61
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PEMILIK BANGUNAN DAN
MASYARAKAT SEKITAR DALAM PERJANJIAN PENGGUNAAN ROOFTOP DI KOTA MEDAN
A. Ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang Mengatur tentang Menara Telekomunikasi
Sebelum menguraikan lebih jauh ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang menara telekomunikasi, perlu dijabarkan sekilas mengenai
telekomunikasi, yang berasal dari kata dasar komunikasi. Komunikasi merupakan suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan atau mengoper lambang-lambang,
isyarat-isyarat yang mengandung arti atau makna, dari seseorang kepada orang lain. Lambang-lambang atau isyarat-isyarat yang disampaikan itu biasa disebut dengan
pesan message atau informasi.
97
Kelahiran teknologi komunikasi massa elektronik ditandai oleh penemuan Hans C. Oersted pada tahun 1820 yang membuktikan adanya hubungan listrik dengan
kemagnetan. Penemuan ini mengilhami Cooke dan Wheatstone di Inggris yang kemudian memperagakan sistem telegraf listrik yang pertama. Telegraf kawat yang
pertama berkembang berkat eksperimen Samuel Finlay Breese Morse. Morse adalah seorang guru seni dan pelukis terkemuka, yang dapat membuat catatan permanen atas
pesan telegrafi yang diterima pada kertas berupa kode-kode yang berbentuk titik-titik dan garis. Kode itu kemudian dikenal dengan Kode Morse Morse Code.
98
97
Gouzali Saydam, op.cit., hal.1.
98
Judhariksawan, Pengantar Hukum Telekomunikasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, hal.2.
61
Universitas Sumatera Utara
62
Keberhasilan melakukan hubungan telegraf antara Baltimore dan Washington pada tanggal 24 Mei 1844 dengan menerapkan gagasan Morse menjadi titik awal
meluasnya sistem telegraf sampai ke daratan Eropa. Perkembangan ini menggagas perlunya suatu tataran pemanfaatan telegraf melalui suatu badan pengatur sehingga
terbentuklah International
Telegraf Union
pada tahun
1865 dan
berhasil menyelenggarakan hubungan telegraf antara 21 negara yang jaraknya mencapai
500.000 kilometer. Pada masa itu dirintis upaya untuk menghubungkan Amerika dan Eropa dengan pemasangan kabel bawah laut melalui samudera Atlantik.
99
Tahun 1667
Robert Hooke
memperkenalkan telepon
benang yang
menghubungkan sepasang kaleng dengan seutas benang. Perangkat sederhana yang lebih mirip mainan anak-anak itu membuktikan suatu teori bahwa gelombang suara
dapat disalurkan melalui sarana penghantar. Ada dua orang berkebangsaan Amerika yang bekerja sendiri-sendiri dan pada waktu yang bersamaan berhasil menciptakan
perangkat telepon berdasarkan eksperimen Hooke yaitu Alexander Graham Bell dan Elisha Gray. Alexander Graham Bell akhirnya dikenal sebagai penemu telepon. Era
komunikasi manusia telah memasuki babakan baru, yaitu dari kode menjadi suara, dari hubungan satu rumah ke rumah lainnya hingga dikenal istilah STD subscriber
trunk dialing atau Sambungan Langsung Jarak Jauh SLJJ dan Sambungan Langsung Internasional International Direct Dialing.
100
99
Ibid., hal.3.
100
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
63
Babakan lain dalam kehidupan telekomunikasi antar manusia terjadi pada tahun 1864, pada saat James Clark Maxwell meramalkan terdapat sebuah gelombang,
yang mengarungi angkasa tanpa sarana pengantar di mana kecepatannya sama dengan kecepatan cahaya, dapat dipantulkan dan dibiaskan seperti cahaya, namun tidak dapat
dilihat atau dirasakan. Teori ini berhasil dibuktikan kebenarannya 20 tahun kemudian oleh ilmuwan Jerman, Heinrich Hertz setelah Maxwell wafat. Gelombang yang
kemudian disebut sebagai gelombang radio radio wave atau gelombang
elektromagnetik ini menjadi sistem yang lebih praktis berkat penemuan perangkat radio oleh ilmuwan Italia, Guglielmo Marconi pada tahun 1896. Inilah tonggak
lahirnya telekomunikasi tanpa kabel wireless telecommunication.
101
Penemuan telekomunikasi tanpa kabel telah mendorong ilmuwan untuk saling berlomba menciptakan teknologi untuk berkomunikasi. John Logir Baird dari Inggris
dan Vladimir Zworkyn dari Amerika adalah orang-orang yang berjasa menemukan sistem lensa kamera yang menjadi cikal bakal kelahiran televisi. Pada tahun 1936 di
Alexandra Palace London, berdiri stasiun televisi yang pertama. Eksperimen manusia itu selanjutnya memperkenalkan sistem telekomunikasi melalui satelit, transmisi
gelombang mikro, sistem digital, komputer-internet, dan telepon seluler.
102
Di Indonesia sendiri, layanan telekomunikasi telah dimulai sejak masa penjajahan Belanda. Dimulai pada tahun 1882 dengan berdirinya sebuah badan usaha
swasta penyedia layanan pos dan telegraf, yang disusul kemudian pada tahun 1906
101
Ibid., hal.4
102
Ibid., hal.5.
Universitas Sumatera Utara
64
dengan dibentuknya Post, Telegraph en Telephone Dienst PTT, yang menjadi cikal bakal PN Postel.
103
Pada tahun 1965, PN postel dipecah menjadi PN Pos dan Giro, dan PN Telekomunikasi. Selanjutnya tahun 1974, PN Telekomunikasi disesuaikan menjadi
Perusahaan Umum Telekomunikasi Perumtel yang menyelenggarakan jasa
telekomunikasi nasional maupun internasional. Kemudian pada tahun 1980, PT Indonesian Satellite Corporation Indosat didirikan untuk menyelenggarakan jasa
telekomunikasi internasional. Dan sejak tahun 1989, dikeluarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1989 tentang Telekomunikasi, yang membuka ruang bagi peran
swasta dalam penyelenggaraan telekomunikasi
104
, selanjutnya telah diubah menjadi Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi.
Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tersebut menyatakan telekomunikasi adalah setiap pemancaran, pengiriman, dan atau
penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik
lainnya. Definisi menara telekomunikasi adalah bangunan khusus yang berfungsi
sebagai sarana penunjang untuk menempatkan peralatan telekomunikasi yang desain atau
bentuk konstruksinya
disesuaikan dengan
keperluan penyelenggaraan
telekomunikasi Pasal 1 angka 3 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
103
Zainal Abdi, op.cit., hal. 80.
104
Ibid., hal.81.
Universitas Sumatera Utara
65
Nomor 2PERM.KOMINFO32008
tentang Pedoman
Pembangunan dan
Penggunaan Menara Telekomunikasi. Menara telekomunikasi dalam praktik sehari-hari di kalangan masyarakat
lebih dikenal dengan sebutan tower Base Tranceiver Station BTS. Pada umumnya BTS terdiri dari sebuah menara dan beberapa antena yang ditempatkan dalam kotak
persegi. Kotak tersebut biasanya diletakkan di tempat yang paling tinggi agar sinyal dapat ditangkap dan terhindar dari halangan gedung-gedung tinggi dan pepohonan.
