13
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semakin berkembangnya ekonomi internasional dalam era globalisasi saat ini membuat kebutuhan ekonomi antar negara semakin terkait, hal ini tercermin dari
meningkatnya arus perdagangan barang, uang serta modal antar negara di dunia. Hal tersebut menuntut agar setiap negara menjalankan perekonomian yang terbuka,
sehingga keterbukaan perekonomian terhadap dunia internasional menjadi pilihan utama bagi setiap negara. Salah satu hal mendasar yang berkaitan dengan
keterbukaan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasionalnya. Oleh sebab itu, setiap negara secara tidak langsung dituntut untuk memperbaiki kinerja
perekonomiannya terutama pada sektor perdagangan luar negri agar dapat bersaing di pasar global.
Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, baik pada masa lalu, sekarang
maupun pada masa yang akan datang. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara GBHN dan Program Pembangunan Nasional PROPENAS antara lain tercantum
bahwa pembangunan pertanian yang di dalamnya mencakup perkebunan bertujuan meningkatkan perluasan lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan rakyat, juga
bertujuan untuk menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor.
Universitas Sumatera Utara
14
Perkebunan di Indonesia menurut struktur dan jenisnya dapat dibedakan atas: perkebunan negara, perkebunan swasta nasional, dan swasta asing serta perkebunan
rakyat. Produksi perkebunan baik perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta nasional dan asing maupun perkebunan negara telah meningkat dari tahun ke tahun,
selain untuk dikonsumsi dan untuk diekspor. Sejak 19861987 harga minyak bumi merosot secara tajam di pasaran
internasional, sehingga pemerintah tidak dapat lagi hanya mengandalkan penerimaan devisa dari sektor migas. Oleh karena itu sejak 19861987 pemerintah RI telah beralih
kepada sektor non-migas sebagai sumber devisa terbesar dalam penerimaan dalam negri mengingat ekspor non-migas hingga saat ini belum dapat menggantikan migas
sebagai penghasil devisa utama Djamin, 1993 : 7. Sub sektor perkebunan merupakan salah satu pilihan pengganti migas, karena
dapat menjadi sumber penghasil dan penghemat devisa serta tempat menampung tenaga kerja. Adapun komoditi ekspor andalan Sumatera Utara dari sub sektor
perkebunan adalah kelapa sawit palm oil, karet, kopi, teh, coklat dan sebagainya yang semuanya merupakan komoditi primadona di pasar dunia. Dalam penelitian ini
akan diambil sampel karet karena komoditi ini memiliki prospek yang cukup cerah saat ini disamping kelapa sawit.
Bagi Propinsi Sumatera Utara, karet merupakan komoditi yang memiliki arti dan sejarah tersendiri. Sumatera Utara adalah salah satu propinsi yang memiliki
perkebunan karet terbesar di Indonesia sejak zaman Belanda masih berkuasa. perkebunan karet yang pertama dibangun di Indonesia adalah di Sumatera Timur
Universitas Sumatera Utara
15
pada tahun 1902, termasuk berbagai lembaga penelitian yang mendukungnya. Selanjutnya, karet berkembang pesat menjadi komoditi yang diminati baik oleh
perkebunan besar maupun oleh petani. Hal ini ditandai dengan sumbangan dari sektor perkebunan yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto PDRB
maupun perolehan devisa negara. Karet bukanlah tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari Brasilia dan dibawa
ke Indonesia pada tahun 1872 dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Biji karet Wickham ini merupakan nenek moyang karet di Indonesia. Perkebunan karet yang
pertama yang didirikan pada tahun 1902 memiliki luas 176 Ha, dan pada tahun 1906 perkebunan ini dikembangkan lagi ke Jawa Barat seluas 10.125 Ha. hingga pada
tahun 2004 luas areal perkebunan karet pada perkebunan rakyat di Sumatera Utara mencapai hampir 300 ribu Ha dengan jumlah produksi 220 ribu ton.
Hasil produksi perkebunan yang meningkat, telah meningkatkan pula volume ekspornya. Volume ekspor karet Sumatera Utara pada tahun 1990 hanya sekitar 400
ribu ton dengan nilai ekspor sekitar 330 juta US, sedangkan pada tahun 2005 volume ekspor karet mencapai angka sekitar 650 ribu ton dengan nilai ekspor
mencapai 870 juta US. Perkembangan nilai ekspor ini tentu saja menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Berikut disajikan tabel volume ekspor karet
Sumatera Utara dan nilai ekspor dari karet tersebut.
