UPAYA UNTUK MENGHARMONISASIKAN UNDANG-UNDANG

BAB IV UPAYA UNTUK MENGHARMONISASIKAN UNDANG-UNDANG

PASAR MODAL UUPM TERHADAP UNDANG-UNDANG OJK UUOJK DALAM PENGAWASAN PERUSAHAAN PUBLIK A. Sistematika Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan 1. Sistematika Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal a. Landasan filosofis Pembangunan nasional bertujuan untuk menciptakan suatu masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pasar Modal mempunyai peran yang strategis dalam pembangunan nasional sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha dan wahana investasi bagi masyarakat. Agar Pasar Modal dapat berkembang dibutuhkan adanya landasan hukum yang kukuh untuk lebih menjamin kepastian hukum pihak- pihak yang melakukan kegiatan di Pasar Modal serta melindungi kepentingan masyarakat pemodal dari praktik yang merugikan. Berdasarkan pertimbangan tersebut diatas, dipandang perlu membentuk Undang-Undang tentang Pasar Modal. b. Tujuan Peraturan dalam pelaksanaan pasar modal wajib dipatuhi oleh pelaku pasar. Maka untuk menjamin semua aturan dipatuhi oleh para pelaku pasar, hukum memainkan peran yang besar. Peran hukum ini penting bukan hanya apabila terjadi pelanggaran, tetapi juga dalam pelaksanaan kegiatan sehari- hari di pasar modal agar pasar modal dapat menjadi wadah investasi yang Universitas Sumatera Utara aman bagi investor. 263 Kegiatan di pasar modal sangatlah kompleks karena melibatkan begitu banyak pihak maka sangat dibutuhkan suatu perangkat hukum yang mengaturnya agar pasar tersebut menjadi teratur, wajar dan adil bagi semua pihak. Atas dasar itu, lahirlah Hukum Pasar Modal Capital Market Law. 264 Sebagai landasan hukum yang kokoh, UUPM memiliki tujuan agar pasar modal dapat lebih berkembang, menjamin kepastian hukum pihak-pihak yang melakukan kegiatan di pasar modal serta melindungi kepentingan masyarakat dari praktik yang merugikan. 265 Lahirnya UUPM yang diundangkan pada tanggal 10 November 1995 dengan Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 64, diharapkan pasar modal dapat memberikan kontribusi yang lebih besar dalam pembangunan, sehingga sasaran pembangunan di bidang ekonomi dapat tercapai. 266 Bab VI : tentang Lembaga Penunjang Pasar Modal Pasal 43-54 c. Sistematika Bab I : tentang Ketentuan Umum Pasal 1-2 Bab II : tentang Badan Pengawas Pasar Modal Pasal 3-5 Bab III : tentang Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjamin, Serta Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian Pasal 6-17 Bab IV : tentang Reksa Dana Pasal 18-29 Bab V : tentang Perusahaan Efek, Wakil Perusahaan Efek, dan Penasihat Investasi Pasal 30-42 263 Tavinayati dan Yulia Qamariyanti, Op.cit., hlm.6. 264 Ibid., hlm 7. 265 Ibid., hlm. 7-8. 266 Ana Rokhmatussa’dyah dan Suratman, Op.cit., hlm. 205. Universitas Sumatera Utara Bab VII : tentang Penyelesaian Transaksi Bursa dan Penitipan Kolektif Pasal 55-63 Bab VIII : tentang Profesi Penunjang Pasar Modal Pasal 64-69 Bab IX : tentang Emiten dan Perusahaan Publik Pasal 70-84 Bab X : tentang Pelaporan dari Keterbukaan Informasi Pasal 85-89 Bab XI : tentang Penipuan, Manipulasi Pasar, dan Perdagangan Orang Dalam Pasal 90-99 Bab XII : tentang Pemeriksaan Pasal 100 Bab XIII : tentang Penyidikan Pasal 101 Bab XIV : tentang Sanksi Administratif Pasal 102 Bab XV : tentang Ketentua Pidana Pasal 103-110 Bab XVI : tentang Ketentuan Lain-Lain Pasal 111-112 Bab XVII: tentang Ketentuan Peralihan Pasal 113-114 Bab XVIII: tentang Ketentuan Penutup Pasal 115-116 2. Sistematika Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan a. Landasan Filosofis OJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. OJK dibentuk dan dilandasi dengan prinsip-prinsip tata kelola yang baik, yang meliputi independensi, akuntabilitas, pertanggungjawaban, transparansi, dan kewajaran fairness. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembentukan OJK tersebut diatas, maka OJK harus merupakan bagian dari sistem penyelenggaraan urusan kenegaraan Universitas Sumatera Utara yang terintegrasi secara baik dengan lembaga-lembaga negara dan pemerintahan lainnya dalam mencapai tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia yang tercantum dalam konstitusi Republik Indonesia. Disamping itu, agar OJK dapat melaksanakan fungsinya secara efektif, maka OJK harus memiliki independensi di dalam melaksanakan fungsinya agar dapat terlindungi dari berbagai kepentingan yang dapat menghambat tercapainya tujuan tersebut diatas. 267 Sebagai bagian dari penataan peraturan dan pengawasan sektor jasa keuangan, UUOJK dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan kegiatan jasa keuangan di dalam sektor jasa keuangan dapat terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel, serta dapat mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil. b. Tujuan 268 Tujuan UUOJK agar terjadinya penyatuan lembaga pengawas yang dinilai dapat mengurangi penyalahgunaan yang ada dari dualisme pengawasan. Lebih dari itu, melalui penyatuan lembaga pengawas, maka aliran informasi menjadi lebih terpusat sehingga pemantauan lembaga keuangan yang menyeluruh dapat direalisasikan. Pada saat yang sama, meluapnya permasalahan lintas sektoral di sektor jasa keuangan, yang meliputi tindakan moral hazard, belum optimalnya perlindungan konsumen jasa keuangan, dan terganggunya stabilitas sistem keuangan semakin mendorong diperlukannya 267 Naskah Akademik Pembentukan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan OJK, hlm. 3-4. 268 Ibid. Universitas Sumatera Utara pembentukan lembaga pengawasan di sektor jasa keuangan yang terintegrasi. 269 Pengharmonisasian adalah upaya untuk menyelaraskan, menyesuaikan, memantapkan dan membuahkan konsepsi suatu peraturan perudang-undangan c. Sistematika Bab I : tentang Ketentuan Umum Pasal 1 Bab II : tentang Pembentukan, Status, dan Tempat Kedudukan Pasal 2-3 Bab III : tentang Tujuan, Fungsi, Tugas, dan Wewenang Pasal 4-9 Bab IV : tentang Dewan Komisioner Pasal 10-25 Bab V : tentang Organisasi dan Kepegawaian Pasal 26-27 Bab VI : tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat Pasal 28-31 Bab VII : tentang Kode Etik dan Kerahasiaan Informasi Pasal 32-33 Bab VIII : tentang Rencana Kerja dan Anggaran Pasal 34-37 Bab IX : tentang Pelaporan dan Akuntabilitas Pasal 38 Bab X : tentang Hubungan Kelembagaan Pasal 39-48 Bab XI : tentang Penyidikan Pasal 49-51 Bab XII : tentang Ketentuan Pidana Pasal 52-54 Bab XIII : tentang Ketentuan Peralihan Pasal 55-68 Bab XIV : Ketentuan Penutup Pasal 69-71 C. Pembaruan Pokok-Pokok Materi Dalam Undang-Undang Pasar Modal Mengenai Pengawasan Perusahaan Publik yang Diharmonisasikan Dengan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan 269 Hasbi Hasan, Loc.cit Universitas Sumatera Utara dengan peraturan perundang-undangan lain, baik yang lebih tinggi, sederajat maupun yang lebih rendah dan hal-hal lain selain peraturan perundang-undangan sehingga tersusun secara sistematis dan tidak saling bertentangan atau tumpang tindih overlapping. Hal ini merupakan konsekuensi dari adanya hierarki peraturan perundang-undangan. 270 Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengharmonisasikan peraturan perundang-undangan, diantaranya : 271 Peraturan perundang-undangan bertingkat lebih tinggi mengesampingkan peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah, kecuali apabila substansi peraturan perundang-undangan lebih tinggi mengatur hal-hal yang oleh undang-undang ditetapkan menjadi wewenang peraturan perundang-undangan tingkat lebih rendah. 