BTS merupakan stasiun induk untuk mengirim dan menerima sinyal atau gelombang- gelombang radio ke dan dari pesawat telepon pelanggan.
105
Keberadaan BTS di setiap sel di sepanjang jalur perhubungan sangat penting, khususnya bagi teknologi telekomunikasi seluler nirkabel yang menggunakan sistem
teknologi Global System for Mobile Communication GSM. Teknologi GSM hanya berfungsi apabila dioperasikan dalam area pelayanan BTS yang menaungi sejumlah
pelanggan dan apabila tidak berada di wilayah cakupan BTS maka telepon seluler pelanggan tidak dapat berfungsi. Oleh karena itu, untuk meningkatkan kapasitas
layanannya para operator telekomunikasi
kemudian saling berlomba untuk
membangun menara BTS di berbagai tempat bahkan kadang saling berdekatan satu sama lain guna memperoleh cakupan yang memadai bagi pelanggan mereka masing-
masing.
105
Andy Dornan, The Essential Guide to Wireless Communications Application: From Cellular Systems to WAP and M-Commerce, Prentice Hall, New Jersey, 2000, hal. 178.
Universitas Sumatera Utara
66
Beberapa ketentuan
hukum pokok
yang mengatur
tentang menara
telekomunikasi yang
wajib dijadikan
acuan oleh
seluruh penyelenggara
telekomunikasi operator
dalam mendirikan
infrastruktur telekomunikasinya,
khususnya menara BTS.
1. Peraturan
Menteri Komunikasi
dan Informatika
Nomor 2PERM.KOMINFO32008
tentang Pedoman
Pembangunan dan
Penggunaan Menara Telekomunikasi
Pasal 2 Peraturan Menkominfo Permenkominfo ini mengatur bahwa setiap menara telekomunikasi yang didirikan operator harus digunakan secara bersama,
yang bertujuan agar tercipta efisiensi dan efektifitas dalam penggunaan ruang, tanpa mengesampingkan kesinambungan pertumbuhan industri telekomunikasi.
Pihak-pihak yang dapat melaksanakan pembangunan menara adalah : a. Penyelenggara Telekomunikasi;
b. Penyedia Menara; c. Kontraktor Menara.
Pihak yang membangun Menara harus memiliki Izin Mendirikan Menara dan berbagai izin lainnya dari instansi yang berwenang sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Pemberian Izin Mendirikan Menara tersebut harus memperhatikan ketentuan tentang penataan ruang sesuai ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Selain itu pihak yang mendirikan menara juga wajib menyampaikan informasi tentang rencana penggunaan Menara Bersama Pasal 3.
Dalam Pasal 4 regulasi ini dikatakan, pemerintah daerah berwenang untuk mengatur penempatan lokasi Menara sesuai dengan ketentuan perundang-undangan
Universitas Sumatera Utara
67
yang berlaku. Pemerintah daerah harus mempertimbangkan aspek-aspek teknis dalam penyelenggaraan telekomunikasi dan prinsip-prinsip penggunaan Menara Bersama.
Selain itu, juga harus memperhatikan prinsip-prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, yang dilakukan dengan mekanisme yang transparan serta melibatkan peran
masyarakat dalam menentukan kebijakan untuk penataan ruang yang efisien dan efektif demi kepentingan umum.
Untuk melindungi kepentingan dalam negeri, Permenkominfo tersebut membatasi pihak-pihak yang boleh terlibat dalam konstruksi pembangunan menara
telekomunikasi hanya untuk pelaku usaha dalam negeri dan tertutup untuk pemodal asing. Penyedia Menara, Pengelola Menara atau Kontraktor Menara yang bergerak
dalam bidang pembangunan menara tersebut haruslah badan usaha yang seluruh modal atau kepemilikan sahamnya dimiliki oleh pelaku usaha dalam negeri Pasal 5.
Pasal 6 : Pihak-pihak yang melaksanakan pembangunan menara harus menjamin
keamanan lingkungan
sesuai dengan
standar baku
serta mempertimbangkan faktor-faktor penentu kekuatan dan kestabilan konstruksi menara
sebagai berikut : a. tempatspace penempatan antena dan perangkat telekomunikasi untuk penggunaan
bersama, operator selalu mempergunakan tempat yang datar tanpa kemiringan untuk menempatkan tower dan peralatan pendukungnya ;
b. ketinggian Menara, tinggi menara yang dibangun sifatnya bervariasi sesuai dengan kebutuhan operator dan kontur lokasi, jika memanfaatkan bidang rooftop
maka ketinggian menara berkisar antara 3-10 meter ;
Universitas Sumatera Utara
68
c. struktur Menara, mulai dari yang sederhana berbentuk segitiga dan ditopang dengan tali, jenis ini disebut tower Gaymas, atau yang kedua adalah jenis SST
Self Supporting Tower, yang mempunyai konstruksi baja dengan empat buah kaki ;
d. rangka struktur Menara, terbuat dari material baja atau besi yang dilapisi dengan galvanis sehingga bisa tahan sampai puluhan tahun tidak berkarat ;
e. pondasi Menara, jika didirikan di lahan kosong pondasi menara ditanam ke dalam tanah hingga kedalaman tertentu, tetapi pada bidang rooftop dilakukan penguatan
pondasi dan struktur bangunan dengan pengecoran ulang pada bidang rooftop tersebut ;
f. kekuatan angin, standar kekuatan menara dirancang untuk menahan kecepatan angin hingga 120 km per jam.
Selanjutnya dalam Pasal 7 disebutkan bahwa suatu menara telekomunikasi harus dilengkapi dengan sarana pendukung berupa :
a. pentanahan grounding ; b. penangkal petir ;
c. catu daya, operator mempersiapkan genset tersendiri sebagai cadangan sewaktu listrik PLN padam ;
d. lampu halangan penerbangan Aviation Obstruction Light ; e. marka halangan penerbangan Aviation Obstruction Marking.
Selain sarana pendukung di atas, sebuah menara telekomunikasi juga wajib memiliki identitas hukum sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
69
a. nama pemilik menara ; b. lokasi menara ;
c. tinggi menara ; d. tahun pembuatanpemasangan menara ;
e. kontraktor menara ; f. beban maksimum menara.
Pada pasal 10 juga menetapkan setiap penyelenggara telekomunikasi operator atau penyedia menara yang memiliki menara atau pengelola menara yang
mengelola menara harus memberikan kesempatan yang sama dan dilarang bertindak diskriminatif kepada penyelenggara telekomunikasi lainnya untuk menggunakan
menara tersebut secara bersama-sama sesuai kemampuan teknis menara.
2. Peraturan Bersama Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, dan Kepala Badan Koordinasi
Penanaman Modal Nomor 18 Tahun 2009, Nomor 07PRTM2009, Nomor 19PERM.KOMINFO32009,
dan Nomor
3P2009 tentang
Pedoman Pembangunan dan Penggunaan Bersama Menara Telekomunikasi
Sebagai tindak lanjut dari Permenkominfo di atas, pada bulan Maret 2009 dikeluarkan Peraturan Bersama oleh Menteri Dalam Negeri, Menteri Pekerjaan
Umum, Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang sering disebut Surat Keputusan Bersama SKB dimana
dalam regulasi ini mengatur beberapa hal yang sama seperti telah diatur dalam Permenkominfo di atas, namun ada beberapa ketentuan berbeda yang turut
ditambahkan ke dalamnya.
