EFEK EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.) TERHADAP KERUSAKAN HEPATOSIT MENCIT AKIBAT MINYAK SAWIT DENGAN PEMANASAN BERULANG

(1)

commit to user

EFEK EKSTRAK DAUN KEMANGI (Ocimum sanctum L.)

TERHADAP KERUSAKAN HEPATOSIT MENCIT AKIBAT

MINYAK SAWIT DENGAN PEMANASAN BERULANG

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

WEDA KUSUMA G0007025

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA 2010


(2)

commit to user

v

ABSTRAK

Weda Kusuma, G0007025, 2010. Efek Ekstrak Daun Kemangi (Ocimum

sanctum L.) terhadap Kerusakan Hepatosit Mencit Akibat Minyak Sawit dengan

Pemanasan Berulang, Fakultas Kedokteran, Universitas Sebelas Maret, Surakarta.

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui efek ekstrak daun kemangi (Ocimum

sanctum L.) dalam mencegah kerusakan hepatosit mencit akibat minyak sawit

dengan pemanasan berulang dan apakah dengan peningkatan dosis ekstrak dapat meningkatkan efek proteksinya.

Metode Penelitian : Penelitian ini bersifat eksperimental laboratorikdengan post

test only control group design. Mencit strain Swiss Webster jantan sebanyak 25

ekor dibagi dalam 5 kelompok yaitu kelompok kontrol dan kelompok perlakuan I-IV (KP I-I-IV). Pada KP I-I-IV diberi minyak sawit dengan pemanasan berulang dari hari pertama sampai hari ke-14. Pada 7 hari terakhir berturut-turut KP II-IV diberikan ekstrak daun kemangi dengan dosis bertingkat (5,6 mg, 11,2 mg, dan 16,8 mg/ 20g BB mencit). Pada hari ke-15 mencit dikorbankan dan diambil hatinya untuk pembuatan preparat. Kerusakan sel hati mencit diamati dengan menghitung jumlah inti sel yang mengalami nekrosis pada lobulus centralis hati. Data yang diperoleh kemudian dianalisis dengan One Way ANOVA dan LSD.

Hasil Penelitian : Pada penelitian ini diperoleh jumlah rata-rata inti sel nekrosis

pada kelompok kontrol sebesar 6,40, KP I 74,60, KP II 22,40, KP III 16,60, dan

KP IV sebesar 11,40. Hasil uji statistik One Way Anova menunjukkan adanya

perbedaan yang bermakna antara kelima kelompok penelitian p = 0,000

(p<0,050). Hasil uji statistik LSD juga menunjukkan perbedaan yang signifikan

antara kelima kelompok dengan masing-masing p = 0,000 dan p = 0,001 (p<0,050).

Simpulan Penelitian : Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa ekstrak

daun kemangi dapat mencegah kerusakan sel hati pada mencit yang dipapar minyak sawit dengan pemanasan berulang. Pemberian ekstrak daun kemangi dengan dosis bertingkat juga terbukti semakin meningkatkan efek proteksinya terhadap hepar.


(3)

commit to user

vi

ABSTRACT

Weda Kusuma, G0007025, 2010. The Effect of Basil (Ocimum sanctum L.) Leaves Extract on Mice Hepatocyte Damage Induced by Palm Oil with Recurrent Warming, Faculty of Medicine, Sebelas Maret University, Surakarta.

Objectives : The purpose of this experiment is to know the effect of basil

(Ocimum sanctum L.) leaves extract to prevent mice hepatocytes damage induced

by palm oil with recurrent warming and whether the increasing doses of the extract can increase its protection effect.

Methods : This was a pure experiment with post test only control group design.

Twenty five male mice Swiss Webster strain divided into 5 groups; control group

and groups of I-IV. The groups of I-IV was induced by palm oil with recurrent

warming on day 1-14. On the 8th-14th day, group II-IV were administered orally

with multilevel doses of basil leaves extract (5,6 mg, 11,2 mg, dan 16,8 mg/ 20gs

body weight of mice). On the 15th day, all of mice were sacrificed for liver

histopathological study. The hepatocytes damage were observed by number of necrosis cells on the central lobule of liver. Then the data was analyzed using One

Way Anova and LSD.

Results : The data showed that average number of necrotic nucleus in the control

group was 6,40, group I was 74,60, group II was 22,40, group was III 16,60, and

group IV was 11,40. The results of One Way ANOVA statistical test showed a

significant difference among the five groups, p = 0,000 (p <0,050). The results of

LSD test also showed a significant differences between the five groups with each

p = 0,000 and p = 0,001 (p <0,050).

Conclusion : From this experiments, it can be concluded that the leaves extract of

basil (Ocimum sanctum L.) can prevent mice hepatocytes damage induced by

palm oil with recurrent warming and the increasing doses of the extract can increase its protection effect or can reduce the greater amount of damaged mice liver cells.


(4)

commit to user

viii

DAFTAR ISI

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiii

BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Perumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... ... 4

D. Manfaat Penelitian ... ... 4

BAB II. LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... ... 5

1. Kemangi ... 5

a. Klasifikasi ... 5

b. Nama daerah ... 5

c. Nama asing ... 6


(5)

commit to user

ix

e. Deskrispsi daun ... 7

f. Bagian tanaman yang digunakan ... 8

g. Kegunaan di masyarakat ... 8

h. Kandungan kimia ... 9

i. Efek farmakologis ... 10

j. Komponen daun kemangi yang memiliki efek antioksidan .. 10

k. Ekstrak ... 11

2. Minyak sawit dengan pemanasan berulang ... 12

3. Struktur histologis hepar ... 14

4. Proses kerusakan sel hati akibat radikal bebas yang ditimbulkan oleh minyak sawit dengan pemanasan berulang ... 18

5. Mekanisme ekstrak daun kemangi dalam melindungi sel hati akibat pemberian minyak sawit dengan pemansan berulang .... 21

B. Kerangka Pemikiran ...26

C. Hipotesis ... ... 27

BAB III. METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ...28

B. Lokasi Penelitian ...28


(6)

commit to user

x

D. Teknik Sampling ... 29

E. Rancangan Penelitian ... 29

F. Identifikasi Variabel Penelitian ... 31

G. Definisi Operasional Variabel ... 32

H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian ...35

I. Cara Kerja... ... 35

J. Teknik Analisis Data ... 39

BAB IV. HASIL PENELITIAN ... 40

A. Hasil Penelitian ... ... 40

B. Analisis Data ... 42

BAB V. PEMBAHASAN ... ... 44

BAB VI. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 49

B. Saran ... ... 49

DAFTAR PUSTAKA...50


(7)

commit to user

BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang Masalah

Minyak kelapa sawit atau minyak sawit biasa digunakan masyarakat dalam kegiatan memasak terutama untuk menggoreng bahan pangan. Metode penggorengan yang biasa digunakan masyarakat baik industri pengolahan makanan, restoran, penjual makanan jajanan, maupun tingkat rumah tangga

adalah deep frying. Metode deep frying merupakan metode menggoreng bahan

pangan dengan minyak yang banyak sehingga bahan pangan terendam seluruhnya. Selain itu, metode ini juga menggunakan suhu tinggi dan jangka

waktu yang lama (Sartika, 2009). Oleh karena itu metode deep frying ini

menyisakan minyak goreng yang cukup banyak. Minyak ini biasanya tidak dibuang, tetapi digunakan kembali sebagai usaha penghematan. Akibatnya minyak mengalami pemanasan berulang. Pemanasan minyak berulang pada suhu tinggi dapat menyebabkan kerusakan minyak goreng. Kerusakan disebabkan karena proses oksidasi dan polimerisasi asam lemak jenuh yang dikandungnya (Sunityoso dkk, 1998; Thadeus, 2005). Oksidasi lemak akan menghasilkan asam-asam lemak berantai pendek yang dapat menimbulkan perubahan bau dan rasa serta senyawa peroksida yang dapat membahayakan kesehatan tubuh (Hariskal, 2009).

Berdasarkan fakta tersebut di atas, maka penggunaan minyak secara berulang berbahaya bagi kesehatan karena dapat membentuk radikal bebas dan


(8)

commit to user

senyawa toksin (Detak, 2009) serta hidrogen peroksida (H2O2). Hidrogen

peroksida selanjutnya dapat membentuk radikal hidroksil yang sangat berbahaya (Suryohudoyo, 1993). Radikal hidroksil maupun radikal bebas lainnya akan mengganggu integritas membran sel, khususnya asam lemak tak jenuh yang merupakan komponen penting fosfolipid penyusun membran sel, sehingga akan terbentuk peroksida lipid. Peroksida lipid inilah yang akan merusak membran sel sampai pada akhirnya terjadi kematian sel. Peroksida

lipid juga menekan pompa Ca2+ mikrosom hati sehingga terjadi gangguan

homeostasis hati. Keadaan tersebut menyebabkan kematian hepatosit karena tidak terbentuknya ATP sebagai sumber energi. Akibatnya terjadi proses yang disebut nekrosis hati (Wenas, 1999)

Oleh karena itu, manusia memerlukan perlindungan terhadap dampak negatif radikal bebas, dalam hal ini akibat penggunaan minyak sawit dengan pemanasan berulang, yaitu dengan zat antioksidan (Musthafa dan Lawrence, 2000). Antioksidan mampu menghalangi proses oksidasi serta menetralkan radikal bebas untuk mencegah berbagai penyakit degeneratif (Agustina dan Ahmad, 2003).

Kemangi (Ocimum sanctum L.) merupakan tanaman yang umum bagi

masyarakat. Dr. Nuri Andarwulan bersama peneliti Institut Pertanian Bogor (IPB) lainnya menyatakan bahwa kemangi (Ocimum sanctum L.) mengandung antioksidan alami yang berkhasiat menjaga kesehatan badan. Senyawa antioksidan alami tersebut berupa senyawa fenolik (tokoferol, flavonoid, asam fenolat), senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina),


(9)

commit to user

dan beta karotene (Hidayati, 2008). Beta karotene yang terkandung dalam kemangi merupakan senyawa antioksidan yang dapat mencegah kerusakan sel tubuh manusia (Jannah, 2009).

