Potensi Tari Maena Dan Tari Moyo Sebagai Atraksi Budaya Di Kota Gunungsitoli

(1)

POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO

SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA

DI KOTA GUNUNGSITOLI

KERTAS KARYA

OLEH

JAN PINTERSON ZEBUA

NIM : 082204086

PROGRAM STUDI D3 PARIWISATA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

LEMBAR PERSETUJUAN

POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO

SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI

OLEH

JAN PINTERSON ZEBUA

082204060

Dosen Pembimbing,

Dosen Pembaca,

Drs.Jhonson Pardosi, M.Si

Drs. Ridwan Azhar, M.Hum

NIP.19660420 199203 1 003

NIP. 19550923 198203 1 001


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Kertas Karya : POTENSI TARI MAENA DAN TARI

MOYO SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA

DI KOTA GUNUNGSITOLI

OLEH

: JAN PINTERSON ZEBUA

NIM

: 082204086

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Dekan,

Dr. Syahron Lubis, MA.

NIP. 19511013 197603 1 001

PROGRAM STUDI D3 PARIWISATA

Ketua,

Arwina Sufika, SE., M.Si

NIP. 19640821 199802 2 001


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas berkat-Nya yang begitu melimpah dalam kehidupan penulis hingga saat ini. Tiga tahun lamanya menyelesaikan pendidikan di tingkat perguruan tinggi dan berkat-Nya begitu melimpah. Akhirnya kini penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini yang merupakan salah satu syarat bagi penulis meraih gelar Ahli Madya Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya USU Medan. Adapun judul dari kertas karya ini adalah:

“POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI”.

Penulis menyusun kertas karya ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana perkembangan kawasan wisata pulau sabang sebagai salah satu objek wisata di Nanggroe Aceh Darussalam yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat lokal. Informasi yang penulis paparkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya agar pembaca mendapatkan informasi yang jelas dan semoga kertas karya ini bermanfaat memberikan sedikit pengetahuan bagi pembaca.

Dalam hal ini, penulis tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, MA., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Arwina Sufika, SE., M.Si, selaku Ketua Program Studi D3 Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.


(5)

3. Solahuddin Nasution, SE., MSP, selaku Dosen Koordinator Praktek Bidang Keahlian Usaha Wisata Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya USU Medan.

4. Drs. Jhonson Pardosi, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan, petunjuk dan arahan kepada penulis dalam penyusunan kertas karya ini.

5. Drs. Ridwan Azhar, M.Hum, selaku Dosen Pembaca yang telah memberikan arahan kepada penulis dalam penyusunan kertas karya ini.

6. Seluruh staff / Dosen Program Studi Pariwisata, Fakultas Ilmu Budaya USU Medan yang telah membimbing penulis selama perkuliahan.

7. Teristimewa kepada kedua orang tua tercinta, ayahanda Kasianus Zebua dan Ibunda Yusmina Zendratő atas segala motivasi, kasih sayang, dan perhatian bagi penulis selama ini. Buat penulis, kebahagiaan terindah adalah melihat senyum dan bangga dari orang tuaku tercinta.

8. Buat kakak, dan adik-adik penulis, berilah yang terbaik buat orang tua kita. Senyum dan keberhasilan kita merupakan kebahagian mereka.

9. Buat Pak Binari dan Ibu Erika yang telah menjadi orang tua selama penulis menempuh pendidikan. Tiada kata-kata yang dapat diucapkan untuk mengungkapkan rasa terima kasih penulis selama ini.

10. Teman-teman yang begitu dekat dengan penulis selama ini. Begitu indah memiliki banyak kenangan bersama kalian.


(6)

11. Teman-teman UW’08, begitu banyak kenangan dan kisah yang kita lewati. Terima kasih buat semuanya, tour yang kita lalui akan menjadi kenagan terindah buat penulis, sungguh kenangan tak terlupakan. Semoga kita semua menjadi orang-orang yang sukses di kemudian hari, amin.

Kertas karya ini masih jauh dari kesempurnaan dan masih terdapat banyak kekurangan baik dari segi penyusunan kata maupun penyampaian informasi. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca untuk menyempurnakan kertas karya ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Juni 2011 Penulis,

Jan Pinterson Zebua 082204086


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

ABSTRAK ... vi

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Batasan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penulisan ... 5

1.4 Metode Penelitian ... 5

1.5 Sistematika Penulisan ... 6

BAB II : URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN 2.1 Pengertian Pariwisata ... 8

2.2 Bentuk dan Jenis Pariwisata ... 10

2.3 Wisatawan ... 11

2.4 Pengertian Objek Wisata dan Daya Tarik Wisata ... 13

2.5 Sarana dan Prasarana Pariwisata ... 15

2.6 Motivasi Perjalanan Wisata ... 18

2.7 Produk Industri Pariwisata ... 20


(8)

BAB III : GAMBARAN UMUM KOTA GUNUNGSITOLI

3.1 Kota Gunungsitoli Secara Umum ... 25

3.2 Letak Geografis ... 31

3.3 Sistem Adat dan Kebudayaan ... 33

3.4 Sarana dan Prasarana ... 36

3.5 Kependudukan ... 40

3.6 Perkembangan Wisatawan ... 44

BAB IV : POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI 4.1 Sejarah Tari Maena dan Tari Moyo ... 47

