Universitas Sumatera Utara
Secara umum penyandang autis menunjukkan gangguan komunikasi yang menyimpang dari anak-anak pada umumnya. Gangguan komunikasi tersebut
dapat terlihat dalam bentuk keterlambatan bicara, tidak bicara, bicara dengan bahasa yang tidak dimengerti orang lain, atau dapat bicara hanya dengan meniru
saja echolalia. Selain gangguan komunikasi anak autis juga umumnya menunjukkan gangguan interaksi dengan orang lain yang ada disekitar baik anak
sebaya maupun orang dewasa Koswara, 2013:43. Kemampuan berbahasa merupakan proses paling kompleks diantara semua
proses perkembangan manusia. Kemampuan berbahasa bersama kemampuan perkembangan pemecahan masalah visio motor merupakan petunjuk baik dari ada
tidaknya gangguan intelegensi pada seorang anak. Perkembangan bahasa memerlukan fungsi reseptif dan ekspresif yang sejalan dan seimbang. Fungsi
ekspresif merupakan kemampuan anak mengutarakan pikirannya dimulai dengan komunikasi nonverbal, komunikasi dengan ekspresi wajah atau mimic, gerakan
tubuh dan akhirnya komunikasi dengan menggunakan kata-kata. Selain bicara ekspresif, anak autis juga mempunyai kesulitan mengartikan
ucapan orang lain, terutama yang bersifat abstrak. Anak autis seringkali salah mengartikan pertanyaan, komentar atau cerita yang panjang Koswara, 2013:62-
63.
2.2.8 Temper Tantrum
Secara tersirat, temper tantrum merupakan bagian proses eksplorasi, yaitu suatu tahap perkembangan melatih instrumen tubuh dalam menemukan atau
memahami hal baru. Anggota tubuh yang dimiliki anak merupakan instrumen vital. Melalui aktivitasnya anak akan “mengeksperimenkan” secara total
instrument tersebut Puspa Swara, 2001: 25. Pengertian temper tantrum adalah perilaku marah pada anak-anak
prasekolah. Mereka mengekspresikan kemarahan mereka dengan berbaring dilantai, menendang, berteriak, dan kadang-kadang menahan nafas mereka.
Tantrum yang alami, terjadi pada anak-anak yang belum mampu menggunakan kata-kata untuk mengekspresikan rasa frustasi mereka, karena tidak terpenuhi
Universitas Sumatera Utara
keinginan mereka. Dikutip Colorado State University Extension, R.J. Fetsch and B. Jacobson mengatakan bahwa tantrum biasanya terjadi pada usia 2 sampai 3
tahun ketika anak-anak membentuk kesadaran diri. Balita belum cukup memahami kata “aku” dan “keinginan dirinya” tetapi sangat mudah untuk tahu
bagaimana memuaskan apa yang diinginkan. Tantrum adalah hasil dari energi tinggi dan kemampuan yang tidak mencukupi dalam mengungkap keinginan atau
kebutuhan “dalam bentuk kata-kata”. Tantrum biasanya terjadi pada usia 2 dan 3 tahun, akan mulai menurun
pada usia 4 tahun. Mereka biasanya mengalami ini dalam waktu 1 tahun. 23 sampai 83 persen dari anak usia 2 hingga 4 tahun pernah mengalami temper
tantrum. Ada banyak sebab temper tantrum. Beberapa penyebab adalah indikator masalah keluarga: disiplin yang tidak konsisten, mengkritik terlalu banyak, orang
tua terlalu protektif atau lalai, anak-anak tidak memiliki cukup cinta dan perhatian dari orangtua mereka, masalah dengan pernikahan, gangguan bermain, baik untuk
masalah emosional orang tua, pertemuan orang asing, persaingan dengan saudara atau saudari, memiliki masalah dengan bicara, dan penyakit atau sakit. Penyebab
umum lainnya termasuk karena rasa lapar atau lelah. http:www.psikologizone. compengertian-sebab-dan-cara-mengatasi-temper-tantrum065113939.
