelayan pancing tonda bahwa kecelakaan di laut banyak disebabkan oleh kondisi alam dibanding penyebab lain.

Oleh karena itu, kapal pancing tonda tidak hanya dibangun dengan material yang kuat, tetapi juga harus memiliki kelayakan desain yang dapat memberikan unjuk kerja atau keragaan teknis kapal sesuai kondisi lingkungan dan fungsi peruntukannya. Bhattacharyya (1978) mengatakan bahwa kelayakan desain sebuah kapal akan mempengaruhi keragaan teknis kapal pada saat berlayar di laut. Banyak faktor yang

dapat mempengaruhi, salah satunyaadalah jenis material yang dipakai membangun

kapal. Berbeda jenis material yang dipakai, akan berbeda pula keragaan teknis kapal yang dihasilkan.

Kapal pancing tonda yang dibangun para pengrajin di sejumlah galangan tradisional di Kabupaten Buton umumnya masih menggunakan kayu sebagai material konstruksi kapal. Hal ini selain didasarkan pada kebiasaan pendahulu, material kayu juga dianggap murah dan mudah diperoleh di sekitar lokasi pembuatan kapal. Namun dengan maraknya eksploitasi kayu yang berlebihan akhir-akhir ini maka kondisi tersebut tidak dapat dipertahankan. Kenyataan membuktikan bahwa kebanyakan pengrajin kapal kesulitan mendapatkan kayu dengan harga murah terutama dari jenis dan ukuran yang sesuai untuk bahan baku kapal pancing tonda. Kondisi demikian turut berpengaruh terhadap tingginya harga kapal yang diproduksi para pengrajin, dan hal ini tentu menjadi kendala bagi pengembangan armada kapal pancing tonda dalam upaya memanfaatkan sumberdaya ikan tuna dan cakalang ke arah yang lebih optimal.

Berdasarkan kenyataan di atas maka upaya untuk mengkonversi penggunaan material kayu dengan material lain perlu dilakukan. Upaya tersebut kiranya harus dijadikan sebagai suatu kebijakan nasional karena hal ini dapat memberikan manfaat ganda, selain untuk kelangsungan pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya ikan tuna dan cakalang dalam rangka meningkatkan taraf hidup sebagian besar nelayan, juga untuk mengantisipasi terjadinya kerusakan sumberdaya hutan yang berdampak luas pada perubahan iklim global seperti yang terjadi di berbagai belahan dunia saat ini.


(25)

Salah satu jenis material yang dapat digunakan sebagai pengganti material

kayu adalah fiberglass. Material ini sudah lama dikenal, namun belum banyak

digunakan terutama pada galangan-galangan kapal ikan tradisional. Di Indonesia,

penggunaan material fiberglass lebih banyak dipakai untuk konstruksi kapal yang

lebih spesifik seperti kapal-kapal pesiar atau kapal penumpang yang membutuhkan karakteristik dan keistimewaan tersendiri, sedangkan untuk kapal perikanan diakui masih terbatas pada jenis kapal tertentu dengan ukuran yang tidak terlalu besar.

Di Sulawesi Tenggara, pengadaan kapal pancing tonda dari material

fiberglass pernah dilakukan Pemda Kabupaten Buton melalui program pemberdayaan

nelayan, namun hasilnya tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Berdasarkan hasil survei yang dilakukan sebelumnya, diperoleh informasi bahwa sebagian besar nelayan pengguna tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk mengembalikan angsuran harga kapal yang terlalu tinggi. Selain boros dalam penggunaan bahan bakar, keragaan teknis kapal juga tidak sesuai dengan tujuan penggunaannya sebagai kapal penangkap ikan tuna dan cakalang dengan alat pancing tonda. Hal ini menjadi penyebab mengapa nelayan lebih memilih tidak melaut atau mengalihkan fungsi kapal tersebut untuk kegiatan-kegiatan lain yang lebih menguntungkan.

Permasalahan di atas menggambarkan sebuah contoh desain kapal fiberglass

yang dibangun secara konvensional dengan mengandalkan keterampilan pengrajin tanpa didasari dengan pemahaman tentang filosofi desain kapal ikan serta kelengkapan dan perhitungan dari segi perencanaan, desain dan konstruksi. Kapal yang dibangun dengan cara seperti ini bukan berarti tidak dapat dipakai, tetapi memungkinkan terjadinya ketidaksesuaian antara desain kapal dengan peruntukannya.

Kelemahan-kelemahan dari metode tersebut adalah: pertama, sering terjadi pemborosan material

yang merupakan salah satu sebab utama harga kapal fiberglass menjadi mahal; kedua,

pembuat kapal hanya berpatokan pada ukuran kapal yang diminta pemesan tanpa mempertimbangkan besarnya tenaga penggerak, hal ini dapat menyebabkan pemakaian

bahan bakar relatif tinggi; dan ketiga, dimensi utama, rasio dimensi utama dan bentuk

lambung kapal, seringkali tidak diperhitungkan secara tepat sehingga keragaan teknis kapal yang dihasilkan tidak sesuai dengan metode operasi penangkapan ikan yang menjadi tujuan penangkapan.


(26)

Bertolak dari beberapa permasalahan dalam program sebelumnya maka upaya untuk memenuhi kebutuhan nelayan sekaligus meningkatkan kualitas armada kapal pancing tonda, Pemda Kabupaten Buton belum lama ini mengadakan

pembangunan kembali ratusan unit kapal fiberglass yang dikerjakan oleh salah satu

perusahaan dari Jakarta bekerjasama dengan galangan kapal fiberglass lokal.

Kapal-kapal ini dibangun melalui proses konversi material Kapal-kapal nelayan dari material kayu

menjadi fiberglass, tanpa merubah desain bentuk dan dimensi utamanya. Melalui

program ini diharapkan nelayan mampu beroperasi lebih jauh di lepas pantai. Uji-coba untuk melihat jangkauan operasional dan kemampuan unjuk kerja kapal telah dilakukan hingga ke perairan Maluku Tengah dan Nusa Tenggara Timur. Hasilnya

dilaporkan bahwa kapal fiberglass ternyata memiliki banyak keunggulan dibanding

kapal kayu tetapi untuk beberapa hal masih membutuhkan penyempurnaan.

Mengingat pentingnya kesempurnaan suatu desain kapal dalam menjamin keberhasilan operasional dan keselamatan kerja di laut, maka diperlukan suatu kajian

yang sistematik dan kompleks bukan saja terhadap kapal fiberglass melainkan juga

terhadap kapal kayu secara komparatif. Dengan demikian, berbagai karakteristik teknis yang diperlihatkan kedua kapal pancing tonda yang berbeda material tersebut

dapat diperbandingkan. Hal ini perlu dilakukan karena sejak kapal fiberglass

dioperasikan hingga sekarang belum pernah dikaji tentang perbedaan, kelebihan dan kekurangannya dibanding kapal kayu.

Pengembangan desain kapal tidak hanya dilihat dari aspek teknis tetapi juga harus diperhatikan dari aspek sosial dan aspek finansial. Mahalnya harga kapal yang diproduksi galangan, ditambah dengan tingginya biaya operasional, menjadi hambatan tersendiri untuk diterima dari aspek sosial. Pelaku perikanan tangkap umumnya berharap untuk mendapatkan kapal dengan harga jual yang murah tetapi memiliki efektivitas kerja yang tangguh, tidak boros dalam penggunaan bahan bakar serta cepat kembali ke pangkalan dengan membawa hasil tangkapan dalam keadaan segar dan bernilai jual yang tinggi. Introduksi terhadap perbaikan desain dan sistem pengoperasian kapal pancing tonda dengan berbagai metode diharapkan dapat meningkatkan jaminan keselamatan dan keberhasilan operasi penangkapan. Target utama dari penelitian ini adalah untuk menemukan desain kapal pancing tonda dengan


(27)

1.2 Perumusan Masalah

Kebutuhankayu yang selama ini digunakan sebagai material untuk membuat

kapal terutama pada galangan-galangan kapal rakyat, ternyata telah menghadapi masalah dalam penyediaannya. Hal ini bukan saja disebabkan karena harga kayu yang semakin tinggi melainkan ketersediaannya di alam juga semakin menipis.

Apabila kondisi di atas tidak dicarikan alternatif pengganti dengan material lain maka dikhawatirkan akan berdampak negatif terhadap kelangsungan sumberdaya hutan maupun upaya pengembangan sarana tangkap khususnya armada perikanan rakyat yang hingga saat ini masih bergantung pada ketersediaan bahan bakul kayu. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh untuk mengatasi kekhawatiran ini adalah

dengan jalan mengkonversi penggunaan material kayu dengan fiberglass.

Pembangunan kapal pancing tonda dengan material fiberglass yang telah

dilakukan Pemda Kabupaten Buton, hingga sekarang efektivitas pemenuhan standar kelayakan pengoperasian belum diketahui. Oleh karena itu, perlu diadakan penelitian untuk mengkaji kelayakan desain kapal tersebut baik dari aspek teknis, aspek sosial, maupun dari aspek finansialnya sehingga kelemahan-kelemahan desain yang ada dapat diidentifikasi untuk disempurnakan.