1. Pembaharuan Hukum yaitu mengubahmencabut pasal tertentu yang mengalami disharmoni atau seluruh pasal peraturan perundang-undangan yang bersangkutan, oleh lembagainstansi yang berwenang membentuknya 2. Mengajukan permohonan uji materil kepada lembaga yudikatif sebagai berikut; a. Untuk pengujian undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar kepada Mahkamah Konsitusi; b. Untuk pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang- undang terhadap undang-undang kepada Mahkamah Agung. 3. Menerapkan asas hukumdoktrin hukum sebagai berikut: a. Lex superior derogat legi inferiori. 270 Ahmad Jabbar , Op.cit., hlm. 83. 271 A.A.Oka Mahendra, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara b. Lex specialis derogat legi generalis Asas ini mengandung makna, bahwa aturan hukum yang khusus akan mengesampingkan aturan hukum yang umum. c. Asas lex posterior derogat legi priori. Aturan hukum yang lebih baru mengesampingkan atau meniadakan aturan hukum yang lama. Asas lex posterior derogat legi priori mewajibkan menggunakan hukum yang baru. Sebagaimana disebutkan diatas, salah satu cara untuk mengharmonisasikan undang-undang dapat dilakukan melalui pembaruan pokok- pokok materi yang diatur dalam undang-undang. Dalam hal ini akan lebih khusus dibahas mengenai harmonisasi hukum melalui pembaruan hukum. Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI mengartikan kata “pembaruan” sebagai proses, cara, perbuatan membarui. Membarui itu sendiri menurut KBBI bermakna 1 memperbaiki supaya menjadi baru, 2 mengulangi sekali lagi, memulai lagi dan 3 mengganti dengan yang baru, memodernkan. 272 Bila dikaitkan dengan kata “hukum” maka akan muncul frasa yang berbunyi : proses pelaksanaan pembaruan hukum melalui cara memperbaiki, memodernkan, atau mengganti dengan yang baru. 273 Hampir tidak ada ahli hukum yang tidak menyepakati bahwa hukum selalu memerlukan pembaruan. Hal ini terjadi karena masyarakat selalu berubah, 272 Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2005, hlm. 105. 273 Mukhtar Zamzani, “Pembaruan Hukum”, Diunduh dari http:www.badilag.netdataARTIKELPEMBARUAN20HUKUM-MZ.pdf, diakses pada tanggal 14 Februari 2014. Universitas Sumatera Utara tidak statis. 274 “Pembaruan materi hukum dengan tetap memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib, teratur, lancar, serta berdaya saing global” Menurut Rencana Pembangunan Jangka Panjang RPJP Nasional 2005-2025, pembangunan hukum dilaksanakan melalui : 275 “Pembangunan hukum dilaksanakan melalui pembaruan hukum dengan tetap memperhatikan kemajemukan tatanan hukum yang berlaku dan pengaruh globalisasi sebagai upaya untuk meningkatkan kepastian dan perlindungan hukum, penegakan hukum dan hak-hak asasi manusia, kesadaran hukum, serta pelayanan hukum yang berintikan keadilan dan kebenaran, ketertiban dan kesejahteraan dalam rangka penyelenggaraan negara yang makin tertib dan teratur, sehingga penyelenggaraan pembangunan nasional akan makin lancar”. Pada bagian lain pernyataan seperti ini muncul lagi dengan perubahan sedikit kata ditandai dengan cetak tebal seperti dibawah ini : 276 “Pembangunan materi hukum diarahkan untuk melanjutkan pembaruan produk hukum untuk menggantikan peraturan perundang-undangan warisan kolonial yang mencerminkan nilai-nilai sosial dan kepentingan masyarakat Indonesia .....” Pada bagian lain ada pula pernyataan yang berbunyi : 277 Kutipan-kutipan di atas ini menggambarkan RPJP Nasional 2005-2025 menghendaki adanya pembaruan hukum, terutama dalam bentuk pembaruan materi hukum, yang maksudnya tidak lain ialah pembaruan peraturan perundang- undangan. Hal ini dibuktikan dengan sering munculnya undang-undang baru yang merevisi undang-undang sebelumnya. 278 274 Ibid. 275 Mukhtar Zamzani, Op.cit., hlm. 4. 276 Ibid. 277 Ibid. 278 Ibid. Universitas Sumatera Utara Dapat ditegaskan bahwa hukum memiliki fungsi untuk mengatur kehidupan masyarakat dalam menjalankan aktivitasnya. Meningkatkan efektivitas dan efisiensi hukum dapat dilakukan dengan cara harmonisasi hukum melalui pembaruan hukum. Hal ini dilakukan mengingat hukum harus mampu mengikuti perkembangan yang ada dalam masyarakat. Harmonisasi hukum melalui pembaruan hukum pada dasarnya bertujuan untuk mewujudkan tujuan hukum yaitu keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Melalui pembaruan UUPM yang diharmonisasikan dengan UUOJK akan mampu memberi manfaat yaitu dengan terwujudnya satu masyarakat yang sejahtera sesuai dengan yang diamanatkan dari tujuan negara Indonesia yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Lebih spesifik lagi harmonisasi melalui pembaruan hukum ini akan mendukung dan mendorong pelaksanaan kegiatan di pasar modal lebih maksimal dan efektif serta efisien. Selain memberi manfaat, harmonisasi melalui pembaruan hukum akan semakin mendukung terwujudnya keadilan dalam pelaksanaan pasar modal. Ada tiga ciri khas yang selalu menandai keadilan yaitu : keadilan yang tertuju pada orang lain, keadilan harus ditegakkan dan keadilan menuntut persamaan. 279 Keadilan merupakan keutamaan yang membuat manusia sanggup memberikan kepada setiap orang atau pihak lain apa yang merupakan haknya. 280 279 K. Bertens, Op.cit., hlm. 87. 280 Ahmad Jabbar, Op.cit., hlm. 96. Dalam UUPM masih ada celah yang cenderung dapat dikategorikan kurang melindungi kepentingan pemodal investor hal ini terlihat dengan tidak adanya diatur mengenai perlindungan investor tersebut dalam UUPM. Maka hal ini seharusnya Universitas Sumatera Utara menjadi perhatian untuk dapat mewujudkan keadilan bagi setiap pihak yang terdapat dalam pasar modal. Pada akhirnya harmonisasi melalui pembaruan hukum diharapkan dapat memberi kepastian hukum. Arti penting kepastian hukum juga dikemukakan Sudikno Mertokusumo yang menjelaskan bahwa: 281 Setelah hampir 19 tahun UUPM Nomor 8 Tahun 1995 ini berjalan dan dalam rangka mendorong serta meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi nasional yang berdaya saing global maka diperlukan industri pasar modal yang semakin kompetitif. Selain itu juga untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum bagi pelaku pasar modal serta mampu mengurangi resiko sistemik. Konsultan Hukum Pasar Modal, Safitri mengatakan “masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum, karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum berfungsi menciptakan kepastian hukum karena bertujuan ketertiban masyarakat. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan”. Pelaksanaan kegiatan di pasar modal akan lebih tertib terlaksana walaupun banyak kepentingan berbagai pihak yang terlibat didalamnya. 282 Dimana dalam perkembangannya pengawasan pasar modal juga telah beralih dari Bapepam kepada OJK setelah lahirnya UUOJK, maka perlu diadakan harmonisasi diantara kedua Undang-Undang tersebut. Hal ini dilakukan melalui pembaruan pokok-pokok materi UUPM yang diharmonisasikan dengan UUOJK. bahwa UUPM sudah jauh tertinggal karena dibentuk ketika Pasar Modal di Indonesia masih sederhana dan saat ini Pasar Modal sudah sangat canggih sehingga UUPM tidak bisa mengakomodir kebutuhan industri Pasar Modal saat ini 281 Sentosa Sembiring, Op.cit., hlm. 20. 282 I. Safitri, 2012, Diskusi Djokosoetono Research Center from hukumonline.com. Universitas Sumatera Utara Beberapa ketentuan UUPM dan dalam beberapa peraturan terkait inilah yang harus segera diadakan pembaruan hukum untuk mewujudkan harmonisasi dengan UUOJK : a Merubah redaksi kata “Bapepam” dalam UUPM Peraturan Bapepam dan diganti dengan kata “OJK” Pasal 2 UUPM menyebutkan bahwa Menteri Keuangan menetapkan kebijaksanaan umum di bidang pasar modal yang berkaitan dengan kebijaksanaan fiskal, moneter, dan kebijaksanaan ekonomi makro pada umumnya. Sedangkan dalam pasal selanjutnya ditegaskan bahwa pembinaan, pengaturan dan pengawasan sehari-hari kegiatan pasar modal dilakukan Bapepam. 