Setiap anak melewati tahap perkembangannya secara berbeda-beda. Kadangkala orangtua dan lingkungan tidak mengakomodasi kebutuhan psikologis
anak secara tepat, sehingga amarah muncul sebagai reaksi ketidakpuasan yang berkepanjangan terhadap lingkungan. Temper tantrum yang biasa dijumpai pada
anak balita dan balita berwujud amukan, jeritan, tangisan. Jika ini terjadi pada anak yang sudah pandai berbicara wujudnya dapat berupa kata-kata kasar, bahkan
serangan fisik. Temper tantrum yang terbentuk secara kondisional, misalnya karena si anak
sering dipaksa makan pada saat ia sedang asyik bermain. Kemarahan yang awalnya timbul karena anak dihentikan dari aktivitas bermain, beralih pada situasi
makan. Atau pada saat si kecil butuh kesempatan untuk membuktikan dirinya sudah mampu memanjat, orangtua justru menghambat gerak dan melarangnya.
Selanjutnya, anak akan mengamuk jika merasa tidak atau kurang digubris.
Universitas Sumatera Utara
Demi mencegah kebiasaan ini, dibutuhkan pemahaman orang tua akan kebutuhan psikologis si kecil pada setiap tahap perkembangannya. Sejalan dengan
itu orang tua tentu mesti membuat batasan yang dianggap perlu untuk melindungi anak dari hal-hal yang tidak diinginkan. Frekuensi amukan dapat dikurangi
dengan menghindari pembatasan yang berlebihan terhadap kebebasan anak, tuntutan yang berlebihan, atau pemberian tugas diluar kemampuannya. Kurangi
sikap sewenang-wenang, sebaiknya tidak menerapkan pendidikan yang kaku dirumah Mulyanti, 2013:84-85.
Baik anak normal atau anak autis dapat mengalami temper tantrum. Temper tantrum ini biasanya dialami oleh anak-anak. Anak autis dapat menjadi tantrum
atau merasa panik secara tiba-tiba. Bila ada objek-objek yang dikenal dan digeser dari tempatnya, walaupun sedikit, anak autistik dapat menjadi tantrum atau
menangis terus-menerus sampai objek tersebut dikembalikan pada tempatnya Nevid, 2005: 146. Suatu ciri yang umum pada autistik yaitu kegigihannya
terhadap hal yang sama terus ‘insistence of sameness’‘perserverative’ behavior. Banyak anak yang menjadi sangat berlebihan terhadap suatu rutinitas, yang jika
berubah sedikit saja akan menyebabkan mereka bingungterganggu atau mengamuk. Beberapa contoh, misalnya makan dan atau minum tertentu yang
sama terus, memakai pakaian tertentu, ingin melalui jalan yang sama terus. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan mereka untuk memahami atau
mengatasi situasi yang baru http:www.kompasiana.comlizarudytanda-dan- gejala-autisme-ayo-bangkit-kalahkan-austisme_55122a56a33311f456ba7ffa.
Tantrum dapat terjadi pada saat anak tidak mendapatkan apa yang ia inginkan. Pada anak dengan spektrum autis, tantrum menjadi lebih sulit untuk
diredakan karena mayoritas anak dengan spektrum autis mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Mereka sulit mengungkapkan apa yang mereka rasakan,
apa yang mereka inginkan, kepada orang-orang yang ada di sekitarnya. Karena kesulitan tersebut, orang tua atau orang dewasa yang berhadapan dengan anak
dengan spektrum autis yang sedang tantrum juga kesulitan untuk meredakan tantrum karena mereka belum mengetahui dengan pasti apa penyebab atau pemicu
tantrum tersebut. Berdasarkan pengalaman menangani anak dengan spektrum
Universitas Sumatera Utara
autis, hal-hal yang dapat dilakukan saat menghadapi anak dengan spektrum autis yang sedang tantrum diantaranya sebagai berikut:
1. Pada saat anak dengan spektrum autis tantrum, ciptakan ‘safety area’.
Pastikan tidak ada anak kecil lain di dekat anak, tidak ada benda tajam ataupun tumpul yang dapat digunakan anak untuk membahayakan orang
lain maupun dirinya sendiri. 2.
Observasi anak dari jarak aman. Biarkan anak sendiri terlebih dahulu untuk memberikan waktu anak menenangkan dirinya sendiri. Hal ini
berlaku jika anak sedang berada di rumah, jika sedang di keramaian atau di tempat umum, segera tarik anak ke area yang sepi dan pastikan anak tidak
lepas dari Anda. 3.