Penelitian ini dilakukan dengan jalan mengujioperasikan pasangan kapal pancing tonda yang berbeda material. Perbedaan material akan menghasilkan karakteristik kapal yang berbeda, dengan demikian kelemahan dan keunggulan masing-masing kapal dapat diidentifikasi. Jika hasil identifikasi ditemukan adanya

kelemahan pada kapal fiberglass selanjutnya dimodifikasi dan diredesain dengan

perhitungan-perhitungan seperti layaknya desain kapal moderen. Dengan demikian

akan diperoleh desain kapal pancing tonda yang memiliki keunggulan tidak hanya laik laut tetapi juga laik tangkap dan diterima secara luas oleh nelayan.

Berikut ini dikemukakan beberapa rumusan masalah yang diidentifikasi

terkait pengembangan desain kapal pancing tonda dengan material fiberglass :

1) Minimnya pemahaman tentang filosofi desain kapal ikan. Kapal yang dibangun


(28)

2) Kapal yang dibangun dengan material yang berbeda mempunyai karakteristik yang berbeda. Dengan kata lain, berbeda jenis material yang dipakai membangun kapal, akan berbeda pula keragaan teknis kapal yang dihasilkan.

3) Kapal fiberglass yang dibangun secara konvensional tanpa perhitungan kekuatan

struktur konstruksi dan ketebalan plat, dapat menjadi penyebab tingginya biaya pembuatan kapal akibat pemborosan material atau sebaliknya.

4) Pembangunan kapal yang tidak didasari dengan perhitungan arsitek perkapalan (naval architecture) melainkan hanya berpatokan pada keterampilan turun-temurun, akan menghasilkan kualitas unjuk kerja kapal yang tidak akurat.

5) Data/informasi tentang kelayakan desain kapal ikan yang sesuai dengan alat

dan metode penangkapan, serta kondisi perairan dan jenis ikan yang menjadi tujuan penangkapan, belum tersedia.

6) Desain kapal fiberglass yang diadopsi langsung dari rancangan kapal tradisional

tanpa dilakukan penyempurnaan, bentuknya seringkali tidak simetris.

1.3 Tujuan dan Kegunaan

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:

1) Mengkaji kesesuaian desain kapal pancing tonda dilihat dari rasio dimensi utama

dan coefficient of fineness kapal dengan metode pengoperasian alat tangkap.

2) Mengkaji kualitas stabilitas dan kecepatan kapal pancing tonda dalam berbagai

kondisi distribusi muatan.

3) Menemukan desain (bentuk dan tata ruang) kapal fiberglass yang ideal sebagai

kapal pancing tonda.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai bahan informasi bagi pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengembangan armada perikanan pancing tonda di Kabupaten Buton dan daerah lain yang mempunyai masalah perikanan yang sama, dan sebagai referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah bahwa karakteristik

desain kapal-kapal fiberglass modifikasi dapat meningkatkan kualitas unjuk kerja


(29)

1.5 Kerangka Pemikiran

Potensi sumberdaya tuna dan cakalang di perairan Kabupaten Buton belum

dimanfaatkan secara optimal. Belum optimalnya pemanfaatan ini disebabkan karena

armada penangkapan ikan masih didominasi oleh kapal-kapal atau perahu motor berukuran kecil dengan jangkauan operasional yang terbatas. Hal ini menyebabkan terjadinya ketimpangan pemanfaatan sumberdaya ikan antara pesisir dan lepas pantai yang selanjutnya berdampak pada rendahnya hasil tangkapan nelayan. Pemanfaatan yang optimal dapat dilakukan apabila kemampuan armada penangkap ikan lebih ditingkatkan melalui penyempurnaan desain kapal, termasuk di antaranya pemilihan material konstruksi yang tepat.

Konstruksi kapal pancing tonda yang dibangun para pengrajin di Kabupaten Buton umumnya terbuat dari kayu. Pemilihan material ini dianggap lebih murah dan mudah dikerjakan berdasarkan pengalaman turun-temurun. Kayu yang diambil untuk konstruksi kapal pancing tonda terdiri dari jenis-jenis yang berdiameter besar sesuai ukuran kapal yang dibangun. Permintaan kapal pancing tonda yang semakin meningkat maka ekploitasi terhadap jenis kayu ukuran tertentu juga akan semakin meningkat. Jika kondisi ini terjadi dalam kurun waktu yang lama dan tidak dicarikan alternatif pengganti dengan material lain dapat dipastikan akan mengancam kelangsungan sumberdaya hutan maupun upaya pengembangan sarana tangkap khususnya armada perikanan skala kecil di daerah ini. Salah satu alternatif yang dapat ditempuh adalah dengan jalan mengkonversi

penggunaan material kayu dengan fiberglass. Material ini diakui lebih mahal dibanding

kayu, namun bila dilihat dari beberapa keunggulan yang dimiliki kapal fiberglass seperti

kekuatan material, umur pakai, bobot kapal dan lain-lain, maka secara finansial akan lebih menguntungkan nelayan.

Permasalahan yang sering dihadapi dalam pembangunan kapal fiberglass ini

adalah minimnya pengetahuan pengrajin dalam mendesain konstruksi kapal yang sesuai dengan peruntukannya. Kebanyakan pengrajin tidak menguasai perhitungan tentang ketebalan plat dan struktur konstruksi yang memadai sehubungan dengan penggunaan material dan kekuatan kapal yang dibangun. Hal ini dapat mempengaruhi efisiensi penggunaan material, bahkan terhadap efektivitas unjuk kerja kapal di laut.


(30)

Desain kapal dengan material yang kuat, bentuk lambung memanjang bebas, plat yang kedap dan licin, tahanan bentuk di bawah air minimum, olah gerak dengan radius putaran yang kecil, stabilitas yang baik, kecepatan dan daya apung yang tinggi, hemat dalam pemakaian bahan bakar, dan sanggup menghadapi kondisi alam yang kurang bersahabat, sangat diharapkan para pengguna agar operasi penangkapan ikan dapat berjalan lebih efektif dan efisien. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan dengan

tujuan untuk menemukan desain kapal fiberglass yang layak untuk dikembangkan

sebagai kapal pancing tonda menggantikan generasi kapal kayu.

Secara garis besar rangkaian penelitian ini terdiri dari lima tahapan utama yaitu: tahap identifikasi, tahap konversi material, tahap kaji banding dan evaluasi, tahap modifikasi dan redesain, dan tahap konstruksi dan aplikasi.

1) Tahap identifikasi; dilakukan melalui survei lapangan untuk mendapatkan data

dan informasi sehubungan dengan pengembangan teknis desain kapal pancing

tonda khususnya material fiberglass.

2) Tahap konversi material; dilakukan untuk mendapatkan kapal fiberglass yang

mempunyai bentuk dan ukuran yang sama dengan kapal kayu, untuk dijadikan

pasangan kapal pancing tonda sampel yang sepadan dalam setiap pengkajian.

3) Tahap kaji banding dan evaluasi; tahap ini dilakukan untuk mengetahui

kelemahan dan keunggulan kapal baik kayu maupun fiberglass. Bila hasil kaji

banding ternyata kapal fiberglass memiliki kelemahan dibanding kapal kayu,

maka tahap berikutnya dilakukan modifikasi dan redesain.

4) Tahap modifikasi dan redesain; tahap ini merupakan tahap penyempurnaan

terhadap kapal fiberglass agar memiliki karakteristik yang lebih unggul atau

minimal sama dengan kapal kayu. Modifikasi dilakukan dengan merubah bentuk lambung dan meredesain rancangan umum. Hasil modifikasi tersebut kemudian dievaluasi untuk mengetahui keunggulannya sebelum dikonstruksikan.

5) Tahap konstruksi dan aplikasi; merupakan tahap akhir yang dilakukan setelah

evaluasi kapal modifikasi menunjukkan perubahan karakteristik yang lebih baik dibanding sebelum dimodifikasi dan diredesain. Pekerjaan konstruksi dilakukan

dengan membuat gambar lines plan berdasarkan nilai tabel offset kapal modifikasi,

kemudian ditransfer ke dalam bentuk mould untuk mencetak kapal fiberglass,


(31)

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap beberapa karakteristik seperti stabilitas dan kecepatan yang

dimiliki pasangan kapal kayu dan kapal fiberglass untuk mengetahui keunggulan dan

kelemahan masing-masing kapal. Hal ini penting dilakukan untuk menemukan desain kapal pancing tonda yang bukan saja laik laut tetapi juga laik tangkap. Secara sederhana kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alir kerangka pikir penelitian Kapal kayu

KAJI BANDING DAN EVALUASI (Stabilitas dan kecepatan)

KONSTRUKSI DAN APLIKASI

Kapal FRP

Pengumpulan data dimensi utama, bentuk lambung, rancangan umum, jenis dan daya mesin penggerak

Kapal FRP lebih unggul

dari kayu ?