283 Untuk efisiensi waktu dan pada akhirnya akan meningkatankan efektivitas pelaksanaan Undang-Undang sebaiknya Perubahan redaksi kata Bapepam dalam UUPM dan diganti dengan OJK dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi dan bukan Namun pada perkembangannya Bapepam telah melebur kedalam satu lembaga pengawasan tunggal sektor jasa keuangan yaitu Otoritas Jasa keuangan OJK. Kata “Bapepam” dalam UUPM selaku lembaga pengawas pasar modal sebelum berlakunya UUOJK, perlu untuk segera direvisi dengan merubah setiap kata “Bapepam” yang terdapat dalam UUPM dan menggantinya dengan kata “OJK” selaku lembaga pengawas pasar modal yang baru. Banyak pasal yang mengatur dan berkaitan dengan istilah “Bapepam” dalam UUPM, harus segera diganti dengan kata “OJK”. Hal ini untuk tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat umum khususnya para pelaku pasar modal mengenai lembaga pengawas pasar modal. 283 Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Op.cit., hlm.78. Universitas Sumatera Utara oleh DPR RI. Hal ini mengingat bahwa diperlukannya tindakan cepat dalam pengaturan mengenai pasar modal berhubung kegiatan pasar modal harus terus terlaksana. Selain daripada itu segala jenis Peraturan Bapepam yang sudah ada, harus dirubah juga redaksi katanya dengan Peraturan OJK. b Mengenai engaturan insider trading dalam UUPM Bentuk penyimpangan dan pelanggaran dalam Pasar Modal masih banyak yang kurang terjangkau secara maksimal oleh ketentuan-ketentuan yang termaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995. Salah satu pelanggaran dalam Pasar Modal adalah kejahatan Pasar Modal yang berkaitan dengan perdagangan orang dalam Insider Trading. 284 Salah satu syarat agar pasar modal mampu mengembangkan perekonomian Indonesia adalah kejahatan di pasar modal khususnya insider trading harus dapat ditemukan dan diselesaikan melalui hukum yang berlaku baik itu kebiasaan maupun karena telah diatur dalam aturan di pasar modal. 285 Insider trading adalah suatu kejahatan di Pasar Modal yang sangat sulit untuk dibuktikan, bahkan di negara yang sudah maju sekalipun seperti Amerika Serikat. Tidaklah mudah untuk membawa pelaku kejahatan ini kedalam peradilan pidana. Hal ini terkait dengan sulitnya pembuktian atas praktek kejahatan tersebut. 286 Insider trading terjadi apabila orang dalam melakukan perdagangan dengan menggunakan informasi yang belum di disclose yang mengandung fakta 284 I.B. Priyanta Putra, Ni Ketut Supasti Darmawan dan I ketut Westra, “Insider Trading Dalam Kegiatan Pasar Modal Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995”, Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana Bali 285 M.S. Tumanggor, “Kajian Hukum Atas Insider Trading Di Pasar Modal Suatu Antisipasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Indonesia Suatu Telaah Singkat, Disertasi Doktor Ilmu Hukum, Universitas Padjajaran, 2005 Diunduh dari http:www.bapepam.go.idpasar_modalpublikasi_pminfo_pmwarta2005_agustusKajian20H ukum20Atas20Insider20Trading.pdf, diakses pada tanggal 16 Februari 2014. 286 Ibid. Universitas Sumatera Utara material yang dapat mempengaruhi harga saham. 287 Insiders adalah adalah komisaris, direksi, pemegang saham utama, pegawai hubungan usaha dengan emitenperusahaan publik yang memungkinkan seseorang tersebut memperoleh inside information, seperti konsultan hukum, akuntan, notaris, penasehat keuangan dan investasi, serta pemasok atau kontraktor emitenperusahaan publik tersebut. Mereka yang dikategorikan cooperate insiders ini masih tetap disebut insiders selama 6 enam bulan sejak mereka tidak lagi menduduki jabatan atau hubungan dengan emitenperusahaan publik yang bersangkutan. 288 Dari pengertian Insider Trading dapat diuraikan beberapa kriteria atau elemen sebagai berikut: 289 Insider trading merupakan salah satu kejahatan tercanggih di dunia yang umumnya dilakukan dengan modus operandi yang sangat rumit dan tidak gampang untuk dilacak. Disamping modus operandinya yang canggih, para pelaku insider trading juga umumnya terdiri dari orang-orang terpelajar sehingga dikatakan bahwa kejahatan insider trading termasuk kejahatan kerah putih atau sering disebut dengan white collar crime. Karena itu kejahatan insider trading 1. Adanya perdagangan efek 2. Dilakukan oleh orang dalam perusahaan 3. Adanya inside information 4. Inside Information tersebut belum terbuka untuk umum atau belum layak untuk dipublikasikan 5. Perdagangan didasarkan oleh adanya Inside Information tersebut 6. Tujuannya tidak lain adalah untuk mendapatkan keuntungan yang tidak layak. 287 Sunarmi, Modul Perkuliahan: Hukum Pasar Modal, Medan: Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara, 2009, hlm. 111. 288 Penjelasan Pasal 59 UUPM 289 I.B. Priyanta Putra, Ni Ketut Supasti Darmawan dan I ketut Westra, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara cenderung sulit untuk dibuktikan dan diungkap, ditambah lagi apabila penegak hukumnya masih menggunakan metode-metode konvensional dalam melakukan law enforcement terhadap kasus insider trading. 290 Insider Trading adalah tindak pidana pasar modal yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal UUPM Pasal 95, Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98 dan Pasal 99. Sedangkan pelaku pelanggaran dapat dikenakan sanksi Administratif yang diatur dalam Pasal 102 UUPM dan sanksi Pidana yang diatur dalam Pasal 103 ayat 1 UUPM. 291 Secara teknis pelaku insider trading dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu pihak yang mengemban kepercayaan secara langsung maupun tidak langsung dari emiten atau perusahaan publik atau disebut juga sebagai pihak yang berada dalam fiduciary position, dan pihak yang menerima informasi orang dalam dari pihak pertama fiduciary position atau dikenal dengan Tippee. 292 Pada kasus insider trading yang menderita kerugian begitu banyak dan meluas, mulai dari lawan transaksi, hingga kepada kewibawaan regulator dan kredibilitas pasar modal. 293 Masalah insider trading terjadi dikarenakan sulitnya merealisasikan suatu prinsip keterbukaan disclosure. Prinsip keterbukaan sangatlah penting, adapun tujuannya adalah untuk menjaga kepercayaan investor. Sangat relevan ketika munculnya ketidak percayaan publik terhadap pasar modal, yang pada gilirannya 290 Andri Frandoni, “ Penegakan Hukum Terhadap Praktek Perdagangan Orang Dalam Insider Trading Oleh Badan Pengawasan Pasar Modal Dan Lembaga Keuangan Bapepam-LK, Studi : Badan Pengawas Pasar Modal dan lembaga Keuangan”, Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Andalas, 2011, hlm. Vii. 291 Masri Nalole, “Kedudukan Badan Pengawas Pasar Modal-Lembaga Keuangan Bapepam-LK Dalam Mengatasi Praktik Insider Trading Di Pasar Modal Indonesia”, Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana, Magister Kenotariatan, Universitas Hasanuddin, hlm. 3. 292 M. Irsan Nurdin dan Indra Surya, Op.cit., hlm. 268. 293 Ibid., hlm. 267. Universitas Sumatera Utara mengakibatkan pelarian modal capital flight secara besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran pasar modal bursa saham. 294 Prinsip keterbukaan merupakan jiwa dalam pasar modal itu sendiri. 295 Memang harus diakui bahwa kejahatan ini tidak mudah untuk ditemukan apalagi diselesaikan, hal ini karena tidak didukung oleh sistem hukum yang ada saat ini di Indonesia. Oleh karena itu perlu kiranya kedepan dipertimbangkan suatu harmonisasi ketentuan hukum yang ada dengan perkembangan akan kebutuhan hukum itu sendiri. 296 b. Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan. UUPM mengatur mengenai perdagangan orang dalam Insider Trading, khususnya dalam Pasal 95 yang berbunyi : Orang dalam dan Emiten atau Perusahaan Publik yang mempunyai informasi orang dalam dilarang melakukan pembelian atau penjualan atas efek : a. Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud ; dan 297 Apabila Pasal 95 UUPM dicermati lebih mendalam lagi dengan memperhatikan, teori-teori yang dikenal dalam perdagangan efek di pasar modal Disclose or Abstain Theory, Fiduciary Duty Theory dan Misapproprianor Theory, maka masih terdapat celah hukum yang dipakai oleh orang dalam, maupun orang luar yang menerima informasi Insider untuk melakukan transaksi efek yang dilarang atau InsiderTrading. Pasal 95 UUPM hanya menjangkau orang 294 Bismar Nasution, Keterbukaan dalam Pasar Modal, Jakarta: Program Pasca Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2006, hlm. 27. 295 William H. Beaver dalam Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, hlm. 1. 296 Lawrence M. Friedman, American Law An Introduction Second Edition, Jakarta: PT Tata Nusa, 2001, hlm.7. 297 I.B. Priyanta, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara dalam kapasitas Fiduciary Duty Theory, sehingga para pelaku yang masuk dalam kategori Misappropriation Theory hampir dapat dipastikan akan terhindar dari pelaksanaan Pasal 104 UUPM yaitu mengenai sanksi yang dapat dikenakan bagi pelaku Insider Trading. 298 Menurut teori penyalahgunaan misappropriation theory, seseorang tidak harus mempunyai pelanggaran fiduciary duty. Jadi, menurut teori penyalahgunaan, seseorang yang menggunakan informasi yang belum tersedia untuk publik milik orang lain dalam perdagangan saham dianggap telah melakukan insider trading. Seseorang tersebut adalah misappropriators sama dengan pihak yang melakukan pelanggaran dari suatu fiduciary duty atau pihak yang mempunyai hubungan trust dan confidant dengan emiten atau pemegang saham. 299 Penjelasan teori ini sehubungan dengan ketentuan dalam UUPM belum menganut teori penyalahgunaan misaproprition theory dalam menentukan orang dalam insider tetapi masih menganut teori hubungan kepercayaan fiduciary duty theory. 300 Menurut teori penyelahgunaan masyarakat luas juga dapat dikategorikan sebagai insider sekalipun seseorang hanya berprofesi sebagai guru, dokter, petani, nelayan, dan lain-lain tanpa terkecuali. Teori penyelahgunaan misappropriation theory memandang, setiap orang yang menggunakan inside information atau informasi yang belum tersedia untuk publik melakukan perdagangan saham atas 298 Najib A. Gisymar, Op.cit., hlm. 44. 299 Donald Moody Pangemanan, “Peraturan Insider Trading Dalam Pasar Modal Indonesia : Studi Mengenai Penerapan Teori Penyalahgunaan Dalam Praktik Insider Trading”, Jurnal Hukum Dan Pasar Modal, Edisi 2Juli 2005, Himpunan Konsultan Hukum Pasar Modal, hlm. 56. 300 Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Op. cit., hlm. 255. Universitas Sumatera Utara informasi tersebut dikategorikan sebagai insider. Walaupun orang yang melakukan perdagangan itu tidak mempunyai fiduciary duty dengan perusahaan. 301 Apabila diterapkan misappropriation theory dalam UUPM akan membuat konsep insider menjadi sangat komprehensif dengan mengatur dalam undang- undang tersebut berlaku untuk setiap orang yang menggunakan informasi yang belum tersedia untuk publik inside information melakukan perdagangan saham atas informasi tersebut dikategorikan sebagai insider dalam insider trading. Sekalipun orang yang melakukan perdagangan saham tersebut tidak mempunyai hubungan kepercayaan dengan perusahaan, maka dapat ditentukan sebagai pelaku insider trading menurut teori penyalahgunaan. Orang-orang di luar dari pada emiten atau perusahaan yang akan go public, investor atau pemodal, dan lembaga- lembaga penunjang dan lembaga swasta penunjang lainnya dikategorikan sebagai orang dalam insider. 302 Konsep penerapan teori penyalahgunaan oleh pengadilan di Amerika Serikat adalah dalam kasus Newman. Dalam kasus ini Newman tidak memiliki fiduciary duty dengan perusahaan dan ia memanfaatkan informasi non public atau inside information, pengadilan memutuskan bersalah kepada Newman berdasarkan teori penyalahgunaan material atas inside information dari majikannya. 303 Karakteristik insider trading paling utama adalah perdagangan itu melibatkan informasi dari insider baik langsung maupun tidak langsung membuat 301 Ibid., hlm. 264. 302 Tandi Pada Palayukan, “Analisis Terhadap Larangan Praktik Insider Trading Di Pasar Modal, USU Law Journal, Volume II-No. 2, November 2013, hlm. 96. 303 Bismar Nasution, Keterbukaan Dalam Pasar Modal, Op. cit., hlm. 265. Universitas Sumatera Utara pernyataan yang tidak benar mengenai fakta materil atau tidak mengungkapkan fakta materil sebagaimana ciri-ciri penipuan dalam Pasal 90 UUPM. Jika perbuatan penipuan tersebut tidak mengakibatkan penyesatan kepada pihak lain dan kerugian, maka tidak masuk dalam kategori penipuan. UUPM memang melarang perbuatan penipuan tetapi pengaturannya tidak menjangkau sampai pada terjadinya kerugian dalam Pasal 90 UUPM. Berarti jika keuntungan telah diperoleh dari penipuan walaupun ternyata ada kerugian tidak masuk kategori penipuan. 304 Selanjutnya mengenai penipuan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 93 UUPM. Ketentuan tersebut memenuhi unsur akibat kelakuan secara objektif akibatnya yang mempengaruhi harga efek di bursa tetapi kata ”mempengaruhi” sulit untuk dijelaskan di sini apakah pengaruhnya mengakibatkan kerugian atau tidak kepada pihak lain investor. Berarti walaupun penipuan itu mempengaruhi harga efek di bursa jika tidak terdapat kerugian investor maka tidak bisa dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum dalam hal ini penipuan. 305 Indikasi perdagangan menjadi tidak biasa jika dalam melakukan pembelian dan penjualan saham, orang dalam itu mendasarkan perbuatannya kepada adanya informasi material tentang perusahaan yang belum diinformasikan kepada publik, misalnya tentang rencana perusahaan untuk melakukan merger, atau rencana akan mengakuisisi perusahaan lain yang akan membuat nilai perusahaan itu akan menjadi naik. Bukan saja perbuatan tersebut menjadi perbuatan yang tidak biasa, bahkan perbuatan itu akan mengakibatkan orang 304 Tandi Pada Palayukan, Loc.cit. 305 Ibid. Universitas Sumatera Utara dalam tersebut dapat dikenakan tuduhan melakukan praktek insider trading. 306 Standar pembuktian dalam UUPM saat ini memungkinkan pelaku insider trading dibebaskan oleh pengadilan karena pengadilan tidak mampu membuktikan bahwa pelaku bersalah. 307 Lemahnya pengawasan terhadap transaksi efek dan adanya celah hukum terhadap pihak yang tergolong kategori misappropriation yaitu orang dalam Insider perusahaan untuk melakukan transaksi efek, merupakan penyebab sulitnya menelusuri kasus Insider Trading. 308 Sebagaimana diketahui bahwa insider trading disamping dituntut secara perdata mengenai kepatutan atau kepantasan juga dapat dituntut secara pidana sebagaimana disebutkan dalam UUPM, namun sebagaimana kasus sejenis yang muncul diberbagai negara yang penyelesaian kasus tersebut cenderung ke arah ganti rugi atau denda oleh lembaga regulator Pasar Modalnya. 309 Namun perlu dilakukan telaah hukum secara mendalam akan kejahatan insider trading agar hukuman yang diterima tepat sasaran dan memiliki efek jera, terlepas sanksi tersebut berupa sanksi perdata atau pidana. Sistem Pengawasan di Pasar Modal dari studi kasus pelanggaran hukum pasar modal khususnya insider trading, tergambar bahwa demikian luas dan rumitnya tindak pelanggaran di pasar modal. Hal ini harusnya dapat diakomodir dalam pengembangan hukum Indonesia. 310 306 Asril Sitompul, Zulkarnain Sitompul, dan Bismar Nasution, Insider Trading, Kejahatan Di Pasar Modal, Jakarta: Books Terrace Library, 2007, hlm. 3-4. 307 Mulya T. Lubis dan Alexander Lay, “Penegakan Hukum Pasar Modal dan Civil Penalty”, Jurnal Bisnis Indonesia, Jakarta, tanggal 26 Februari 2008, hlm. 56. 