Universitas Sumatera Utara
16
Tabel 1.1 Volume Ekspor Karet Sumatera Utara Serta Nilai Ekspornya
1990-2005
Tahun Volume Ekspor Karet
Sumatera Utara Ton
Nilai Ekspor Karet Sumatera Utara
US.000 1990 409.586
332.821 1991 515.212
429.663 1992 495.682
443.667 1993 479.181
427.649 1994 497.543
541.662 1995 522.107
809.100 1996 533.757
751.100 1997 550.661
589.411 1998 603.967
411.393 1999 533.760
314.985 2000 500.113
323.850 2001 570.145
306.521 2002 526.554
364.476 2003 526.809
472.233 2004 645.470
754.167 2005 665.354
875.225 Sumber: BPS Prop. SU
Komoditi karet Sumatera Utara sebagian dipasarkan di dalam negeri dan sebagian lagi diekspor ke luar negeri. Adapun negara-negara tujuan ekspor komoditi
karet Sumatera Utara antara lain, Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Singapura, Korea Selatan, Hong kong, Taiwan, Cina dan Jepang.
Namun saat ini pemerintah sedang dihadapkan pada masalah serius yakni luas areal tanaman karet di Sumatera Utara terus menurun akibat masih terus
Universitas Sumatera Utara
17
berlangsungnya konversi tanaman karet ke kelapa sawit. Pada tahun 2002 luas areal tanaman karet di Sumatera Utara masih seluas 489.491 hektar dengan produksi
443.743 ton. Sementara pada tahun 2004 luas areal karet menurun menjadi tinggal 477.000 hektar dengan produksi yang juga anjlok menjadi hanya 392.000 ton.
Hal tersebut dikarenakan karena petani maupun pengusaha perkebunan masih meragukan keuntungan berkebun karet meski harga jual komoditi itu mulai bergerak
naik. Para petani dan pengusaha lebih yakin dengan prospek kelapa sawit yang memang harga jualnya masih bertahan baik dan diprediksi semakin mahal. Areal
perkaretan Sumatera Utara yang menurun itu semakin memprihatinkan karena produksinya juga semakin anjlok akibat sebagian besar tanaman berumur tua. Hampir
50 persen dari total luas tanaman karet di sentra produksi Sumatera Utara yakni Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Madina, dan Langkat merupakan tanaman tua yang
mengakibatkan produksi karetnya tidak maksimal www.sumutprov.go.id. Penurunan areal dan produksi karet di Sumut harus mendapat perhatian serius
dari pemerintah. Bukan hanya menyangkut soal kehidupan petani, tetapi juga menyangkut penerimaan devisa dari ekspor karet itu. Disamping itu masih terdapat
keuntungan sosial dari karet itu sendiri yakni dengan menanam karet petani bisa setiap hari mendapatkan hasil, petani bisa disibukkan dengan kegiatan menyadap
karet setiap hari sehingga mereka tidak perlu lagi memikirkan untuk urbanisasi ke kota.
Kegiatan ekspor komoditi karet Sumatera Utara diduga ikut dipengaruhi oleh beberapa faktor, dari dalam negeri faktor yang mempengaruhi seperti produktivitas
Universitas Sumatera Utara
18
perkebunan rakyat yang masih rendah, pengelolaan manajemen yang kurang modern dan profesional, banyaknya peraturan daerah hingga pungutan lainnya yang
menimbulkan biaya tinggi. Dari luar negeri dipengaruhi oleh harga karet internasional yang cukup rendah beberapa tahun belakangan ini. Hal ini sangat mungkin
mempengaruhi volume dan nilai ekspor karet mengingat ekspor karet Sumatera Utara cenderung menurun beberapa tahun terakhir disamping ekspor karet Indonesia yang
terancam akibat kebijakan yang dilakukan di negara Kamboja yang berusaha meningkatkan produksi negaranya dengan menawarkan sedikitnya 500 ribu hektar
lahannya kepada investor untuk pengembangan tanaman karet. Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahas masalah ekspor
karet di Sumatera Utara dalam hubungannya dengan faktor-faktor tersebut dengan
mengangkat judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Sumatera Utara”.
1.2 Perumusan Masalah