Tugas dan Wewenang Wilayah Hisbah
Sedangkan Wilayah Hisbah secara substantif sudah ada pada awal periode Islam masa Rasulullah SAW meskipun secara
kelembagaan belum terbentuk. Dalam prespektif ketatanegaraan Islam, Wilayah Hisbah
dibentuk sebagai institusi Negara dimulai ketika masa khulafaur rasyidin.
2. Fungsi Pengawasan dan Penindakan Secara prinsip dalam hal Pengawasan dan penindakan terhadap pelaku
usaha yang melanggar aturan, KPPU dan Wilayah Hisbah memiliki fungsi yang sama. Dalam prakteknya keduanya memiliki perananan yang berbeda.
KPPU dapat menjatuhkan sanksi sesuai peraturan perundangan yang berlaku dan pelaku usaha yang dikenakan sanksi dapat mengajukan keberatan
pada tingkat pengadilan yang lebih tinggi Pengadilan Negeri dan Mahkamah Agung. Sedangkan kewenangan menjatuhkan sanksi pada Wilayah Hisbah
hanya sebatas pada persoalan dzahir yang sudah jelas pelanggarannya dan bentuk sanksi yang diberikan adalah berupa ta’zir atau bentuk hukuman yang
berdasarkan pertimbangan muhtasib petugas hisbah. Pada kasus yang memerlukan investigasi lebih lanjut, Wilayah Hisbah menyerahkan
peersoalan tersebut kepada lembaga Qadhi kehakiman. 3. Cakupan Kewenangan
Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU memiliki kewenangan secara khusus mengawasi pelaku usaha dari tindak monopoli dan persaingan
usaha tidak sehat. Sedangkan Wilayah Hisbah memiliki cakupan yang lebih
luas tidak hanya kepada persoalan kegiatan perekonomian saja tetapi juga seluruh sendi-sendi kehidupan masyarakat dalam kerangka amar ma’ruf nahi
munkar menganjurkan kebaikan dan mencegah keburukan.
4. Sumber Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha KPPU berdasarkan Undang-Undang
yang berlaku di Indonesia yakni Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
Selain itu wilayah kegiatan usaha yang diawasi adalah segala bentuk usaha yang legal secara hukum di Indonesia. Sedangkan dalam konsep Wilayah
Hisbah sumber-sumber hukum berdasarkan syari’at Islam sehingga kegiatan
usaha yang diawasi dalam praktek usaha yang halal atau dibenarkan dalam ajaran Islam. Sebagai contoh kegiatan usaha industri minuman keras atau
perbankan yang mengandung unsur riba, maka kegiatan ini jelas-jelas dilarang bukan karena persoalan karena ada praktek monopoli, tetapi karena secara
substansi kegiatan usaha ini dilarang dalam syari’at Islam.
81