Latar Belakang Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain misalnya pemerintah dan sarana kegiatan untuk berinvestasi. Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana yang dapat mempercepat pembangunan suatu negara secara efektif. Dalam rangka melaksanakan pembangunan nasional, khususnya dalam upaya mencari sasaran pembangunan diperlukan berbagai sarana penunjang, antara lain berupa tatanan hukum yang mendorong, menggerakkan dan mengendalikan berbagai kegiatan pembangunan di bidang ekonomi. 1 Pengawasan pasar modal pada awalnya berada di tangan Badan Pengawas Pasar Modal yang selanjutnya disebut dengan Bapepam. Bapepam merupakan komponen yang memegang peranan penting terhadap kemajuan pasar modal Indonesia. Bapepam merupakan lembaga pemerintah yang bertugas untuk melakukan pembinaan, pengaturan, dan pengawasan sehari-hari terhadap pasar modal bila terjadi pelanggaran-pelanggaran dalam bursa efek. Peran Bapepam sebagai badan pengawas untuk melakukan pembinaan dan pengaturan serta pengawasan sehari-hari pasar modal dengan tujuan mewujudkan tujuan dan terciptanya kegiatan pasar yang efisien, dan serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal. 2 1 Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi dan Pasar Modal, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 205. 2 Rusdin, Pasar Modal, Bandung : Alfabeta, 2005, hlm. 10. Universitas Sumatera Utara Penyelenggaraan fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh Bapepam, dalam perkembangannya, telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam penyediaan dana untuk pembiayaan pembangunan ekonomi nasional. Terjadinya proses globalisasi dalam sistem keuangan dan pesatnya kemajuan di bidang teknologi informasi serta inovasi finansial telah menciptakan sistem keuangan yang sangat kompleks, dinamis, dan saling terkait antar-subsektor keuangan baik dalam hal produk maupun kelembagaan. Adanya lembaga jasa keuangan yang memiliki hubungan kepemilikan di berbagai subsektor keuangan telah menambah kompleksitas transaksi dan interaksi antarlembaga jasa keuangan di dalam sistem keuangan. 3 Memasuki era globalisasi ekonomi ini, pembaharuan hukum sangat penting dan mutlak dilakukan. Kebijaksanaan pembaharuan hukum Indonesia hendaknya berorientasi kepada jaminan dan kepastian hukum yang lebih jelas dan pasti. Seiring dengan itu, yang juga harus menjadi perhatian adalah sarana yang dapat memperlancar jalannya perekonomian, termasuk peraturan perundang- undangan. 4 Oleh karena itu, Negara senantiasa memberikan perhatian yang serius terhadap perkembangan kegiatan sektor jasa keuangan tersebut, dengan mengupayakan terbentuknya kerangka peraturan dan pengawasan sektor jasa keuangan yang terintegrasi dan komprehensif. 5 Belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya 3 Wahyu Wiriadinata, “ Masalah Penyidik Dalam Tindak Pidana Jasa Keuangan di Indonesia”, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 9, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 396. 4 Bismar Nasution, Hukum Kegiatan Ekonomi I, Bandung : BooksTerrace Library, 2007, hlm. 5. 5 Rio Sidauruk, “Dari Bapepam Ke OJK”, 6 Maret 2013, Diunduh dari http:riosidauruk.blogspot.com201303dari-bapepam-ke-ojk.html, diakses pada tanggal 26 januari 2014. Universitas Sumatera Utara pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, perlu dilakukan penataan kembali struktur pengorganisasian dari lembaga-lembaga yang melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan di sektor jasa keuangan yang mencakup sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, lembaga pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya. Penataan dimaksud dilakukan agar dapat dicapai mekanisme koordinasi yang lebih efektif di dalam menangani permasalahan yang timbul dalam sistem keuangan sehingga dapat lebih menjamin tercapainya stabilitas sistem keuangan. Pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan jasa keuangan tersebut harus dilakukan secara terintegrasi. 6 Sehubungan dengan hal tersebut, maka diperlukan suatu model pengawasan yang berfungsi mengawasi segala macam kegiatan keuangan. Setiap model pengawasan memang memiliki keunggulan dan kelemahan masing masing. Llewellyn melihat bahwa lembaga pengawasan harus memiliki ketahanan dalam menghadapi masa krisis, memiliki tingkat efisiensi dan efektivitas tinggi yang tercermin dalam biaya dan adanya kejelasan pembagian tanggung jawab dan fungsi serta memiliki persepsi yang baik dimata publik. 7 Selain pertimbangan-pertimbangan tersebut, terdapat undang-undang yang juga mengamanatkan pembentukan lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang mencakup perbankan, asuransi, dana pensiun, sekuritas, modal ventura dan perusahaan pembiayaan, serta badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 6 Albab setiawan, Otoritas Jasa Keuangan, Jakarta: jas and partner lawyer office, 2012, hlm. 1. 