4.2 Nilai dan Makna Tari Maena dan Tari Moyo ... 55

4.3 Potensi Tari Maena dan Tari Moyo ... 58

4.4 Pengembangan Tari Maena dan Tari Moyo ... 61

4.5 Upaya-Upaya Pemerintah dan Masyarakat Dalam Pengembangan Tari Maena dan Tari Moyo ... 63

BAB V : PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 66

5.2 Saran ... 67


(9)

ABSTRAK

Industri pariwisata merupakan industri terbesar di seluruh dunia. Budaya tidak dapat dipisahkan dari kepariwisataan. Kota Gunungsitoli memiliki tari maena dan tari

moyo yang berpotensi membangkitkan dunia kepariwisataan. Tari maena

menampilkan sukacita dan kebersamaan, tari moyo memberikan makna kebudayaan. Kedua warisan budaya leluhur ini mampu menjadi sajian bagi setiap orang yang berkunjung ke Nias. Menarik, khas dan mempesona dapat menjadikan tari maena dan tari moyo menjadi tarian daerah terbaik. Kota Gunungsitoli yang merupakan gerbangnya Pulau Nias kaya akan sumber daya untuk dikembangkan.


(10)

ABSTRAK

Industri pariwisata merupakan industri terbesar di seluruh dunia. Budaya tidak dapat dipisahkan dari kepariwisataan. Kota Gunungsitoli memiliki tari maena dan tari

moyo yang berpotensi membangkitkan dunia kepariwisataan. Tari maena

menampilkan sukacita dan kebersamaan, tari moyo memberikan makna kebudayaan. Kedua warisan budaya leluhur ini mampu menjadi sajian bagi setiap orang yang berkunjung ke Nias. Menarik, khas dan mempesona dapat menjadikan tari maena dan tari moyo menjadi tarian daerah terbaik. Kota Gunungsitoli yang merupakan gerbangnya Pulau Nias kaya akan sumber daya untuk dikembangkan.


(11)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masa dulu akan sangat berbeda bila dibandingkan dengan masa sekarang. Berbagai perubahan telah terjadi yang diiringi dengan zaman yang semakin berkembang. Demikian juga kehidupan manusia yang merupakan suatu proses sosial dan budaya selalu berubah seiring berjalannya waktu. Berbagai perubahan tersebut telah menyebabkan adanya unsur, nilai sosial budaya yang berubah bahkan ditinggalkan manusia. Tentu saja hal ini merupakan efek negatif dari rangkaian perubahan yang terjadi. Jikalau nilai sosial budaya tersebut dibiarkan saja tanpa usaha melestarikannya, maka hilanglah suatu nilai dalam sejarah kehidupan manusia di masa lampau.

Sesuatu telah terjadi, dan hal itu merugikan. Apakah kita pun diam sambil menatapnya pergi? Seharusnya tidak karena hal ini merupakan tanggung jawab kita bersama menjaga kelestarian warisan-warisan budaya leluhur sehingga tidak hilang dan menjadi kenangan belaka.

Pulau Nias yang merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan potensi besar dalam kepariwisataan tentunya menyimpan banyak daya tarik wisata yang dapat dinikmati. Daya tarik yang dimaksud seperti kehidupan masyarakat yang unik, tempat-tempat wisata yang khas, rumah adat Nias sebagai salah satu wujud


(12)

kebersamaan dan rasa gotong royong di masa lampau, berbagai jenis tarian daerah, dan sebagainya.

Sebutan Pulau Nias dalam bahasa Niasnya sering disebut Tanö Niha yang artinya “tanah manusia” sedangkan orang Nias sering disebut Ono Niha yang artinya “anak manusia.” Dalam kehidupan sehari-hari, sebagian besar masyarakat Nias masih menggunakan bahasa daerah Nias untuk berkomunikasi satu sama lain. Tetapi saat ini, ada banyak kalangan masyarakat lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia dalam proses berkomunikasi. Kaum muda berada di urutan teratas untuk kebiasaan ini. Menurut pendapat sebagian pihak, berkomunikasi dalam bahasa daerah Nias menimbulkan rasa malu dan dianggap telah ketinggalan zaman.

Harus diakui bahwa banyak kebudayaan asli milik Nias telah banyak berubah karena dipengaruhi berbagai penyebab. Modernisasi zaman dengan pengaruh budaya barat merupakan faktor yang paling dominan mempengaruhi. Selain itu, tingkat pengetahuan masyarakat yang rendah terhadap manfaat budaya turut serta menjadi penyebabnya. Tarian daerah suku Nias adalah salah satu hasil budaya yang seyogianya pada masa lampau dapat diperankan oleh setiap orang terutama kaum muda, akan tetapi di masa sekarang ini telah jauh berbeda dan menunjukkan tingkat kemunduran. Tari Maena dan Tari Moyo adalah salah satu di antaranya. Tari Maena adalah tarian kolosal yang penuh sukacita. Tari Maena seringkali menjadi pertunjukkan hiburan ketika Suku Nias menyelenggarakan pesta pernikahan adat.