KONVERSI MATERIAL Pengelompokkan data kapal berdasarkan

jenis dan daya mesin (inboarddan outboard)

Pemilihan bentuk dan dimensi kapal yang

dominan pada kapal inboard dan outboard

Cetakan (moulded)

tidak

ya

MODIFIKASI & REDESAIN

IDENTIFIKASI


(32)

2.1 Pengertian Kapal Perikanan

Kapal perikanan menurut Undang-Undang RI No. 31 tahun 2004 tentang perikanan adalah kapal, perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitian atau eksplorasi perikanan. Sedangkan yang dimaksud dengan kapal ikan menurut Nomura dan Yamazaki (1977) adalah kapal yang digunakan dalam kegiatan perikanan yang mencakup penggunaan atau aktivitas penangkapan atau mengumpulkan sumberdaya perairan, pengelolaan usaha budidaya sumberdaya perairan, serta penggunaan dalam beberapa aktivitas seperti riset, training dan inspeksi sumberdaya perairan. Boxton (1987) juga mendefenisikannya sebagai kapal yang digunakan untuk usaha-usaha menangkap ikan dan mengumpul sumberdaya perairan atau kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan penelitian, kontrol, survey dan lain sebagainya.

Nomura dan Yamazaki (1977) secara garis besar mengelompokkan kapal ikan ke dalam empat jenis yaitu:

(1) Kapal penangkap ikan yang khusus digunakan dalam operasi penangkapan ikan atau mengumpulkan sumberdaya hayati perairan, antara lain kapal pukat udang, perahu pukat cincin, perahu jaring insang, perahu payang, perahu pancing tonda, kapal rawai, kapal huhate, dan sampan yang dipakai dalam mengumpul rumput laut, memancing dan lain lain.

(2) Kapal induk adalah kapal yang dipakai sebagai tempat mengumpulkan ikan hasil tangkapan kapal penangkap ikan dan mengolahnya. Kapal induk juga berfungsi sebagai kapal pengangkut ikan. Hal ini berkaitan dengan pertimbangan efisiensi dan permodalan.

(3) Kapal pengangkut ikan adalah kapal yang digunakan untuk mengangkut hasil perikanan dari kapal induk atau kapal penangkap ikan dari daerah penangkapan ke pelabuhan yang dikategorikan kapal pengangkut.

(4) Kapal penelitian, pendidikan dan latihan adalah kapal ikan yang digunakan untuk keperluan penelitian, pendidikan dan latihan penangkapan, pada umumnya adalah kapal-kapal milik instansi atau dinas.


(33)

2.2 Klasifikasi Kapal Perikanan

Bentuk dan jenis kapal ikan berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh perbedaan tujuan usaha penangkapan, spesies target dalam usaha penangkapan dan kondisi perairan. Oleh karena itu, klasifikasi kapal ikan juga berbeda-beda baik menurut alat penggerak kapal, ukuran kapal, fungsi kapal, kelompok tipe penggunaan alat tangkap, maupun menurut besarnya skala usaha perikanan.

DJPT (2004) mengklasifikasifikasikan perahu atau kapal penangkap ikan di Indonesia secara umum adalah sebagai berikut:

(1) Perahu tidak bermotor ¾ Jukung

¾ Perahu papan

- Kecil (panjangnya kurang dari 7 m) - Sedang (panjangnya 7 sampai 10 m) - Besar (panjangnya lebih dari 10 m) (2) Perahu motor tempel

(3) Kapal motor

* Kurang dari 5 GT * 30 – 50 GT * 5 – 10 GT * 50 – 100 GT * 10 – 20 GT * 100 – 200 GT * 20 – 30 GT * Lebih dari 200 GT

Soekarsono (1995) mengklasifikasikan kapal perikanan menurut fungsinya yaitu terdiri dari kapal tonda (troller), kapal rawai dasar (bottom long liner), kapal rawai tuna (tuna long liner), kapal pukat cincin (purse seiner), kapal jaring insang (gillnetter), kapal bubu (pot fishing vessel), kapal pukat udang (shrimp trawler), kapal

setnet, kapal pengangkut ikan dan sebagainya. Andarto dan Sutedjo (1993) membagi tipe kapal ikan secara umum menjadi dua kelompok yakni, kelompok tipe kapal ikan yang menggunakan alat penangkap pancing dan kelompok tipe kapal ikan yang menggunakan alat tangkap jaring.

FAO (1996) mengklasifikasikan perikanan yang selektif bagi beberapa negara, menggolongkan perikanan di Indonesia pada dua kategori yaitu: (1) perikanan skala kecil; menggunakan mesin luar < 10 HP atau < 5 GT dengan daerah operasi jalur 1 (4 mil) dari garis pantai, dan yang menggunakan mesin luar < 50 HP


(34)

atau < 25 GT dengan daerah operasi jalur 2 (4 mil – 8 mil), dan (2) perikanan skala besar yang merupakan perikanan industri; menggunakan mesin dalam < 200 HP atau 100 GT dengan daerah operasi jalur 3 dan 4 (8 mil – 12 mil dan atau > 12 mil).

2.3 Karakteristik Kapal Perikanan

Kapal ikan sebagai suatu bangunan yang dimanfaatkan dalam hubungannya dengan aktivitas penangkapan ikan di laut (perikanan) dan memiliki desain konstruksi yang berbeda dengan kapal lainnya (kapasitas muat, ukuran, model dek, akomodasi, mesin dan komponen lain) disesuaikan dengan fungsi pengoperasian (Fyson, 1985).

Pengertian kapal yang disebutkan Iskandar dan Novita (1997) yang diacu

oleh Nanda (2004) adalah suatu bentuk bangunan yang dapat terapung dan berfungsi sebagai wadah atau tempat untuk melakukan aktivitas dan merupakan sarana transportasi. Aktivitas yang dilakukan oleh sebuah kapal ikan akan sangat berbeda dengan kapal-kapal lainnya. Fungsi atau peruntukan sebuah kapal ikan akan menunjukkan perbedaan dalam mendesain konstruksi kapal tersebut. Komponen pelengkap suatu kapal ikan juga akan berbeda. Sebuah kapal ikan dirancang dengan melihat jangkauan daerah operasinya, jenis ikan yang akan ditangkap dan tingkah laku ikan target serta ukuran alat tangkap yang digunakan.

Ayodhyoa (1972) mengemukakan bahwa pada kapal ikan dilakukan kerja menangkap, menyimpan dan mengangkut ikan. Dengan demikian ada keistimewaan kapal ikan antara lain; kecepatan, manouverability, seaworthiness, navigable area, mesin penggerak, fasilitas penyimpanan dan alat penangkap ikan. Selanjutnya, Nomura dan Yamazaki (1975) dan Fyson (1985) menegaskan bahwa sebuah kapal ikan harus memiliki kapasitas muat yang memadai dan kapasitas yang cukup diantaranya fasilitas penyimpanan (palka), ruangan pendingin, pembekuan dan penyimpan es. Komponen inilah yang membedakan kapal ikan dengan kapal lainnya dan komponen ini pula yang akan menentukan dan berpengaruh terhadap suatu desain konstruksi kapal ikan.

Semua kapal yang beroperasi di perairan Indonesia harus memenuhi kriteria yang telah ditetapkan oleh Departemen Perhubungan Laut, baik itu kapal barang, kapal ikan, kapal penumpang, dan lain-lain. Persyaratan yang telah ditetapkan bagi setiap kapal yang beroperasi sesuai dengan kegiatannya masing-masing digambarkan


(35)

dengan model/desain kapal sesuai kebutuhan. Ada beberapa persyaratan yang harus ditaati oleh kapal ikan yang walaupun penggunaannya tidak sama dengan kapal lainnya, seperti; kemampuan berlayar yang cukup aman dalam kondisi apapun, memiliki bentuk yang memberikan gambaran kestabilan dan daya apung yang cukup efisien, hal ini dapat dilihat dari ukuran, tenaga, biaya, produk dan tujuan penggunaan. Persyaratan ini semuanya harus dipenuhi sebelum desain dasar ditentukan, guna perencanaan kapal yang layak untuk melaut (Brown, 1957).

Nomura dan Yamazaki (1977) mengemukakan beberapa persyaratan minimal yang harus dimiliki kapal ikan untuk melakukan aktivitas penangkapan, yaitu: kekuatan struktur badan kapal, menunjang keberhasilan operasi penangkapan, stabilitas yang tinggi, serta fasilitas penyimpanan hasil tangkapan. Selanjutnya dikatakan pula bahwa kapal ikan memiliki beberapa keistimewaan tersendiri yang berbeda dengan jenis kapal lainnya, yakni:

(1) Kemampuan olah gerak kapal

Kemampuan olah gerak kapal ini sangat dibutuhkan bagi kapal ikan pada saat pengopera sian alat tangkap sangat diperlukan kemampuan steerability yang

baik, daya dorong mesin (propulsion engine) guna mempermudah gerak maju mundurnya kapal dan radius putaran (turning circle) yang kecil.