Zat antioksidan yang terkandung di dalam kemangi terutama pada daunnya diperkirakan dapat mengurangi kerusakan sel hepar yang diakibatkan oleh pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang. Penelitian yang

dilakukan oleh Chattopadhyay et al. (1992) telah membuktikan bahwa ekstrak

daun Ocimum sanctum L. memiliki efek hepatoprotektif terhadap tikus yang

yang diinduksi dengan parasetamol. Alasan inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian apakah pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum

sanctum L.) dapat mencegah kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian

minyak sawit dengan pemanasan berulang.

B.Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah pada penelitian ini, yaitu :

1. Apakah pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat

mencegah kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang?

2. Apakah peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang?


(10)

commit to user

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui apakah pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum

sanctum L.) dapat mencegah kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian

minyak sawit dengan pemanasan berulang.

2. Untuk mengetahui apakah dengan peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang.

D. Manfaat Penelitian

1. Aspek teoritis

Penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah mengenai efek

hepatoprotektor ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) pada mencit

yang dipapar minyak sawit dengan pemanasan berulang.

2. Aspek aplikatif

Penelitian ini dapat dijadikan pedoman pengolahan maupun penelitian lebih lanjut mengenai daun kemangi sebagai obat herbal alami yang dapat mencegah kerusakan hati.


(11)

commit to user

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kemangi (Ocimum sanctum L.)

a. Klasifikasi

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Tubiflorae

Famili : Lamiaceae

Genus : Ocimum

Spesies : Ocimum sanctum L. (BPTO, 2004; Tjitrosoepomo, 2002)

Gambar 2.1 Kemangi (Ocimum sanctum L.)

b. Nama Daerah

Jawa : Lampes/Surawung/Ruku-ruku (Sunda), Lampes (Jawa

Tengah), Kemanghi (Madura)


(12)

commit to user

Bali : Uku-uku

Manado : Balakama

Maluku : Lufe-lufe (Ternate)

Minahasa : Baramakusu (BPTO, 2004)

c. Nama asing

Ajaka, bai gka-prow, bai gkaprow, baranda, basilici herba,

brinda, common basil, garden basil, green holy basil, hot basil, Indian basil, kala tulasi, kala tulsi, kemangen manjari, Krishna tulsi, krishnamul, Manjari tulsi, orientin, parnasa, patra-puspha, Rama tulsi, red holy basil, sacred basil, sacred purple basil, shayama tulsi, St. Joseph's wort, suvasa tulasi, Thai basil, thulasi, thulsi, Trittavu, tulasi, tulshi, tulsi, tulsi chajadha, vicenin, Vishnu priya.

d. Deskripsi

Tanaman yang banyak tumbuh di daerah tropis ini merupakan herba tegak atau semak, tajuk membulat, bercabang banyak, sangat harum dengan tinggi 0,3-1,5 m. Batang pokoknya tidak jelas, berwarna hijau sering keunguan, dan berambut atau tidak (Sudarsono dkk., 2002). Daun tunggal, berhadapan, dan tersusun dari bawah ke atas. Panjang tangkai daun 0,25-3 cm dengan setiap helaian daun yang berbentuk bulat telur sampai elips, memanjang, dan ujung meruncing atau tumpul. Pangkal daun pasak sampai membulat, di kedua


(13)

commit to user

permukaan berambut halus. Tepi daun bergerigi lemah, bergelombang, atau rata (Sudarsono dkk., 2002).

Bunga kemangi tersusun pada tangkai bunga berbentuk menegak. Bunganya jenis hemafrodit, berwarna putih dan berbau sedikit wangi. Bunga majemuk berkarang dan di ketiak daun ujung terdapat daun pelindung berbentuk elips atau ulat telur dengan panjang 0,5-1 cm. Kelopak bunga berbentuk bibir, sisi luar berambut kelenjar, berwarna ungu atau hijau, dan ikut menyusun buah, Mahkota bunga berwarna putih dengan benang sari tersisip di dasar mahkota dan kepala putik bercabang dua namun tidak sama (Sudarsono dkk., 2002).

Buah berbentuk kotak, berwarna coklat tua, tegak, dan tertekan dengan ujung membentuk kait melingkar. Panjang kelopak buah 6-9 mm. Biji berukuran kecil, bertipe keras, coklat tua, dan waktu diambil segera membengkak, Tiap buah terdiri dari empat biji. Akar tunggang dan berwarna putih kotor (Mangoting, dkk., 2005; Sudarsono dkk., 2002).

e. Deskripsi daun

Makroskopis: helaian daun bentuk lonjong, memanjang, bundar, telur, atau bundar telur memanjang, ujung runcing, pangkal daun runcing atau tumpul sampai membundar, tulang-tulang daun menyirip, tepi bergerigi dangkal atau rata dan bergelombang, daging daun tipis, permukaan berambut halus, panjang daun 2,5 cm sampai 7,5 cm, lebar


(14)

commit to user

1 cm sampai 2,5 cm, tangkai daun berpenampang bundar, panjang 1 cm sampai 2 cm, berambut halus.

Mikroskopis: Pada penampang daun melintang melalui tulang daun tampak epidermis atas terdiri darisatu lapis sel kecil, bentuk empat persegi panjang, warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis dan licin. Pada pengamatan tangensial berbentuk poligonal, berdinding lurus atau agak berkelok-kelok. Epidermis bawah terdiri dari satu lapis sel kecil bentuk empat persegi panjang, warna jernih, dinding tipis, kutikula tipis dan licin. Rambut penutup, bengkok, terdiri dari 1 sel tangkai dan 2-4 sel kepala, bentuk bundar, tipe Laminaceae. Jaringan palisade terdiri dari selapis sel berbentuk silindris panjang dan berisi banyak butir klorofil. Jaringan bunga karang, dinding samping lurus atau agak berkelok tipis, mengandung butir klorofil. Berkas pembuluh tipe kolateral terdapat jaringan penguat yaitu kolenkim. Stomata tipe diasitik pada epidermis atas dan bawah (Depkes RI, 1995)

f. Bagian tanaman yang dapat digunakan: akar, daun, biji.

g. Kegunaan di masyarakat

Daun dapat digunakan untuk mengobati demam, batuk, selesma, encok, urat syaraf, air susu kurang lancar, sariawan, panu, radang telinga, muntah-muntah dan mual, peluruh kentut, peluruh haid, pembersih darah setelah bersalin, borok, dan untuk memperbaiki fungsi lambung (Sudarsono dkk., 2002).


(15)

commit to user

Biji digunakan untuk mengatasi sembelit, kecing nanah, penyakit mata, borok, penenang, pencahar, peluruh air kencing, peluruh keringat, kejang perut (Sudarsono dkk., 2002).

Akar digunakan untuk mengobati penyakit kulit. Semua bagian tanaman digunakan sebagai pewangi, obat perangsang, disentri, dan demam (Sudarsono dkk., 2002).

h. Kandungan kimia

Beberapa bahan kimia yang terkandung pada seluruh bagian

tanaman kemangi diantaranya 1,8 sineol, anthol, apigenin,

stigmaasterol, triptofan, tannin, sterol, dan boron (Hariana, 2007;

Dharmayanti, 2007). Tanaman ini juga mengandung asam askorbat, asam kafeat, iskulin, histidin, magnesium, dan betasitosterol. Semua senyawa berkhasiat ini diperlukan tubuh untuk menjaga kesehatan (Avianto, 2007).

Daun kemangi mengandung minyak atsiri dengan eugenol

sebagai komponen utama. Di samping itu juga mengandung flavon

apigenin, luteolin, flavon O-glikosida apigenin 7-O glukoronida,

luteolin 7-O glukoronida, flavon C-glukosida orientin, molludistin dan

asam ursolat (Sudarsono dkk., 2002).

Sedangkan pada daun kemangi sendiri, penelitian fitokimia telah membuktikan adanya flavonoid, glikosid, asam gallic dan esternya, asam caffeic, dan minyak atsiri yang mengandung eugenol (70,5%) sebagai komponen utama.


(16)

commit to user

Menurut ”Daftar Komposisi Bahan Makanan” Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI, kemangi termasuk sayuran kaya provitamin A. Setiap 100 g daun kemangi terkandung 5.000 SI vitamin A. Kelebihan lainnya, kemangi termasuk sayuran yang banyak mengandung mineral kalsium dan fosfor, yaitu sebanyak 45 dan 75 mg per 100 g daun kemangi.

i. Efek farmakologis

Minyak atsiri dari daun kemangi memiliki efek antimikrobiologi

yaitu efek melawan Microbacterium tuberculosis dan Staphylococcus

aureus in vitro dan bakteri serta jamur lainnya. Efek tersebut diperankan oleh eugenol dan methyl eugenol yang menunjukkan reaksi yang positif. Oleh karena itu infeksi bakteri dan jamur kulit dapat diobati dengan jus daun kemangi (Batla, 2004).

Ekstrak cair daun kemangi menunjukkan efek hipotensi dan dapat menghambat kontraksi otot halus yang dirangsang oleh asetilkolin, karbakol, dan histamin (Batla, 2004).

Sedangkan ekstrak padat daun kemangi dalam dosis 500mg x 3 selama seminggu, signifikan menurunkan sesak nafas pada 20 pasien dengan eosinofilia tropical. Meskipun disana tidak ada pengurangan jumlah eosinofil pada darah tepi (Batla, 2004).

j. Komponen daun kemangi yang memiliki efek antioksidan

Daun Ocimum sanctum L. digunakan untuk mencegah formasi


(17)

commit to user

otot, dan reumatik. Kandungan utama Ocimum sanctum L. yang bersifat

antioksidatif adalah asam askorbat, b-karotene, b-sitosterol, eugenol,

asam palmitat, dan tannin (Mishra et al., 2007).

Penelitian yang dilakukan oleh Balanehru dan Nagarajan menyebutkan bahwa asam ursolic yang terkandung dalam ekstrak daun

Ocimum sanctum L. dapat menghambat peroksidasi lemak (Balanehru

dan Nagarajan, 1991).

k. Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan kering, kental, atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Ansel, 1989).