308 I.B. Priyanta, Loc.cit. 309 M.S. Tumanggor, Loc.cit. 310 Ibid. Sulitnya penyelesaian kasus insider trading di pasar modal Universitas Sumatera Utara Indonesia karena terbatasnya masalah pembuktian yang dianut dalam hukum tertulis Indonesia. 311 Sejak Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal UUPM diundangkan, belum ada satupun kasus Insider Trading dijerat dengan undang-undang ini. Padahal UUPM sudah cukup mengatur tentang Insider Trading, termasuk pengaturan sanksi dan sebagainya. Namun pada kenyataannya, Bapepam tidak bisa menjerat pelaku Insider Trading sampai ke pengadilan. 312 Bentuk peraturan insider trading yang sudah ada masih belum cukup menjadi dasar dalam mengatasi Insider Trading. Hal ini dapat dilihat peraturan tersebut tidak cukup memberi perlindungan hukum kepada industri Pasar Modal. Pengaturan Insider Trading harus lebih diperketat dengan memperkokoh dan meningkatkan penyempurnaan regulasi dan pengawasan. 313 Terkait dengan penegakan hukum insider trading selama ini masih jauh dari apa yang diharapkan, karena belum ada satupun kasus insider trading yang sampai dibawa ke ranah pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap. Penegakan hukum insider trading yang dilakukan selama ini hanyalah sebatas pemeriksaan yang ujungnya hanya mengenakan sanksi administratif kepada pihak-pihak yang terlibat. Pemberian sanksi administratif bukanlah termasuk upaya penegakan hukum insider trading, karena perbuatan insider trading merupakan tindak pidana di bidang pasar modal yang pemberian sanksinya haruslah melalui mekanisme pengadilan yang memiliki kekuatan hukum tetap. 314 311 Ibid. 312 Masri Nalole, Op.cit. hlm. 6. 313 Ibid., Hlm. 8. 314 Andri Frandoni, Op.cit., hlm. x. Universitas Sumatera Utara Kendala atau hambatan-hambatan yang dihadapi dalam melakukan upaya penegakan hukum insider trading adalah UUPM dan peraturan pelaksanaanya dapat dianggap masih banyak memiliki kekurangan baik secara substantif maupun pelaksanaanya di dalam penegakan hukum pasar modal, khususnya dalam penegakan hukum insider trading. Sebagai salah satu dari tindak pidana di bidang ekonomi, insider trading hendaknya memiliki hukum acara tersendiri dalam upaya penegakan hukumnya, tidak lagi berpatokan kepada KUHAP secara keseluruhan. kemudian dalam hal pembuktian kasus insider trading Bapepam-LK mengalamati kesulitan dalam upaya mengumpulkan alat bukti, apalagi kalau alat bukti yang diperlukan berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, seperti pada kasus perdagangan saham PT. Bank Bali. Tbk. 315 Dari sekian banyak dugaan kasus insider trading yang ditangani oleh Bapepam-LK tidak adanya satu pun dilakukan penyidikan dan dilimpahkan ke kejaksaan karena Bapepam-LK mengalami kesulitan dalam mencari alat bukti yang dapat diajukan sebagai dasar dilakukannya penuntutan terhadap insider trading. Namun demikian, setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Teknologi Informasi Elektronik, yang mengakui data elektronik sebagai alat bukti yang sah di pengadilan, hendaknya mempermudah Bapepam-LK dalam upaya pembuktian, walaupun cara kerja insider trading semakin canggih dan kompleks, namun dapat diatasi dengan upaya menjalin MOU dengan otoritas pasar modal asing guna memudahkan menelusuri kejahatan insider trading Internasional. 316 315 Ibid., hlm. Xi. 316 Ibid. Universitas Sumatera Utara Sesuai dengan keberadaan OJK yang ada di Indonesia, sebagai regulator dalam pasar modal, OJK seharusnya dapat membentuk peraturan-peraturan yang dapat mencerminkan keadilan bagi semua pelaku pasar modal. Dengan demikian dapat terealisasi kepastian hukum dan kenyamanan bagi para pelaku pasar modal untuk berinvestasi dalam pasar modal. Maka untuk meningkatkan pengawasan Pasar Modal yang akan dilakukan oleh OJK, perlu diadakan sebuah pembaruan UUPM dalam hal kejahatan insider trading. Sebagaimana disebutkan oleh Winardi pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan mengawasi, tetapi juga mengandung arti memperbaiki dan meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. 317 Kesulitan dalam menangani kasus insider trading yaitu dalam hal pembuktian, dan adanya celah hukum terhadap pihak yang tergolong kategori Melihat kenyataan sebagaimana telah diuraikan diatas, bahwa dahulu Bapepam diperhadapkan dengan kesulitan dalam menangani kejahatan insider trading. Oleh karena itu dengan lahirnya OJK sebagai pengawas baru diharapkan dapat melakukan koreksi atas hal-hal apa saja yang menjadi kendala dalam mengatasi kejahatan insider trading. Seperti yang dikemukakan oleh Winardi pengawasan itu harus mampu memperbaiki dan meluruskan hal yang diawasi tersebut sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang direncanakan. Dalam rangka membantu kinerja OJK untuk mengawasi pasar modal khususnya dalam hal menangani kejahatan insider trading, perlu diadakan dengan segera pembaruan pokok-pokok materi dalam UUPM mengenai insider trading. 317 Winardi, Manajer dan Manajemen, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2000, hlm. 224. Universitas Sumatera Utara misappropriation yaitu orang dalam Insider perusahaan untuk melakukan transaksi efek. Sebagaimana dalam Pasal 95 UUPM bahwa insider itu hanya dikaitkan berdasarkan fiduciary duty dan hal ini tentu memberi celah hukum terhadap pihak yang tergolong kategori misappropriation. Maka ketentuan- ketentuan dalam UUPM yang mengatur mengenai insider trading perlu diperbaharui dengan mengatur lebih rinci dalam hal pembuktian kejahatan insider trading dan mengenai pihak yang dapat dikategorikan sebagai insider tidak hanya pihak dalam kategori fiduciary duty melainkan memasukkan juga pihak dalam kategori misappropriation, dan Insider trading yang merupakan salah satu dari tindak pidana di bidang ekonomi hendaknya memiliki hukum acara tersendiri dalam upaya penegakan hukumnya, tidak lagi berpatokan kepada KUHAP secara keseluruhan. c Mengenai penyidikan oleh OJK UUOJK telah memberikan independensi yang cukup kepada OJK, namun tidak dapat dipungkiri bahwa masih banyak gap dalam UUOJK yang dapat berpotensi mempengaruhi independensi dari OJK. Hal ini akan difokuskan kepada masalah penyidikan dimana terdapat gap yang besar dalam konteks independensi yang dapat berpotensi untuk menciptakan penyalahgunaan wewenang atau ketidakpastian dalam pelaksanaan sebuah kebijakan. 318 Pertama, tidak ada standar dan hukum acara yang spesifik menyangkut tingkat penyidikan di UUOJK. Tidak dapat dipungkiri kalau sektor keuangan Adapun beberapa masalah mendasar pada struktur yang ada yang berpotensi mempengaruhi level implementasi penyidikan adalah : 318 Bismar Nasution, “Struktur Regulasi Independensi Otoritas Jasa Keuangan “, Op.cit., hlm. 14. Universitas Sumatera Utara sangat kompleks. Banyak dimensi yang terlibat didalamnya melalui dari masalah financial, sosial sampai hukum. Oleh karenanya, pemahaman yang menyeluruh dari seorang penyidik sangat diperlukan untuk melihat permasalahan yang ada dari kacamata multi dimensi. Namun UUOJK tidak memberikan acuan yang jelas mengenai standar yang harus dipakai dan diterapkan. Tidak terintegrasinya fungsi penyidik dalam lembaga OJK berpotensi menimbulkan perbedaan interpretasi yang pada gilirannya dapat menimbulkan inkonsistensi dalam penerapan kebijakan. 319 Kedua, adanya potensi multi interpretasi pada Pasal 49 angka 1 UUOJK yang menyatakan, “Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya yang meliputi pengawasan sektor jasa keuangan di lingkungan OJK, diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana”. Disini, dapat terlihat. Disatu sisi, ketentuan Pasal 49 angka 1 tersebut dapat diintepretasikan bahwa Kepolisian sebagai institusi mempunyai kewenangan penyidikan tersendiri terhadap kasus- kasus yang berkaitan dengan kejahatan di bidang keuangan. Di sisi lain, ketentuan Pasal 49 angka 1 itu juga diinterpretasikan bahwa hanya penyidik kepolisian yang diperbantukan oleh OJK lah yang diberikan kewenangan khusus untuk menyidik kasus-kasus kejahatan di bidang keuangan. Sehingga, sebagai institusi, Kepolisian tidak lagi berwenang menangani kasus-kasus di kejahatan bidang keuangan. 