Universitas Sumatera Utara
70
SKB ini bertujuan untuk mewujudkan keserasian hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dalam hal pembangunan menara agar memenuhi
persyaratan administratif, teknis, fungsi, tata bangunan, rencana tata ruang wilayah, lingkungan dan aspek yuridis. Definisi menara telekomunikasi dalam SKB ini yaitu
bangunan-bangunan untuk kepentingan umum yang didirikan di atas tanah atau bangunan yang merupakan satu kesatuan konstruksi dengan bangunan gedung yang
dipergunakan untuk kepentingan umum yang struktur fisiknya dapat berupa rangka baja yang diikat oleh berbagai simpul atau berupa bentuk tunggal tanpa simpul,
dimana fungsi, desain dan konstruksinya disesuaikan sebagai sarana penunjang menempatkan perangkat telekomunikasi.
SKB ini
lebih spesifik
mengatur instansi
yang mengeluarkan
izin pembangunan menara yaitu pihak yang membangun menara harus mengajukan Izin
Mendirikan Bangunan Menara dari BupatiWalikota setempat, sedangkan untuk provinsi DKI Jakarta Izin Mendirikan Bangunan Menara tersebut diajukan kepada
Gubernur DKI Jakarta. Kepala daerah yang memberikan izin pembangunan menara tetap harus memperhatikan ketentuan perundang-undangan tentang penataan ruang,
dan pemberian izin tersebut dilaksanakan oleh badan pelayanan terpadu di masing- masing daerah Pasal 4 dan 10.
Dalam Pasal 11 disebutkan pihak yang mengajukan permohonan Izin Mendirikan Bangunan Menara harus melampirkan persyaratan administratif dan
persyaratan teknis. Persyaratan administratif tersebut antara lain : a. status kepemilikan tanah dan bangunan ;
Universitas Sumatera Utara
71
b. surat keterangan rencana kota ; c. rekomendasi dari instansi terkait khusus untuk kawasan yang sifat dan
peruntukannya memiliki karakteristik tertentu ; d. akta pendirian perusahaan beserta perubahannya yang telah disahkan oleh
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia ; e. surat bukti pencatatan dari Bursa Efek Indonesia BEI bagi penyedia menara
yang berstatus perusahaan terbuka ; f. informasi rencana penggunaan bersama menara ;
g. persetujuan dari warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian menara ; h. izin gangguan dalam hal menara menggunakan genset sebagai catu daya.
Sedangkan persyaratan teknis yang harus dipenuhi wajib mengacu pada Standar Nasional Indonesia SNI atau standar baku yang berlaku secara internasional
serta tertuang dalam bentuk dokumen teknis sebagai berikut : a. gambar rencana teknis bangunan menara meliputi situasi, denah, tampak,
potongan dan detil serta perhitungan struktur ; b. spesifikasi teknis pondasi menara meliputi data penyelidikan tanah, jenis pondasi,
jumlah titik pondasi, termasuk geoteknik tanah ; c. spesifikasi teknis struktur atas menara, meliputi beban tetap beban sendiri dan
beban tambahan, beban sementara angin dan gempa, beban khusus, beban maksimum menara yang diizinkan, sistem konstruksi, ketinggian menara, dan
proteksi terhadap petir. Pasal 6 ayat 1 : Untuk lokasi pembangunan menara wajib mengikuti :
Universitas Sumatera Utara
72
a. rencana tata ruang wilayah kabupatenkota, khusus wilayah DKI Jakarta wajib mengikuti rencana tata ruang wilayah provinsi ;
b. rencana detil tata ruang wilayah kabupatenkota, khusus wilayah DKI Jakarta wajib mengikuti rencana detil tata ruang provinsi ;
c. rencana tata bangunan dan lingkungan. Ketentuan mengenai pertanggungjawaban penyedia atau pengelola menara
diatur dalam Pasal 8, dimana jika terjadi kerugian yang diakibatkan runtuhnya seluruh danatau sebagian menara, maka pihak penyedia menara atau pengelola
menara operator harus bertanggung jawab atas kerugian tersebut. Di samping itu, operator juga bertanggung jawab untuk melakukan pemeriksaan berkala atas
bangunan menara yang didirikannya.
3. Peraturan Walikota Medan Nomor 22 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan, Pembangunan, dan Penggunaan Menara Telekomunikasi Bersama
Data Dinas Komunikasi
dan Informatika
Kota Medan
tahun 2012
menunjukkan jumlah menara BTS di kota Medan tercatat sebanyak 634 buah menara.
106
Jumlah menara tersebut tentunya mengalami peningkatan lagi di masa sekarang ini karena pihak operator telekomunikasi selalu meningkatkan kapasitas
jaringannya sesuai dengan tingkat kebutuhan pengguna jasa telekomunikasi operator tersebut.
Pada 28 Mei 2012, Pemerintah Kota Medan menerbitkan Peraturan Walikota Medan Perwal Nomor 22 Tahun 2012 tentang Pedoman Penataan, Pembangunan,
106
Wawancara dengan Ibu Rina, Staf Litbang pada Dinas Komunikasi dan Informatika Kota Medan, tanggal 19 September 2013.
Universitas Sumatera Utara
73
dan Penggunaan Menara Telekomunikasi Bersama. Peraturan ini merupakan implementasi dari SKB di atas, dan sebagai regulasi turunan dari Permenkominfo
tentang Menara Bersama. Dalam Perwal tersebut ditegaskan secara jelas bahwa menara telekomunikasi
yang dibangun harus merupakan menara telekomunikasi bersama. Selain itu penataan lokasi menara harus berdasarkan zona yang diizinkan dengan memperhatikan potensi
ruang daerah yang tersedia serta kepadatan pemakaian jasa telekomunikasi dan disesuaikan dengan kaidah penataan ruang daerah, keamanan, ketertiban, lingkungan,
estetika, dan kebutuhan telekomunikasi pada umumnya. Lebih spesifik lagi, Pasal 5 Perwal ini mengharuskan setiap operator yang membangun menara telekomunikasi
bersama untuk memenuhi persyaratan konstruksi yang dapat menampung kapasitas paling sedikit untuk tiga operator.
Pasal 6 : Untuk menara telekomunikasi yang telah berdiri atau beroperasi sebelum berlakunya Perwal tersebut menara eksisting, dapat dipergunakan sebagai
Menara Telekomunikasi Bersama jika posisinya sesuai dengan zona yang ditetapkan, dan setelah melalui kajian teknis oleh tim teknis.
Mengenai perizinan yang wajib dipenuhi oleh pihak pembangun menara, Pasal 8 Perwal ini mengatur bahwa setiap pembangunan menara telekomunikasi
harus terlebih dahulu memperoleh rekomendasi dari Tim Pengendali Menara Telekomunikasi sebelum diterbitkannya Izin Mendirikan Bangunan.
