37 b.
Bila diikuti huruf syamsiyyah, huruf I diganti dengan huruf syamsiyyah yang mengikutinya.
ﺔ ا
ditulis asy-Syi‘ah 9.
Huruf Besar Penulisan haruf besar disesuaikan dengan EYD Ejaan Yang
Disempurnakan 10.
Kata dalam Rangkaian Frasa atau kalimat a.
Ditulis kata per kata atau b.
Ditulis menurut bunyi atau pengucapannya dalam rangkaian tersebut.
ا م ﻹ
ditulis Syaikh al-Isl ām atau Syaikhul-Islām
2. Transkipsi
Transkipsi merupakan pengalihan bunyi ke bentuk tertulis harus percis seperti yang diucapkan. Pengubahan teks dari suatu ejaan ke ejaan yang lain,
dengan tujuan menyarankan lafal bunyi unsur bahasa yang bersangkutan, disebut transkipsi.
35
ل
‘dhalal mubin’ transkipsi ‘dhal
āl mubīn’ transliterasi
35
Panitia Pengembangan Bahasa Indonesia Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1975
h. 25.
38 Transkipsi huruf Arab ke latin Rafik: 2005 yang sudah dimodifikasi oleh
Zulkarnaen
36
Huruf Arab Nama
Simbol
أ
Alif tidak dilambangkan
ب
Ba B
ت
Ta T
ث
Tsa Θ
ج
Jim J
ح
Ha H
خ
Kha Kh
د
Dal D
ذ
Żal Δ
ر
Ra R
ز
Za Z
س
Sin S
36
Zulkarnaen, “Penerjemahan Nama Diri Analisis Transliterasi, Transkipsi, dan Penyerapan Nama diri Arab-Indonesia,” Skripsi SI fakultas Sastra program studi Sastra Arab,
Universitas Al Azhar Indonesia, 2007, h. 30.
39
ش
Syin
ص
Shad Sh
ض
Dad Dh
ط
Tha Th
ظ
Zha Zh
ع
‘ain ‘
غ
Gain Gh
ف
Fa F
ق
Qaf Q
ك
Kaf K
ل
Lam L
م
Mim M
ن
Nun N
و
Waw W
Ha H
ء
hamzah
40
ي
Ya Y
Ejaan fonetik termasuk dalam transkipsi. Fonetik dalam bahasa Inggris phonetics, kata sifatnya phonetic, kata sifat Indonesia “fonetis”, berbeda dari
“fonetik” sebagai kata benda adalah penyelidikan bunyi-bunyi bahasa, tanpa memperhatikan fungsinya untuk membedakan makna.
37
Namun menurut Trubetzkoy 1962:11-12 menjelaskan bahwa fonetik merupakan studi bunyi
bahasa yang berkenaan dengan peristiwa bahasa, murni studi fenomenalistik terhadap bahasa tanpa mempertimbangkan fungsi. Titik tolak fonetik adalah
konkret, yaitu bahasa manusia.
38
Fonetik ada tiga jenis: a.
Fonetik akustis menyelidiki bunyi bahasa menurut aspek-aspek fisisnya sebagai getaran udara. Apabila memetik gitar misalnya, maka tali gitar senar
akan bergetar, sehingga menyebabkan udara bergetar pula, dan terjadilah bunyi yang dapat didengar. Demikian pula halnya dengan bunyi bahasa yang
dihasilkan dengan alat-alat bicara. Untuk fonetik akustis dalam penyelidikan spesialistis perlu peralatan elektronis yang rumit, jadi pemyelidikan tersebut
dapat dikerjakan hanya dalam laboratorium fonetis.
39
b. Fonetik auditoris adalah penyelidikan mengenai cara penerimaan bunyi-bunyi
bahasa oleh telinga. Fonetik auditoris tidak banyak dikerjakan dalam
37
J.W.M. Verhaar, Pengantar Linguistik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1995, cet. ke-20 h. 12.
38
Kushartanti, dkk., Pesona Bahasa: Langkah Awal Memahami Linguistik, Jakarta: Gramedia pustaka Utama, 2005 , h. 45.
39
Verhaar, Pengantar Linguistik, h. 12.
41 hubungan dengan linguistik, buku-buku standar mengenai linguistikjuga
sedikit sekali menguraikan mengenai fonetik auditoris itu, dan keahlian yang dituntut sebenarnya adalah keahliandalam ilmu kedokteran.
40
c. Fonetik organis menyelidiki bagaimana bunyi-bunyi bahasa dihasilkan dengan
alat-alat organ bicara organ of speech.
41
Penutur ---------
Pendengar Alat-alat
getaran-getaran udara telinga dan sistem
bicara yang
dihasilkan neorologisnya
FONETIK FONETIK
FONETIK ORGANIS
AKUSTIK AUDITORIS
Tujuan dari transkipsi fonetis adalah untuk mencatat setepat mungkin semua ciri dari pada ucapan atau seperakit ucapan yang dapat didengar dan dikenal oleh
penulis di dalam arus ujar. Makin tinggi kemahiran penyelidik itu makin dekatlah transkipsinya kepada kenyataan fonetis, tetapi tidak akan mencapai
kesempurnaan
42
karena bagaimanapun bunyi hanya sesuatu yang kedengaran atau dapat didengar.
43
Ahli ilmu bunyi yang paling baikpun tidak dapat membedakan semua bunyi secara obyektif.
44
Tidak ada dua orang pendengar, betapapun tinggi kecakapannya di dalam ilmu yang dapat menghasilkan transkipsi yang sama benar
tentang bahasa yang sama.
45
40
Ibid., h. 12.
41
Ibid., h. 12.
42
Samsuri, Analisa Bahasa: Memahami Bahasa Secara Ilmiah, Jakarta: Erlangga, 1980, cet. ke-2 h. 124.
43
W.J.S. Poerwadarmita, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1982 cet.ke-6 h. 169
44
Samsuri, Analisa Bahasa, h. 124
45
Ibid., h. 124.
42
3. Penyerapan