(2) Kelaiklautan

Laik (layak) sangat diperlukan bagi setiap kapal ikan untuk beroperasi dalam menahan dan melawan kondisi yang tidak diharapkan terjadi, seperti kekuatan gelombang dan angin yang kadang-kadang datang secara tiba-tiba dengan tujuan dapat menjamin keselamatan dan kenyamanan, hal ini dibutuhkan stabilitas yang laik dan daya apung yang cukup.

(3) Kecepatan kapal

Dibutuhkan dalam kegiatan pengoperasian yakni dalam melakukan pengejaran terhadap gerombolan ikan dan juga pada saat kembali dengan membawa hasil tangkapan agar hasil tangkapan selalu tetap berada dalam kondisi segar (kecepatan waktu), waktu penangkapan dan waktu penanganan.


(36)

Konstruksi yang baik dan kuat diperlukan dan merupakan hal yang sangat sensitif dalam menghadapi kondisi alam yang selalu berubah-ubah tanpa kompromi, dan terhadap getaran mesin yang bekerja selama beroperasi.

(5) Lingkup area pelayaran

Luas area kapal ikan sangat ditentukan oleh jarak daerah penangkapan yang akan dijelajah. Jangkauan daerah penangkapan ini ditentukan oleh migrasi ikan berdasarkan musim dan habitatnya (sesuai tingkah laku ikan) dari setiap kelompok spesies ikan.

(6) Fasilitas penyimpanan dan pengolahan ikan

Sarana ini sangat diperlukan dalam menyimpan dan mengolah ikan, bagi kapal yang melakukan processing secara langsung di laut, baik ruang pendingin, ruang pembekuan, ruangan pembuat dan penyimpan es bahkan ruangan pengepakan, hal ini dibutuhkan untuk menghindari terjadinya ketidakhigienisnya produk dan menjaga sanitasi terhadap produk dari bakteri (terkontaminasi oleh bahan-bahan luar yang mengakibatkan rendahnya kualitas produk).

(7) Daya dorong mesin

Kemampuan daya dorong mesin akan ditentukan sesuai dengan ukuran kapal yang digunakan dan jangkauan operasi serta alat tangkap yang digunakan. Sebab kemampuan daya dorong mesin dengan volume mesin serta getaran yang dibutuhkan harus seimbang, seperti daya dorong yang besar maka volume mesin dan getarannya harus sekecil mungkin. Mesin yang dibutuhkan harus dilengkapi dengan alat bantu penangkapan demi kelancaran operasi penangkapan.

(8) Mesin-mesin bantu penangkapan

Umumnya kapal ikan dilengkapi dengan mesin-mesin bantu penangkapan seperti: winch, power block, line hauler, dan sebagainya. Untuk ukuran kapal ikan tertentu harus didesain dengan konstruksi yang dapat menyediakan tempat yang sesuai untuk mesin-mesin tersebut.

Fyson (1985) menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi desain kapal ikan adalah tujuan penangkapan ikan, alat dan metode penangkapan, kelaik lautan dan keselamatan awak kapal, peraturan-peraturan yang berhubungan dengan desain kapal, pemilihan material yang tepat untuk konstruksi, penanganan dan penyimpanan hasil tangkapan, dan faktor-faktor ekonomis. Selanjutnya dikatakan


(37)

bahwa kelengkapan dari perencanaan, desain dan konstruksi dalam pembangunan kapal ikan yaitu dengan adanya gambar-gambar rencana garis (lines plan), tabel offset, gambar rencana umum pengaturan ruang kapal serta instalasinya (general arrangement) dan gambar rencana konstruksi beserta spesifikasinya (construction profile and plane).

Rencana garis merupakan gambar rencana garis kapal pada setiap garis air dan ordinat yang tertuang dalam tiga buah gambar, yaitu gambar irisan melintang kapal tampak samping (profile plan), tampak atas (half breadth plan) dan tampak depan (body plan). Rancangan umum kapal biasanya dipertimbangkan dari suatu perencanaan yang terdiri dari tujuan, proses penangkapan dan penyimpanan hasil tangkapan. Gambar rancangan umum merupakan suatu gambar teknik yang menyajikan secara umum kelengkapan ruang kapal dari sudut pandang atas dan samping (Gillmer and Johnson 1982).

Rencana garis (lines plan) diperlukan untuk menentukan bentuk badan kapal yang akan memberikan kinerja (performance) maupun stabilitas kapal. Bentuk badan kapal bergantung pada beberapa parameter bentuk yang terdiri dari ukuran utama, perbandingan ukuran utama, dan koefisien bentuk kapal, sebagaimana ditetapkan FAO (1996). Ukuran utama kapal terdiri dari panjang kapal (L), lebar kapal (B), tinggi/dalam kapal (D), dan sarat air kapal (d). Kesesuaian ratio ukuran utama sangat menentukan kemampuan suatu kapal ikan. Menurut Fyson (1985) bahwa rasio antara panjang dan lebar (L/B) berpengaruh terhadap resistensi kapal, rasio antara panjang dan dalam (L/D) berpengaruh terhadap kekuatan memanjang kapal, dan rasio antara lebar dan dalam (B/D) berpengaruh terhadap stabilitas kapal. Berikut ini, FAO (1996) memberikan beberapa parameter bentuk dengan nilai-nilai rasio yang ideal untuk jenis kapal penangkap ikan, antara lain :

(1) Rasio perbandingan antara panjang dan lebar (L/B) 3,10 - 4,30 (2) Rasio perbandingan antara lebar dengan sarat air (B/T) 2,00 - 3,20

(3) Koefisien Midship (CM) 0,50 - 0,80

(4) Koefisien Prismatic (CP) 0,55 - 0,65

(5) Letak titik tekan (LCB%) - 6,00 - 1,00

(6) Half angle of entrance of load water line (½ α) 15,0 - 34,0


(38)

Secara umum perancang (designer) kapal penangkap ikan dapat menentukan atau memilih nilai rasio dari parameter bentuk yang sesuai dengan jenis kapal yang direncanakan. Menurut Ayodhyoa (1972) bahwa jika nilai L/B mengecil maka akan berpengaruh negatif terhadap kecepatan kapal; nilai L/D membesar maka akan berpengaruh negatif terhadap kekuatan memanjang kapal; dan jika B/D membesar maka akan berpengaruh negatif terhadap propulsive ability kapal tetapi berpengaruh positif terhadap stabilitas kapal.

2. 4 Material Kapal

Sifat pengoperasian kapal yang selalu berpindah-pindah dari suatu daerah penangkapan ke daerah penangkapan lainnya menyebabkan kapal ikan harus didesain dengan konstruksi yang kuat karena di samping kondisi laut, getaran mesin juga mempengaruhi kekuatan konstruksi kapal (Nomura dan Yamazaki 1977). Salah satu faktor yang mempengaruhi desain dan konstruksi kapal ikan adalah pemilihan material yang tepat (Fyson 1985). Pemilihan material kapal ikan sangat dipengaruhi oleh keahlian galangan kapal termasuk kemampuan sumberdaya manusia dan ketersediaan alat, kemudahan dalam memperoleh bahan, keuntungan teknis dari tiap material, dan biaya pembelian bahan material.

Bahan material kapal yang digunakan pada kapal-kapal perikanan diantaranya terbuat dari FRP(fiber reinforced plastic) atau yang lebih dikenal dengan fiberglass,

baja, ferrocement, aluminium dan kayu. Hampir 90% bahan material yang digunakan untuk kapal perikanan terbuat dari kayu. Kelemahan kayu sebagai material kapal antara lain kurangnya kekuatan kapal dan konstruksinya berat. Semakin tinggi tingkat kekuatan kayu maka umur pakai kapal ikan tersebut akan lebih lama dan sebaliknya. Kurangnya kekuatan tersebut dapat juga disebabkan oleh banyaknya sambungan pada konstruksi kapal. Selain itu, pemakaian material kayu sering tidak bertahan lama atau sering mengalami pergantian, mengingat sifat keawetan, kekuatan, susut muai, pelapukan atau pembusukan dan retak-retak dari bahan kayu yang sering mengakibatkan kerusakan lambung kapal terutama yang berada di bawah permukaan laut. Faktor lain yang dapat menyebabkan penurunan kekuatan kayu adalah aktifitas organisme laut atau lebih dikenal dengan marine bor. Bentuk aktifitas dari organisme ini yaitu melakukan pengeboran pada lambung kapal khususnya pada bagian yang


(39)

basah sehingga kayu menjadi rapuh dan rusak. Untuk mengurangi penurunan kekuatan tersebut tentunya memerlukan perawatan yang lebih intensif yaitu dengan melakukan doking periodik. Oleh karena itu dalam pemilihan satu jenis kayu sebagai material kapal, selain memerlukan pertimbangan kualitas, jumlah dan ukuran yang dibutuhkan, juga tentang kekuatan kayu dan ketahanan terhadap pembusukan (Fyson1985).