Universitas Sumatera Utara
74
Untuk memperoleh rekomendasi tersebut, pihak operator mengajukan permohonan
tertulis kepada
Walikota melalui
Tim Pengendali
Menara Telekomunikasi dengan melampirkan persyaratan berikut :
a. persetujuan warga sekitar dalam radius sesuai dengan ketinggian menara yang
diketahui lurah dan camat setempat ; b.
rekomendasi instansi terkait untuk kawasan khusus yang termasuk dalam kawasan khusus yaitu kawasan bandar udarapelabuhan, kawasan pengawasan
militer, kawasan cagar budaya, kawasan pariwisata, dan kawasan hutan lindung; c.
informasi rencana penggunaan menara bersama ; d.
izin gangguan dan izin genset jika menggunakan genset sebagai catu daya ; e.
gambar rencana teknis bangunan menara meliputi situasi, denah, tampak, potongan, dan detail serta perhitungan struktur ;
f. spesifikasi teknis struktur bangunan menara ;
g. persyaratan lainnya yang dibutuhkan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Beberapa jenis dan bentuk menara yang dapat dibangun oleh penyedia menara
atau penyedia jasa konstruksi yaitu : a. menara telekomunikasi tunggal ;
b. menara telekomunikasi rangka ; c. menara telekomunikasi kamuflase yang bentuk desainnya disesuaikan dengan
peletakannya.
Universitas Sumatera Utara
75
Untuk lokasi pendirian, suatu menara telekomunikasi dapat dibangun di atas permukaan tanah atau pada bagian bangunan gedung setelah mendapatkan
rekomendasi dari Tim Pengendali Menara Telekomunikasi. Jika menara dibangun pada bagian bangunan gedung, penyedia menara wajib :
a. mempertimbangkan dan menghitung kemampuan teknis bangunan tempat
dibangunnya menara ; b.
memperhatikan keselamatan dan kenyamanan pengguna bangunan gedung ; c.
tidak melampaui ketinggian maksimum selubung bangunan yang diizinkan ; d.
memenuhi estetika bangunan dan kawasan. Salah satu kewajiban penyedia menara atau pengelola menara yang diatur
dalam Pasal 12 Perwal ini yaitu wajib mengamankan aset-aset menara dan mengasuransikan menaranya. Penyedia menara atau pengelola menara juga harus
melaksanakan pemeriksaan berkala terhadap bangunan menara dan bertanggung jawab atas kerugian yang timbul apabila seluruh danatau sebagian menara runtuh.
Sarana-sarana pendukung yang harus dilengkapi pada setiap menara yang dibangun diatur dalam Pasal 13, yaitu :
a. pentanahan grounding;
b. penangkal petir;
c. catu daya;
d. lampu halangan penerbangan Aviation Obstruction Light;
e. marka halangan penerbangan Aviation Obstruction Marking;
f. pagar pengaman;
Universitas Sumatera Utara
76
g. sarana lain sesuai ketentuan perundang-undangan.
Selain sarana pendukung tersebut, menara telekomunikasi juga wajib memiliki identitas hukum sebagai berikut :
a. nama dan alamat pemilik menara;
b. nama dan alamat pengguna menara;
c. lokasi dan koordinat menara;
d. tinggi menara;
e. tahun pembuatanpemasangan menara;
f. kontraktor menara;
g. beban maksimum menara;
h. nomor dan tanggal IMB;
i. kapasitas listrik terpasang.
Pembangunan dalam bidang informasi dan telekomunikasi di kota Medan yang tumbuh dan berkembang pesat sedemikian rupa, ditandai dengan banyaknya
pendirian menara telekomunikasi khususnya di kawasan-kawasan strategis dan kawasan permukiman padat penduduk yang kurang terkendali sudah tidak selaras lagi
dengan tata ruang wilayah kota. Perwal ini telah memberikan petunjuk pembangunan menara telekomunikasi bersama yang memenuhi persyaratan administratif, teknis,
fungsi, tata bangunan, rencana tata ruang wilayah, lingkungan, dan aspek yuridis. Tujuannya adalah untuk mengatur dan mengendalikan pertumbuhan menara
telekomunikasi, mewujudkan menara yang fungsional, efektif, efisien, dan selaras dengan lingkungan, mewujudkan tertib penyelenggaraan menara yang menjamin
Universitas Sumatera Utara
77
keandalan teknis menara dari segi keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan, serta mewujudkan kepastian dan ketertiban hukum dalam penyelenggaraan menara,
sehingga implementasi di lapangan berjalan selaras dengan penataan ruang dan permukiman kota Medan.
Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Perwal ini lebih lengkap dan komprehensif, sehingga telah mengakomodir kebutuhan telekomunikasi terutama
untuk wilayah
kota Medan.
Diantaranya yaitu
kewajiban operator
untuk mengasuransikan menara dan aset pendukungnya, serta izin seluruh menara eksisting
yang harus ditinjau kembali satu tahun setelah berlakunya Perwal terhitung mulai tanggal 28 Mei 2012, meskipun realisasi di lapangan masih banyak menara tunggal
yang kepemilikannya dan pengelolaannya oleh satu operator saja. Dalam Perwal ini, ditunjuk sebuah tim teknis yang disebut juga Tim
Pengendali Menara Telekomunikasi yang bertugas untuk melakukan pengawasan dan pengendalian penyelenggaraan serta pengoperasian menara bersama telekomunikasi.
Pengawasan dan pengendalian tersebut meliputi pemantauan, sosialisasi, penertiban, dan evaluasi Pasal 19.
Pengawasan dan pengendalian tersebut dilaksanakan pada saat : a.
pelaksanaan konstruksi; b.
setelah konstruksi; c.
menara dan jaringan telekomunikasi itu mulai dioperasionalkan; d.
menara dioperasionalkan.
Universitas Sumatera Utara
78
Terakhir dalam Pasal 21 mewajibkan penyedia menara untuk mengadakan sosialisasi kepada masyarakat di sekitar radius ketinggian menara dengan melibatkan
lurah dan camat setempat sebelum mendirikan menara telekomunikasi. Penyedia menara telekomunikasi juga wajib menyediakan jaminan keamanan dan keselamatan
terhadap lingkungan di sekitar bangunan menara. Ketiga peraturan yang mengharuskan pembangunan menara telekomunikasi
harus digunakan secara bersama tersebut telah diakomodir dalam kedua perjanjian sewa-menyewa yang diteliti dalam tesis ini, meskipun dalam kenyataan di lapangan
masih hanya difungsikan untuk 1 operator saja yaitu oleh operator yang mendirikan atau memiliki menara tersebut.
B. Akibat Hukum yang Timbul dari Perjanjian Penggunaan Rooftop
Perikatan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan. Karena setiap perjanjian akan selalu melahirkan perikatan maka perjanjian
juga akan melahirkan hak dan kewajiban dalam lapangan hukum harta kekayaan bagi pihak-pihak yang membuat perjanjian.
107
Dengan membuat perjanjian, pihak yang mengadakan perjanjian secara ‘sukarela’ mengikatkan diri untuk menyerahkan sesuatu, berbuat sesuatu atau tidak
berbuat sesuatu guna kepentingan dan keuntungan dari pihak terhadap siapa ia telah berjanji atau mengikatkan diri dengan jaminan atau tanggungan berupa harta
kekayaan yang dimiliki dan akan dimiliki oleh pihak yang membuat perjanjian atau yang telah mengikatkan diri tersebut. Dengan sifat sukarela, perjanjian harus lahir
107
Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, op.cit., hal. 2.