Metode pembuatan ekstrak yang umum digunakan antara lain maserasi, perkolasi, soxhletasi, dan infundasi. Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor seperti sifat dari bahan mentah obat dan penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak yang sempurna (Ansel, 1989).

Menurut Bhargava and Singh (1981) metode yang sesuai untuk mengekstrak daun kemangi adalah metode perkolasi. Perkolasi merupakan proses penyarian serbuk simplisia dengan pelarut yang cocok dengan melewatkan secara perlahan-lahan melewati suatu kolom, serbuk simplisia dimasukkan ke dalam perkolator. Dengan cara penyarian ini mengalirkan cairan melalui kolom dari atas ke bawah melalui celah untuk keluar dan ditarik oleh gaya berat seberat cairan


(18)

commit to user

dalam kolom. Dengan pembaharuan yang terus menerus bahan pelarut, memungkinkan berlangsungnya maserasi bertingkat (Ansel, 1989). Menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat (BPTO) Tawangmangu, dari metode perkolasi akan dihasilkan ekstrak kental dari sejumlah simplisia kering daun kemangi.

Bubuk daun Ocimum sanctum L. diekstrak dengan cara

perkolasi pada suhu ruangan 70% ethyl alkohol. Ekstrak terkonsentrasi di bawah tekanan yang berkurang (suhu 50°C) dan pada akhirnya dikeringkan di dalam vacuum desiccator. Sisa dari Ocimum sanctum L. dilarutkan di dalam propylene glycol dengan konsentrasi 50 mg/ml dan digunakan pada percobaan.

2. Minyak sawit dengan pemanasan berulang

Minyak sawit biasanya digunakan oleh masyarakat untuk menggoreng bahan pangan (Sutarmi dan Rozaline, 2005) dengan metode deep frying, yaitu bahan pangan yang digoreng terendam dalam minyak goreng panas (Fennema, 1985). Dengan kata lain, jumlah minyak yang digunakan untuk menggoreng cukup banyak karena setiap bahan pangan terendam dalam minyak. Temperatur yang digunakan pada proses penggorengan biasanya sekitar 150°C dan setiap bahan pangan rata-rata memerlukan waktu 8 menit untuk matang pada suhu tersebut. Oleh karena

metode deep frying ini akan menyisakan sejumlah minyak yang masih

cukup banyak, biasanya minyak yang digunakan setelah menggoreng tidak dibuang, melainkan digunakan kembali untuk menggoreng sebagai usaha


(19)

commit to user

penghematan atau menekan biaya produksi. Penggunaan minyak goreng secara berulang kali merupakan hal yang biasa di masyarakat (Hariskal, 2009). Minyak sawit akan diganti setelah tiga kali atau lebih penggunaan (Suharto, 1991). Padahal telah diketahui bahwa pada pemanasan yang relatif tinggi yaitu pada suhu 150-180°C, minyak dapat mengalami kerusakan khususnya asam lemak tak jenuh (Fer, 2004). Dengan sistem menggoreng deep frying, yang umumnya digunakan masyarakat Indonesia, dan juga pemakaian berulang minyak goreng, akan mengubah asam lemak tidak jenuh menjadi asam lemak trans, yang dapat meningkatkan kolesterol LDL dan menurunkan kolesterol HDL (Intan, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Sartika pada tahun 2009 menunjukkan bahwa asam lemak

trans baru terbentuk setelah proses menggoreng dengan metode deep

frying pada pengulangan ke-2, dan kadarnya meningkat sejalan dengan pengulangan penggunaan minyak. Selain itu diketahui bahwa minyak goreng yang digunakan berulang kali pada suhu tinggi akan mengalami proses oksidasi membentuk radikal bebas, senyawa toksin, dan senyawa peroksida yang berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia (Detak, 2009). Apabila minyak tersebut diberikan kepada hewan percobaan akan menyebabkan kehilangan berat badan, gangguan pertumbuhan, kerusakan hepar dan akumulasi peroksida dalam jaringan (Fennema, 1985).


(20)

commit to user

3. Stuktur histologis hepar

Hepar adalah organ pencernaan dan kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat antara 1,2 - 1,8 kg atau kurang lebih 2,5% berat badan orang dewasa (Amirudin, 2007; Junqueira dan Carneiro, 2007). Hepar juga merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat kompleks, dimana fungsi hepar dalam sistem sirkulasi adalah untuk menampung, mengubah, menimbun metabolit, menetralisasi dan mengeluarkan substansi toksik yang terbawa oleh aliran darah. Sebagian besar darah yang menuju ke hepar dipasok dari vena porta, dan sebagian kecil dipasok dari arteri hepatika (Amirudin, 2007; Junqueira dan Carneiro, 2007). Hati mempunyai peran yang dominan, seperti tempat utama untuk aktivitas sintesis, katabolik, dan detoksifikasi dalam tubuh, menentukan ekspresi

pigmen darah (heme), serta berperan dalam reaksi imunologik (Robbins et

al., 2004).

Secara makroskopis, hepar tebagi atas beberapa lobus dan tiap lobus hepar terbagi menjadi struktur yang dinamakan lobulus, yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Secara mikroskopis, di dalam hati manusia terdapat 50.000-100.000 lobuli. Setiap lobulus berbentuk heksagonal yang terdiri atas lembaran sel hepar berbentuk kubus yang tersusun radial mengelilingi vena sentralis. Diantara lembaran sel hepar terdapat kapiler-kapiler yang disebut sinusoid, sinusoid merupakan cabang vena porta dan arteri hepatika. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatika yang melingkari bagian perifer lobulus


(21)

commit to user

hepar, juga terdapat saluran empedu yang membentuk kapiler empedu, dinamakan kanalikuli empedu yang berjalan diantara lembaran sel hati (Amirudin, 2007; Price dan Wilson, 2006).

a. Lobulus hepar

Lobulus hepar sebagai kesatuan histologis berbentuk prisma poligonal, diameter 1-2 mm, penampang melintang tampak sebagai heksagonal dengan pusatnya vena sentralis dan di sudut-sudut luar lobuli terdapat kanalis porta (Leeson dkk., 1996). Lobulus-lobulus ini dipisahkan oleh jaringan pengikat dan pembuluh darah. Daerah ini disebut trigonum portae yang berisi cabang arteri hepatika, cabang vena porta, cabang duktus biliferus, dan anyaman pembuluh limfe (Junqueira dan Carneiro, 2007).

Pembagian lobulus hepar sebagai unit fungsional dibagi menjadi. tiga zona:

Zona 1 : zona aktif, sel-selnya paling dekat dengan pembuluh darah,

akibatnya zona ini yang pertama kali dipengaruhi oleh

perubahan darah yang masuk, disebut juga “ Zone of

permanent function” .

Zona 2 : zona intermedia, sel-selnya memberi respon kedua terhadap

darah, disebut juga “ Intermediate zone”.

Zona 3 : zona pasif, aktifitas sel-selnya rendah dan tampak aktif bila


(22)

commit to user

b. Parenkim hepar

Parenkim hepar terdiri atas sel-sel hepar (hepatosit) yang tersusun berderet secara radier dalam lobulus hepar (Junqueira dan Carneiro, 2007). Sel-sel hepar ini berbentuk polyhedral dengan ukuran yang berbeda-beda, nukleusnya lebar, bulat, berada di tengah, mengandung satu atau lebih nuckleoli serta terdapat bercak-bercak kromatin. Pada sel hepar tikus dapat juga ditemui polipoid nukleus, binukleus dan multinukleus. Sitoplasma sel hepar bervariasi dalam penampakan, tergantung dari nutrisi dan status fungsionalnya. (Bergman et al., 1996).

Lempeng-lempeng sel-sel hepar atau hepatosit ini secara radial bermula dari tepian lobulus menuju ke vena sentralis sebagai pusatnya. Lembaran-lembaran ini bercabang-cabang dan beranastomose secara bebas sehingga diantara lempeng-lempeng tersebut terdapat ruangan sinusoid. Permukaan sel hepar berkontak dengan dinding sinusoid melalui celah Disse dan juga kontak dengan permukaan hepatosit lain (Junqueira dan Carneiro, 2007; Lesson dkk., 1996).

c. Sinusoid hepar

Sinusoid hati merupakan suatu pembuluh yang melebar tidak teratur dan hanya terdiri dari satu lapisan sel-sel endotel yang tidak kontinyu (Jones, 1993). Sinusoid terdapat diantara lempeng-lempeng sel hepar dan mengikuti percabangannya (Eroschenko, 2000). Sinusoid hati membentuk jaringan intralobuler yang kaya akan susunan pembuluh darah


(23)

commit to user

yang saling bertemu satu sama lainnya pada vena sentralis. Menurut tipe kapilernya dibedakan menjadi dua : (1) sinusoid yang lebar dan bervariasi dalam ukuran diameter, dan (2) sinusoid yang dindingnya terdiri atas dua

tipe sel yang dapat dibedakan, yaitu sel endotel, dan sel Kupffer (Jones,

1993). Sel Kupffer berbentuk stelat dengan sifat histologis seperti vakuola jernih, lisosom dan retikuloendoplasma granular tersebar di seluruh sitoplasma. Ini membedakan sel-sel Kupffer dan sel-sel endotel (Junqueira dan Carneiro, 2007). Sel Kupffer di sini bersifat "endogeneous peroxidase

activity" dan beregenerasi atau berproliferasi dengan sendirinya. Sel

Kupffer ini berperan dalam produksi benda-benda imun, fagositosis, dan formasi darah (Jones, 1993).