Menurut Pasaribu (1987), aspek teknis yang perlu diperhatikan untuk memperoleh umur pakai yang lama dari kapal kayu adalah: (1) sifat fisik dan mekanis dari jenis kayu yang digunakan, (2) kelayakan desain dan metode konstruksi kapal, dan (3) pengolahan dan perawatan kapal. Haygreen dan Bowyer (1982) mengatakan bahwa sifat mekanik yang dapat dipakai untuk menilai kekuatan bahan material kapal adalah kekuatan lengkung, sifat elastik, kekuatan tekan sejajar serat, tekanan tegak lurus serat, kekuatan tarik sejajar serat, dan kekuatan geser sejajar serat.

Dengan bertambahnya usia kapal, aspek biaya perawatan kapal tidaklah tetap tetapi cenderung bertambah besar, hal ini terjadi antara lain karena ada bagian tertentu dari konstruksi bangunan kapal yang frekwensi penggantiannya menjadi lebih sering dan lebih banyak atau dengan kata lain, bertambahnya usia kapal maka semakin banyak bagian-bagian yang harus diganti. Hal ini berarti semakin tinggi biaya eksploitasi dan biaya perawatan kapal. Dengan demikian pemeliharaan atau perawatan kapal ikan dari bahan kayu merupakan salah satu permasalahan yang sering kali dialami dalam rangka kegiatan nelayan tradisional. Perawatan badan kapal kayu dilakukan setiap 6 bulan sekali, lebih sering dilakukan dibanding kapal

fiberglass yakni 1,5 tahun sekali. Walaupun biayanya sedikit mahal, perawatan kapal fiberglass hasilnya lebih baik dan dapat mengurangi frekwensi perawatan. Berkurangnya frekwensi perawatan ini dapat mengakibatkan biaya awal yang dikeluarkan dalam jangka panjang menjadi lebih murah.

Pemakaian fiberglass sebagai material bangunan kapal mempunyai beberapa keuntungan yaitu: (1) tidak berkarat dan daya serap air kecil, (2) pemeliharaan dan reparasinya sangat mudah dengan waktu yang relatif singkat, (3) tidak memerlukan pengecatan karena adanya piqmen yang dicampurkan pada bahan gelcoat dalam proses laminasi, dan (4) untuk displacement yang sama, fiberglass konstruksinya lebih ringan. Kelebihan lain dari material kapal fiberglass adalah (1) mempunyai


(40)

pori-pori yang kecil sehingga kekedapan lambung dapat menjamin binatang dan tumbuhan laut tidak begitu banyak menempel pada lambung kapal, (2) mengurangi pelapukan atau pembusukan dari media air laut, (3) frekuensi pengedokan kapal dapat lebih lama dan akan memperkecil biaya pemeliharaan, dan (4) umur pakai kapal akan lebih lama. Keuntungan atau kelebihan tersebut dikarenakan material fiberglass memiliki sifat-sifat antara lain, tensile strength yang tinggi; penyerapan air rendah; tahan suhu tinggi; kestabilan ukuran baik; tidak mudah terbakar; sifat-sifat aliran listrik yang baik; tidak membusuk, menjamur, dan berkurang kualitetnya; tahan minyak, asam dan hama yang merusak; dan memiliki elongation yang tinggi pada elastic limit yield point dan break point yang sama.

Kelemahan dari material fiberglass antara lain adalah bahannya sulit diperoleh di daerah yang jauh dari kota besar, dan harganya relatif mahal. Dalam rangka membantu kegiatan modernisasi nelayan tradisional dengan menambah pengetahuan dan ketrampilan nelayan dalam penggunaan fiberglass sebagai bahan utama konstruksi kapal, akan dapat memperpanjang pemakaian kapal dalam usaha meningkatkan produktivitas perikanan dan taraf hidup nelayan.

Material fiberglass yang digunakan membangun kapal terdiri dari resin, serat penguat, bahan pendukung, dan lapisan inti. Resin merupakan material cair sebagai pengikat serat penguat yang mempunyai kekuatan tarik serta kekakuan lebih rendah dibandingkan serat penguatnya. Ada beberapa jenis resin yang beredar dipasaran, namun jenis yang umum dipakai dan cocok untuk material bangunan kapal adalah tipe

orthophthalic poliester resin. Keunggulan resin tipe ini selain harganya lebih murah dibanding tipe lainnya, ketahanan terhadap proses korosi yang disebabkan oleh air laut, juga memiliki viskositas yang rendah sehingga memudahkan proses pembasahan serat penguat. Serat penguat (fiberglass reinforcement) merupakan serat gelas yang memiliki kekakuan dan kekuatan tarik yang tinggi serta modulus elastisitas yang cukup tinggi. Fungsi dari serat penguat ini adalah untuk meningkatkan kekakuan tarik dan kekakuan lengkung; mempertinggi kekuatan tumbuk; meningkatkan rasio kekuatan terhadap berat; dan menjaga atau mempertahankan kestabilan bentuk kapal. Serat penguat yang sering dipakai untuk bangunan kapal adalah jenis electrical glass seperti, chopped strand mat, woven roving, ataupun triaxial. Bahan pendukung biasanya dipakai dalam proses pembuatan laminasi. Bahan ini terdiri dari: catalyst, accelerator, sterin, gel


(41)

coat, piqmen, parafin, mold release, dan talk. Masing-masing bahan pendukung tersebut mempunyai fungsi tersendiri yang sangat berpengaruh terhadap karakteristik laminasi. Lapisan inti merupakan bahan-bahan yang digunakan untuk membentuk konstruksi fiberglass menjadi rigid. Beberapa lapisan inti yang dapat digunakan selain kayu/plywood, pelat baja dan pelat fiberglass antara lain, firet coremat, foamed plastic,

dan honeycomb cell paper.

2. 5 Stabilitas Kapal

Stabilitas kapal adalah kemampuan sebuah kapal untuk kembali ke posisi semula setelah mengalami keolengan, bergantung pada beberapa faktor antara lain dimensi kapal, bentuk badan kapal yang berada di dalam air, distribusi benda-benda di atas kapal dan sudut kemiringan kapal terhadap bidang horizontal. Sudiyono dan Antoko (2008) menyetakan bahwa, stabilitas kapal (ship’s stability) diperlukan untuk memperoleh keselamatan dan keutuhan kapal dengan muatannya (barang dan penumpang), yaitu dengan mengusahakan agar selalu dicapai stabilitas dan keseimbangan kapal.

Menurut Fyson (1985), stabilitas kapal dapat diartikan sebagai kemampuan sebuah kapal untuk dapat kembali ke posisi semula (tegak) setelah menjadi miring akibat bekerjanya gaya dari luar maupun dari dalam kapal tersebut atau setelah mengalami momen temporal.

Kok et al. (1983) mengemukakan bahwa selama berada di laut, kapal akan mendapat sejumlah gaya yang terdiri dari: 1) berat kapal dan muatan; 2) gaya tekan air ke atas; 3) pengaruh gelombang dan tekanan air; 4) gaya-gaya dari massa yang bekerja pada kapal; 5) pembagian muatan asimetris; 6) gaya-gaya torsi yang disebabkan oleh tidak samanya waktu oleng bagian depan dan bagian belakang; dan 7) gaya-gaya penggerak beban kemudi.

Taylor (1977) dan Hind (1982) menyebutkan bahwa stabilitas pada sebuah kapal dipengaruhi oleh letak titik-titik konsentrasi gaya yang bekerja pada kapal tersebut. Ketiga titik tersebut adalah titik B (centre of bouyancy) yakni titik khayal yang merupakan pusat seluruh gaya apung pada kapal yang bekerja vertikal ke atas. Titik kedua adalah titik G (centre of gravity) yakni titik khayal yang merupakan pusat keseluruhan gaya berat pada kapal yang bekerja vertikal ke


(42)

bawah. Titik ketiga adalah M (metacentre) yakni titik khayal yang merupakan titik potong dari garis khayal yang melalui titik B dan titik G saat kapal berada pada posisi miring akibat bekerjanya gaya-gaya pada kapal. Titik M ini juga merupakan tinggi maksimum bagi titik G. Selanjutnya Hind (1982) menyatakan bahwa posisi titik G sangat tergantung dari distribusi muatan di kapal dan posisi titik B sangat tergantung dari bentuk badan kapal yang terendam di dalam air.

Untuk lebih memahami permasalahan stabilitas maka teori mekanika tentang keseimbangan (equilibrium) suatu benda perlu dipelajari. Taylor (1977) menerangkan bahwa equilibrium adalah kondisi keseimbangan yang terjadi akibat bekerjanya gaya yang berlawanan. Demikian halnya pada kapal, gaya yang berlawanan adalah gaya apung (arah vertikal ke atas) dan gaya berat (arah vertikal ke bawah). Interaksi kedua gaya yang berlawanan tersebut akan mempengaruhi stabilitas kapal.

