commit to user
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin maju dan pesat. Kecanggihan teknologi mengakibatkan aktivitas hidup manusia dapat dilakukan
dengan mudah, cepat, dan praktis. Manusia cenderung menyukai segala sesuatu yang serba instan. Hal ini mempengaruhi manusia untuk selalu berpikir cepat dan
praktis dalam segala hal, termasuk dalam pendidikan. Kenyataannya saat ini banyak siswa yang mementingkan bagaimana mendapatkan nilai bagus dan lulus
ujian tanpa mempedulikan apa yang mereka peroleh dari ilmu yang mereka pelajari. Siswa-siswa tersebut lebih percaya kepada lembaga-lembaga bimbingan
belajar yang mengajarkan cara-cara cepat dan praktis dalam menyelesaikan soal- soal, meskipun langkah-langkah yang diajarkan tidak sebagaimana mestinya.
Sebagai lembaga pendidikan, sekolah memegang peranan penting dalam menyiapkan generasi penerus. Peran guru sangat besar dalam keseluruhan
kegiatan pembelajaran. Tugas guru bukan hanya untuk menyampaikan materi pembelajaran, tetapi hendaknya guru dapat menanamkan konsep-konsep yang
benar dari materi pembelajaran tersebut sehingga ilmu yang dipelajari siswa dapat bermanfaat dalam kehidupan siswa, sekarang dan di waktu yang akan datang.
Saat ini, berbagai usaha juga telah dilakukan oleh pemerintah untuk memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia. Usaha tersebut diantaranya adalah
melalui perbaikan kualitas guru, standarisasi kelulusan, perbaikan sarana dan prasarana sekolah. Pemerintah juga melakukan usaha peningkatan kesejahteraan
guru dan dosen, peningkatan anggaran pendidikan, dan perbaikan kurikulum pendidikan dasar, menengah, dan perguruan tinggi.
Pada tahun 2007 pemerintah melakukan perbaikan kurikulum pendidikan yaitu dari Kurikulum Berbasis Kompetensi KBK menjadi Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan KTSP. Kurikulum KTSP merupakan kurikulum paling mutakhir yang diberlakukan pemerintah. Dalam KTSP untuk mata pelajaran
matematika terdapat tiga kompetensi yang ditekankan yaitu pemahaman konsep,
commit to user 2
penalaran, dan pemecahan masalah. Meskipun pemecahan masalah merupakan salah satu kompetensi yang ditekankan dalam mata pelajaran matematika, tetapi
masih banyak siswa yang kurang mampu untuk memecahkan masalah matematika.
Permasalahan kekurangmampuan siswa untuk memecahkan masalah matematika sudah dirasakan sebagai masalah yang cukup pelik dalam pengajaran
matematika di sekolah. Permasalahan ini muncul sudah cukup lama dan agak terabaikan karena kebanyakan guru matematika dalam kegiatan pembelajaran
berkonsentrasi mengejar nilai ujian nasional matematika siswa yang tinggi. Akibatnya kegiatan pembelajaran diarahkan untuk melatih siswa terampil
menjawab soal matematika, bukan menyelesaikan permasalahan matematika. Salah satu penyebab rendahnya kualitas pemahaman siswa dalam
matematika menurut hasil survey IMSTEP-JICA 2000 adalah dalam pembelajaran matematika guru terlalu berkonsentrasi pada hal-hal yang
prosedural seperti pembelajaran berpusat pada guru, konsep matematika sering disampaikan secara informatif, dan siswa dilatih menyelesaikan banyak soal
tanpa pemahaman yang mendalam. Akibatnya, kemampuan penalaran dan kompetensi strategis siswa tidak berkembang sebagaimana mestinya. Bukti
ini diperkuat lagi oleh hasil yang diperoleh The Third International Mathematics and Science Study TIMSS bahwa siswa SLTP Indonesia sangat lemah dalam
pemecahan masalah problem solving namun cukup baik dalam keterampilan prosedural. Mullis dalam Tatang, 2010
Dalam pemecahan
masalah terdapat
beberapa kesalahan
dan hambatan yang sering muncul yaitu ketidakcermatan dalam membaca,
ketidakcermatan dalam berpikir, kelemahan dalam analisis masalah, dan kekuranggigihan. Whimbey dan Jochhead 1999, dalam Sumardyono 2010.
Berdasarkan pendapat di atas, salah satu kesalahan dan hambatan dalam
pemecahan masalah
adalah ketidakcermatan
dalam berpikir
dimana siswa mengabaikan akurasi mendahulukan kecepatan, mengabaikan kecermatan
penggunaan beberapa
operasi, mengartikan
kata atau
melakukan operasi secara tidak konsisten, tidak memeriksa rumus atau prosedur
commit to user 3
saat merasa ada yang tidak benar, bekerja terlalu cepat, dan mengambil kesimpulan di pertengahan jalan tanpa pemikiran yang matang.
Ketidakcermatan berpikir berhubungan dengan proses berpikir siswa dalam memecahan masalah sehingga dalam pembelajaran matematika guru harus
memperhatikan proses berpikir siswa. Guru harus mampu memilih metode pembelajaran yang sesuai dengan proses berpikir siswa. Hal ini karena
matematika berkaitan erat dengan proses belajar dan berpikir sesuai dengan karakteristik matematika sebagai suatu ilmu dan human activity, yaitu bahwa
matematika adalah pola berpikir, pola mengorganisasikan pembuktian yang logis, menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat. Tanpa
meningkatkan dan mengandalkan pembelajaran matematika berkualitas yang menuntun siswa agar mau berpikir, akan sangat sulit untuk dapat tercapai
kemampuan berpikir agar menghasilkan sebuah hasil prestasi belajar matematika yang baik. Dalam belajar matematika, hal ini tentu bukan suatu hal yang
sederhana. Aktivitas dan proses berpikir akan terjadi apabila seorang individu berhadapan dengan suatu situasi atau masalah yang mendesak dan menantang
serta dapat memicunya untuk berpikir agar diperoleh kejelasan dan solusi atau jawaban terhadap masalah yang dimunculkan dalam situasi yang dihadapinya.
Di satu sisi menurut Eric 2008: 149, terdapat perbedaan keterampilan pemecahan masalah antara perempuan dan laki-laki. Laki-laki lebih unggul dalam
penguasaan matematika dan pemecahan masalah dibandingkan perempuan. Salah satu materi di Sekolah Menengah Pertama yang menekankan
pemecahan masalah adalah bentuk aljabar. Pokok bahasan ini merupakan pokok bahasan yang penting karena menjadi dasar dari pokok bahasan berikutnya
misalnya pada pokok bahasan pertidaksamaan linear satu variabel. Pokok bahasan ini juga akan digunakan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi misalnya pada
saat siswa kelas VIII. Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik untuk
mengetahui bagaimana proses berpikir siswa Sekolah Menengah Pertama dalam memecahkan masalah soal cerita pada pokok bahasan bentuk aljabar ditinjau dari
perspektif gender.
commit to user 4
B. Identifikasi Masalah