Faktor keluarga: Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya Faktor sekolah: Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan Faktor kelompok sebaya: Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah

a. Faktor keluarga: Anak yang melihat orang tuanya atau saudaranya

melakukan bullying akan mengembangkan perilaku bullying juga. Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik di rumah, mereka akan mengembangkan konsep diri dan harapan diri yang negatif, yang kemudian dengan pengalaman tersebut mereka cenderung akan lebih dulu menyerang orang lain sebelum mereka diserang. Bullying dimaknai oleh anak sebagai sebuah kekuatan untuk melindungi diri dari lingkungan yang mengancam. Selain itu faktor cara pengasuhan orang tua yang terlalu overprotektif menjadi penyebab awal terbentuknya pribadi anak yang lemah dan kurang inisiatif.

b. Faktor sekolah: Karena pihak sekolah sering mengabaikan keberadaan

bullying ini, anak-anak sebagai pelaku bullying akan mendapatkan penguatan terhadap perilaku mereka untuk melakukan intimidasi anak- anak yang lainnya. Bullying berkembang dengan pesat dalam lingkungan sekolah yang sering memberikan masukan yang negatif pada siswanya misalnya, berupa hukuman yang tidak membangun sehingga tidak mengembangkan rasa menghargai dan menghormati antar sesama anggota sekolah.

c. Faktor kelompok sebaya: Anak-anak ketika berinteraksi dalam sekolah

dan dengan teman sekitar rumah kadang kala terdorong untuk melakukan bullying. Kadang kala beberapa anak melakukan bullying pada anak yang lainnya dalam usaha untuk membuktikan bahwa mereka bisa masuk dalam Universitas Sumatera Utara kelompok tertentu, meskipun mereka sendiri merasa tidak nyaman dengan perilaku tersebut.

2.1.5. Dampak Bullying terhadap Korban The Victim, pelaku the bully

serta penonton bystander Bullying adalah sebuah isu yang tidak semestinya dipandang sebelah mata dan diremehkan, bahkan disangkal keberadaannya. Siswa-siswa yang menjadi korban akan menghabiskan banyak waktu untuk memikirikan berbagai cara untuk menghindari gangguan di sekolah sehingga mereka hanya memiliki sedikit energi untuk belajar. Pelaku the bully juga akan mengalami kesulitan dalam melakukan relasi sosial dan apabila perilaku ini terjadi hingga mereka dewasa tentu saja akan menimbulkan dampak yang lebih luas. Siswa-siswa yang menjadi penonton juga berpotensi untuk menjadi pelaku bullying Coloroso, 2007. Bullying atau bukanlah soal kemarahan tetapi juga bukan konflik. adalah tentang penghinaan, sebuah perasaan tidak suka yang kuat terhadap sesorang yang dianggap tidak berharga, lemah atau tidak layak mendapatkan penghargaan Coloroso, 2007. Bullying tidak termasuk perilaku normal anak-anak seperti persaingan atau perkelahian satu lawan satu antarsaudara kandung atau antarteman sebaya karena tuntutan persaingan. Bullying juga tidak termasuk tindakan agresif impulsif, dengan kata lain agresi adalah tindakan spontan, serangan yang tidak pandang bulu, tanpa ditujukan pada target tertentu Coloroso, 2007. Universitas Sumatera Utara Mencermati kondisi tersebut, perilaku bullying memiliki dampak yang serius pada korban. Secara fisik, kekerasan ini dapat mengakibatkan luka dan kerusakan tubuh antara lain memar, luka sayatan, luka bakar, luka organ bagian dalam, hingga kondisi koma. Secara psikologis bullying mengakibatkan rendahnya harga diri hingga depresi dan pada jangka panjang mengakibatkan trauma. Ada banyak alasan mengapa beberapa anak menggunakan kecakapan dan bakat mereka untuk menindas orang lain. Tidak ada satu faktor pun yang dapat menjelaskan hal tersebut secara keseluruhan. Para penindas the bully tidak lahir sebagai penindas. Temperamen bawaan sejak lahir adalah sebuah faktor. Namun ada juga faktor lain, yaitu pengaruh linkungan yang mengizinkan atau mendorong perilaku semacam itu Bronfenbrenner,1994. Penindas the bully ada yang datang dari seorang anak yang tertindas. Kekasaran yang tidak simpatik dan tanpa hati adalah selubung keras yang digunakan untuk membungkus dirinya Coloroso, 2007. Anak yang tertindas menyerah tanpa daya hingga seolah tampaknya tidak akan membalas atau mengatakan kepada siapapun tentang tersebut. Penindas memastikan bahwa saksi atau para penonton menjadi pihak yang terlibat secara aktif atau mendukung . Maka, dimulailah suatu siklus kekerasan atau . Untuk dapat diterima dan merasa aman sepanjang saat menjelang remaja dan sepanjang masa remaja, anak-anak tidak saja bergabung dengan kelompok-kelompok namun mereka juga membentuk kelompok yang disebut klik. Klik memiliki kesamaan minat, nilai, percakapan, dan selera. Ini bagus, akan tetapi ada juga Universitas Sumatera Utara ekslusivitas dan pengecualian, hal ini tidak bagus. Budaya sekolah yang menyuburkan klik-klik tersebut akan menyuburkan diskriminasi dan . Olweus menjelaskan bahwa kegunaan lingkaran penindas, korban dan penonton sebagai alat bantu bagi para guru, orang tua dan para siswa dalam mendiskusikan cara-cara mengatasi dan mencegah serta cara agar anak-anak mampu berperan aktif memutuskan mata rantai bullying ini Coloroso, 2007.

2.3. The Support Group Method