Pada dasarnya terdapat tiga jenis equilibrium yakni stable equilibrium, unstable equilibrium dan neutral equilibrium (Taylor 1977; Gillmer & Johnson 1982; Hind 1982; Derret 1991). Stable equilibrium adalah suatu kondisi dimana kapal dapat kembali ke posisi tegak semulanya (initial stability/equilibrium) setelah gaya yang bekerja pada kapal menyebabkan kapal menjadi miring (heel). Unstable equilibrium adalah kondisi dimana kapal menjadi miring (heel) akibat gaya yang bekerja pada kapal dan tidak kembali ke posisi awalnya melainkan terus ke arah kemiringan tersebut. Neutral equilibrium adalah kondisi dimana kapal menjadi miring (heel) akibat gaya yang bekerja pada kapal dan kondisi ini tetap demikian (permanent heel). Ketiga kondisi ini disajikan pada Gambar 2.

Stabilitas kapal terdiri dari stabilitas statis dan stabilitas dinamis. Stabilitas statis adalah stabilitas kapal yang diukur pada kondisi air tenang dengan beberapa sudut keolengan pada nilai ton displacement yang berbeda. Nilai stabilitas statis kapal ditunjukkan oleh nilai lengan penegak (GZ). Kapal yang memiliki kualitas stabilitas yang baik apabila lengan penegak (righting arm) yang terbentuk dapat mengembalikan kapal ke posisi semula setelah terjadi keolengan. Kapal dengan bentuk round sharp

memiliki kriteria stabilitas yang lebih tinggi dibandingkan bentuk yang lain.

International Maritime Organization (IMO) (1995) mengeluarkan standar kriteria stabilitas kapal melalui kurva GZ seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 3 yaitu:


(43)

W

W L

M

G

K G

W

W1 L1

M B K G W1 L1 W g g1 B 0 Z

W

W1 L1

B K M W L W

Z G

B1

W

W1 L1

B K M W L G B1 W

1) Luas area di bawah kurva GZ tidak boleh kurang dari 0.055 m.rad hingga sudut oleng 30o (A) dan tidak kurang dari 0.090 m.rad sampai sudut oleng 40o (B) atau sudut floodingθſ jika sudutnya kurang dari 40o. Area di bawah kurva GZ antara sudut oleng 30o dan 40o atau antara 30o dan θſ jika sudut ini kurang dari 40o tidak boleh kurang dari 0.030 m.rad (C).

2) Lengan penegak (righting lever) GZ minimum 200 mm pada sudut oleng sama atau lebih besar dari 30o (E). Lengan penegak maksimum, GZ max sebaiknya

dicapai pada sudut oleng 30o tetapi tidak kurang dari 25o.

3) Tinggi metacentre (GM) awal tidak boleh kurang dari 350 mm untuk kapal dengan dek tunggal. Pada kapal dengan superstructure yang lengkap atau kapal dengan panjang > 70 m, GM dapat dikurangi untuk kelayakan administrasi tetapi tidak boleh kurang dari 150 mm (F).

Keterangan:

B : Centre of Bouyancy K : Keel

G : Centre of Gravity WL : Water Line

M : Metacentre w : Gaya yang bekerja

GZ : Righting Arm Ө : Sudut Oleng

Sumber : Taylor (1977) Gambar 2 Posisi equilibrium

Posisi equilibrium Stable equilibrium


(44)

Diskusi tentang karakteristik stabilitas, tinggi metacentre (GM) menjadi nilai yang penting dalam penentuan kelayakan stabilitas kapal. Hasil penelitian yang dikemukakan oleh Gillmer & Johnson (1982) bahwa kapal dengan nilai GM yang besar menjadi tidak nyaman dibandingkan kapal dengan GM kecil.

IMO (1995) memberikan kriteria umum untuk nilai GM awal dan GM minimal kapal ikan. Untuk kapal ikan dengan single deck, GM awal (GM0) tidak

boleh kurang dari 0.35 m. Kapal dengan superstructure yang lengkap atau kapal dengan panjang lebih dari 70 m, nilai GM dapat dikurangi sesuai aturan administrasi kapal tetapi tidak boleh kurang dari 0.15 m.

Stabilitas kapal terkait erat dengan distribusi muatan dan perhitungan nilai lengan penegak (GZ). Perbedaan distribusi muatan yang terjadi pada setiap kondisi pemuatan akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada nilai KG, yaitu jarak vertikal antara titik K (keel) dan titik G (centre of gravity) yang selanjutnya akan mempengaruhi nilai lengan penegak (GZ) yang terbentuk.

Gambar 3 Kurva stabilitas statis (kurva GZ)

Efektivitas pengoperasian kapal di laut pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh kelaiklautan (seaworthiness) dan seakindliness dari kapal itu sendiri.

Seaworthiness dan seakindliness merupakan kriteria utama yang harus dipenuhi oleh sebuah kapal. Seaworthiness sebagai indikasi keselamatan pada kondisi ekstrim, menunjukkan kemampuan kapal untuk tetap survive dalam segala bahaya di laut seperti tubrukan, kandas dan efek lain yang berkaitan dengan cuaca buruk,

30 40

D 57.3

E F

deg

deg

Sumber: IMO (1995)

C

A B Static

GZ (m)

Dynamic GZ Area (m-rad)


(45)

sedangkan seakindliness lebih memberikan indikasi mengenai karakteristik respon kapal terhadap kondisi lingkungan laut. Kedua hal ini dapat dipenuhi dengan mempertimbangkan kualitas unjuk kerja kapal yang selanjutnya disebut dengan istilah seakeeping.

Kajian stabilitas dinamis kapal dilakukan melalui analisis kurva GZ dan periode oleng kapal. Stabilitas dinamis adalah stabilitas kapal yang diukur dengan jalan memberikan suatu “usaha” pada kapal sehingga membentuk sudut keolengan tertentu. Stabilitas dinamis kapal yang baik biasanya memiliki nilai standar minimum memenuhi yang disyaratkan oleh International Maritime Organization (IMO) sedangkan nilai periode oleng kapal berada pada kisaran 4.5 – 7.0 dt.

Dinamika kapal di laut secara umum dapat dilihat dari kualitas seakeeping

kapal tersebut di atas gelombang laut. Seakeeping merupakan suatu istilah yang mencakup studi tentang keragaan dan reaksi kapal di laut atau suatu istilah yang menyatakan kemampuan kapal untuk tetap menjalankan fungsinya secara normal di laut (Gillmer and Johnson 1982). Seakeeping sebagai indikasi teknis pengoperasian meliputi gerakan kapal (amplitudo, percepatan, phase), kebasahan geladak (deck wetness), hempasan gelombang (slamming), beban-beban hidrodinamis (tahanan, gaya, momen), beban-beban transient dan sebagainya (Lloyd 1989).

Ada enam macam gerakan bebas kapal di laut yang terdiri dari tiga gerakan translasi dan tiga gerakan rotasi berdasarkan sumbu ordinat (Bhattacharya 1978; Gillmer dan Johnson 1982; Rawson dan Tupper 1984; Lloyd 1989), seperti yang terlihat pada Gambar 4. Gerakan translasi terdiri dari: 1) surging, gerakan maju dan mundur kapal searah pergerakannya; 2) swaying, gerakan kapal ke kanan dan ke kiri pada arah melintang; 3) heaving, gerakan naik dan turun kapal secara vertikal.

Gerakan rotasi terdiri dari: 1) rolling, gerakan angular kapal yang memutar ke kiri dan ke kanan terhadap sumbu longitudinal kapal, sepanjang sumbu X; 2)

pitching, gerakan angular yang memutar ke depan dan ke belakang terhadap sumbu transversal kapal, sepanjang sumbu Y; 3) yawing, gerakan angular yang memutar ke kanan dan ke kiri terhadap sumbu vertikal (sumbu Z).

Elemen-elemen yang menyebabkan sebuah kapal mengalami olengan di laut terutama karena ketidakseimbangan momen-momen yang dihasilkan dari perubahan pusat gaya apung. Jika kapal mendapat pengaruh gelombang, waterplane kapal dapat


(46)

tetap atau cenderung bergerak bergantung pada frekuensi, panjang dan amplitudo gelombang (Gillmer dan Johnson 1982). Pusat gaya apung, yang posisinya bergantung pada kemiringan waterplan pada tiap draft, akan meninggalkan vertical line melewati pusat gaya berat jika waterline cenderung naik.

Bhattacharya (1978) memberikan acuan periode oleng untuk berbagai jenis kapal laut dimana untuk kapal perikanan ditentukan antara 5,5 – 7,0 detik. Selanjutnya dikatakan bahwa daerah pengoperasian dianggap aman jika periode oleng kapal lebih cepat dibandingkan periode gelombang, dan dianggap berbahaya jika periode oleng kapal lebih lambat dibandingkan periode gelombang.