(13)

simbol untuk memuji mempelai laki-laki dan keluarganya. Tarian ini sangat simpel dan sederhana, tetapi mengandung makna kebersamaan, kegembiraan, kemeriahan.

Tari Maena tak kalah menarik dengan tarian-tarian lain yang ada di Nusantara.

Gerakannya yang sederhana membuat hampir semua orang bisa melakukannya. Kendala dan kesulitan yang dihadapi mungkin terletak pada rangkaian pantun-pantun

Maena yang harus disesuaikan. Rangkaian pantun-pantun Maena biasanya dikenal

dalam bahasa Nias sebagai “fanutunö Maena.” Lain halnya dengan Tari Moyo yang diperankan oleh kaum perempuan. Nama tari “Moyo” yang dapat diartikan dalam Bahasa Indonesia yakni “Elang” merupakan suatu tarian yang khas dengan gerakan-gerakan lincah dan lemah gemulai. Tetapi di balik gerakan-gerakan tersebut tersirat makna kegagahan seperti burung elang itu sendiri. Hal ini menyimbolkan bahwa orang Nias gagah berani terutama dalam menghadapi musuh. Makna lain adalah kewibawaan dan sikap optimis yang dapat kita amati ketika burung elang menerkam mangsa. Tidak ada sikap keraguan dalam benaknya, dan hal ini dimaknai juga bahwa orang Nias memiliki sikap optimis dan sekali maju tetap maju. Tari Moyo ini awalnya begitu populer di mata masyarakat karena kaum perempuan Nias yang beranjak dewasa sangat senang mempelajarinya. Tetapi keadaan berbanding terbalik justru terjadi saat ini. Tingkat minat masyarakat melakonkan Tari Moyo yang sangat rendah, perhatian pemerintah daerah yang sangat kurang adalah faktor-faktor penyebabnya. Padahal sebenarnya, kemajuan teknologi dapat dimanfaatkan secara maksimal untuk proses sosialisasi dan pengenalan ke dunia internasional.


(14)

Pengaruh kedua tarian ini dalam pengembangan pariwisata di Gunungsitoli sangat besar sebagai atraksi budaya. Hal ini dikarenakan daerah-daerah yang menjadi objek wisata di Gunungsitoli masih berada di belakang objek wisata seperti Pantai Sorake, Pantai Lagundri, Bawamataluo, dan beberapa objek lain di Nias. Sektor atraksi budaya haruslah menjadi keunggulan dalam kepariwisataan Gunungsitoli karena merupakan gerbang masuk Pulau Nias. Wisatawan yang datang akan dapat disuguhkan atraksi budaya masyarakat sehingga akan sangat berkesan bagi mereka. Selain alasan tersebut, kedua tarian ini tidaklah kalah dengan tarian-tarian yang terkenal di Indonesia. Dengan pengembangan yang baik, tarian ini diharapkan dapat berbicara banyak dalam kepariwisataan Indonesia.

Berdasarkan uraian di atas, penulis memberikan simpati dan perhatian atas keadaan budaya dalam kepariwisataan Gunungsitoli. Oleh karena itu, penulis mengemasnya dalam kertas karya sederhana ini. Kertas karya ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi D III Pariwisata dan meraih gelar Ahli Madya Pariwisata Bidang Keahlian Usaha Wisata Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun judul kertas karya ini adalah “Potensi Tari

Maena dan Tari Moyo Sebagai Atraksi Budaya di Gunungsitoli.”

1.2 Batasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dalam penulisan kertas karya ini penulis membatasi ruang lingkup permasalahan, yaitu: Bagaimana upaya pemerintah daerah


(15)

dan masyarakat lokal melestarikan Tari Maena dan Tari Moyo serta mengembangkannya dalam mendukung kepariwisataan di Kota Gunungsitoli?

1.3 Tujuan Penulisan

Berdasarkan pembatasan masalah yang penulis uraikan di atas, maka tujuan pembatasan masalah adalah untuk mengetahui upaya-upaya pemerintah daerah dan masyarakat lokal melestarikan dan mengembangkan Tari Maena dan Tari Moyo di Kota Gunungsitoli.

1.4 Metode Penelitian

Untuk memudahkan pembuatan kertas karya ini, penulis menggunakan beberapa metode penelitian, antara lain:

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Adalah penelitian untuk mendapatkan sumber informasi menyangkut Tari

Maena dan Tari Moyo melalui data-data dari buku atau tulisan lainnya yang

mendukung pembahasan.

2. Penelitian Lapangan (Field Research)

Adalah penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan sumber informasi berhubung kait dengan objek kajian Tari Maena dan Tari Moyo. Informasi didapat dengan cara melakukan wawancara kepada pihak-pihak terkait,


(16)

tokoh-tokoh adat serta orang-orang tertentu yang mengerti dengan baik seluk-beluk tarian.