320 Masalah interpretasi ini haruslah diperjelas karena perbedaan pandangan akan berpotensi mempengaruhi independensi penyidikan oleh OJK dan penegakan 319 Ibid., hlm. 15. 320 Ibid. Universitas Sumatera Utara hukum di bidang keuangan secara umum. Idealnya, penyidikan di bidang keuangan harus dilakukan oleh satu institusi untuk menjaga konsistensi dari kebijakan yang ada. Penyidikan yang dilakukan dua institusi yang berbeda dapat berpotensi menimbulkan perbedaan penanganan yang pada gilirannya membentuk sebuah ketidakpastian hukum dan kebijakan di bidang keuangan. 321 Ketiga, dalam hal struktur organisasi penyidikan, masih adanya kekosongan mengenai sejauhmana OJK dapat tetap independen dalam proses penyidikan. Walaupun ketentuan Pasal 1 angka 1 UUOJK telah memberikan fungsi, tugas, dan wewenang penyidikan kepada OJK. Namun dalam implementasinya OJK tidak bisa langsung mengontrol jalannya penyidikan. Dalam ketentuan Pasal 49 angka 1 UUOJK disebutkan bahwa penyidik adalah Kepolisian polisi atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil PPNS. Sementara itu dapat dipahami bahwa pegawai OJK bukanlah Pegawai Negeri Sipil. Hal ini berarti bahwa dalam melakukan penyidikan, OJK harus “meminjam” bantuan dari pemerintah baik institusi polisi maupun institusi lainnya. 322 Yang menjadi pertanyaan adalah : 323 321 Ibid. 322 Ibid., hlm. 16. 323 Ibid. 1. Sejauh mana penyidik yang “diperbantukan” ke OJK dapat independen dari institusi asalnya mengingat bahwa mereka nantinya akan kembali lagi ke institusi asalnya tersebut. 2. Sejauh mana Dewan Komisaris OJK dapat mengawasi jalannya penyidikan untuk menjaga konsistensi kebijakan penegakan hukum yang diambilnya mengingat tidak adanya direct line of command ke Dewan Komisioner. Universitas Sumatera Utara Kedua hal ini penting untuk dipikirkan karena penegakan hukum yang tidak konsisten dengan kebijakan yang dibuat akan menciptakan kebingungan dari pelaku pasar. Tidak jarang adanya penafsiran yang berbeda antara aparat penegak hukum regulator dalam menterjemahkan sebuah kebijakan. Tanpa adanya struktur dan peraturan yang jelas, institusi penyidikan juga sangat berpotensi menjadi channel terhadap intervensi dari pihak dan golongan tertentu kepada OJK. 324 1. Pembuatan sebuah standar dan kerjasama yang jelas dalam melakukan penyidikan. Harus ada komitmen dari OJK dan institusi asal penyidik bahwa penyidikan kasus keuangan dilakukan melalui satu pintu dan kordinasi yaitu OJK. OJK juga harus membuat standard sistem penanganan yang jelas dan objektif sehingga check and balances dari jabatan sebuah penyidikan dapat dengan mudah dilakukan dan diukur. Standar yang harus ada paling tidak mencakup hal-hal mengenai tahapan sebelum dan sesudah penyidikan. Untuk mengatasi adanya perbedaan interpretasi antara OJK dan penyidik, sebaiknya setiap penyidikan yang dilakukan harus didahului oleh kesimpulan dan rekomendasi dari OJK dari level pemeriksaan. Hal ini penting agar penyidikan yang dilakukan didasarkan pada suatu landasan penafsiran kebijakan yang konsisten dan bukan berdasarkan penilaian subjektif. Dalam mengatasi permasalahan diatas maka ada beberapa masukan yang mungkin dapat dipertimbangkan oleh OJK untuk menetapkan gap yang ada sebagaimana diuraikan berikut ini : 325 Selain itu, standard yang ada juga harus mengatur mengenai jangka waktu dari tahap pelaporan, pemeriksaan hingga penyidikan. Hal ini untuk menjamin 324 Ibid. 325 Ibid., hlm. 17. Universitas Sumatera Utara kepastian hukum dan menjaga agar masalah yang ada dapat diselesaikan secepat mungkin. Perlu diingat bahwa sektor keuangan sangatlah dinamis. Keterlambatan penanganan atau proses yang terlalu berkepanjangan dapat menimbulkan permasalahan sistemik dan menimbulkan efek domino. Oleh karenanya penting kiranya untuk membentuk sebuah standard dengan jangka waktu yang jelas. 326 Kerancuan mengenai chain of command dari penyidikan harus dengan segera diatasi melalui regulasi internal mengenai struktur organisasi, yaitu melalui peraturan OJK. 2. Pembentukan struktur organisasi penyidikan di OJK 327 Idealnya, dalam struktur organisasi OJK nantinya, semua penyidik dimasukkan ke dalam satu departement tersendiri yang diketuai oleh Deputi bagian penyidikan. Deputi bagian penyidikan bertanggungjawab kepada Dewan Komisioner melalui Ketua OJK. Artinya, Deputi bagian penyidikan berada dalam pengawasan dan kontrol dari Ketua OJK, dimana nantinya Ketua OJK akan bertanggungjawab kepada Dewan Komisioner mengenai hasil penyidikan yang ada. 328 Fungsi control dari Ketua OJK dalam penyidikan ini penting untuk menjaga divisi penyidikan tetap independen baik dari pengaruh negatif institusi asalnya maupun pengaruh dari divisi atau lembaga lain di OJK yang mungkin mempunyai agenda dan kepentingan yang berbeda dengan divisi lainnya. Oleh karenanya diharapkan kedudukan dan fungsi Ketua yang netral dapat 326 Ibid. 327 Peraturan OJK adalah peraturan tertulis yang ditetapkan oleh Dewan Komisioner, mengikat secara umum, dan diundangkan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia 328 Bismar Nasution, “Struktur Regulasi Independensi Otoritas Jasa Keuangan “, Loc.cit. Universitas Sumatera Utara meminimalisir adanya intervensi penyidikan baik dari eksternal maupun internal OJK. 329 Selain itu, sistem kepangkatan dan renumerasi dari penyidik juga tidak kalah penting untuk diatur dengan jelas. OJK harus dapat menjamin adanya kontinuitas dari karir si penyidik ketika dia kembali ke institusi asalnya. Kepangkatan dan fungsi di OJK harus paralel dengan kepangkatan dan fungsi si penyidik di institusi asalnya. Hal ini penting agar nantinya si penyidik dapat fokus dalam melakukan penyidikan tanpa adanya kekhawatiran mengenai masa depannya. Selain itu dengan adanya struktur karir yang paralel, independensi si penyidik juga dapat lebih terjaga dari pengaruh institusi asalnya karena kenaikan karirnya tidak tergantung pada institusi asalnya. 330 3. Ke depan, untuk lebih meningkatkan efektifitas dan keberhasilan penegakan hukum OJK, perlu dibuat ketentuan dalam regulasi OJK yang mengatur pegawai OJK sebagai penyidik disamping penyidik Kepolisian dan PPNS dan pemeriksaan dalam setiap tingkatan perlu diperjelas dan diperkuat. 331 4. Perlu kedudukan dan hubungan antara UUOJK dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 KUHAP diperjelas dan harmonis. Berdasarkan penelitian Burg’s salah satu unsur hukum agar hukum dapat membuat sistem ekonomi berfungsi adalah definisi dan status yang jelas definition and clarity of status. 332 329 Ibid. 330 Ibid., hlm. 17-18. 331 Ibid., hlm. 18. 332 Ibid. Oleh karena itu, dalam rangka pembaharuan KUHAP nantinya perlu menentukan “pihak lainnya yang melaksanakan tugas pemerintahan” disamping Kepolisian dan PPNS mendapat kewenangan melaksanakan tugas penyidikan. Pemberian Universitas Sumatera Utara kewenangan penyidikan kepada pihak lainnya yang melaksanakan tugas pemerintahan tersebut akan menciptakan multi investigator system yang dapat diharapkan nantinya menciptakan semangat kompetisi yang positif diantara institusi penyidik yang pada gilirannya bermanfaat untuk penegakan hukum. Multy Investigator System telah diterapkan negara lain, seperti Amerika Serikat yang mengatur berbagai institusi sebagai penyidik dalam kasus money loundering. Misalnya antara lain, DEA Drugs Enforcement Administration dan IRS Internal Revenue Service. 