Sinusoid hati juga mengandung sel-sel darah dan pada neonatus mengandung elemen hemopoetik. Diantara sinusoid terdapat sebuah celah,

disebut celah disse, memisahkan permukaan hepatosit yang menghadap

sinusoid dengan barisan sel endotel (Damjanov and Linder, 1996).

d. Kanalikuli Biliferus

Merupakan celah tubuler yang hanya dibatasi oleh membran plasma hepatosit dan mempunyai sedikit mikrovili pada bagian dalamnya. Kanalikuli biliferus membentuk anastomosis yang kompleks di sepanjang lempeng-lempeng lobulus hati dan berakhir dalam daerah porta. Oleh karena itu, empedu mengalir berlawanan arah dengan aliran darah, yaitu dari tengah ke tepi lobulus. Beberapa kanalikuli biliferus


(24)

commit to user

membentuk duktulus biliferus yang bermuara dalam duktus biliferus dalam segitiga porta (Junqueira dan Carneiro, 2007).

e. Daya regenerasi hepar

Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang luar biasa meskipun sel-selnya diperbaharui secara lambat. Percobaan pada hewan tikus, hati dapat memulihkan kehilangan sampai 75% berat total hati hanya dalam waktu satu bulan (Junqueira dan Carneiro, 2007). Sel nekrotik lokal dapat digantikan oleh sel baru melalui mitosis hepatosit yang berdekatan (Lu, 1995). Kesempurnaan pemulihan sangat tergantung pada keutuhan kerangka dasar jaringan. Pada hati yang cedera, jika kerangka retikulum masih utuh akan terjadi regenerasi sel hati yang teratur dan struktur lobuli yang kembali normal serta fungsinya akan pulih kembali (Robbins et al., 2004). Apabila kerusakan hati terjadi berulang-ulang atau terus menerus, terdapat nekrosis masif sel hati atau destruksi unsur-unsur stromanya, maka terbentuk banyak jaringan ikat bersama regenerasi sel hati. Kelebihan jaringan ikat mengakibatkan kacaunya struktur hati, suatu keadaan yang dikenal dengan sirosis (Robbins et al., 2004)

4. Proses kerusakan sel hati akibat radikal bebas yang ditimbulkan oleh

minyak sawit dengan pemanasan berulang

Hati merupakan organ tubuh yang paling sering menerima jejas

(Robbins et al., 2004). Dalam hal ini kerusakan sel hati disebabkan oleh


(25)

commit to user

sawit dengan pemanasan berulang pada suhu tinggi dapat membentuk radikal bebas dan senyawa toksin (Detak, 2009) serta terjadi pembentukan

hidrogen peroksida (H2O2).

Radikal bebas merupakan spesies kimiawi dengan satu elektron tak berpasangan di orbital terluar. Adanya elektron tak berpasangan menyebabkan radikal bebas secara kimiawi sangat tidak stabil dan mudah

bereaksi dengan zat kimia anorganik atau organik (Robbins et al., 2004).

Sifat reaktif ini menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti protein, lipid, karbohidrat, maupun nukleotida (Subroto, 2005).

Tiga reaksi yang paling relevan dengan jejas sel yang diperantarai radikal bebas yaitu peroksidasi lipid membran, fragmentasi DNA, dan ikatan silang protein (Robbins et al., 2004).

Membran sel hampir seluruhnya terdiri dari protein dan lipid.

Struktur dasarnya ialah sebuah lapisan lipid bilayer dan diantara lapisan

lipid bilayer tersebut terdapat molekul besar protein globular. Sedangkan

struktur dasar dari lapisan lipid bilayer sendiri terdiri atas

molekul-molekul fosfolipid (Guyton dan Hall, 1997). Molekul fosfolipid ini mengandung asam lemak tidak jenuh (Suryohudoyo, 1993) yang mempunyai ikatan rangkap antara beberapa atom karbon. Ikatan ini mudah diserang oleh radikal bebas yang berasal dari oksigen sehingga terbentuk senyawa peroksida lipid yang dapat merusak membran sel (Robbins et al., 2004).


(26)

commit to user

Kerusakan membran sel menyebabkan membran sel menjadi lebih permeabel terhadap beberapa substansi dan memungkinkan substansi tersebut melewati membran secara bebas. Jika substansi tersebut adalah

radikal bebas seperti H2O2 maka akan terjadi reaksi Fenton (Fe2+ + H2O2

à Fe3+ + OH0 + OH-) yang diperantarai oleh logam transisi, seperti

tembaga (Cu) dan zat besi (Fe). Reaksi Fenton tersebut akan menghasilkan

radikal hidroksil (OH0) yang akan lebih merusak membran sel (Robbins et

al., 2004).

Perubahan permeabilitas membran yang disebabkan peroksida lipid juga mengakibatkan pengaturan ion, nutrisi sel, dan volume intra-ekstrasel menjadi terganggu dan pada akhirnya proses metabolisme sel secara

keseluruhan menjadi terganggu. Peroksida lipid juga menekan pompa Ca2+

mikrosom hati sehingga terjadi gangguan homeostasis sel hati.

Peningkatan Ca2+ intrasel akan mengaktivasi fosfolipase (mencetuskan

kerusakan membran), protease (mengatabolisasi protein membran dan struktural), ATPase (mempercepat deplesi ATP), dan endonuklease (memecah material genetik). Semua keadaan tersebut akan merusak sel hati. Ketika suatu sel tidak dapat kembali normal lagi (point of no return) atau tidak dapat beregenerasi lagi setelah mendapat jejas berulang kali dan dengan durasi yang panjang maka sel tersebut akan mengalami kematian (nekrosis) (Robbins et al., 2004).


(27)

commit to user

Secara mikroskopis jaringan nekrosis seluruhnya berwarna kemerahan dan tidak menyerap zat warna hematoksilin, sering pucat. Pada nekrosis kerusakan banyak terjadi pada inti, perubahan pada inti diantaranya adalah:

a. hilangnya gambaran kromatin

b. inti menjadi keriput, tidak-vaskuler lagi

c. inti tampak lebih padat, warnanya gelap hitam (piknosis)

d. inti terbagi-bagi atas fragmen-fragmen, robek (karioreksis)

e. inti tidak lagi menyerap zat warna, karena itu pucat dan tidak nyata

(kariolisis) (Price dan Wilson, 2006).

Umumnya perubahan-perubahan lisis yang terjadi pada sel nekrotik dapat terjadi pada semua bagian sel, tetapi perubahan pada inti sel adalah penunjuk paling jelas pada kematian sel (Price dan Wilson, 2006). Petunjuk paling positif bahwa sel telah mati diperoleh dari penampilan intinya, yang paling umum disebut piknotik (Cormack, 1994).

Penelitian yang dilakukan oleh Sunityoso dkk (1998) menunjukkan bahwa pemberian minyak goreng bekas pada mencit dapat menyebabkan kerusakan pada hepar berupa perluasan dan pembendungan vena sentralis, inti sel-sel hepar mengalami piknotik dan berlanjut serta terjadi peradangan. Selain itu penelitian yang dilakukan oleh Herwiyanti dan Gufran (1999) menunjukkan bahwa radikal bebas dapat menyebabkan kematian sel dan nekrosis hepar pada tikus putih


(28)

commit to user

5. Mekanisme ekstrak daun kemangi dalam melindungi sel hati akibat

pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang

Secara umum, radikal bebas merusak struktur seluler dan subseluler melalui tiga tahap yaitu tahap inisiasi, tahap propagasi, dan tahap terminasi. Oleh karena itu untuk melawan radikal bebas ini diperlukan tiga tahapan yaitu tahap pertama mencegah dan menghambat terbentuknya radikal bebas, tahap kedua inaktivasi dan memutus propagasi (chain breaking), dan tahap selanjutnya memperbaiki kerusakan akibat radikal bebas (Agustina dan Ahmad, 2003)

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donors) dalam arti kimia, namun menurut arti biologis pengertian antioksidan lebih luas. Pengertian antioksidan dalam arti biologis adalah senyawa-senyawa yang dapat meredam dampak negatif oksidan (Suryohudoyo, 1993), termasuk dalam penghambatan dan penghentian kerusakan oksidatif terhadap suatu molekul target (Setiawan dan Suhartono, 2005). Manfaat antioksidan adalah untuk mengurangi kerusakan asam deoksiribonukleat, menurunkan peroksidasi lipid, atau terhambatnya transformasi keganasan invitro (Agustina dan Ahmad, 2003). Antioksidan eksogen yang dapat meredam efek buruk radikal bebas adalah yang tergolong dalam antioksidan vitamin seperti vitamin E, C, dan beta karoten (Bagiada, dkk., 1995)

Daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat digunakan untuk


(29)

commit to user

arthritis, nyeri otot, dan reumatik. Kandungan utama Ocimum sanctum L.

yang bersifat antioksidatif adalah asam askorbat (Vitamin C), tokoferol

(Vitamin E), b-karotene, b-sitosterol, eugenol, asam palmitat, asam

ursolic, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat), dan senyawa nitrogen

(alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina) (Mishra et al., 2007;

Hidayati, 2008).

Secara umum, antioksidan dapat digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer ialah golongan antioksidan yang berfungi untuk mencegah pembentukan radikal bebas, misalnya transferin, feritin, dan albumin. Antioksidan sekunder ialah golongan antioksidan yang berfungsi menangkap radikal bebas dan menghentikan pembentukan radikal bebas, misalnya Superoxide

Dismutase (SOD), Glutathion Peroxidase (GPx), Vitamin C, Vitamin E, b

-karotene, dll. Antioksidan tersier ialah golongan antioksidan yang berfungsi memperbaiki jaringan tubuh yang rusak oleh radikal bebas.

Vitamin E dan b-karotene (antioksidan sekunder) yang terkandung

dalam daun kemangi merupakan pertahanan utama melawan oksigen perusak, khususnya khususnya radikal bebas dan peroksidasi lipid dalam

jaringan hati (Maslachah et al., 2001). Vitamin E dan b-karotene bersifat

lipofilik sehingga dapat berperan pada membran sel untuk mencegah peroksidasi lipid. Walaupun nantinya akan terbentuk radikal vitamin E, senyawa tersebut tidak terlalu reaktif karena terjadinya resonansi. Terdapat tiga cara untuk menghilangkan radikal vitamin E yaitu (1) radikal vitamin


(30)

commit to user

E mengalami reaksi-reaksi intramolekul menghasilkan senyawa-senyawa non-radikal, (2) setelah bergeser kearah permukaan molekul, radikal vitamin E bereaksi dengan vitamin C dan menghasilkan radikal vitamin C, radikal vitamin C kemudian dihilangkan melalui reaksi dismutasi yang menghasilkan vitamin C dan dihidro-asam ascorbat (DHAA), dan (3) radikal vitamin E dapat pula bereaksi dengan glutation atau sistein yang juga terdapat dalam sitosol. Vitamin E hanya dapat berperan bila tekanan

oksigen (pO2) tinggi. Pada tekanan oksigen rendah, peranan vitamin E

digantikan oleh b-karoten. Seperti halnya radikal vitamin E, radikal b

-karoten agak stabil karena adanya resonansi dalam molekulnya (Suryohudoyo, 1993). Sedangkan vitamin C sebaliknya bersifat hidrofilik dan berperan dalam sitosol.