1.5 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan kertas karya ini adalah sebagai berikut. BAB I : PENDAHULUAN

Yaitu latar belakang, batasan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II : URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN DAN KEBUDAYAAN Dalam bab ini, penulis menguraikan penjelasan mengenai pengertian

pariwisata, bentuk dan jenis pariwisata, defenisi wisatawan, objek dan daya tarik wisata, sarana dan prasarana pariwisata, motivasi perjalanan wisata, produk industri pariwisata, dan hubungan kebudayaan dengan pariwisata.

BAB III : GAMBARAN UMUM KOTA GUNUNGSITOLI

Dalam bab ini, penulis menguraikan penjelasan mengenai kondisi umum Kota Gunungsitoli, letak geografis, admistrasi dan pemerintahan, sistem adat dan kebudayaan, sarana dan prasarana, dan kependudukan.


(17)

BAB IV : POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI

Dalam bab ini, penulis menjelaskan tentang Tari Maena dan Tari

Moyo, nilai dan makna Tari Maena dan Tari Moyo, potensi Tari Maena dan Tari Moyo sebagai atraksi budaya, proses pengembangan Tari Maena dan Tari Moyo, peranan pemerintah dan masyarakat, dan

dan permasalahan yang dihadapi. BAB V : PENUTUP

Dalam bab ini, penulis menguraikan kesimpulan dan saran dari penulisan kertas karya.

DAFTAR PUSTAKA

Damardjati, RS. 2001. Istilah-istilah Dunia Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita

Yoeti, Oka A. 1982. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa Hammerlse, Johannes Maria, 2001. Asal Usul Masyarakat Nias.

Suatu interpretasi. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias

Koentjaraningrat, Prof.Dr. 2007. Manusia dan Kebudayaan di

Indonesia. Jakarta: Djambatan


(18)

BAB II

URAIAN TEORITIS KEPARIWISATAAN

2.1 PENGERTIAN PARIWISATA

Pariwisata merupakan bentuk perjalanan sementara waktu meninggalkan tempat semula ke tempat yang lain, tidak untuk mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi untuk menikmati kegiatan dan rekreasi. Richard Sihite menyatakan:

“Pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan orang untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain meninggalkan tempatnya semula, dengan suatu perencanaan dan dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati kegiatan pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam.”

Pariwisata merupakan perjalanan dari suatu tempat ke tempat yang lain, yang bersifat sementara bukan untuk berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi untuk melakukan perjalanan, dapat dilakukan perorangan maupun kelompok, (dalam Yoeti; 1983 hal.112) menyatakan:

“Istilah “Pariwisata” yang digunakan di Indonesia sebagai terjemahan dari Bahasa Inggris “Tourism”. Secara etimologi berasal dari Bahasa Sansekerta, yang terdiri dari dua suku kata, yakni “pari” dan “wisata”. Pari artinya banyak, berkali-kali, atau berkeliling. Sedangkan wisata berarti perjalanan atau dapat diartikan dengan berpergian. Secara garis besarnya dapat diartikan suatu perjalanan yang dilakukan berkali-kali dari suatu tempat ke tempat lain”.


(19)

Pariwisata merupakan suatu kebutuhan yang menumbuhkan cinta akan keindahan alam, hasil dari perkembangan zaman dan kecanggihan transportasi dan komunikasi, E. Guyer Freuler (Soekadijo, 1997) menyatakan pengertian pariwisata dengan memberi batasan sebagai berikut:

“Pariwisata dalam pengertian modern adalah merupakan fenomena dari zaman sekarang yang didasarkan atas kebutuhan akan kesehatan dan pergantian hawa, penilaian yang sadar dan menumbuhkan (cinta) terhadap keindahan alam dan pada khususnya disebabkan oleh bertambahnya pergaulan berbagai bangsa dan kelas masyarakat manusia sebagai hasil dari pada perkembangan perniagaan, industri, perdagangan serta penyempurnaan dari pada alat-alat pengangkutan.”

Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1990, pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata, termasuk pengusahaan objek dan daya tarik wisata serta usaha-usaha yang terkait di bidang tersebut.

Pariwisata adalah kegiatan ekonomi dengan pergerakan masuk keluar suatu kota, daerah atau negara. Ahli ekonomi Austria, Herman V. Schulard (Soekadijo; 1997) memberikan batasan pariwisata yakni “...Kepariwisataan adalah sejumlah kegiatan, terutama yang ada kaitannya dengan kegiatan perekonomian yang secara langsung berhubungan dengan masuknya, adanya pendalaman dan bergeraknya orang-orang asing keluar masuk suatu kota, daerah atau negara.”

Pariwisata merupakan suatu aktivitas yang bersifat sementara tidak untuk memperoleh penghasilan dan untuk menikmati perjalanan sebagai rekreasi untuk memenuhi keinginan yang beragam tanpa adanya suatu paksaan, menurut Hunzieker dan Kraff (dalam Yoeti;1996 hal.115) menyatakan:


(20)

“ilmu pariwisata adalah keseluruhan dari segala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pediaman orang-orang asing dari segala yang ditimbulkan oleh perjalanan dan pediaman itu tidak tinggal menetap dan tidak memperoleh penghasilan dan aktivitas yang bersifat sementara”.