333 Dengan demikian Pasal 101 UUPM yang mengatur mengenai penyidikan menyebutkan bahwa penyidik dalam pasar modal adalah PPNS, maka dalam hal ini Pasal 101 tersebut perlu untuk diharmonisasikan dengan UUOJK, bahwa PPNS adalah PPNS yang setelah memperoleh penetapan dari Ketua Bapepam. PPNS di lingkungan pasar modal adalah pegawai negeri sipil tertentu dari lingkungan Bapepam-LK yang diangkat oleh Menteri Kehakiman. 334 333 Ibid. 334 Jusuf anwar, Penegakan Hukum Dan Pengawasan Pasar Modal Indonesia, Op.cit., hlm. 164. Sementara dalam OJK dikenal istilah Pegawai OJK. Sebagaimana telah digambarkan sebelumnya dianggap perlu untuk membuat ketentuan dalam regulasi OJK yang mengatur pegawai OJK sebagai penyidik disamping penyidik Kepolisian dan PPNS. Maka dalam Pasal UUPM seharusnya dicantumkan bahwa Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Penyidik OJK juga termasuk sebagai penyidik dalam Pasar Modal. d Mengenai Perlindungan Konsumen Universitas Sumatera Utara Menurut Pasal 1 angka 15 UUOJK, konsumen adalah pihak-pihak yang menempatkan dananya danatau memanfaatkan pelayanan yang tersedia di Lembaga Jasa Keuangan antara lain nasabah pada Perbankan, pemodal di Pasar Modal, pemegang polis pada Perasuransian, dan peserta pada Dana Pensiun, berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan. Sebagaimana dalam UUOJK Pasal 28-31 mengatur tentang Perlindungan Konsumen dan Masyarakat. Bidang ini pula yang menjadi pintu masuk OJK untuk meminimalisir terjadinya sengketa antara pelaku jasa keuangan dengan nasabah atau konsumen. Berbicara mengenai perlindungan konsumen, OJK sendiri telah menerbitkan aturan. Peraturan tersebut bernomor 01POJK.072013 tentang Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan. Peraturan tersebut ditandatangani pada 26 Juli 2013 silam. 335 Peraturan ini masih bersifat umum. Sedangkan untuk aturan lebih lanjut mengenai perlindungan konsumen dan masyarakat di setiap sektor keuangan akan diterbitkan melalui surat edaran. Hingga kini, belum ada satupun surat edaran OJK yang mengatur lebih lanjut mengenai perlindungan konsumen dan masyarakat di tiap masing-masing sektor keuangan. 336 Pemodal menempati posisi penting dalam mengembangkan Pasar Modal. Oleh karena itu pemodal termasuk pihak yang perlu dibina, sekaligus mendapat perlindungan. Pembinaan dalam arti mengetahui hak-haknya, mengetahui mekanisme Pasar Modal, mengetahui keuntungan dan resiko investasi, dan lain- lain. Perlindungan pemodal adalah salah satu pilar yang sangat penting, karena 335 “Menunggu Gebrakan OJK Lindungi Konsumen Bank”, Hukum Online, Diunduh dari http:www.hukumonline.comberitabacalt52e60d7b73e63menunggu-gebrakan-ojk-lindungi- konsumen-bank, diakses pada tanggal 20 Februari 2014. 336 Ibid. Universitas Sumatera Utara jika pemodal tidak mendapat perlindungan yang cukup memadai, maka mereka, terutama pemodal kecil, enggan untuk melakukan transaksi di bursa. Tanpa adanya jumlah pemodal yang cukup banyak maka kegiatan pasar akan lesu dan fungsi dari pasar modal tidak akan berkembang. Perlindungan hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah perlindungan yang diberikan oleh hukum kepada pemodal atas hak-haknya dari suatu tindakan sewenang-wenang. Bagi pemodal, kepentingan yang paling mendasar selain mendapat keuntungan adalah mendapat perlindungan atas perlakuan yang adil dan seimbang antara dirinya dengan emiten. Perlindungan dan perlakuan yang adil ini terutama diperlukan oleh pemodal, mengingat kenyataan bahwa kedudukan pemodal seringkali berada dalam posisi yang tidak setara. 337 Dewasa ini banyak emiten yang mengalami krisis keuangan yang sangat berat yang antara lain disebabkan oleh anggota direksi dan komisaris yang saling terafiliasi sehingga dalam mengambil keputusan cenderung untuk mendahulukan kepentingan pribadi atau kelompok daripada kepentingan pemegang saham. Hal tersebut tentunya bertentangan dengan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik good corporate governance. Pemodal merupakan salah satu stakeholders disamping stakeholders yang lainnya, yaitu emiten, direksi, komisaris, pegawai dan kreditor. Lebih dari itu, bersama-sama dengan emiten, pemodal juga merupakan pihak yang membawa modal berupa dana segar bagi perusahaan yang go-public, sehingga tidak boleh tidak, pemodal sampai batas-batas tertentu patut dilindungi oleh hukum. 338 337 Indra Surya dan lvan Yustiavandana, Penerapan Good Corporate Governanance Mengesampingkan Hak-Hak Istimewa Demi Kelangsungan Usaha, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm. 71. 338 Rahayu Hartini, Op.cit., hlm. 300. Universitas Sumatera Utara Dalam pasar modal perlu diatur mengenai perlindungan kepentingan pemegang saham pemodalinvestor dari adanya transaksi yang berbenturan kepentingan, dimana pihak yang mempunyai benturan kepentingan termasuk pula pihak yang terafiliasi dengan direktur, komisaris, atau pemegang saham utama Emiten atau perusahaan publik. Selain itu, dipandang perlu adanya suatu ketentuan dalam UUPM untuk menghilangkan benturan kepentingan dan meningkatkan internal kontrol Perusahaan Efek yang melakukan usahanya di bidang pasar modal. Untuk melindungi kepentingan konsumen, UUPM perlu juga mengakomodasi mengenai pembuktian suatu tindakan kejahatan di pasar modal. Dalam hal ini alat bukti dalam pasar modal masih sesuai dengan apa yang diatur dalam KUHAP. Namun seiring berjalannya waktu alat bukti dalam pasar modal dapat berupa data elektronik. Legalitas data elektronik dalam hukum pembuktian di pasar modal perlu diatur dalam UUPM ini. Sehingga diharapkan tidak lagi timbul keraguan mengenai kekuatan hukum dari data elektronik sebagai alat bukti untuk hukum beracara di pengadilan Dalam rangka menciptakan Pasar Modal yang teratur, wajar dan efisien, serta untuk melindungi kepentingan investor, maka salah satu faktor yang sangat penting adalah penegakan peraturan-peraturan yang berlaku di pasar modal. Penegakan hukum disini maksudnya adalah memberikan sanksi yang tegas terhadap pelanggaran rambu-rambu hukum di bidang pasar modal yang dilakukan Universitas Sumatera Utara oleh para pelaku pasar modal terkait, baik berupa sanksi administratif, perdata maupun pidana yang berkualifikasi pelanggaran atau kejahatan. 339 Kepercayaan dan kredibilitas pasar merupakan hal utama yang harus tercermin dari keberpihakan sistem hukum pasar modal pada kepentingan investor dari perbuatan-perbuatan yang dapat menghancurkan kepercayaan investor. 340 Apabila di dalam UUOJK ada mengatur mengenai perlindungan konsumen, maka sudah sepantasnyalah UUPM sebagai Undang-Undang yang lebih khusus mengatur pasar modal juga memuat dalam ketentuan undang- undangnya mengenai perlindungan konsumen. Hal ini akan memberi dampak yang lebih signifikan bagi kepercayaan investor dalam berinvestasi di pasar modal. Sebagaimana kita ketahui disaat investor hendak menanamkan modalnya di pasar modal Indonesia, landasan hukum yang dapat melindungi kepentingan mereka akan menjadi sorotan utama dan pertimbangan yang cukup mempengaruhi bagi keputusan mereka untuk membeli efek tersebut. Mungkin kita beranggapan, UUOJK sudah cukup sebagai landasan hukum perlindungan konsumen, namun para investor akan jauh lebih percaya disaat perlindungan akan kepentingan mereka diatur dalam UUPM karena UUPM adalah Lex Specialis dalam pengaturan mengenai pasar modal. Sebagaimana UUOJK mengatur secara luas perlindungan konsumen di berbagai lembaga keuangan, dan disebutkan bahwa untuk aturan lebih lanjut mengenai perlindungan Selain itu kepentingan pemegang saham minoritas agar tidak diabaikan oleh siapa saja termasuk pemegang saham mayoritas. 