Universitas Sumatera Utara
79
dari kehendak dan harus dilaksanakan sesuai dengan maksud dari pihak yang membuat perjanjian.
108
Pernyataan sukarela menunjukkan bahwa perikatan yang bersumber dari perjanjian tidak mungkin terjadi tanpa dikehendaki oleh para pihak yang terlibat atau
membuat perjanjian tersebut. Berbeda dengan perikatan yang lahir dari undang- undang yang menerbitkan kewajiban bagi salah satu pihak dalam perikatan tersebut,
meskipun sesungguhnya para pihak tidak menghendakinya.
109
Ada dua pihak dalam perjanjian penggunaan rooftop yang diteliti dalam tesis ini yaitu pemilik bangunan selaku pihak yang menyewakan dan operator
telekomunikasi selaku pihak penyewa. 1. Pemilik Bangunan
Pemilik bangunan merupakan pemilik yang sah atas lahan rooftop yang dijadikan objek sewa tersebut. Peranan pemilik bangunan adalah menyediakan lokasi
untuk keperluan
pembangunan, penempatan,
penggantian, instalasi
danatau pengoperasian menara telekomunikasi dan segala perlengkapan milik pihak penyewa,
memberikan akses masuk untuk pihak penyewa secara penuh untuk keperluan tersebut, dan memelihara seluruh peralatan telekomunikasi milik penyewa yang
terdapat di objek sewa dengan sebaik-baiknya. Pemilik bangunan terikat atas hak dan kewajiban selaku pihak yang
menyewakan dalam perjanjian sewa-menyewa rooftop tersebut, sesuai dengan
108
Ibid.
109
Ibid.
Universitas Sumatera Utara
80
kedudukan hukum pihak yang menyewakan sebagaimana diatur dalam Pasal 1550 KUH Perdata yaitu :
a. Menyerahkan barang yang disewakan kepada si penyewa.
b. Memelihara barang yang disewakan sedemikian, hingga barang itu dapat dipakai
untuk keperluan yang dimaksudkan. c.
Memberikan si penyewa kenikmatan tenteram dari barang yang disewakan selama berlangsungnya persewaan.
2. Operator Telekomunikasi
Operator telekomunikasi adalah penyelenggara jasa telekomunikasi yang menyediakan
layanan jasa
telekomunikasi. Untuk
meningkatkan cakupan
pelayanannya, maka salah satu hal yang dilakukan adalah menambah jumlah BTS dengan mendirikan tower di lokasi-lokasi strategis berdasarkan hasil kajian teknis
operator tersebut. Oleh karena itu, untuk mendirikan BTS tersebut operator membutuhkan lahan berupa tanah kosong ataupun bidang rooftop bangunan untuk
menempatkan menara beserta sarana pendukungnya. Kebutuhan mendirikan tower BTS di atas lahan rooftop mengharuskan
operator telekomunikasi untuk menyewa lahan bangunan milik warga. Dalam hal ini, pihak operator berperan sebagai pihak penyewa sehingga terikat juga dengan hak dan
kewajiban sebagaimana diatur dalam Pasal 1560 Kitab Undang-undang Hukum Perdata yaitu :
1. Memakai barang yang disewa sesuai dengan tujuan yang diberikan pada barang
itu menurut perjanjian sewanya.
Universitas Sumatera Utara
81
2. Membayar harga sewa pada waktu-waktu yang telah ditentukan menurut
perjanjian. Ketentuan hukum perdata mengatur bahwa antara hak dan kewajiban para
pihak dalam hukum perjanjian bersifat timbal balik. Hak dari pihak yang satu merupakan kewajiban dari pihak yang lainnya. Demikian halnya dengan perjanjian
sewa-menyewa rooftop antara operator telekomunikasi dengan pemilik bangunan di kota Medan, apa yang menjadi hak operator telekomunikasi selaku penyewa juga
merupakan kewajiban dari pihak pemilik bangunan dan begitu pula sebaliknya, kewajiban dari pihak penyewa merupakan hak dari pihak pemilik bangunan. Hak dan
kewajiban tersebut mulai timbul sejak ditandatanganinya perjanjian tersebut. Hak dan kewajiban pihak pertamapemilik bangunan Bapak Hasan tertuang
dalam Pasal 5 ayat 1 Perjanjian Sewa-menyewa Rooftop antara Bapak Hasan dengan Operator XL yaitu sebagai berikut :
a. Pihak Pertama berhak atas uang pembayaran harga sewa sebagaimana diatur
dalam perjanjian ini. b.
Pihak Pertama wajib memberikan akses atas objek sewa kepada Pihak Kedua danatau pengguna dan keleluasaan serta kemudahan selama 24 jam dalam sehari
dan 7 hari dalam seminggu untuk menempatkan, memasang, melakukan instalasi, mengganti, memelihara, menanam, dan mengoperasikan peralatan komunikasi,
jalur grounding, jalur kabel fiber optik danatau kabel lainnya baik yang telah ada atau akan ada di kemudian hari, termasuk namun tidak terbatas pada peralatan
radio, antena, kabel grounding, dan perlengkapan lainnya yang berada pada objek sewa tanpa gangguan dari pihak manapun juga. Kemudahan dan
keleluasaan tersebut termasuk namun tidak terbatas pada pemasangan tiangpole PLN, penarikan kabel PLN, pemasangan dan penarikan kabel grounding danatau
pekerjaan fisik lainnya apapun juga yang dianggap perlu oleh Pihak Kedua danatau pengguna.
c. Pihak Pertama wajib menjamin bahwa dirinya mempunyai hak yang sah
sepenuhnya atas objek sewa serta berwenang penuh untuk menyewakan objek sewa berdasarkan perjanjian ini.
Universitas Sumatera Utara
82
d. Pihak Pertama wajib menyediakan objek sewa dalam keadaan siap untuk
ditempati dan akan digunakan oleh Pihak Kedua danatau pengguna sesuai dengan tujuannya dan wajib menjaga objek sewa tetap terjaga dengan baik sesuai
dengan tujuan penggunaannya.
e. Pihak Pertama wajib menjamin bahwa tidak ada pembebanan berupa hak
tanggungan atau pembebanan dalam bentuk lainnya danatau penyitaan beslag Pengadilan, sengketa dengan pihak lain atau gangguan-gangguan lainnya apapun
juga terhadap objek sewa danatau menjamin bahwa Pihak Pertama tidak akan melakukan atau tidak akan mengizinkan dilakukannya suatu pembebanan
jaminan berupa hak tanggungan atau pembebanan dalam bentuk apapun lainnya terhadap objek sewa tanpa persetujuan tertulis terlebih dahulu dari Pihak Kedua.
