BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Kemiskinan telah menjadi masalah yang dibicarakan secara global, hal ini dapat dilihat dari berbagai tulisan seperti; Levinsohn et.al 1999, Suharyadi et.al
2000, Asra 2000 dan banyak peneliti lainnya yang menyoroti masalah kemiskinan. Berbagai isu yang menyangkut masalah kemiskinan disampaikan, mulai
dari sebab-sebab kemiskinan, perangkap kemiskinan, kondisi sosial, pendidikan, kesehatan masyarakat miskin, sampai kepada strategi penganggulangan kemiskinan.
Sejak tahun 1994 berbagai usaha penanggulangan kemiskinan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD diimplementasikan dengan berbagai program
pembangunan, seperti Program Inpres Desa Tertinggal IDT, Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal P3DT, Program Pembangunan Kecamatan
PPK, Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan P2KP. Pada saat krisis ekonomi telah diluncurkan program Jaring Pengaman Sosial JPS, Program
Pembangunan Masyarakat Mulia Sejahtera PMMS, Program Pengembangan Ekonomi Rakyat PER, Gema Assalam, dan berbagai program sosial lainnya.
Tujuannya adalah untuk merubah nasib masyarakat miskin ke arah yang lebih sejahtera dalam seluruh aspek kehidupannya. Dari laporan yang ada, semua program
yang diluncurkan telah terimplementasi dengan baik. Kendati demikian, kenyataan di lapangan memperlihatkan efektivitas program-program belum optimal. Hal ini
diperkirakan akibat masih adanya elemen-elemen penting yang belum lengkap pelibatannya dalam implementasi setiap program pembangunan.
KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008.
USU e-Repository © 2008
Keberhasilan suatu program, termasuk program penangggulangan kemiskinan, paling tidak bergantung pada tiga elemen pokok, yaitu : 1 Pemahaman
tentang seluk beluk kelompok sasaran dan wilayah sasaran yang hendak dituju oleh program; 2 Kesesuaian antara tujuan program dengan hakekat permasalahan yang
dihadapi oleh kelompok miskin kelompok sasaran; dan 3 Pemilihan instrumen atau paket program yang paling sesuai serta ketersediaan prasarana dan sarana
penunjang. Meskipun demikian, ketiga elemen ini belum menjamin berhasilnya suatu program, melainkan baru merupakan syarat perlu necessary condition. Untuk
benar-benar menjamin keberhasilan program masih diperlukan berbagai persyaratan lain, yaitu kapabilitas sistem organisasi pelaksana, sistim informasi, dan latar
belakang sosial, budaya serta politik yang melingkupinya. Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam NAD mempunyai 17 Kabupaten, 4
kota, 228 kecamatan, 642 mukim, 112 kelurahan dan 5.947 desa. Selain itu Provinsi NAD yang mempunyai penduduk 4.218.486 jiwa sebelum tsunami terdiri dari
2.159.127 jiwa laki-laki dan 2.138.538 jiwa perempuan. Jumlah penduduk ini hanya mengalami pertumbuhan hanya 1,26 persen. Pertumbuhan yang relatif kecil ini
cenderung diakibatkan karena daerah ini dalam sepuluh tahun terakhir terus dilanda konflik sehingga banyak penduduk Provinsi NAD yang migrasi ke provinsi-provinsi
lain yang dianggap lebih aman, di lain pihak perpindahan penduduk dari provinsi lain ke Provinsi NAD justru mengalami penurunan sehingga pertambahan penduduk hasil
migrasi netto menurun drastis.
KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 1.1 Komposisi Mata Pencaharian Utama dan Jumlah Penduduk
Nanggroe Aceh Darussalam Sebelum Tsunami
Mata pencaharian utama No KabupatenKota
Jumlah penduduk
Pertanian Jasa-jasa Lainnya
1 2
3 4
5 6
7 8
9
10 11
12 13
14 15
16 17
18 19
20 21
Kota Banda Aceh Kab. Aceh Besar
Kota Sabang Kab. Pidie
Kab. Bireun Kab. Aceh Utara
Kota Lhokseumawe Kab. Aceh Timur
Kota Langsa Kab. Aceh Tamiang
Kab. Aceh Jaya Kab. Aceh Barat
Kab. Nagan Raya Kab. Aceh Barat Daya
Kab. Aceh Selatan Kab. Simeulu
Kab. Aceh Singkil Kab. Aceh Tengah
Kab. Bener Meriah Kab. Aceh Tenggara
Kab. Gayo Lues 260.478
302.405 26.303
517.898 361.528
493,599 167.362
331.636 122.865
225.011 98.796
195.000 143.985
115.358 192.947
77.761 124.758
160.453 112.000
150.776 86.448
2,2 91,3
72,2 93,7
88,5 91,5
44,8 82,1
37,3 81,3
98,7 95,9
95,9 82,9
89,9 85,2
80,0 93,3
98,5 89,0
98,5 58,4
3,2 16,7
0,2 2,6
0,1 6,0
1,0
31,4 7,2
0,6 1,0
0,5 2,3
3,6 0,0
3,8 1,8
0,0 0,0
0,0 39,4
5,5 11,1
6,1 8,9
8,4 49,2
16,9 31,3
11,4
0,7 3,1
3,6 14,8
6,5 14,8
16,2 4,9
1,5 11,0
1,5 TOTAL
4.297.485
Sumber : Satkorlak PBP diolah 2005 Kompas, 28 Desember 2004
Konflik berkepanjangan, krisis ekonomi ditambah lagi dengan bencana alam gempa dan tsunami membuat masyarakat Aceh tenggelam dalam penderitaan
berkepanjangan. Bencana alam gempa dan tsunami yang melanda Aceh telah meluluhlantakkan berbagai sektor perekonomian Aceh. Pasca tsunami, banyak lahan-
lahan pertanian di pantai barat Aceh yang telah menjadi laut, padahal selama sebelum tsunami produksi lahan-lahan pertanian tersebut dapat mencukupi
kebutuhan masyarakat di sekitarnya. Pemerintah telah merencanakan untuk memperbaiki sekitar 17.400 hektar lahan pertanian yang rusak berat akibat endapan
KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008.
USU e-Repository © 2008
lumpur bergaram yang dibawa gelombang tsunami, hal ini tentu saja memerlukan waktu yang cukup lama. Apalagi dibeberapa daerah ada sekitar 2.900 lahan pertanian
hilang sama sekali ditelan laut. Lumpuhnya perekonomian Aceh yang ditimbulkan bencana gempa dan
tsunami, ternyata telah menyebabkan jumlah penduduk miskin diperkirakan bertambah satu juta jiwa. Bila pada tahun 2004 jumlah penduduk miskin di NAD
sebanyak 1,1 juta jiwa, realitasnya pada saat sekarang ini telah melampaui 2 juta jiwa. Oleh karenanya dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial, diperlukan
adanya kebijakan-kebijakan yang dapat mengurangi angka kemiskinan. Hal ini disebabkan tingkat pengagguran yang tetap tinggi yaitu 9,8, sedangkan tingkat
kemiskinan bisa mencapai 16,6. Sedangkan penyerapan tenaga kerja sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi pada tahun 2005 yang diperkirakan hanya
5,3 dan tingkat inflasi 7,5 Kompas, 26 Januari 2005. Langkah-langkah penanggulangan kemiskinan dapat didekati dari dua sisi.
Pertama, meningkatkan pendapatan melalui peningkatan produktivitas. Sisi ini memberi peluang dan perlindungan kepada masyarakat miskin yang berkemampuan
dalam pengelolaan potensi yang ada untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam berbagai kegiatan ekonomi, sosial budaya, dan politik; Kedua, mengurangi
pengeluaran melalui minimalisasi beban kebutuhan dasar yang kurang perlu seperti tembakau rokok, dan lainnya dan mempermudah akses untuk pendidikan,
kesehatan, dan lainnya yang mendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat miskin. Kabupaten Aceh Utara, dengan jumlah penduduk pada tahun 2005 mencapai
493.599 jiwa yang tersebar di 850 desa yang berada dalam 22 kecamatan merupakan
kawasan yang sejak tahun 1984 telah dicanangkan sebagai kawasan investasi
KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008.
USU e-Repository © 2008
terutama sektor industri zona industri. Pencanangan kabupaten ini sebagai zona industri merupakan upaya pengembangan sektor industri yang tidak terlepas dengan
sektor pertanian, artinya pengembangan sektor industri tetap berbasis pada sektor pertanian. Namun pemanfaatan sumberdaya daerah yang dimiliki tersebut masih
mengalami banyak kendala. Selain disebabkan oleh masih minimnya informasi tentang potensi daerah yang dapat dikembangkan, juga belum terciptanya iklim
investasi yang memadai, terutama dalam penyediaan infrastruktur, disamping kestabilan politik dan keamanan yang rentan oleh berbagai gangguan.