Senyawa fenolik seperti flavonoid, asam fenolat, dan tannin yang

juga terkandung dalam daun kemangi (Ocimum sanctum L.) merupakan

antioksidan primer maupun sekunder yang dapat mencegah terjadinya proses oksidasi lebih lanjut dengan cara mendonorkan atom hidrogennya kepada radikal bebas sehingga dapat menghambat terbentuknya radikal peroksida pada tahap propagasi (Subroto, 2005). Gugus fungsi pada senyawa flavonoid dapat berperan sebagai penangkap radikal bebas hidroksi (OH) sehingga tidak mengoksidasi lemak, protein, dan DNA dalam sel. Kematian sel hati pun dapat dicegah. Kemampuan flavonoid dalam menangkap radikal bebas ini 100 kali lebih efektif dibandingkan


(31)

commit to user

vitamin C dan 25 kali lebih efektif dibandingkan vitamin E (Salamah dkk., 2008 cit. Harbone, 1987).

Asam ursolic yang terkandung dalam ekstrak daun Ocimum sanctum L. juga diperkirakan dapat menghambat peroksidasi lemak (Balanehru dan Nagarajan, 1991). Namun belum ada penelitian yang dapat menjelaskan mekanisme kerja asam ursolic dalam menghambat peroksidasi lemak.

Dengan demikian kerusakan hati yang timbul akibat reaksi radikal hidroksil (radikal bebas) yang disebabkan oleh pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang dapat dicegah dan kerusakan hati pun dapat berkurang (Setiawan, 2006). Pencegahan kerusakan hati tersebut yaitu

dengan pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)


(32)

commit to user

B. Kerangka Pemikiran

Oksidasi yang dikatalis oleh pemanasan

Reaksi dengan lipid tak jenuh

Menangkap radikal bebas di intrasel

Gambar 2.2 Skema Kerangka Berpikir Konseptual

Minyak sawit dengan pemanasan berulang

Senyawa hidrogen peroksida dan radikal

bebas lainnya

Peroksidasi lipid pada membran sel

Radikal bebas masuk ke intrasel à

terjadi reaksi Fenton à Radikal hidroksil

Merusak membran sel dan mitokondria,

mengganggu pompa Ca2+

Gangguan homeostasis sel, gangguan metabolisme sel, ATP tidak terbentuk

Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

Menghambat peroksidasi lipid

Faktor lain: genetik, umur, jenis kelamin, makanan, minuman, tempat perlakuan,

kondisi psikologi mencit, patogenitas suatu zat, daya regenerasi sel hati, imunitas.

Asam askorbat (Vitamin C) Tokoferol (Vit E)

Asam palmitat Asam ursolic

b-karoten

Senyawa fenolik – flavonoid, tannin Senyawa nitrogen

– alkaloid

Antioksidan alami Penangkap radikal bebas

Nekrosis


(33)

commit to user

C. Hipotesis

1. Pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat mencegah

kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang.

2. Peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat

meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan hepatosit akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang.


(34)

commit to user

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. Penelitian ini merupakan langkah awal dalam penelitian sebelum hasil penelitian diterapkan pada manusia (trial clinic). Peneliti memberikan perlakuan terhadap sampel berupa hewan coba di laboratorium (Taufiqurrahman, 2003).

B. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.

C. Subjek Penelitian

1. Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit (Mus

musculus) yang didapat dari Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi

Surakarta dengan kriteria subjek berjenis kelamin jantan, strain Swiss

Webster dan berumur 2-3 bulan dengan berat badan ± 20 gr.

2. Besar sampel: dua puluh lima (25) ekor mencit

Banyaknya jumlah sampel ditentukan dengan menggunakan rumus Federer (Purawisastra, 2001)

Rumus Federer : (k-1) (n-1) > 15 k : jumlah kelompok


(35)

commit to user

n : jumlah sampel dalam tiap kelompok

Besar sampel yang diperlukan dihitung dengan rumus: (k-1) (n-1) > 15 ; k = 5

(5-1) (n-1) > 15 4n-4 > 15 4n >19

n > 4,75 (=5)

Peneliti membagi sampel menjadi 5 kelompok dimana tiap kelompok terdapat 5 mencit sehingga dalam penelitian ini membutuhkan 25 mencit dari populasi yang ada.

D. Teknik Sampling

Pengambilan sampel sebanyak 25 ekor dilakukan secara incidental

sampling karena pemilihan subjek sampel berasal dari hewan yang secara

kebetulan dijumpai (Taufiqurrahman, 2003).

E. Rancangan penelitian

Rancangan penelitian ini adalah The post test only control group design

(Taufiqurrahman, 2003).

KK O0

KP1 O1

KP2 O2

KP3 O3

KP4 O4

Gambar 3.1 Skema Rancangan Penelitian

Sampel Mencit 25 ekor

Bandingkan dengan uji


(36)

commit to user

Keterangan :

KK : Kelompok kontrol, hanya diberi diet standar (pellet dan air minum) serta propylen glycol 50 mg/ml pada 7 hari terakhir.

KP1 : Kelompok perlakuan 1, diberikan diet standar dan minyak sawit dengan

pemanasan berulang peroral sebanyak 0,06 ml/20g BB mencit perhari serta propylen glycol 50 mg/ml pada 7 hari terakhir.

KP2 : Kelompok perlakuan 2, diberi diet standar dan minyak sawit dengan

pemanasan berulang peroral sebanyak 0,06 ml/20g BB mencit perhari selama 14 hari, dimana 7 hari terakhir berturut-turut setelah selang 1

jam diberikan pula ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

sebanyak 5,6 mg/20 g BB mencit.

KP3 : Kelompok perlakuan 3, diberi diet standar dan minyak sawit dengan

pemanasan berulang peroral sebanyak 0,06 ml/20g BB mencit perhari selama 14 hari, dimana 7 hari terakhir berturut-turut setelah selang 1

jam diberikan pula ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

sebanyak 11,2 mg//20 g BB mencit.

KP4 : Kelompok perlakuan 4, diberi diet standar dan minyak sawit dengan

pemanasan berulang peroral sebanyak 0,06 ml/20g BB mencit perhari selama 14 hari, dimana 7 hari terakhir berturut-turut setelah selang 1

jam diberikan pula ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

sebanyak 16,8 mg//20 g BB mencit.

O0 : Pengamatan jumlah inti sel hepar piknotik, karioreksis, dan kariolisis


(37)

commit to user

O1 : Pengamatan jumlah inti sel hepar piknotik, karioreksis, dan kariolisis

dari 100 sel lobulus centralis hepar pada kelompok perlakuan 1 (KP1)

O2 : Pengamatan jumlah inti sel hepar piknotik, karioreksis, dan kariolisis

dari 100 sel lobulus centralis hepar pada kelompok perlakuan 2 (KP2)

O3 : Pengamatan jumlah inti sel hepar piknotik, karioreksis, dan kariolisis

dari 100 sel lobulus centralis hepar pada kelompok perlakuan 3 (KP3)

O4 : Pengamatan jumlah inti sel hepar piknotik, karioreksis, dan kariolisis

dari 100 sel lobulus centralis hepar pada kelompok perlakuan 4 (KP4)

Pengamatan jumlah inti sel hepar piknotik, karioreksis dan kariolisis dilakukan pada hari ke-15 setelah perlakuan pertama dikerjakan.

F. Identifikasi variabel penelitian

1. Variabel bebas : Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

2. Variabel terikat : Kerusakan sel hati mencit yang ditandai dengan

gambaran mikroskopis inti sel hati yang nekrosis baik dengan inti piknotik, karioreksis, maupun kariolisis.

3. Variabel luar

a. Variabel luar terkendali

Jenis makanan, minuman, galur mencit, umur mencit, jenis kelamin mencit, berat badan mencit, suhu udara ruangan.

b. Variabel luar tak terkendali

Kondisi psikologis mencit, patogenesis suatu zat yang dapat merusak hepar selain radikal bebas yaitu efek toksik dan hipersensitivitas


(38)

commit to user

(alergi), keadaan awal hati mencit, daya regenerasi sel hati dari masing-masing hewan coba dan imunitas dari masing-masing-masing-masing hewan coba.

G. Definisi Operasional Variabel

1. Variabel bebas: ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

Bagian tanaman kemangi yang digunakan pada penelitian ini adalah daun karena sebagian besar kandungan zat antioksidan berada pada

bagian daun kemangi (Mishra et al., 2007). Berdasarkan penelitian yang

telah dilakukan Chattopadhyay et al. (1992), Bhargava and Singh (1981),

dan Ubaid et al. (2003), pemberian ekstrak daun Ocimum sanctum L.

sebanyak 200 mg/kg/hari atau 40 mg/200 g tikus per hari secara per oral menunjukkan efek hepatoprotektor pada tikus. Faktor konversi tikus putih dengan berat badan 200 g ke mencit dengan berat badan 20 g adalah 0,14 (Ngatidjan, 1991).

Dosis untuk mencit = 40 mg x 0,14 / 20 g mencit = 5,6 mg / 20 g mencit

Jadi pada penelitian ini digunakan dosis pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) sebanyak 5,6 mg/20 g mencit, 11,2 mg/20 gram mencit, dan 16,8 mg/20 g mencit untuk mengetahui apakah terdapat efek hepatoprotektor dari ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dan pada dosis berapa efek hepatoprotektor tersebut paling baik.