Netralkan emosi Anda. Ingatlah anak yang sedang Anda hadapi adalah anak dengan spektrum autis. Mereka diberikan keistimewaan untuk
berkomunikasi dengan cara yang unik. Kesabaran merupakan kunci utama saat berhadapan dengan anak dengan spektrum autis. Dengan menetralkan
emosi, kita juga dapat terhindar dari dampak negatif yang kemungkinan besar terjadi saat menangani anak dengan spektrum autis yang sedang
tantrum, seperti jantung berdebar-debar, kepala pening dan sebagainya. Tariklah napas dalam-dalam, berdoa lalu dekatilah anak dengan sikap atau
bahasa tubuh yang bersahabat. 4.
Tatap mata anak meskipun anak mungkin tidak membalas tatapan mata Anda. Tanyakan keinginannya dalam bahasa yang sederhana, misalnya
‘kamu kenapa?’, ‘kamu mau apa?’ Setelah memberikan pertanyaan, tunggulah beberapa saat untuk menunggu respon anak. Untuk anak dengan
spektrum autis yang memiliki kemampuan verbal, mereka mungkin akan mengungkapkan keinginannya dengan sepatah kata ataupun sepotong
kalimat, seperti ‘mau makan’, ‘mau jalan-jalan’, ‘mau menggambar’ dan sebagainya. Untuk anak dengan spektrum autis yang belum memiliki
kemampuan verbal, Anda dapat menyediakan simbol-simbol yang mewakili aktivitas tertentu, seperti piring untuk makan, gelas untuk
Universitas Sumatera Utara
minum dan sebagainya. Anak dibiasakan untuk menunjuk simbol tertentu untuk mengungkapkan keinginannya.
5. Untuk membentuk perilaku positif pada anak, sebaiknya Anda jangan
langsung memenuhi keinginan anak. Untuk tahap perkenalan awal pada peraturan rules, minimal anak menenangkan dirinya terlebih dahulu baru
kemudian berikan apa yang ia inginkan. 6.
Jika anak tantrum karena menolak untuk diberikan instruksi tertentu, misalnya belajar membaca atau menulis, ikuti langkah-langkah 1-5 di atas
dan saat ditanyakan keinginannya anak misalnya mengungkapkan ia ingin menggambar, mintalah anak untuk menenangkan dirinya, selanjutnya
bimbing ia melakukan instruksi yang kita berikan terlebih dahulu dan jelaskan setelah itu baru ia mendapatkan apa yang ia inginkan. Untuk
pembentukan perilaku awal, durasi waktu pelaksanaan instruksi, misalnya membaca, sebaiknya tidak terlalu lama dan selanjutnya dapat ditingkatkan
seiring dengan berjalannya waktu dengan mengamati perkembangan anak. Pastikan juga sebelum kegiatan atau pemberian instruksi dimulai,
kebutuhan dasar anak sudah terpenuhi makan, minum, kondisi tidak sedang lelah dan sebagainya.
7. Adakalanya kontak fisik dibutuhkan untuk menenangkan anak dengan
spektrum autis yang sedang tantrum. Ini terjadi saat anak tantrum dalam keadaan yang sangat hebat sehingga Anda kesulitan mengendalikan
mereka dan khawatir anak akan membahayakan dirinya sendiri maupun orang lain. Teknik yang biasanya digunakan adalah teknik sandwich,
dengan cara menggulung anak menggunakan kasur lipat atau matras. Pastikan keselamatan anak tetap diperhatikan selama teknik dilakukan;
posisi kedua tangan di sisi tubuh, kaki tidak tertekuk dan area kepala sampai mulut tidak tertutup kasur lipat atau matras agar anak tidak
mengalami kesulitan untuk bernapas. Penanganan tantrum pada anak dengan spektrum autis perlu dilakukan
sedini mungkin karena akan menyangkut manajemen perilaku anak di masa mendatang. Lebih mudah menangani anak dengan spektrum autis pada masa kecil
Universitas Sumatera Utara
dibandingkan di masa dewasa karena ukuran tubuh, tenaga dan juga sikap yang tidak terbiasa dikendalikan yang terbawa sampai anak dewasa akan lebih besar
dan membutuhkan usaha yang lebih dari orangtua atau orang dewasa yang berinteraksi dengan anak http:terapianak.comkiat-menangani-anak-dengan-
spektrum-autis-saat-tantrum.
2.3 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran adalah hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dan memperkirakan hasil penelitian yang dicapai dan
dapat mengantarkan penelitian pada rumusan hipotesa Nanawi, 2001:40
Anak Autis