Secara geografis Kabupaten Aceh Utara terletak pada posisi 4º 54 – 5º 18 Lintang Utara LU dan 96º 20 – 97 º 21 Bujur Timur BT, dengan luas wilayah
3.477,13 Km² atau 347.713 Ha. Kabupaten ini memiliki batasan wilayah sebagai berikut; sebelah utara dengan Kabupaten Bireuen, sebelah selatan dengan Kabupaten
Aceh Timur, sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Tengah, sebelah timur dengan Selat Malaka.
Keadaan topografinya sangat bervariasi, dari dataran rendah sampai berbukit dan sedikit pergunungan. Rata-rata ketinggian daerah ini adalah 125 m di atas
permukaan laut. Dataran rendah pada umumnya terdapat di sepanjang kawasan pantai dan jalan negara yang memanjang dari arah Barat ke Timur, sedangkan
dataran tinggiperbukitan dan pergunungan terdapat di sepanjang daerah pedalaman di bagian selatan. Sekitar 43,6 dari luas wilayah ini berada pada ketinggian 25-
500 m di atas permukaan laut, sementara tingkat kelerengannya sangat bervariasi, mulai datar sampai curam.
KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008.
USU e-Repository © 2008
Tabel 1.2 Kecamatan, Desa dan Jumlah Penduduk
Kabupaten Aceh Utara Tahun 2005
PENDUDUK NO KECAMATAN DESA
LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH 1
2 3
4 5
6 7
8 9
10 11
12 13
14 15
16 17
18 19
20 21
22 Sawang
Nisam Kuta Makmur
Simpang Keramat Syamtalira Bayu
Meurah Mulia Matangkuli
Paya Bakong Cot Girek
Tanah Jambo Aye Langkahan
Seunudon Baktiya
Baktiya Barat Lhok Sukon
Tanah Luas Nibong
Samudera Syamtalira Aron
Tanah Pasir Muara Batu
Dewantara 39
44 40
15 49
50 72
38 24
47 23
33 59
24 75
56 20
40 34
29 24
15 14.696
16.577 9.209
3.156 10.853
7.906 10.636
5.302 8.742
18.813 8.933
10.768 14.972
7.828 20.736
10.037 4.416
10.468 7.522
7.554 11.318
21.445 16.169
17.890 10.030
3.328 10.943
8.515 11.303
5.635 8.562
19.223 8.955
10.689 15.572
8.152 21.236
10.353 4.671
10.998 7.922
7.981 11.868
21.717 30.865
34.467 19.239
6.484 21.796
16.421 21.939
10.937 17.304
38.036 17.888
21.457 30.544
15.980 41.972
20.390 9.087
21.466 15.444
15.535 23.186
43.162
TOTAL 850
241.887 251.712
493.599
Sumber: Aceh Mapframe, 2005 Badan Pusat Statistik BPS, 2005
Laju pertumbuhan ekonomi Aceh Utara pada tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 7,97 persen. Hal ini sebagai dampak dari penurunan pertumbuhan
di sektor industri pengolahan. Demikian juga halnya dengan pendapatan regional per kapita juga mengalami penurunan sebesar 2,25 persen BPS, 2006. Dengan adanya
penurunan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan per kapita masyarakat, dapat dipastikan akan berdampak terhadap sektor riel dan juga perubahan dalam pola
konsumsi masyarakat di daerah ini.
KHAIRIL ANWAR : ANALISIS DETERMINAN PENGELUARAN KONSUMSI RUMAH TANGGA MASYARAKAT MISKIN DI KABUPATEN ACEH UTARA, 2008.
USU e-Repository © 2008
Suatu hal yang sangat sulit dalam menentukan kriteria miskin bagi masyarakat Indonesia pada umumnya sebagaimana juga yang terjadi di Aceh Utara.
Dalam hal-hal tertentu masyarakat akan merasa terusik bila dimasukkan dalam katagori miskin, sementara disaat yang lain justru banyak masyarakat yang berada
dalam katagori sejahtera yang mendaftarkan diri dalam katagori miskin. Oleh karenanya, diperlukan suatu pendekatan yang komprehensif untuk menentukan
kelompok masyarakat miskin melalui pendekatan pengeluaran konsumsi rumah tangga masyarakat di Kabupaten Aceh Utara, agar kebijakan-kebijakan pemerintah
dalam upaya mengentaskan kemiskinan tepat sasaran.
1.2 Rumusan Masalah