f. Apabila terhadap objek sewa di kemudian hari terdapat beban danatau penyitaan
beslag Pengadilan atau sengketa dengan pihak lain tersebut sehingga menyebabkan Pihak Kedua tidak dapat menggunakan objek sewa tersebut, maka
Pihak Pertama wajib mengembalikan seluruh uang sewa untuk masa sewa yang belum dinikmati dan menanggung biaya bongkar yang telah dikeluarkan oleh
Pihak Kedua serta mengganti kerugian-kerugian lainnya yang dialami oleh Pihak Kedua danatau pengguna sebagai akibat dari tidak dapat digunakannya objek
sewa sebagaimana dimaksud di dalam perjanjian ini.
g. Pihak Pertama wajib membantu Pihak Kedua danatau pengguna atau pihak lain
yang ditunjuk oleh Pihak Kedua danatau pengguna untuk memperoleh izin-izin yang diperlukan sesuai perundang-undangan yang berlaku dan atau kebiasaan
setempat antara lain izinpersetujuan dari warga di lingkungan objek sewa yang berhubungan dengan pemakaianpemanfaatan objek sewa untuk keperluan
sebagaimana dinyatakan dalam perjanjian ini,
h. Pihak Pertama wajib mengembalikan seluruh uang sewa selama masa sewa yang
belum dinikmati oleh Pihak Kedua, apabila di kemudian hari objek sewa terkena pembebasan lahan, baik untuk kepentingan pemerintah maupun swasta.
Kemudian Pasal 5 ayat 2 menguraikan hak dan kewajiban pihak keduapenyewa operator XL adalah sebagai berikut :
a. Pihak Kedua danatau pengguna berhak mendapatkan akses atas objek sewa dan
keleluasaan serta kemudahan selama 24 jam dalam sehari dan 7 hari dalam seminggu dari Pihak Pertama untuk memanfaatkan objek sewa tanpa gangguan
dari pihak manapun juga, terutama namun tidak terbatas untuk melakukan penempatan, pemasangan, instalasi, penggantian, pemeliharaan, penanaman dan
pengoperasian peralatan komunikasi, jalur grounding, jaringan kabel fiber optik danatau kabel lainnya baik yang telah ada atau akan ada di kemudian hari,
termasuk namun tidak terbatas pada peralatan radio, antena, kabel grounding dan perlengkapan lainnya yang berada pada objek sewa tanpa gangguan dari pihak
manapun juga. Kemudahan dan keleluasaan tersebut termasuk tetapi tidak
Universitas Sumatera Utara
83
terbatas pada pemasangan tiangpole PLN, penarikan kabel PLN, pemasangan dan penarikan kabel grounding dan pekerjaan fisik lainnya yang dianggap perlu
oleh pihak kedua. b.
Pihak Kedua berhak mengakhiri perjanjian ini dengan seketika, serta Pihak Pertama harus mengembalikan seluruh sisa uang sewa yang belum dinikmati
oleh Pihak Kedua dan biaya bongkar yang telah dikeluarkan oleh Pihak Kedua serta mengganti kerugian-kerugian lainnya yang dialami pihak kedua bilamana
ternyata objek sewa tersebut terdapat jaminan kecuali jaminan yang sebelumnya telah disampaikan kepada pihak kedua dan dengan tetap tunduk pada ketentuan
pasal 12 perjanjian ini danatau penyitaan pengadilan, sengketa atau gangguan lainnya, dan bilamana ternyata pihak pertama tidak memiliki hak atas objek
sewa.
c. Pihak Kedua berhak untuk menyewakan sebagian atau seluruh bagian dari
menara telekomunikasi danatau peralatannya milik Pihak Kedua yang didirikan danatau terletak di atas objek sewa kepada pengguna atau pihak ketiga manapun
tanpa diperlukannya persetujuan terlebih dahulu dari Pihak Pertama.
d. Pihak Kedua wajib membayar harga sewa kepada pihak pertama sebagaimana
diatur dalam perjanjian ini. e.
Pihak Kedua wajib memelihara antena, jalur transmisi dan segala peralatannya agar berada dalam keadaan pengoperasian yang patut serta dalam keadaan yang
memuaskan, baik dari segi penampilan maupun keamanan sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
f. Pihak Kedua berhak memperoleh aliran listrik dengan pemasangan instalasi
tersendiri dari Perusahaan Listrik Negara PLN dan setelah masa perjanjian sewa menyewa berakhir bertanggung jawab untuk memohon pemutusannya dan
membongkar instalasi tersebut satu dan lain dengan ketentuan biaya seluruhnya menjadi beban dan tanggung jawab Pihak Kedua untuk membayarnya.
g. Pihak Kedua berhak memasang, menggunakan, mengoperasikan generator set
genset dalam objek sewa.
Antara hak dan kewajiban para pihak dalam Perjanjian Sewa-menyewa Rooftop antara Bapak Hasan dengan Operator XL dipandang telah merata dan
seimbang dimana prestasi kewajiban pihak pertama merupakan kontraprestasi hak pihak kedua, begitu juga sebaliknya prestasi pihak kedua menjadi kontraprestasi yang
harus dipenuhi pihak pertama sehingga kedudukan kedua belah pihak dalam perjanjian tersebut telah memenuhi azas keadilan.
Universitas Sumatera Utara
84
Sedangkan dalam perjanjian kedua yaitu Perjanjian Sewa-Menyewa antara Ibu Ida dengan Operator Smart, hanya kewajiban para pihak saja yang dicantumkan
secara jelas dalam perjanjian. Kewajiban pihak pertamapemilik bangunan Ibu Ida sebagaimana tercantum dalam Pasal 7 sebagai berikut :
a. Bertanggung jawab atas kerusakan-kerusakan site, tower pole, shelter, dan peralatan telekomunikasi lainnya milik Pihak Kedua yang disebabkan karena
kesalahan mutu lahan yang kurang baik atau kesalahan dari Pihak Pertama. b. Mengijinkan karyawan atau pihak lain yang diberi wewenang oleh Pihak Kedua
atau pihak yang berhubungan dengan Pihak Kedua untuk memasuki site dan melaksanakan pekerjaannya dengan tetap memperhatikan ketentuan yang berlaku
di lingkungan Pihak Pertama. c. Apabila terjadi kerusakan terhadap infrastruktur tower pole dan atau peralatan
telekomunikasi, Pihak Pertama harus memberikan izin kepada Pihak Kedua untuk melakukan perbaikan peralatan di luar jam kerja yang telah ditentukan.
d. Menjaga seluruh
fasilitas infrastruktur
tower pole
dan atau
peralatan telekomunikasi dalam kondisi baik, menjaga kebersihan seluruh area umum
termasuk eksterior, serta menjamin keamanan sekitar lokasi dimana infrastruktur tower terletak.
e. Menjamin keamanan konstruksi perangkat milik Pihak Kedua yang dipasang pada site.
f. Apabila Pihak Pertama
bermaksud melakukan
perbaikan, renovasi atau
pembongkaran terhadap objek sewa maupun wilayah di sekitarnya dan tindakan mana sepatutnya diduga akan mempengaruhi pengoperasian tower pole dan atau
peralatan telekomunikasi dan shelter, maka Pihak Pertama wajib memberitahukan kepada Pihak Kedua selambat-lambatnya tiga bulan sebelumnya dengan
persetujuan Pihak Kedua, apabila renovasi perbaikan atau pembongkaran tersebut mengharuskan dan menyebabkan tower pole dan atau peralatan telekomunikasi
dan shelter tidak dapat dioperasikan sebagaimana mestinya, maka Pihak Pertama wajib mengusahakan tempat lain dalam lingkungan yang sama sebagai pengganti
termasuk keabsahan dan persetujuan warga di objek sewa yang baru, seluruh pemindahan tower dan atau pole dan shelter menjadi tanggung jawab Pihak
Pertama.
g. Pihak Pertama
berusaha sedapat
mungkin mengambil
tindakan-tindakan pencegahan untuk menjaga dan melindungi keamanan dan keselamatan tower dan
atau pole dan shelter maupun fasilitas tambahan milik Pihak Kedua pada objek sewa dari bahaya kebakaran ataupun bahaya lain yang mungkin timbul.