Jadi dapat disimpulkan bahwa pariwisata adalah suatu perjalanan yang dilakukan oleh perorangan maupun kelompok untuk sementara waktu dari tempat asal ke tempat tujuan dengan maksud bukan mencari nafkah (menjalankan usaha) ataupun menetap di tempat yang dikunjungi, tetapi untuk menikmati perjalanan, rekreasi dan atau untuk memenuhi keinginan yang beragam tanpa adanya unsur paksaan.

2.2 BENTUK DAN JENIS PARIWISATA

Secara umum bentuk pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan objek yang dapat disaksikan pengunjung menurut situasi tertentu dan waktu yang tepat, serta kemauan untuk mengunjungi objek tersebut. Bentuk dan jenis pariwisata membantu dalam menetapkan langkah-langkah tepat mengembangkan objek dan daya tarik wisata. Langkah-langkah tersebut seperti kapan dan darimana wisatawan yang menjadi sasaran. Adapun bentuk dan jenis pariwisata (dalam Yoeti;1983 hal.111) dikelompokkan sebagai berikut:

1. Menurut Letak Geografi

a. Pariwisata Lokal (Local Toruism) b. Pariwisata Regional (Regional Tourism) c. Nasional Tourism (Domestic Tourism) d. Regional International Tourism


(21)

2. Menurut Tujuannya :

a. Pariwisata Rekreasi (Recreational Tourism) b. Pariwisata Budaya (Culture Tourism) c. Pariwisata Olahraga (Sport Tourism) d. Pariwisata Sosial (Social Tourism)

e. Pariwisata Kesehatan (Recuperational Tourism) f. Pariwisata Politik (Political Tourism)

g. Pariwisata Keagamaan (Religion Tourism)

3. Menurut pengaruhnya terhadap neraca pembayaran :

a. Pariwisata Aktif (kegiatan pariwisata yang mendatangkan devisa dengan masuknya wisatawan asing ke dalam suatu negara tertentu).

b. Pariwisata Pasif (kegiatan pariwisata yang mengurangi cadangan devisa negara ditandai dengan keluarnya penduduk ke suatu negara lain ke negara lain untuk melakukan kegiatan kunjungan).

4. Menurut alasannya :

a. Seasional Tourism (kegiatan pariwisata yang dilakukan pada waktu-waktu tertentu).

b. Occational Tourism (kegiatan pariwisata yang dilakukan menurut kejadian atau event-event tertentu).

2.3 WISATAWAN

Menurut The Comitee of Statisticsl Expert of the Language of Nation pada tahn 1937 menyatakan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara selain negara dimana dia biasa tinggal, dan dengan periode setidak-tidaknya 24 jam. Adapun yang biasa disebut wisatawan adalah:

1. Orang-orang yang berpergian dengan tujuan untuk bersenang-senang, alas an keluarga, untuk tujuan kesehatan, dan sebagainya.

2. Orang-orang yang berpergian dengan tujuan untuk melakukan pertemuan atau mewakili kedudukan sebagai diplomat, misi keagamaan, dan sebagainya.


(22)

3. Orang-orang yang singgah dalam pelayaran laut sekalipun mereka tidak tinggal 24 jam.

Berikut ini yang tidak dapat disebut sebagai wisatawan adalah:

1. Orang-orang yang datang baik atas dasar kontrak maupun tidak, mencari pekerjaan dan atau bekerja pada suatu aktifitas usaha di negara tujuan.

2. Orang-orang lain yang datang untuk menetap menjadi penduduk di negara tersebut.

3. Pelajar dan orang-orang muda yang menginap di suatu pemondokan/ asrama. Uraian di atas dapat didefenisikan dalam dua aspek antara lain:

1. Pelancong (Exercursionist), adalah orang yang tinggal kurang dari 24 jam di negara yang dikunjungi.

2. Wisatawan (Tourist), adalah pengunjung yang tinggal lebih dari 24 jam di negara yang dikunjungi/ daerah tujuan wisata dan tujuan perjalanannya diklasifikasikan sebagai berikut:

1. menggunakan waktu luang untuk berekreasi, hiburan, kesehatan, studi, olahraga, keagamaan.

2. bertujuan untuk dagang, keluarga, misi dan pertemuan (Michael Peters, hal.14-15).

Menurut Undang-Undang No. 9 Tahun 1969 yang berasal dari instruksi presiden, disebutkan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang berpergian dari tempat tinggalnya untuk berkunjung ke tempat lain dengan menikmati perjalanan


(23)

dari kunjungan tersebut. Sedangkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1990 disebutkan bahwa wisatawan adalah orang yang melakukan kegiatan wisata.

Menurut Burkart dan Medlik (dalam Toety Heraty;1998 hal.4-5), wisatawan memiliki empat ciri utama, yakni:

1. Wisatawan adalah orang yang melakukan perjalanan ke dan tinggal di berbagai tempat tujuan.

2. Tempat tujuan wisata berbeda dari tempat tinggal dan tempat kerjanya sehari-hari, karena itu kegiatan wisatawan tidak sama dengan kegiatan penduduk yang berdiam dan bekerja di tempat tujuan wisatawan.

3. Wisatawan bermaksud pulang kembali dalam beberapa hari atau bulan; karena itu perjalanannya bersifat sementara dan berjangka pendek.

