70 dengan melihat besaran korelasi antar variabel independen dan besarnya tingkat
kolinearitas yang masih dapat ditoleransi. Berdasarkan tabel 4.3 diatas, dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bebas dari adanya multikolinearitas. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa masing–masing variabel independen yang digunakan dalam penelitian, memiliki nilai Tolerance yang lebih besar dari 0.10
yaitu nilai tolerance SIZE sebesar 0.697, nilai tolerance ROA sebesar 0726, dan nilai tolerance FV sebesar 0.952. Perhitungan VIF juga menunjukkan hal yang
sama, dimana variabel independen memiliki nilai VIF yang kurang dari 10 yaitu nilai VIF untuk SIZE sebesar 1.436, nilai VIF untuk ROA sebesar 1.377,
dan nilai VIF untuk FV sebesar 1.051. Maka dari hasil tabel secara keseluruhan menunjukkan bahwa tidak terdapatnya multikolinearitas antar variabel
independen dalam model ini.
3. Uji Heterokedatisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan variansdari residual satu pengamatan ke
pengamatan lainnya. Jika varians yang satu dengan pengamatan yang lain tetap maka disebut homokedastisitas dan jika varians nya berbeda maka disebut
heteroskedastisitas. Ghozali 2006 : 105 menyatakan bahwa “model regresi
yang baik adalah tidak terjadi heteroskedastisitas”.
Dalam penelitian ini, untuk mendetaksi ada atau tidaknya gejala heterokedastisitas adalah dengan melihat grafik plot yang dihasilkan dari
71 pengolahan data dengan menggunakan program SPSS. Dasar keputusannya
adalah : 1. Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang
teratur bergelombang, melebar kemudian menyempit, maka mengidentifikasi telah terjadi heterokedastisitas
2. Jika tidak ada pola yang jelas, seperti titik-titik menyebar diatas dan dibawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heterokedastisitas
Berikut ini dilampirkan grafik scatterplot untuk menganalis apakah terjadi heterokedastisitas.
Gambar 4.3 Uji Heteroskedastisitas
Sumber :Output SPSS, diolah Penulis, 2015
72 Grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta
tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0 pada sumbu Y, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada model regresi. Alasan
mengapa titik–titik menyebar menjauh dari titik–titik yang lain dikarenakan data penelitian yang berbeda antara data yang satu dengan data yang lain.
4. Uji autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik autokorelasi yaitu korelasi yang terjadi antara
residual pada satu observasi dengan observasi lain pada model regresi. Uji yang digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan uji Durbin-Watson. Uji Durbin- Watson hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu first autocorection
dan mensyaratkan adanya intercept konstanta dalam model regersi dan tidak ada variabel lagi diantara variabel dependen. Kriteria untuk penilaian terjadinya
autokorelasi yaitu: 1 angka D-Wdi bawah -2 berarti ada autokorelasi positif
2 angka D-Wdi antara -2 sampai+2 berarti tidak ada autokorelasi 3 angka D-Wdi atas +2 berarti ada autokorelasi negative
Tabel 4.4 Hasil Uji Autokorelasi
Model Summary
b
Model R
R Square Adjusted R
Square Std. Error of
the Estimate Durbin-
Watson
73 1
.381
a
.145 .089
.20816 2.303
a. Predictors: Constant, FV, ROA, SIZE b. Dependent Variable: CSR
Sumber: Output SPSS, diolah penulis,2015 Tabel 4.4 menunjukkan hasil dari uji autokorelasi variabel
penelitian.Berdasarkan dari hasil uji autokolerasi, dapat dilihat bahwa dalam variabel penelitian tidak terdapat autokolerasi yang ditunjukkan dari nilai Durbin
– Watson D-W sebesar 2.303. Angka D-W berada diatas +2, yang mengartikan bahwa terdapat autokorelasi negative.
4.2.3 Analisis Regresi Linier Berganda