339 Jusuf Anwar, Pasar Modal Sebagai Sarana Pembiayaan dan Investasi, Op.cit., hlm. 210. 340 M.Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Op.cit., hlm. 278. Universitas Sumatera Utara konsumen dan masyarakat di setiap sektor keuangan akan diterbitkan melalui surat edaran. Dan fakta menunjukkan sampai saat ini belum ada surat edaran yang telah diterbitkan mengenai perlindungan konsumen di masing-masing sektor jasa keuangan. Hal ini akan sangat menghambat pelaksanaan pasar modal yang setiap harinya selalu beroperasi. Oleh karena itu UUPM seyogyanya dibaharui dengan memuat aturan tentang perlindungan konsumen untuk menciptakan harmonisasi terhadap UUOJK. Pada akhirnya akan memberi dampak yang positif dalam kinerja pengawasan OJK. e Penentuan Fakta Material Dalam Mempengaruhi Harga Saham di Pasar Sekunder Para investor selalu aktif mengumpulkan berbagai informasi dan memanfaatkannya untuk memahami harga-harga saham dalam pasar sekunder, informasi yang dikumpulkan tersebut adalah informasi yang mengandung fakta material. Suatu informasi yang tidak lengkap, tidak akurat dan tidak up to date akan memberikan bahan analisis yang menyesatkan, sehingga dapat menimbulkan kesalahan dalam mengambil keputusan investasi dari investor. Kesalahan ini besar kemungkinannya akan menimbulkan kerugian bagi para investor. 341 Peristiwa tender offer, merger atau peleburan consolidation dan akuisisi perusahaan, yang merupakan topik penting yang harus diinformasikan kepada investor karena tindakan tersebut termasuk fakta materil. Permasalahan yang timbul, adalah pada saat merger atau peleburan dan akuisisi menjadi sesuatu hal yang mengandung fakta materil. Hal ini perlu menjadi perhatian, sebab peraturan pasar modal Indonesia hanya menyebutkan bahwa informasi merger dan akuisisi 341 Alkamra, “Perlindungan Hukum Bagi Investor Dalam Perdagangan Saham Setelah Listing di Pasar Modal”, Tesis, Ilmu Hukum, Pascasarjana, USU, 2011,hlm. 35. Universitas Sumatera Utara sebagai fakta materil yang harus disampaikan, tanpa menentukan saat yang tepat untuk menyampaikan informasi tersebut. Misalnya apakah pembicaraan awal mengenai merger dan akuisisi sudah material dan pada saat itu wajib disampaikan pada investor atau pemegang saham. 342 Walaupun peraturan kewajiban prinsip keterbukaan di pasar modal Indonesia telah menentukan merger sebagai informasi material, namun dalam praktek peraturan tidak dapat menjelaskan apa yang menjadi ukuran atau standar merger dikatakan sebagai informasi material. Sementara yang menentukan suatu informasi atau fakta wajib diungkapkan adalah tergantung dari bobot materialistis informasi tersebut. 343 Jika diperhatikan secara mendalam ternyata beberapa peraturan yang terdapat dalam Undang-undang Pasar Modal Indonesia masih bersifat sumir atau tidak cukup terperinci. 344 Undang-undang pasar modal Indonesia yang demikian itu membuka loophole yang bisa dimanfaatkan oleh mereka yang tidak beritikad baik. Dengan perkataan lain, karena tidak terperincinya standar penentuan fakta material sangat berpotensi terhadap pelanggaran prinsip keterbukaan yang pada akhirnya dapat menimbulkan perbuatan curang dalam penjualan saham dan merugikan investor. Ketentuan standar penentuan fakta material dan ketentuan perbuatan curang adalah nafas hukum pasar modal. 345 342 Bismar Nasution, “Keterbukaan Dalam Pasar Modal”, Op.cit., hlm. 157-158. 343 Ibid., hlm. 158. 344 Ibid., hlm. 11. 345 Ibid. Universitas Sumatera Utara Apabila suatu kejadian sulit untuk ditentukan sebagai suatu informasi atau fakta material, maka konsep kewajiban untuk menyampaikan informasi duty to disclose itu menjadi terhambat. 346 Peranan prinsip keterbukaan merupakan cara untuk meningkatkan kepercayaan trust and confidence kepada investor lebih luas. Peningkatan perlindungan investor dan kepercayaan ini selanjutnya juga akan berdampak kepada ekonomi suatu negara secara umum. Hal ini karena hanya dengan memberikan perlindungan yang baik terhadap investor, dan penerapan prinsip keterbukaan secara konsisten dan bermutu, dapat diharapkan masuknya modal ke dalam suatu negara. 347 Selain adanya kewajiban untuk menyampaikan keterbukaan informasi secara berkala dan berdasarkan kejadian tersebut. Emiten juga diwajibkan untuk melakukan pemutakhiran updating atas informasi yang disampaikan secara berkala berdasarkan kejadian tersebut. Kewajiban pemutakhiran ini diwajibkan dalam hal terjadi perkembangan atau perubahan material atas informasi yang telah disampaikan sebelumnya, sehingga informasi yang ada tidak menjadi menyesatkan. 348 346 Alkamra, Op.cit., hlm. 39. 347 Ibid. 348 Ibid. Di Indonesia doktrin yang mengharuskan adanya pemutakhiran dalam rangka continuous disclosure ini dikenal dengan doktrin duty to update. Undang-Undang Pasar Modal memang tidak secara tegas membebankan adanya kewajiban ini kepada emiten. Tetapi bukan berarti kewajiban untuk melakukan Universitas Sumatera Utara pemutakhiran updating itu tidak ada. 349 349 Ibid., hlm. 51. Hal ini dapat dilihat pada Pasal 86 ayat 1 huruf a dan b UUPM. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu diatur secara lebih rinci dan jelas lagi mengenai fakta material. Tidak terperincinya standar penentuan fakta material sangat berpotensi terhadap pelanggaran prinsip keterbukaan yang pada akhirnya dapat menimbulkan perbuatan curang dalam penjualan saham dan merugikan investor. Saat yang tepat untuk menyampaikan fakta materil juga perlu diatur sebagaimana telah dijelaskan diatas. Dalam hal merger misalnya apakah pembicaraan awal mengenai merger dan akuisisi sudah material dan pada saat itu wajib disampaikan pada investor atau pemegang saham. Maka UUPM seharusnya mengatur hal tersebut lebih rinci lagi untuk mewujudkan pasar modal yang teratur, wajar dan efisien. Hal ini akan membantu OJK mewujudkan tujuan pembentukannya sebagaimana disebutkan dalam Pasal 4 UUOJK yaitu terselenggaranya pasar modal secara teratur, adil, transparan. Memang sudah diberitakan dalam mass media bahwa pemerintah saat ini tengah menyiapkan Rancangan Undang-Undang RUU tentang revisi UUPM, namun hal ini harus dilakukan segera dan jangan hanya menjadi sebuah wacana belaka mengingat mengenai hal pengawasan adalah hal yang urgent dan tidak baik apabila ditunda dalam pelaksanaannya. Universitas Sumatera Utara

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen yang terkait

WEWENANG OTORITAS JASA KEUANGAN (OJK) DALAM PENGATURAN DAN PENGAWASAN TERHADAP BANK SYARIAH BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN

8 98 57

Perlindungan Hukum bagi Pihak Ketiga Akibat Misleading Information Dihubungkan dengan Prinsip Keterbukaan dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal Jo Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan.

5 9 46

TINJAUAN YURIDIS PERAN OTORITAS JASA KEUANGAN MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN DIHUBUNGKAN DENGAN PERLINDUNGAN TERHADAP INVESTOR PASAR MODAL.

0 3 10

FUNGSI PENGAWASAN OTORITAS JASA KEUANGAN DALAM HAL TERJADINYA FORCED SELL DI PASAR MODAL DIKAITKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1995 TENTANG PASAR MODAL DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TEN.

0 0 1

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 9

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 1

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 1 23

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 49

Upaya Harmonisasi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal Terhadap Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan Dalam Pengawasan Perusahaan Publik

0 0 9

BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG NO. 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN (“UNDANG-UNDANG OJK”)

0 0 68