4. Wisatawan melakukan perjalanan bukan untuk mencari tempat tinggal untuk menetap di tempat tujuan atau bekerja untuk mencari nafkah.

Sebuah konsep yang lain dikemukakan oleh Cohen (dalam Toety Heraty;1998 hal.5) tentang wisatawan adalah “...seorang pelancong yang melakukan perjalanan atas kemauan sendiri dan untuk sementara waktu saja, dengan harapan mendapat kenikmatan dari hal-hal baru dan perubahan yang dialami selama dalam perjalanan yang relatif lama dan tidak terulang”.

Dari berbagai pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa wisatawan adalah setiap orang yang mengunjungi suatu negara atau daerah tujuan wisata bukan untuk bekerja dan dalam kurun waktu lebih dari 24 jam.

2.4 PENGERTIAN OBJEK WISATA DAN DAYA TARIK WISATA

Objek wisata atau dengan istilah “Tourist Attraction” yaitu segala sesuatu yang menjadi daya tarik bagi orang yang mengunjungi suatu daerah tertentu


(24)

(Arwina;www.google.com). Mengacu pada istilah bahasa inggrisnya “tourist

attraction” yang lebih mengarah ke makna “atraksi wisata”, maka muncul beberapa

defenisi yang berbeda. Beberapa defenisi yang lazim dikenal di Indonesia dan resmi datang dari pemerintah, (dalam Yoeti;1983 hal.160) menyatakan:

1. Menurut UU No. 9/1990

“...Objek wisata adalah semua hal-hal yang menarik untuk dilihat, dirasakan oleh wisatawan yang bersumber pada alam.”

2. SK. Menteri Pertanian & MENPARPOSTEL No. 204/KPTS/HK.050/4/1989 dan No. KM47/PW.004/MPPT/89

“...Objek wisata adalah satu tempat (alam) yang memiliki sumber daya wisata yang dibangun dan dikembang sehingga mempunyai daya tarik wisata yang dikunjungi wisatawan.”

3. Peraturan Pemerintah No.24/1979

“...Objek wisata adalah perwujudan dari pada ciptaan manusia, cara hidup, seni budaya, sejarah bangsa, dan juga suatu alam yang menarik untuk dikunjungi.”

4. Undang-Undang No.9 Tahun 1990

“atraksi wisata adalah semua segala sesuatu yang menarik untuk dilihat, dirasakan dan dinikmati oleh wisatawan yang kesemuanya merupakan hasil kerja manusia.”

Kepuasan wisatawan pada suatu daerah tujuan wisata tergabung atas dua faktor, (dalam Yoeti;1996 hal.162) menyatakan:

1. Tourism Resources

Merupakan segala sesuatu yang ada di daerah tujuan wisata dan menarik untuk disaksikan, yang dapat dikelompokkan sebagai berikut:

a. Natural Amenities, adalah benda-benda yang tersedia di alam seperti

iklim, fauna dan flora, sumber air panas (hot spring), dan lain-lain.

b. Hasil ciptaan manusia (man-made suppty), adalah benda-beda buatan yang bersejarah, mengandung nilai kebudayaan dan keagamaan seperti monumen, museum, rumah-rumah ibadah, dan sebagainya.

c. Tata cara hidup masyarakat (the way of life)

2. Tourism Services

Merupakan suatu pelayanan yang diberikan kepada wisatawan selama melakukan perjalanan.


(25)

Selain itu, ada tiga syarat suatu daerah menjadi suatu daerah tujuan wisata yang potensial yakni:

1. Something to see, adalah daerah yang menjadi tujuan wisata mempunyai daya

tarik khusus di samping atraksi wisata yang dapat menjadi “entertainments” bagi pengunjung.

2. Something to do, adalah bahwa selain banyak yang dapat disaksikan, haruslah

ada fasilitas rekreasi (amusements) yang membuat wisatawan betah tinggal di sana.

3. Something to buy, di tempat wisata harus tersedia fasilitas untuk berbelanja

seperti souvenirs dan hasil kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh yang dapat dibawa pulang ke tempat asal. Fasilitas lain yang sebaiknya tersedia adalah

money changer, bank, kantor pos, telepon, dan sebagainya.

2.5 SARANA DAN PRASARANA PARIWISATA 2.5.1 Sarana Pariwisata

Sarana Pariwisata adalah perusahaan-perusahaan yang memberikan

pelayanan kepada wisatawan, baik secara langsung maupun tidak langsung dan hidup serta kehidupannya tergantung pada kedatangan wisatawan.


(26)

Sarana kepariwisataan tersebut adalah:

2.5.1.1 Sarana Akomodasi

Sarana akomodasi merupakan wahana yang menggunakan sebagian dan atau seluruh bangunan untuk menyediakan jasa penginapan, makan, minum, dan jasa lainnya bagi umum yang dikelola secara komersial. Menurut Surat Keputusan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi No.37/PW.304/MPT/86 tanggal 17 Juni 1986, yang dimaksud dengan pengertian akomodasi adalah wahana yang menyediakan pelayanan jasa penginapan yang dilengkapi dengan pelayanan makan dan minum serta jasa lainnya seperti : hotel, losmen, bungalow, dan sebagainya.