Gambar 4 Enam gerakan bebas kapal di laut

2.6 Kecepatan Kapal

Kecepatan kapal selain dipengaruhi oleh bentuk badan kapal juga dipengaruhi oleh tenaga penggerak yang digunakan (Fyson 1985). Ukuran utama, koefisien kemontokan, trim, jenis mesin dan sebagainya merupakan faktor yang menentukan kecepatan kapal (Nomura 1975). Kecepatan kapal biasanya dinyatakan dengan satuan knot atau mil laut per jam (1 knot = 1 mil laut per jam, 1 mil laut = 1.852 m).

Pemakaian tenaga penggerak tergantung GT kapal dan jenis alat tangkap yang digunakan. Besarnya tenaga penggerak dari mesin yang dipakai menentukan kecepatan kapal, sehingga tenaga penggerak perlu diperhitungkan sesuai dengan keadaan dan fungsi kapal. Satuan tenaga penggerak adalah tenaga kuda (horse

Rolling Heaving

Swaying

Yawing Pitching

Surging

Sumber: Lioyd (1989)

z

y x


(1)

Kondisi beroperasi

Speed (Kts)

Holtrop: Efs 60% Holtrop: Efs 70% Holtrop: Efs 80%

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

0 -- -- -- -- -- --

1 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0

2 0.02 0.04 0.02 0.04 0.02 0.03 3 0.04 0.14 0.04 0.12 0.04 0.10 4 0.07 0.32 0.07 0.27 0.07 0.24 5 0.11 0.63 0.11 0.54 0.11 0.47 6 0.16 1.14 0.16 0.97 0.16 0.85 7 0.24 1.95 0.24 1.67 0.24 1.47 8 0.31 2.88 0.31 2.47 0.31 2.16 9 0.39 4.02 0.39 3.45 0.39 3.02 10 0.46 5.34 0.46 4.58 0.46 4.01 11 0.54 6.83 0.54 5.85 0.54 5.12 12 0.62 8.57 0.62 7.35 0.62 6.43

13 0.71 10.59 0.71 9.08 0.71 7.94

14 0.80 12.91 0.80 11.06 0.80 9.68 15 0.90 15.54 0.90 13.32 0.90 11.66 16 1.01 18.51 1.01 15.87 1.01 13.89 17 1.12 21.84 1.12 18.72 1.12 16.38 18 1.23 25.52 1.23 21.88 1.23 19.14 19 1.35 29.60 1.35 25.37 1.35 22.20 20 1.48 34.07 1.48 29.21 1.48 25.56 21 1.61 38.97 1.61 33.40 1.61 29.23 22 1.75 44.30 1.75 37.97 1.75 33.22 23 1.89 50.08 1.89 42.92 1.89 37.56 24 2.04 56.33 2.04 48.28 2.04 42.25 25 2.19 63.07 2.19 54.06 2.19 47.30 26 2.35 70.31 2.35 60.26 2.35 52.73 27 2.51 78.07 2.51 66.91 2.51 58.55 28 2.68 86.36 2.68 74.03 2.68 64.77 29 2.86 95.21 2.86 81.61 2.86 71.41

30 3.03 104.64 3.03 89.69 3.03 78.48

31 3.22 114.65 3.22 98.27 3.22 85.99

32 3.40 125.26 3.40 107.37 3.40 93.95 33 3.60 136.50 3.60 117.00 3.60 102.38 34 3.80 148.38 3.80 127.18 3.80 111.29 35 4.00 160.92 4.00 137.93 4.00 120.69 36 4.21 174.13 4.21 149.25 4.21 130.59 37 4.42 188.02 4.42 161.16 4.42 141.02 38 4.64 202.63 4.64 173.68 4.64 151.97 39 4.86 217.96 4.86 186.82 4.86 163.47 40 5.09 234.03 5.09 200.60 5.09 175.53


(2)

Lampiran 37 (lanjutan)

Kondisi pulang

Speed (Kts)

Holtrop: Efs 60% Holtrop: Efs 70% Holtrop: Efs 80%

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

0 -- -- -- -- -- --

1 0 0.01 0 0 0 0

2 0.02 0.04 0.02 0.03 0.02 0.03 3 0.04 0.13 0.04 0.11 0.04 0.09 4 0.06 0.30 0.06 0.26 0.06 0.22 5 0.10 0.60 0.10 0.51 0.10 0.45 6 0.16 1.09 0.16 0.93 0.16 0.81 7 0.23 1.83 0.23 1.57 0.23 1.37 8 0.29 2.64 0.29 2.26 0.29 1.98 9 0.35 3.65 0.35 3.13 0.35 2.74 10 0.42 4.85 0.42 4.15 0.42 3.64 11 0.49 6.24 0.49 5.35 0.49 4.68 12 0.57 7.88 0.57 6.76 0.57 5.91 13 0.65 9.78 0.65 8.38 0.65 7.34 14 0.74 11.96 0.74 10.25 0.74 8.97 15 0.84 14.44 0.84 12.37 0.84 10.83 16 0.94 17.23 0.94 14.77 0.94 12.92 17 1.04 20.35 1.04 17.44 1.04 15.26 18 1.15 23.82 1.15 20.42 1.15 17.86 19 1.27 27.65 1.27 23.70 1.27 20.74 20 1.39 31.87 1.39 27.31 1.39 23.90 21 1.51 36.48 1.51 31.27 1.51 27.36 22 1.64 41.50 1.64 35.57 1.64 31.12 23 1.78 46.95 1.78 40.24 1.78 35.21 24 1.92 52.85 1.92 45.30 1.92 39.64 25 2.06 59.21 2.06 50.75 2.06 44.41 26 2.21 66.05 2.21 56.61 2.21 49.53 27 2.36 73.38 2.36 62.90 2.36 55.03 28 2.52 81.22 2.52 69.62 2.52 60.92 29 2.69 89.60 2.69 76.80 2.69 67.20 30 2.86 98.51 2.86 84.44 2.86 73.89

31 3.03 107.99 3.03 92.56 3.03 80.99

32 3.21 118.05 3.21 101.18 3.21 88.53 33 3.39 128.69 3.39 110.31 3.39 96.52 34 3.58 139.95 3.58 119.96 3.58 104.96 35 3.77 151.83 3.77 130.14 3.77 113.88 36 3.97 164.36 3.97 140.88 3.97 123.27 37 4.17 177.55 4.17 152.18 4.17 133.16 38 4.38 191.41 4.38 164.06 4.38 143.55 39 4.59 205.96 4.59 176.53 4.59 154.47 40 4.81 221.21 4.81 189.61 4.81 165.91


(3)

Kondisi kosong

Speed (Kts)

Holtrop: Efs 60% Holtrop: Efs 70% Holtrop: Efs 80%

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

0 -- -- -- -- -- --

1 0 0.01 0 0 0 0

2 0.02 0.04 0.02 0.03 0.02 0.03 3 0.03 0.11 0.03 0.1 0.03 0.08 4 0.05 0.25 0.05 0.22 0.05 0.19 5 0.08 0.48 0.08 0.41 0.08 0.36 6 0.11 0.79 0.11 0.68 0.11 0.59 7 0.15 1.23 0.15 1.06 0.15 0.93 8 0.19 1.79 0.19 1.53 0.19 1.34 9 0.24 2.48 0.24 2.13 0.24 1.86 10 0.29 3.35 0.29 2.87 0.29 2.51 11 0.35 4.41 0.35 3.78 0.35 3.31 12 0.41 5.66 0.41 4.85 0.41 4.25 13 0.48 7.12 0.48 6.10 0.48 5.34 14 0.55 8.80 0.55 7.54 0.55 6.60

15 0.62 10.72 0.62 9.18 0.62 8.04

16 0.70 12.88 0.70 11.04 0.70 9.66 17 0.78 15.30 0.78 13.11 0.78 11.47 18 0.87 18.00 0.87 15.43 0.87 13.50 19 0.96 20.99 0.96 17.99 0.96 15.74 20 1.06 24.27 1.06 20.81 1.06 18.21 21 1.15 27.88 1.15 23.90 1.15 20.91 22 1.26 31.82 1.26 27.27 1.26 23.86 23 1.36 36.09 1.36 30.94 1.36 27.07 24 1.48 40.73 1.48 34.91 1.48 30.55 25 1.59 45.73 1.59 39.20 1.59 34.30 26 1.71 51.12 1.71 43.82 1.71 38.34 27 1.83 56.91 1.83 48.78 1.83 42.68 28 1.96 63.10 1.96 54.09 1.96 47.33 29 2.09 69.72 2.09 59.76 2.09 52.29 30 2.23 76.78 2.23 65.81 2.23 57.59 31 2.36 84.29 2.36 72.25 2.36 63.22 32 2.51 92.26 2.51 79.08 2.51 69.19

33 2.65 100.71 2.65 86.32 2.65 75.53

34 2.80 109.64 2.80 93.98 2.80 82.23

35 2.96 119.08 2.96 102.07 2.96 89.31 36 3.12 129.04 3.12 110.61 3.12 96.78 37 3.28 139.53 3.28 119.60 3.28 104.65 38 3.45 150.56 3.45 129.05 3.45 112.92 39 3.62 162.14 3.62 138.98 3.62 121.61 40 3.79 174.30 3.79 149.40 3.79 130.72


(4)

Lampiran 38 (lanjutan)

Kondisi berangkat

Speed (Kts)

Holtrop: Efs 60% Holtrop: Efs 70% Holtrop: Efs 80%

Resist. (kN) Power (hp)

Resist.