Kewajiban pihak keduapenyewa operator Smart adalah sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
85
a. Memperbaiki kerusakan pada infrastruktur yang disebabkan karena kesalahan atau kelalaian Pihak Kedua pada saat berlangsungnya pekerjaan pembangunan.
b. Membayar harga berdasarkan perjanjian ini dengan tepat waktu. c. Tidak menggunakan site untuk keperluan lain selain yang diatur dalam perjanjian
ini. Pada Perjanjian Sewa-menyewa antara Ibu Ida dengan Operator Smart tidak
menguraikan secara jelas hak yang diperoleh para pihak, melainkan hanya menyebutkan kewajiban masing-masing pihak yang harus dijalankan dalam
perjanjian tersebut. Selain itu, kewajiban kedua belah pihak kurang merata dimana kewajiban pihak yang menyewakan Ibu Ida lebih kompleks dan banyak dibanding
kewajiban pihak penyewa operator Smart. Secara relatif, perjanjian tersebut belum cukup adil karena perbedaan kewajiban antara kedua belah pihak yang begitu kentara,
namun perjanjian tersebut tetap memenuhi ketentuan sahnya perjanjian dengan adanya kesepakatan diantara para pihak.
Memperhatikan hak dan kewajiban para pihak dalam kedua perjanjian penggunaan rooftop tersebut, yakni antara pemilik bangunan selaku pihak yang
menyewakan dengan operator selular sebagai pihak penyewa, terlihat adanya bentuk perjanjian sewa-menyewa pada umumnya sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-
undang Hukum Perdata yaitu adanya hubungan hukum dan adanya unsur obligatoir yaitu pemenuhan hak dan kewajiban diantara kedua pihak, penyerahan objek sewa
berupa lahan rooftop dengan jaminan tidak ada sengketa di atasnya, dan pembayaran uang sewa oleh penyewa sesuai jumlah dan jangka waktu sewa sebagaimana
ditentukan dalam akta perjanjian.
Universitas Sumatera Utara
86
C. Bentuk Perlindungan Hukum Terhadap Pihak Pemilik Bangunan dan Masyarakat Sekitar dalam Perjanjian Penggunaan
Rooftop
Pertanggungjawaban atas terjadinya suatu peristiwa terhadap objek atau barang yang disewa disebut risiko. Dalam ilmu hukum, risiko ini merupakan tolak
ukur dalam menetapkan kepada siapakah dibebankan untuk menanggung kerugian dalam hal suatu kejadian yang menimpa objek atau barang yang disewa terjadi di luar
kesalahan suatu pihak. R. Subekti mengatakan bahwa : ”Risiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena suatu kejadian di luar kesalahan satu
pihak”.
110
Dalam suatu perjanjian sewa menyewa, pengaturan masalah risiko adalah apabila terjadi suatu peristiwa atas barang yang disewa, bisa saja terjadi karena
disebabkan kelalaian atau karena keadaan yang memaksa di luar kesanggupan dan jangkauan salah satu pihak.
Apabila terjadi peristiwa yang menyebabkan rusaknya atau tidak dapat dipergunakan sebagaimana mestinya dikarenakan kesengajaan dari salah satu pihak,
maka dalam hal ini risiko atas terjadinya peristiwa tersebut ditanggung oleh pihak yang bersangkutan misalnya jika terjadinya peristiwa itu dikarenakan kesalahan pihak
yang menyewakan maka pihak yang menyewakanlah yang harus bertanggung jawab atas risiko yang terjadi, dan jika pihak penyewa yang melakukan kesalahan tersebut
maka pihak penyewalah yang harus menanggung risiko.
110
R.Subekti, op.cit., hal. 92.
Universitas Sumatera Utara
87
Tetapi apabila terjadinya suatu peristiwa telah menimpa barang yang disewa disebabkan oleh suatu keadaan yang memaksa, misalnya karena bencana alam, maka
dalam hal ini pihak penyewa terhindar dari tanggung jawab dan pihak yang menyewakan tidak dapat meminta tanggung jawab resiko kepada pihak penyewa.
111
Pasal 39 Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi menetapkan bahwa setiap penyelenggara telekomunikasi operator wajib melakukan
pengamanan dan perlindungan terhadap instalasi dalam jaringan telekomunikasi yang digunakan untuk penyelenggaraan telekomunikasi. Ketentuan pengamanan dan
perlindungan tersebut diatur lebih lanjut dalam dalam Peraturan Pemerintah. Pelaksanaan kegiatan pengamanan telekomunikasi tersebut dilakukan oleh
penyelenggara telekomunikasi sejak perencanaan pembangunan sampai dengan akhir masa pengoperasian. Lingkup perencanaan pembangunan termasuk antara lain
rancang bangun dan rekayasa, yang harus memperhitungkan perlindungan dan pengamanan terhadap gangguan elektromagnetis, alam, dan Iingkungan. Dalam
kegiatan pengamanan dan perlindungan instalasi, penyelenggara telekomunikasi dapat mengikutsertakan masyarakat dan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang.
Selanjutnya dalam Pasal 68 Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi mengatur bahwa setiap pihak yang
dirugikan atas kesalahan dan atau kelalaian yang disebabkan oleh penyelenggara telekomunikasi berhak untuk mengajukan ganti rugi kepada penyelenggara
telekomunikasi. Atas kerugian tersebut, penyelenggara telekomunikasi wajib
111
Ibid., hal.100.
Universitas Sumatera Utara
88
memberikan ganti rugi kepada pihak yang dirugikan tersebut, kecuali penyelenggara telekomunikasi dapat membuktikan bahwa kerugian tersebut bukan diakibatkan oleh
kesalahan dan atau kelalaiannya. Dan ganti rugi tersebut hanya terbatas kepada kerugian langsung yang dialami oleh pihak karena kesalahan dan atau kelalaian yang
disebabkan penyelenggara telekomunikasi. Untuk tata cara pengajuan dan penyelesaian atas ganti rugi yang ditimbulkan
oleh penyelenggara telekomunikasi tersebut dapat dilaksanakan secara litigasi melalui pengadilan ataupun nonlitigasi di luar pengadilan, sepanjang memenuhi
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Klausul mengenai perlindungan hukum turut dicantumkan dalam kedua
perjanjian penggunaan rooftop yang diteliti dalam tesis ini, yaitu sebagai berikut : 1. Perjanjian Sewa Menyewa Rooftop antara Bapak Hasan dengan operator XL
Dalam pasal 7 : 1 Jika Pihak Kedua operator mengakibatkan kerusakan terhadap objek sewa,
yang dapat dibuktikan bahwa kerusakan tersebut disebabkan karena kesalahankelalaian Pihak Kedua, maka Pihak Kedua harus memperbaiki
kerusakan tersebut dalam jangka waktu yang wajar dan atas beban dan tanggungan biaya Pihak Kedua ;
2 Pihak Pertama pemilik bangunan menjamin dan membebaskan Pihak Kedua dari segala tuntutan dan atau pertanggungjawaban dalam hal objek sewa tidak
dapat digunakan dan dimanfaatkan sebagaimana disepakati dalam perjanjian ini,
bilamana kehilangan
atau kondisi
tersebut diakibatkan
oleh
Universitas Sumatera Utara
89
perbuatantindakan Pihak Pertama atau pihak-pihak yang terkait dengan Pihak Pertama, termasuk tetapi tidak terbatas pada pegawainya dan atau agennya.