(39)

commit to user

2. Kerusakan sel hepar

Kerusakan sel hepar adalah gambaran mikroskopis sel hepar mencit yang dipapar dengan minyak goreng dengan pemanasan berulang. Hal ini dinilai dari jumlah sel hepar yang mengalami nekrosis yang dihitung dari 100 sel pada zona sentrolobuler pada perbesaran 1000 kali.

Adapun tanda-tanda sel yang mengalami nekrosis:

a. Sel yang mengalami pyknosis intinya kisut (mengecil) dan bertambah

basofil, berwarna gelap (hiperkromasi) batasnya tidak teratur.

b. Sel yang mengalami karyorrhexis inti mengalami fragmentasi atau

hancur degan meninggalkan pecahan-pecahan zat kromatin yang tersebar di dalam sel.

c. Sel yang mengalami karyolisis yaitu kromatin basofil menjadi pucat,

inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai dan menghilang begitu saja (Price dan Wilson, 2006).

Skala pengukuran variabel ini adalah rasio.

3. Variabel luar terkendali

a. Jenis makanan dan minuman

Makanan yang diberikan berupa pellet dan minuman dari air PAM.

b. Galur mencit

Jenis hewan coba yang digunakan adalah mencit (Mus musculus) dengan galur Swiss webster.

c. Umur, jenis kelamin, dan berat badan mencit


(40)

commit to user

d. Suhu ruangan

Hewan percobaan diletakkan dalam ruangan dengan suhu udara

berkisar antara 25-28o C.

4. Variabel luar tak terkendali

a. Keadaan psikologis

Kondisi psikologis mencit sangat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan yang terlalu ramai atau gaduh, pemberian perlakuan berulang kali, keadaan kandang, dan perkelahian antar mencit. Untuk mengurangi keadaan tersebut, peneliti mengatur tempat kandang mencit di tempat yang tidak ramai oleh manusia.

b. Patogenesis suatu zat yang dapat merusak hepar selain radikal bebas

yaitu efek toksik dan hipersensitivitas (alergi). Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi karena adanya variasi kepekaan mencit terhadap zat yang digunakan.

c. Keadaan awal hati mencit tidak diperiksa pada penelitian ini sehingga

mungkin saja ada mencit yang sebelum perlakuan hatinya sudah mengalami kelainan.

d. Daya regenerasi sel hati dari masing-masing hewan coba tidak sama.

e. Imunitas (sistem kekebalan) dari masing-masing hewan coba tidak


(41)

commit to user

H. Instrumentasi dan Bahan Penelitian

1. Alat-alat yang digunakan

a. Kandang mencit 5 buah masing-masing untuk 5 ekor mencit.

b. Timbangan duduk dan timbangan neraca

c. Alat bedah hewan percobaan (scalpel, pinset, gunting, jarum, meja

lilin).

d. Sonde lambung

e. Alat untuk pembuatan preparat histologi (mikrotom, waterbath)

f. Mikroskop cahaya medan terang

g. Gelas ukur dan pengaduk

h. Pipet mikro

2. Bahan yang digunakan

a. Makanan hewan percobaan (pellet)

b. Aquades

c. Minyak goreng kelapa sawit dengan pemanasan berulang

d. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

e. Bahan untuk pembuatan preparat histology (alkohol, xylol, pengecatan

Haematoxylin Eosin/HE)

I. Cara Kerja

1. Persiapan percobaan

a. Sampel

Sampel mencit 25 ekor dilakukan pengelompokkan secara random menjadi 5 kelompok, masing-masing berisi 5 ekor mencit.


(42)

commit to user

Sampel diadaptasikan di laboratorium Histologi selama 1 minggu. Satu minggu setelah adaptasi, dilakukan penimbangan dan penanda untuk menentukan dosis.

b. Ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.)

Metode ekstraksi yang digunakan disini sama seperti yang

dikemukakan oleh Bhargava and Singh (1981). Bubuk daun Ocimum

sanctum L. diekstrak dengan cara perkolasi pada suhu ruangan 70%

ethyl alkohol. Ekstrak terkonsentrasi di bawah tekanan yang berkurang

(suhu 50°C) dan pada akhirnya dikeringkan di dalam vacuum

desiccator. Residu dari Ocimum sanctum L. dilarutkan di dalam

propylene glycol dengan konsentrasi 50 mg/ml dan digunakan pada percobaan. Prosedur pembuatan ekstrak daun kemangi lebih lengkap dapat dilihat pada lampiran 10.

c. Minyak sawit dengan pemanasan berulang

Minyak goreng yang diberikan adalah minyak goreng kelapa sawit yang dipanaskan 150°C sebanyak 6 kali, tiap pemanasan selama 8 menit. Pemberian menggunakan dosis pada penelitian sebelumnya (Setiawan, 2006) yang disesuaikan dengan tabel konversi (Ngatidjan, 1991) yaitu sebesar 0,06 ml/20g BB mencit perhari. Dosis ini diberikan selama 14 hari berturut-turut.

2. Pelaksanaan percobaan

Percobaan mulai dilakukan pada minggu ke-2 dan berlangsung selama 14 hari.


(43)

commit to user

Alur penelitian secara umum :

Gambar 3.2 Skema Alur Penelitian S

(mencit 25 ekor)

Kelompok K

mencit 5 ekor

Kelompok P1

mencit 5 ekor

Kelompok P2

mencit 5 ekor

DIET STANDAR

HARI KE 1 - 14 minyak sawit dengan

pemanasan berulang 0,06 ml/20g BB

mencit

HARI KE 1 - 14

minyak sawit dengan pemanasan berulang 0,06 ml/20g BB mencit

HARI KE 7 - 14 ekstrak daun kemangi dosis 5,6

mg/20g BB mencit

Kelompok P3

mencit 5 ekor

Kelompok P4

mencit 5 ekor

HARI KE 7 - 14 ekstrak daun kemangi dosis 11,2 mg/20g BB

mencit

HARI KE 7 - 14 ekstrak daun kemangi dosis 16,8 mg/20g BB

mencit HARI KE 7 - 14

propylene glycol 50 mg/ml

HARI KE 15

Semua hewan coba dikorbankan

Pembuatan preparat

Pengamatan inti sel hati normal dan nekrosis


(44)

commit to user

3.Pengukuran hasil

Pada hari ke-15 semua hewan percobaan dikorbankan dengan cara cervical dislocation. Kemudian organ hepar diambil untuk selanjutnya dibuat preparat histologi dengan metode blok paraffin dengan pengecatan HE. Pembuatan preparat dilakukan pada hari ke-15 agar efek perlakuan tampak nyata. Lobus hepar yang diambil adalah lobus kanan dan irisan untuk preparat diambil pada bagian tengah dari lobus tersebut. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan preparat yang seragam. Tebal irisan hepar ±

3-8 mm.

Dari 25 hewan coba yang ada dibuat 3 preparat untuk masing-masing hewan coba sehingga akan didapatkan 75 preparat hepar yang akan diamati. Pengamatan preparat dengan pembesaran 100 kali untuk mengamati seluruh lapang pandang, kemudian ditentukan daerah yang akan diamati pada sentrolobuler lobulus hepar yaitu dipilih 4 lapang pandang (pada arah jam 12, jam 3, jam 6, dan jam 9) yang persebaran kerusakan selnya terdistribusi merata. Dari tiap zona sentrolobuler lobulus hepar tersebut dengan pembesaran 1000 kali kemudian ditentukan jumlah sel yang mengalami nekrosis yaitu yang ditandai dengan inti piknosis, karioreksis dan kariolisis dari tiap 100 sel. Hasil yang diperoleh dari tiap kelompok kemudian dirata dan selanjutnya dibandingkan dengan

rata-rata kelompok lainnya dengan uji Oneway ANOVA. Jika terdapat


(45)

commit to user

J. Teknik analisis data

Data yang diperoleh diuji normalitasnya menggunakan uji

Shapiro-Wilk karena besar sampel ≤ 50 dan p-value > 0,05. Kemudian, dilakukan

uji varians menggunakan Levene’s test. Uji hipotesis menggunakan uji

One way ANOVA (Analysis of Variant) untuk mengetahui adanya perbedaan jumlah sel nekrosis antara kelompok kontrol (KK), kelompok

perlakuan 1 (KP1), kelompok perlakuan 2 (KP2), kelompok perlakuan 3

(KP3), serta kelompok perlakuan 4 (KP4). Dengan syarat skala variabel

dependen berupa skala numerik, distribusi data normal, dan varians data harus sama (p> 0,05). Jika terdapat perbedaan bermakna maka dilanjutkan

dengan uji LSD (Least Significant Difference) dengan derajat kemaknaan α

= 0,05 untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan mean diantara lima kelompok (Dahlan, 2006).

Jika syarat tersebut tidak terpenuhi, maka digunakan uji

non-parametrik yaitu uji Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan uji Mann Whitney.

Data diolah dengan program komputer Statistical Product and Service


(46)

commit to user

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Hasil Penelitian

Data hasil penelitian berupa data rasio jumlah inti sel hati yang mengalami nekrosis yang dihitung dari 100 sel pada lobulus centralis hati dengan perbesaran 1000 kali.