7 Zulaika, “OJK Dalam Ketatanegaraan Indonesia”, 07 Desember 2012, Diunduh dari http:zulakita.blogspot.com201212ojk-dalam-ketatanegaraan-indonesia.html, diakses pada tanggal 27 Januari 2014. Universitas Sumatera Utara Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dengan perubahan terakhir melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2009 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2004 tentang Bank Indonesia menjadi Undang-Undang yang selanjutnya disebut dengan UUBI dalam Pasal 34 ayat 2. Lembaga pengawasan sektor jasa keuangan tersebut di atas pada hakikatnya merupakan lembaga bersifat independen dalam menjalankan tugasnya dan kedudukannya berada di luar pemerintah. Lembaga ini berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan dan Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas dan atas landasan hukum yang mengamanatkan pembentukan sebuah lembaga pengawasan terhadap sektor jasa keuangan secara keseluruhan dan dilakukan secara terintegrasi maka lahirlah sebuah lembaga baru yaitu Otoritas Jasa Keuangan yang selanjutnya disebut dengan OJK. Dimana mulai tahun 2014, OJK akan beroperasi sebagai pengawas jasa keuangan di Indonesia. OJK yang didirikan dengan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK yang selanjutnya disebut dengan UUOJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK melakukan pengawasan terhadap bank, pasar modal sekuritas, dan industri keuangan non bank asuransi, dana pensiun, modal ventura, dan perusahaan pembiayaan dan badan-badan lain yang menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat. UUOJK tentu akan membawa dampak bagi peraturan perundang- undangan lainnya yang terkait. Oleh karena itu dengan lahirnya UUOJK ini membutuhkan dilakukan upaya harmonisasi berbagai peraturan perundang- Universitas Sumatera Utara undangan terkait pengawasan lembaga keuangan. 8 Hal ini sejalan dengan pendapat Ann Seidman, Robert B. Seidman dan Nalin Abeyesekere yang mengatakan bahwa dalam proses pembangunan, undang-undang merupakan alat utama pemerintah melakukan perubahan pada lembaga-lembaga. Hal tersebut memperjelas tugas pembuat undang-undang yaitu membuat undang-undang menjadi efektif dan mampu membawa perubahan, suatu undang-undang yang efektif pada keadaan khusus di suatu negara harus mampu mendorong suatu perilaku yang dituju atau yang diaturnya. 9 Tugas tersebut menjadi tanggungjawab Dewan Komisioner DK OJK yang memastikan bahwa ketentuan tertentu perlu diharmonisasi dan ketentuan yang tetap dibiarkan berbeda untuk mengakomodir perbedaan karakteristik industri keuangan. Hal ini dibutuhkan untuk menutup celah atau mempersempit wilayah abu-abu yang dapat digunakan oleh lembaga keuangan melakukan manuver yang dapat merugikan kepentingan konsumen dan pada akhirnya merugikan industri keuangan itu sendiri. 10 Pasar modal sebagai salah satu sektor jasa keuangan yang pengawasannya beralih kepada OJK memiliki landasan hukum dalam pelaksanaan kegiatan di pasar modal yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal yang selanjutnya disebut dengan UUPM. Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa sedikit banyaknya UUOJK tentunya akan mempengaruhi UUPM. Maka untuk meningkatkan efektivitas hukum dan kepastian hukum dalam 8 Rudy Hendra Pakpahan, “Akibat Hukum Dibentuknya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan Di Indonesia”, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 9, Nomor 3, Oktober 2012, hlm.421. 9 Ibid. 10 Zulkarnain Sitompul, “ Konsepsi dan Transformasi Otoritas Jasa Keuangan”, Jurnal Legislasi Indonesia, Volume 9, Nomor 3, Oktober 2012, hlm. 353. Universitas Sumatera Utara penyelenggaraan pengawasan di sektor pasar modal diperlukan harmonisasi dan pokok-pokok materi yang diatur dalam UUPM terhadap UUOJK. Hal ini mencegah terjadinya persinggungan kewenangan serta untuk menjaga independensi OJK dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Mengingat bahwa pasar modal merupakan salah satu sektor dalam sistem keuangan yang memegang peranan penting untuk pembangunan ekonomi nasional maka aturan-aturan hukum yang menaunginya harus mampu dipertegas melalui harmonisasi UUPM terhadap UUOJK. Karena hal ini akan berdampak bagi masyarakat luas dan kepentingan umum maka penanganan mengenai harmonisasi undang-undang ini harus ditanggapi dengan cepat dan tepat. Pasar modal juga menyangkut kepentingan berbagai pihak oleh karena itu pengawasan terhadap sektor ini diharapkan tidak akan menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak tertentu hanya karena terjadinya persinggungan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Melalui harmonisasi UUPM terhadap UUOJK, Pengawasan pada pasar modal diharapkan akan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta mampu mewujudkan pasar modal yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil, serta mampu melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat.

B. Perumusan Masalah

Dokumen yang terkait

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

Perlindungan Hukum bagi Pihak Ketiga Akibat Misleading Information Dihubungkan dengan Prinsip Keterbukaan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Jo Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

5 9 46

TINJAUAN YURIDIS PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTOR PASAR MODAL.

0 3 10

FUNGSI PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM HAL TERJADINYA FORCED SELL DI PASAR MODAL DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TEN.

0 0 1

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 9

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 1

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 1 23

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 49

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 9

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (“UNDANG-UNDANG OJK”)

0 0 68