2.5.1.2 Sarana Transportasi

Sarana transportasi dalam industri pariwisata sangat vital sekali, mengingat hal ini merupakan mobilisasi wisatawan dari suatu tempat ke tempat lainnya. Sebagai komponen wisata, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan sarana transportasi ini, antara lain model transportasi, jenis fasilitas, biaya dan lokasi. Berikut ini bagian sarana transportasi (angkutan wisata) yang terlibat dalam perhitungan paket tur (dalam Yoeti;1983 hal.172):

a. Charter pesawat udara atau pesawat udara dengan jadwal tetap (reguler);

b. Feri penyeberangan, hovercraft (kapal cepat), hydrofaol atau catamaran; c. Kapal pesiar (cruise line ship);

d. Kereta api ekspress, subway; e. Coach dan mobil sewaan;

f. Transportasi lokal: delman, becak, kereta kuda yang melayani khusus pariwisata saja.

2.5.1.3 Sarana Makanan dan Minuman (Restoran)

Dilihat dari lokasi, ada restoran yang berada di dalam hotel dan menjadi bagian atau fasilitas yang bersangkutan, adapula restoran yang berdiri sendiri secara


(27)

independen. Begitu juga dengan rumah makan, depot atau warung-warung yang berada di sekitar objek wisata dan memang mencari mata pencaharian berdasarkan pengunjung dari objek wisata tersebut.

2.5.1.4 Art Shop (Toko Sovenir)

Komponen-komponen ini identik dengan buah tangan, oleh-oleh atau kenang-kenangan dari suatu tempat kunjungan dalam bentuk barang tertentu. Barang-barang yang dijual ciri khusus sesuai dengan kondisi dan karakteristik daerah tempat cinderamata tersebut berada. Toko-toko penjual cinderamata khas dari objek wisata tersebut yang notabene mendapat penghasilan hanya dari penjualan barang-barang cinderamata khas objek tersebut (dalam Yoeti;1996 hal.185). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam komponen ini antara lain jenis barang, kapasitas, lokasi, harga, kualitas dan keunikannya. Barang-barang tersebut akan menjadi kenangan tersendiri bagi wisatawan.

2.5.2 Prasarana Pariwisata

Prasarana pariwisata adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar sarana kepariwisataan dapat hidup dan berkembang sehingga dapat memberikan pelayanan untuk memuaskan kebutuhan wisatawan yang beraneka ragam. Prasarana tersebut antara lain, (Yoeti;1996 hal.181-183) menyatakan:

1. perhubungan: jalan raya, rel kereta api, pelabuhan udara dan laut, terminal. 2. instalasi pembangkit listrik dan instalasi air bersih.

3. sitem telekomunikasi, baik itu telepon, telegraf, radio, televisi, kantor pos. 4. pelayanan kesehatan baik itu puskesmas maupun rumah sakit.

5. pelayanan keamanan baik itu pos satpam penjaga objek wisata maupun pos-pos polisi untuk menjaga keamanan di sekitar objek wisata.


(28)

6. pelayanan wisatawan baik itu berupa pusat informasi ataupun kantor pemandu wisata.

7. pom bensin dan lain-lain.

Dalam pengembangan sebuah objek wisata sarana dan prasarana tersebut harus dilaksanakan sebaik mungkin karena apabila suatu objek wisata dapat membuat wisatawan untuk berkunjung dan betah untuk melakukan wisata tersebut maka akan mendatangkan pengunjung yang kelak sangat berguna juga untuk peningkatan sektor ekonomi baik untuk komunitas di sekitar objek wisata tersebut maupun pemerintah daerah.

2.6 MOTIVASI PERJALANAN WISATA

Salah satu sifat alami dan menjadi cirri manusia adalah melakukan

pergerakan. Manusia tidak dapat berdiam diri hanya di suatu tempat saja, tetapi selalu ingin mengetahui sesuatu yang baru yang belum dilihatnya sebelumnya. Dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya keadaan social ekonomi, mendorong manusia untuk selalu bergerak. Pergerakan ini timbul dari berbagai macam dorongan kebutuhan dan kepentingan yang sering dikenal dengan istilah motivasi. Motivasi-motivasi tersebut (dalam Yoeti;1982 hal.80) adalah sebagai berikut:

1. Dorongan kebutuhan kepentingan keagamaan, pendidikan 2. Dorongan keamanan

3. Dorongan kesehatandan pemukiman 4. Dorongan kepentingan politik


(29)

6. Dorongan kebutuhan minat kebudayaan, hubungan keluarga, olahraga dan rekreasi.

Menurut M. Intosh (Nyoman;1999 hal.155), motivasi kunjungan wisata dapat dikelompokkan:

a. Physical motivations

Hal ini banyak hubungannya dengan hasrat untuk mengembalikan kondisi fisik, beristirahat, santai, berolah raga, atau pemeliharaan kesehatan agar kegairahan bekerja timbul kembali.