Pasal 8 : Pihak Kedua akan mengasuransikan segala peralatan dan perlengkapan milik
Pihak Kedua yang dipasang di atas objek sewa dalam perjanjian ini terhadap segala kerugian atau kerusakan oleh perusahaan penyedia jasa asuransi.
2. Perjanjian Sewa Menyewa antara Ibu Ida dengan operator Smart Pasal 5 :
Selama berlangsungnya jangka waktu sewa-menyewa, kedua belah pihak sepakat bahwa Pihak Pertama pemilik bangunan diwajibkan untuk mengasuransikan
gedung sebagai objek sewa-menyewa, sedangkan Pihak Kedua operator diwajibkan untuk mengasuransikan semua peralatan milik Pihak Kedua atas biaya
ditanggung sendiri oleh masing-masing pihak. Pasal 9 :
Masing-masing pihak bertanggung jawab kepada pihak lainnya untuk mengganti kerugian dan atau kerusakan objek sewa-menyewa yang terjadi akibat kelalaian
masing-masing pihak untuk melaksanakan kewajibannya menurut perjanjian ini sampai sejumlah kerugian yang terjadi actual losses.
Sebagaimana terlihat dalam pasal-pasal di atas, maka bentuk perlindungan hukum yang diterima oleh pemilik bangunan adalah berupa ganti rugi dari pihak
asuransi apabila terjadi kerugian yang ditimbulkan dari pembangunan tower tersebut terhadap objek sewa. Meskipun standar pembangunan infrastruktur tower yang
Universitas Sumatera Utara
90
dilaksanakan operator sangat tinggi, namun tidak tertutup kemungkinan terjadi insiden yang dapat merugikan objek sewa ataupun pihak yang menyewakan sehingga
dalam perjanjian dicantumkan operator telekomunikasi wajib untuk mengasuransikan segala peralatan dan perlengkapan miliknya. Jika terjadi kerugian atau kerusakan
yang disebabkan oleh tower maupun sarana pendukungnya, maka pihak operator bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi kepada pemilik bangunan dengan
mengajukan klaim kepada perusahaan asuransi. Untuk masyarakat di sekitar objek sewa, mereka tidak terikat oleh perjanjian
karena bukan sebagai pihak dalam perjanjian, sehingga bentuk perlindungan yang diberikan kepada masyarakat di sekitar objek sewa adalah mengikuti ketentuan
peraturan perundang-undangan
sebagaimana diuraikan
di atas.
Beberapa kekhawatiran seperti menara rubuh, radiasi, dan sambaran petir sebenarnya telah
diakomodir dalam Permenkominfo dan Peraturan Bersama Menteri tersebut di atas, yaitu setiap menara telekomunikasi wajib dilengkapi dengan sarana pendukung, yang
salah satunya adalah penangkal petir. Dan juga pengaturan tentang spesifikasi struktur Menara, yaitu spesifikasi struktur menara harus dibuat berdasarkan Standar
Nasional Indonesia SNI. Selain itu, dalam Pasal 25 Undang-undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang
Jasa Konstruksi, pemilik bangunan dan penyedia jasa konstruksi bertanggung jawab dalam hal terdapatnya kegagalan dari bangunan. Kegagalan bangunan adalah keadaan
dimana bangunan menjadi tidak berfungsi baik secara keseluruhan maupun sebagian atau tidak sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam kontrak kerja konstruksi
Universitas Sumatera Utara
91
atau pemanfaatannya yang menyimpang akibat kesalahan penyedia jasa atau pengguna jasa, periodenya terhitung sejak bangunan diserahterimakan oleh penyedia
jasa kepada pengguna jasa. Dengan demikian, apabila terdapat kegagalan bangunan atas Menara, maka
pemilik bangunan dan penyedia jasa konstruksilah yang bertanggung jawab terhadap peristiwa kegagalan tersebut. Namun, apabila kegagalan bangunan tersebut
disebabkan oleh kesalahan perencana atau pengawas konstruksi dari pembangunan Menara, dan kemudian menimbulkan kerugian bagi pihak lain, maka perencana atau
pengawas konstruksi yang bertanggung jawab sesuai dengan bidang profesi untuk memberikan ganti rugi.
Apabila kegagalan bangunan disebabkan karena kesalahan pelaksana
konstruksi dan merugikan pihak lain, maka pelaksana konstruksi bertanggung jawab sesuai dengan bidang usaha dengan dikenakan ganti rugi. Lebih lanjut, jika kegagalan
bangunan disebabkan karena kesalahan pemilik bangunan dalam pengelolaan bangunan, dan merugikan pihak lain, maka pemilik bangunanlah yang bertanggung
jawab. Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab pemilik bangunan
ditentukan selama 10 tahun, terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dari kontraktor. Namun menurut Bapak Agus Manurung, dalam perjanjian
penggunaan rooftop, pihak operator tetap bertanggung jawab selama menara dan aset telekomunikasinya berdiri di atas lahan rooftop tersebut, sehingga jika terjadi
kerugian terhadap masyarakat di sekitar yang diakibatkan oleh karena kegagalan
Universitas Sumatera Utara
92
konstruksi menara BTS, maka kerugian tersebut turut menjadi tanggung jawab operator.
Hal ini disebabkan pihak operator hanya menyewa sebagian lahan rooftop pemilik bangunan, tetapi pemilikan dan penguasaan atas tower berikut sarana
pendukungnya tidak diserahkan kepada pemilik bangunan dan tetap menjadi hak operator. Artinya perlakuan yang sama diterima oleh pemilik bangunan dan
masyarakat sekitar, yaitu jika terjadi kerugian yang disebabkan oleh menara BTS milik operator maka tanggung jawab atas kerugian tersebut seluruhnya berada di
pihak operator. Tanggung jawab pemilik bangunan terbatas hanya kepada kerugian yang memang nyata ditimbulkan oleh bangunannya. Operator terlebih dahulu
berkewajiban untuk meneliti dan memastikan secara keseluruhan bahwa letak dan keadaan bangunan memang sanggup untuk didirikan sebuah menara BTS.
112
112
Wawancara dengan Bapak Agus Manurung, Sitac Coordinator operator XL, tanggal 10 Oktober 2013.
Universitas Sumatera Utara
93
BAB IV HAMBATAN YANG TIMBUL SERTA UPAYA MENGATASINYA DALAM