Hasil pengamatan jumlah inti sel normal dan yang mengalami nekrosis untuk masing-masing kelompok akan disajikan dalam tabel berikut ini:

Tabel 4.1 Rata-rata inti sel hati yang mengalami nekrosis dari 100 sel pada

lobulus centralis hati untuk masing-masing kelompok percobaan

Kelompok Inti nekrosis

Mean SD

KK (diet standar + propylene glycol 50mg/ml 0,5 ml) 6,40 1,516

KP I (minyak sawit dengan pemanasan berulang 0,06 ml +

propylene glycol 50mg/ml 0,5 ml) 74,60 2,701

KP II (minyak sawit dengan pemanasan berulang 0,06 ml

+ ekstrak daun kemangi 5,6 mg) 22,40 2,191

KP III (minyak sawit dengan pemanasan berulang 0,06 ml

+ ekstrak daun kemangi 11,2 mg) 16,60 1,342

KP IV (minyak sawit dengan pemanasan berulang 0,06 ml

+ ekstrak daun kemangi 16,8 mg) 11,40 2,074


(47)

commit to user

Hasil pengamatan pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa inti nekrosis, pada kelompok kontrol mempunyai rata-rata sebesar 6,40. Pada kelompok perlakuan I yang hanya diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang memiliki jumlah rata-rata inti sel nekrosis yang lebih besar yaitu 74,60. Sedangkan pada kelompok perlakuan II, III, dan IV, selain diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang juga diberikan ekstrak daun kemangi dengan dosis bertingkat, sehingga jumlah rata-rata inti sel nekrosis pun berkurang. Pada tabel tersebut terlihat pengurangan jumlah rata-rata inti sel nekrosis yang signifikan jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan I, yaitu pada kelompok perlakukan II 22,40, kelompok perlakuan III 16,60, dan kelompok perlakuan IV 11,40. Untuk melihat lebih jelas perbedaan dari rata-rata inti sel tersebut dapat dilihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Histogram perbedaan rata-rata inti sel nekrosis

Rata-rata inti sel nekrosis yang terbesar adalah pada kelompok perlakuan I dan yang terkecil adalah pada kelompok kontrol.


(48)

commit to user

Gambar 4.2 Pengamatan mikroskopis inti sel nekrosis (terlihat piknotik)

Pengecatan HE, Perbesaran Optilab 100x (kiri), Mikroskop 1000x (kanan)

B. Analisis Data

Data tersebut kemudian diuji normalitas data dengan menggunakan

uji Shapiro Wilk. Uji ini bertujuan menguji apakah sebaran data yang ada

dalam distribusi normal atau tidak. Pada uji one sampel Shapiro Wilk

didapatkan nilai signifikansi pada data inti nekrosis KK sebesar 0,492, KP I 0,980, KP II 0,607, KP III 0,201, dan KP IV 0,754. Nilai-nilai ini kemudian

dibandingkan dengan α = 0,05, sehingga signifikasi (p>0,05) dengan

demikian Ho diterima, yang artinya data berdistribusi normal. Kemudian,

dilakukan uji varians menggunakan Levene’s test dan didapatkan nilai p =

0,574 (p>0,05) untuk data inti sel nekrosis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak ada perbedaan varians antara kelompok yang dibandingkan

(varians data homogen). Oleh karena data telah berdistribusi normal dan

varians data homogen, analisis data diputuskan menggunakan uji One Way


(49)

commit to user

Uji One Way Anova dengan tingkat signifikansi 5% (α = 0,05)

dilakukan untuk membandingkan rata-rata inti sel nekrosis antara kelima

kelompok penelitian ini. Pada uji One Way Anova didapatkan nilai

signifikansi inti sel nekrosis 0,000, dimana signifikasi p<0,05, sehingga Ho ditolak dan H1 diterima, yang artinya data diantara kelima kelompok dalam penelitian ini terdapat perbedaan yang signifikan, dimana Ho adalah data diantara kelima kelompok tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Untuk

lebih jelas, hasil uji statistik One Way Anova dapat dilihat pada lampiran 4.

Untuk mengetahui letak perbedaan kerusakan inti sel yang mengalami nekrosis dari kelima kelompok tersebut selanjutnya dilakukan Post Hoc Test dengan uji LSD.

Tabel 4.2 Hasil Uji Post Hoc Test LSD inti sel nekrosis

No. Pasangan kelompok Signifikansi < 0,05 Simpulan

1. KK – KP I 0,000 Berbeda signifikan

2. KK – KP II 0,000 Berbeda signifikan

3. KK – KP III 0,000 Berbeda signifikan

4. KK – KP IV 0,001 Berbeda signifikan

5. KP I – KP II 0,000 Berbeda signifikan

6. KP I – KP III 0,000 Berbeda signifikan

7. KP I – KP IV 0,000 Berbeda signifikan

8. KP II – KP III 0,000 Berbeda signifikan

9. KP II – KP IV 0,000 Berbeda signifikan


(50)

(51)

commit to user

BAB V

PEMBAHASAN

Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian ekstrak daun kemangi terhadap kerusakan sel hati pada mencit yang dipapar dengan minyak sawit dengan pemanasan berulang. Pada tabel 4.1 dapat dilihat kelompok perlakuan I memiliki jumlah kerusakan sel yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan II, III dan IV. Minyak sawit dengan pemanasan berulang yang diberikan pada kelompok perlakuan I menyebabkan perubahan struktur dan fungsi membran yang akan diikuti dengan kematian sel. Hal ini terjadi karena minyak sawit dengan pemanasan berulang mengandung radikal bebas yang berpotensi dasar untuk merusak sel. Sedangkan pada kelompok perlakuan II, III, dan IV, selain diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang juga diberikan ekstrak daun kemangi, sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari radikal bebas tersebut yaitu dengan mengurangi jumlah kerusakan sel hati. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah

dilakukan oleh Chattopadhyay et al., ekstrak daun kemangi dosis 200mg/kg BB

tikus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kerusakan sel hati yang dipapar dengan paracetamol. Pada penelitian ini, dosis ekstrak daun kemangi ditingkatkan untuk mengetahui dosis mana yang paling baik dalam mencegah kerusakan sel hati. Kerusakan sel hati mencit diamati dengan menghitung jumlah inti sel yang mengalami nekrosis, baik inti sel yang mengalami piknosis, karioreksis, maupun kariolisis. Penghitungan inti sel ini di lakukan pada lobulus centralis hati.


(52)

commit to user

Data hasil perhitungan dianalisis dengan menggunakan uji One Wa y

Anova dan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji

LSD. Hasil uji One Way Anova menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna

antara kelima kelompok perlakuan (p<0,05). Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, baik untuk inti sel yang normal maupun yang mengalami nekrosis. Inti sel nekrosis, baik inti sel piknotik, karioreksis, dan kariolisis ditemukan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kerusakan inti sel pada kelompok perlakuan merupakan proses nekrosis, sedangkan kerusakan inti sel pada kelompok kontrol merupakan proses apoptosis. Menurut Junqueira dan Carneiro tahun 2006, nekrosis adalah kematian sel yang merupakan proses patologis, dapat disebabkan oleh mikroorganisme, virus, bahan kimia, dan bahan-bahan berbahaya lainnya, sehingga selain ditemukan inti nekrosis, juga ditemukan tanda-tanda peradangan. Apoptosis merupakan proses kematian secara fisiologi, dapat ditemukan inti nekrosis seperti piknotik, karioreksis, dan kariolisis, tanpa terdapat tanda-tanda peradagangan.

Hasil uji LSD antara kelompok kontrol (diberi diet standar dan propylene glycol) dengan kelompok perlakuan I (diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang dan propylene glycol) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Perbedaan ini disebabkan karena terjadi kerusakan sel hati pada kelompok perlakuan I. Dari gambar 4.1 dapat dilihat rata-rata inti sel nekrosis pada kelompok kontrol sebesar 6,4 dan pada kelompok perlakuan I sebesar 74,6. Minyak sawit dengan pemanasan berulang banyak mengandung radikal bebas


(53)

commit to user

yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Menurut Robbins et al.

(2004), kerusakan sel oleh radikal bebas yang berasal dari oksigen didahului oleh penyerangan radikal bebas pada ikatan rangkap membran sel sehingga terbentuk senyawa peroksida lipid. Hasil peroksidasi lipid membran sel oleh radikal bebas berefek langsung terhadap kerusakan membran sel, antara lain dengan mengubah struktur dan fungsi membran, akhirnya akan menyebabkan kematian sel.

Hasil uji LSD antar kelompok perlakuan I (diberikan minyak goreng dengan pemanasan berulang dan propylene glycol) dan kelompok perlakuan II (diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang dan ekstrak daun kemangi sebanyak 5,6 mg/20 g BB mencit) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Perbedaan yang signifikan juga tampak antara kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan III (diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang dan ekstrak daun kemangi sebanyak 11,2 mg/20 g BB mencit) dan kelompok perlakuan IV (diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang dan ekstrak daun kemangi sebanyak 16,8 mg/20 g BB mencit). Pada grafik 4.1 dapat dilihat rata-rata inti sel nekrosis pada KP I sebesar 74,6, pada KP II sebesar 22,4, pada KP III sebesar 16,6, dan KP IV 11,4. Hal ini berarti pemberian ekstrak daun kemangi dapat mengurangi kerusakan sel hati akibat paparan minyak sawit

dengan pemanasan berulang. Menurut Mishra et al. (2007) dan Hidayati (2008),

daun kemangi mengandung berbagai macam antioksidan seperti asam askorbat

(Vitamin C), tokoferol (Vitamin E), b-karotene, b-sitosterol, eugenol, asam

palmitat, asam ursolic, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat), dan senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina). Antioksidan


(54)

commit to user

berperan penting dalam meredam dampak negatif dari radikal bebas dan peroksidasi lipid sehingga kematian sel hati pun dapat dicegah.

Hasil uji LSD antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan II menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Perbedaan yang bermakna juga tampak antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan III dan IV. Hal ini berarti kerusakan sel hati yang terjadi akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang sebanyak 0,06 ml/20g BB mencit perhari belum mampu diperbaiki sampai mendekati normal oleh pemberian ekstrak daun kemangi dengan dosis 5,6 mg/20g BB mencit perhari, 11,2 mg/20g BB mencit, maupun 16,8 mg/20 g BB mencit perhari. Hal ini mungkin disebabkan karena sampel pada kelompok perlakuan II, III, dan IV masih mendapat paparan radikal bebas dari minyak sawit dengan pemanasan berulang selama pemberian ekstrak daun kemangi. Perbedaan yang signifikan tersebut dapat pula disebabkan karena dosis ekstrak daun kemangi yang masih kurang sehingga dampak negatif dari radikal bebas belum mampu diredam sepenuhnya oleh antioksidan yang terkandung di dalam ekstrak daun kemangi.