(kN) Power (hp)

Resist.

(kN) Power (hp)

0 -- -- -- -- -- --

1 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 2 0.02 0.05 0.02 0.05 0.02 0.04 3 0.05 0.17 0.05 0.14 0.05 0.13 4 0.08 0.38 0.08 0.33 0.08 0.29 5 0.13 0.72 0.13 0.62 0.13 0.54 6 0.17 1.19 0.17 1.02 0.17 0.89 7 0.23 1.85 0.23 1.58 0.23 1.39 8 0.29 2.66 0.29 2.28 0.29 2.00 9 0.35 3.61 0.35 3.10 0.35 2.71 10 0.42 4.88 0.42 4.18 0.42 3.66 11 0.50 6.34 0.50 5.44 0.50 4.76 12 0.58 8.05 0.58 6.90 0.58 6.04

13 0.67 10.04 0.67 8.61 0.67 7.53

14 0.77 12.32 0.77 10.56 0.77 9.24 15 0.87 14.92 0.87 12.79 0.87 11.19 16 0.97 17.86 0.97 15.31 0.97 13.40 17 1.08 21.15 1.08 18.13 1.08 15.86 18 1.20 24.81 1.20 21.27 1.20 18.61 19 1.32 28.86 1.32 24.74 1.32 21.65 20 1.45 33.32 1.45 28.56 1.45 24.99 21 1.58 38.20 1.58 32.74 1.58 28.65 22 1.72 43.52 1.72 37.30 1.72 32.64 23 1.86 49.30 1.86 42.26 1.86 36.97 24 2.01 55.55 2.01 47.61 2.01 41.66 25 2.17 62.29 2.17 53.39 2.17 46.72 26 2.33 69.55 2.33 59.61 2.33 52.16 27 2.49 77.33 2.49 66.28 2.49 57.99 28 2.66 85.65 2.66 73.41 2.66 64.24 29 2.83 94.53 2.83 81.03 2.83 70.90

30 3.01 103.99 3.01 89.13 3.01 77.99

31 3.20 114.04 3.20 97.75 3.20 85.53

32 3.39 124.71 3.39 106.90 3.39 93.53 33 3.58 136.01 3.58 116.58 3.58 102.00 34 3.78 147.95 3.78 126.81 3.78 110.96 35 3.99 160.55 3.99 137.62 3.99 120.41 36 4.20 173.83 4.20 149.00 4.20 130.38 37 4.41 187.82 4.41 160.99 4.41 140.86 38 4.63 202.51 4.63 173.58 4.63 151.88 39 4.86 217.94 4.86 186.80 4.86 163.45 40 5.09 234.11 5.09 200.67 5.09 175.58


(5)

Kondisi beroperasi

Speed (Kts)

Holtrop: Efs 60% Holtrop: Efs 70% Holtrop: Efs 80%

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

0 -- -- -- -- -- --

1 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 2 0.03 0.06 0.03 0.05 0.03 0.04 3 0.05 0.18 0.05 0.16 0.05 0.14 4 0.09 0.41 0.09 0.35 0.09 0.31 5 0.14 0.78 0.14 0.67 0.14 0.58 6 0.19 1.28 0.19 1.10 0.19 0.96 7 0.25 2.01 0.25 1.72 0.25 1.51 8 0.32 2.93 0.32 2.51 0.32 2.20 9 0.39 4.00 0.39 3.43 0.39 3.00 10 0.46 5.27 0.46 4.51 0.46 3.95 11 0.54 6.83 0.54 5.85 0.54 5.12 12 0.63 8.64 0.63 7.40 0.63 6.48

13 0.72 10.74 0.72 9.20 0.72 8.05

14 0.82 13.15 0.82 11.27 0.82 9.86 15 0.92 15.90 0.92 13.63 0.92 11.92 16 1.03 19.01 1.03 16.29 1.03 14.25 17 1.15 22.49 1.15 19.27 1.15 16.86 18 1.27 26.36 1.27 22.59 1.27 19.77 19 1.40 30.64 1.40 26.26 1.40 22.98 20 1.54 35.36 1.54 30.30 1.54 26.52 21 1.68 40.51 1.68 34.73 1.68 30.39 22 1.82 46.14 1.82 39.55 1.82 34.60 23 1.98 52.24 1.98 44.78 1.98 39.18 24 2.13 58.85 2.13 50.44 2.13 44.14 25 2.30 65.97 2.30 56.55 2.30 49.48 26 2.46 73.63 2.46 63.11 2.46 55.23 27 2.64 81.85 2.64 70.15 2.64 61.38 28 2.82 90.63 2.82 77.68 2.82 67.97

29 3.00 100.00 3.00 85.72 3.00 75.00

30 3.19 109.98 3.19 94.27 3.19 82.49

31 3.38 120.59 3.38 103.36 3.38 90.44 32 3.58 131.84 3.58 113.00 3.58 98.88 33 3.79 143.75 3.79 123.21 3.79 107.81 34 4.00 156.33 4.00 134.00 4.00 117.25 35 4.21 169.62 4.21 145.38 4.21 127.21 36 4.44 183.61 4.44 157.38 4.44 137.71 37 4.66 198.34 4.66 170.01 4.66 148.76 38 4.89 213.82 4.89 183.27 4.89 160.36 39 5.13 230.06 5.13 197.20 5.13 172.55 40 5.37 247.09 5.37 211.80 5.37 185.32


(6)

Lampiran 38 (lanjutan)

Kondisi pulang

Speed (Kts)

Holtrop: Efs 60% Holtrop: Efs 70% Holtrop: Efs 80%

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

Resist. (kN)

Power (hp)

0 -- -- -- -- -- --

1 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 0.01 2 0.02 0.05 0.02 0.04 0.02 0.04 3 0.05 0.16 0.05 0.13 0.05 0.12 4 0.08 0.35 0.08 0.30 0.08 0.26 5 0.12 0.66 0.12 0.57 0.12 0.50 6 0.16 1.10 0.16 0.94 0.16 0.82 7 0.21 1.70 0.21 1.46 0.21 1.27 8 0.26 2.42 0.26 2.07 0.26 1.82 9 0.32 3.35 0.32 2.88 0.32 2.52 10 0.39 4.53 0.39 3.88 0.39 3.40 11 0.47 5.92 0.47 5.07 0.47 4.44 12 0.55 7.54 0.55 6.46 0.55 5.65 13 0.63 9.42 0.63 8.08 0.63 7.07

14 0.72 11.59 0.72 9.93 0.72 8.69

15 0.81 14.06 0.81 12.05 0.81 10.54 16 0.92 16.84 0.92 14.43 0.92 12.63 17 1.02 19.96 1.02 17.11 1.02 14.97 18 1.13 23.44 1.13 20.09 1.13 17.58 19 1.25 27.28 1.25 23.38 1.25 20.46 20 1.37 31.51 1.37 27.01 1.37 23.63 21 1.50 36.14 1.50 30.98 1.50 27.10 22 1.63 41.19 1.63 35.31 1.63 30.89 23 1.76 46.68 1.76 40.01 1.76 35.01 24 1.91 52.61 1.91 45.10 1.91 39.46 25 2.05 59.02 2.05 50.59 2.05 44.27 26 2.20 65.91 2.20 56.50 2.20 49.43 27 2.36 73.31 2.36 62.83 2.36 54.98 28 2.52 81.22 2.52 69.62 2.52 60.91 29 2.69 89.67 2.69 76.86 2.69 67.25 30 2.86 98.66 2.86 84.57 2.86 74.00

31 3.04 108.23 3.04 92.77 3.04 81.17

32 3.22 118.38 3.22 101.47 3.22 88.79 33 3.40 129.13 3.40 110.68 3.40 96.85 34 3.59 140.50 3.59 120.43 3.59 105.38 35 3.79 152.50 3.79 130.72 3.79 114.38 36 3.99 165.15 3.99 141.56 3.99 123.86 37 4.20 178.47 4.20 152.98 4.20 133.85 38 4.41 192.47 4.41 164.98 4.41 144.35 39 4.62 207.17 4.62 177.57 4.62 155.38 40 4.84 222.58 4.84 190.79 4.84 166.94