Hasil uji LSD antara kelompok perlakuan II dengan kelompok perlakuan III dan kelompok perlakuan IV menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Hal ini berarti ekstrak daun kemangi dengan dosis 16,8 mg/20 g BB mencit perhari mampu mencegah kerusakan sel hati lebih baik dibandingkan ekstrak daun kemangi dengan dosis 5,6 mg/20 g BB mencit dan 11,2 mg/20 g BB mencit perhari walaupun dengan ketiga dosis tersebut belum mampu mencegah hingga mendekati keadaan normal. Hal tersebut dapat terjadi karena kandungan


(55)

commit to user

antioksidan pada ekstrak daun kemangi dengan dosis 16,8 mg/20g BB mencit perhari lebih banyak daripada ekstrak daun kemangi dengan dosis 5,6 mg/20g BB mencit dan 11,2 mg/20g BB mencit perhari.

Dari hasil dan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun kemangi dapat mencegah kerusakan sel hati pada mencit yang dipapar minyak sawit dengan pemanasan berulang. Pemberian ekstrak daun kemangi dengan dosis bertingkat juga terbukti semakin mengurangi jumlah kerusakan sel hati mencit, walaupun belum mampu mendekati hingga keadaan normal. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menunjukkan dosis efektif ekstrak daun kemangi yang dapat mencegah kerusakan sel hati hingga mendekati keadaan normal.


(56)

commit to user

49

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat mencegah

kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang.

2. Peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat

meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang. Namun pada dosis tertinggi hingga 16,8 mg/20g BB mencit perhari belum mampu mencegah kerusakan sel hati hingga mendekati keadaaan normal.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis ekstrak daun

kemangi yang mampu mencegah kerusakan sel hati hingga mendekati normal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai antioksidan yang spesifik


(1)

commit to user

BAB V PEMBAHASAN

Pengamatan pada penelitian ini adalah pengaruh pemberian ekstrak daun kemangi terhadap kerusakan sel hati pada mencit yang dipapar dengan minyak sawit dengan pemanasan berulang. Pada tabel 4.1 dapat dilihat kelompok perlakuan I memiliki jumlah kerusakan sel yang lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan II, III dan IV. Minyak sawit dengan pemanasan berulang yang diberikan pada kelompok perlakuan I menyebabkan perubahan struktur dan fungsi membran yang akan diikuti dengan kematian sel. Hal ini terjadi karena minyak sawit dengan pemanasan berulang mengandung radikal bebas yang berpotensi dasar untuk merusak sel. Sedangkan pada kelompok perlakuan II, III, dan IV, selain diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang juga diberikan ekstrak daun kemangi, sehingga dapat mengurangi dampak negatif dari radikal bebas tersebut yaitu dengan mengurangi jumlah kerusakan sel hati. Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Chattopadhyay et al., ekstrak daun kemangi dosis 200mg/kg BB tikus memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kerusakan sel hati yang dipapar dengan paracetamol. Pada penelitian ini, dosis ekstrak daun kemangi ditingkatkan untuk mengetahui dosis mana yang paling baik dalam mencegah kerusakan sel hati. Kerusakan sel hati mencit diamati dengan menghitung jumlah inti sel yang mengalami nekrosis, baik inti sel yang mengalami piknosis, karioreksis, maupun kariolisis. Penghitungan inti sel ini di lakukan pada lobulus centralis hati.


(2)

commit to user

Data hasil perhitungan dianalisis dengan menggunakan uji One Wa y

Anova dan apabila terdapat perbedaan yang signifikan dilanjutkan dengan uji

LSD. Hasil uji One Way Anova menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kelima kelompok perlakuan (p<0,05). Hasil uji LSD menunjukkan perbedaan yang bermakna antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, baik untuk inti sel yang normal maupun yang mengalami nekrosis. Inti sel nekrosis, baik inti sel piknotik, karioreksis, dan kariolisis ditemukan pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Kerusakan inti sel pada kelompok perlakuan merupakan proses nekrosis, sedangkan kerusakan inti sel pada kelompok kontrol merupakan proses apoptosis. Menurut Junqueira dan Carneiro tahun 2006, nekrosis adalah kematian sel yang merupakan proses patologis, dapat disebabkan oleh mikroorganisme, virus, bahan kimia, dan bahan-bahan berbahaya lainnya, sehingga selain ditemukan inti nekrosis, juga ditemukan tanda-tanda peradangan. Apoptosis merupakan proses kematian secara fisiologi, dapat ditemukan inti nekrosis seperti piknotik, karioreksis, dan kariolisis, tanpa terdapat tanda-tanda peradagangan.

Hasil uji LSD antara kelompok kontrol (diberi diet standar dan propylene glycol) dengan kelompok perlakuan I (diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang dan propylene glycol) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Perbedaan ini disebabkan karena terjadi kerusakan sel hati pada kelompok perlakuan I. Dari gambar 4.1 dapat dilihat rata-rata inti sel nekrosis pada kelompok kontrol sebesar 6,4 dan pada kelompok perlakuan I sebesar 74,6. Minyak sawit dengan pemanasan berulang banyak mengandung radikal bebas


(3)

commit to user

yang dapat menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Menurut Robbins et al.

(2004), kerusakan sel oleh radikal bebas yang berasal dari oksigen didahului oleh penyerangan radikal bebas pada ikatan rangkap membran sel sehingga terbentuk senyawa peroksida lipid. Hasil peroksidasi lipid membran sel oleh radikal bebas berefek langsung terhadap kerusakan membran sel, antara lain dengan mengubah struktur dan fungsi membran, akhirnya akan menyebabkan kematian sel.

Hasil uji LSD antar kelompok perlakuan I (diberikan minyak goreng dengan pemanasan berulang dan propylene glycol) dan kelompok perlakuan II (diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang dan ekstrak daun kemangi sebanyak 5,6 mg/20 g BB mencit) menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Perbedaan yang signifikan juga tampak antara kelompok perlakuan I dengan kelompok perlakuan III (diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang dan ekstrak daun kemangi sebanyak 11,2 mg/20 g BB mencit) dan kelompok perlakuan IV (diberikan minyak sawit dengan pemanasan berulang dan ekstrak daun kemangi sebanyak 16,8 mg/20 g BB mencit). Pada grafik 4.1 dapat dilihat rata-rata inti sel nekrosis pada KP I sebesar 74,6, pada KP II sebesar 22,4, pada KP III sebesar 16,6, dan KP IV 11,4. Hal ini berarti pemberian ekstrak daun kemangi dapat mengurangi kerusakan sel hati akibat paparan minyak sawit dengan pemanasan berulang. Menurut Mishra et al. (2007) dan Hidayati (2008), daun kemangi mengandung berbagai macam antioksidan seperti asam askorbat (Vitamin C), tokoferol (Vitamin E), b-karotene, b-sitosterol, eugenol, asam palmitat, asam ursolic, senyawa fenolik (flavonoid, asam fenolat), dan senyawa nitrogen (alkaloid, turunan klorofil, asam amino, dan amina). Antioksidan


(4)

commit to user

berperan penting dalam meredam dampak negatif dari radikal bebas dan peroksidasi lipid sehingga kematian sel hati pun dapat dicegah.

Hasil uji LSD antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan II menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Perbedaan yang bermakna juga tampak antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan III dan IV. Hal ini berarti kerusakan sel hati yang terjadi akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang sebanyak 0,06 ml/20g BB mencit perhari belum mampu diperbaiki sampai mendekati normal oleh pemberian ekstrak daun kemangi dengan dosis 5,6 mg/20g BB mencit perhari, 11,2 mg/20g BB mencit, maupun 16,8 mg/20 g BB mencit perhari. Hal ini mungkin disebabkan karena sampel pada kelompok perlakuan II, III, dan IV masih mendapat paparan radikal bebas dari minyak sawit dengan pemanasan berulang selama pemberian ekstrak daun kemangi. Perbedaan yang signifikan tersebut dapat pula disebabkan karena dosis ekstrak daun kemangi yang masih kurang sehingga dampak negatif dari radikal bebas belum mampu diredam sepenuhnya oleh antioksidan yang terkandung di dalam ekstrak daun kemangi.

Hasil uji LSD antara kelompok perlakuan II dengan kelompok perlakuan III dan kelompok perlakuan IV menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna. Hal ini berarti ekstrak daun kemangi dengan dosis 16,8 mg/20 g BB mencit perhari mampu mencegah kerusakan sel hati lebih baik dibandingkan ekstrak daun kemangi dengan dosis 5,6 mg/20 g BB mencit dan 11,2 mg/20 g BB mencit perhari walaupun dengan ketiga dosis tersebut belum mampu mencegah hingga mendekati keadaan normal. Hal tersebut dapat terjadi karena kandungan


(5)

commit to user

antioksidan pada ekstrak daun kemangi dengan dosis 16,8 mg/20g BB mencit perhari lebih banyak daripada ekstrak daun kemangi dengan dosis 5,6 mg/20g BB mencit dan 11,2 mg/20g BB mencit perhari.

Dari hasil dan analisis data yang dilakukan pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian ekstrak daun kemangi dapat mencegah kerusakan sel hati pada mencit yang dipapar minyak sawit dengan pemanasan berulang. Pemberian ekstrak daun kemangi dengan dosis bertingkat juga terbukti semakin mengurangi jumlah kerusakan sel hati mencit, walaupun belum mampu mendekati hingga keadaan normal. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menunjukkan dosis efektif ekstrak daun kemangi yang dapat mencegah kerusakan sel hati hingga mendekati keadaan normal.


(6)

commit to user

49

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Pemberian ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat mencegah kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang.

2. Peningkatan dosis ekstrak daun kemangi (Ocimum sanctum L.) dapat meningkatkan efek proteksi terhadap kerusakan hepatosit mencit akibat pemberian minyak sawit dengan pemanasan berulang. Namun pada dosis tertinggi hingga 16,8 mg/20g BB mencit perhari belum mampu mencegah kerusakan sel hati hingga mendekati keadaaan normal.

B. Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai dosis ekstrak daun kemangi yang mampu mencegah kerusakan sel hati hingga mendekati normal.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai antioksidan yang spesifik dalam mencegah kerusakan sel hati.