b. Cultural motivations

Motivasi kunjungan wisata karena keinginan pribadi seseorang untuk melakukan perjalanan wisata agar dapat melihat dan mengetahui negara lain, penduduknya, tata cara hidupnya serta adat istiadatnya yang berbeda dengan negara lainnya.

c. Interpersonal motivations

Motivasi kunjungan wisata yang didorong oleh keinginan seseorang untuk mengunjungi sanak-keluarganya, kawan-kawan, atau ingin menghindarkan diri dari lingkungan kerja, ingin mencari teman-teman baru dan lain-lain. Secara singkat motivasi ini erat hubungannya dengan keinginan untuk melarikan diri dari kesibukan rutin sehari-hari.

d. Status and presige motivations

Motivasi kunjungan wisata seeseorang untuk memperlihatkan siapa dia, kedudukannya; statusnya dalam masyarakat tertentu demi prestise pribadinya. Jadi sifat perjalanan ini sangat emosional dan adakalanya dihubungkan dengan perjalanan bisnis, dinas, pendidikan, profesi, hobi, dan lain-lain.

Jadi dapat disimpulkan bahwa banyak sekali motivasi-motivasi atau alasan-alasan seseorang melakukan kunjungan wisata. Orang melakukan kunjungan wisata karena ada hasrat untuk mengembalikan kondisi fisik, istirahat, untuk mengetahui adat istiadat yang berbeda dengan negara asalnya, keinginan untuk mengunjungi sanak-keluarganya, serta motivasi untuk memperlihatkan kedudukannya atau status dalam masyarakat, ini biasanya hanya untuk kepentingan tersendiri.


(30)

2.7 PRODUK INDUSTRI PARIWISATA 2.7.1 Pengertian Industri Pariwisata

Industri pariwisata adalah keseluruhan hasil produksi, keuntungan barang dan

jasa serta pembawaan khusus pada wisatawan. Demikianlah pernyataan Hunzieker (dalam Yoeti;1996 hal.150): “…tourism enterprise are all business entities, which

combining various means of production, provide goods, and service of a specilly tourist nature.”

Batasan lain diberikan oleh L.J. Lickorish dan A.C. Kershaw (dalam Yoeti;1996 hal.149) dari British Travel Association (BTA) tentang industri pariwisata:

“…industri pariwisata adalah keseluruhan para penjual produk wisata yang secara bersama-sama memberikan kepuasan kepada wisatawan.” Industri tersebut dikelompokkan:

• Industri pokok, melayani dalam hal tranportasi, penginapan, makanan dan persiapan perjalanan (travel agent, tour operator, etc.)

Industri tambahan, industri pariwisata yang menyediakan souvenirs serta kebutuhan lainnya, hiburan, pelayanan bank, dan lainnya.

Defenisi yang lain disampaikan oleh R.S. Darmaji (dalam Yoeti;1996 hal.153) menyatakan:

“industri pariwisata merupakan rangkuman dari berbagai macam bidang usaha yang secara bersama-sama menghasilkan produk maupun jasa atau pelayanan yang nantinya baik secara langsung maupun tidak langsung akan dibutuhkan oleh para wisatawan selama perjalanan.”


(31)

Dari uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa industri pariwisata adalah keseluruhan kegiatan hasil produksi yang menghasilkan produk barang dan jasa dan bermanfaat dalam pengembangan bidang pariwisata.

2.7.2 Produk Industri Pariwisata

Pariwisata yang merupakan sebuah industri menghasilkan jasa-jasa (services)

sebagai produk yang dibutuhkan para wisatawan. Menurut Medlik & Medliton dalam tulisan mereka “The Formulation in Tourism” (dalam Yoeti;1983 hal.151-152) menyatakan: “…yang dimaksudkan dengan hasil (product) industri pariwisata adalah semua jasa atau service yang dibutuhkan wisatawan semenjak ia berangkat meninggalkan tempat kediamannya sampai ia kembali ke rumah dimana ia tinggal.” Pada dasarnya ada tiga golongan pokok poduk industri pariwisata yaitu:

1. Tourist Object atau produk pariwisata yang terdapat pada objek-objek wisata

yang menjadi daya tarik orang-orang untuk datang berkunjung.

2. Fasilitas yang dperlukan di daerah tujuan wisata tersebut seperti akomodasi, bar, restoran, hiburan, rekreasi, souvenir, bank, money changer, perangko, dan lainnya.

3. Transportasi yang menghubungkan tempat asal wisatawan dengan daerah tujuan wisata serta transportasi ke objek-objek pariwisata.


(32)

Secara terperinci dapat kita gambarkan jasa-jasa yang merupakan produk industri pariwisata yang dibutuhkan oleh seorang wisatawan ketika ia meninggalkan kediamannya hingga ia kembali pulang. Secara berurutan adalah sebagai berikut:

Saat berangkat:

1) Jasa travel agent untuk mengurus dokumen perjalanan seperti passport,

exit-permit, visa, tiket transportasi.

2) Jasa Taxi untuk transfer dari rumah ke bandara waktu berangkat (departure). 3) Jasa maskapai penerbangan yang membawa ke tempat tujuan yang

dikehendaki.

4) Jasa Taxi/ Coach-Bus dari bandara ke tempat penginapan saat tiba di daerah tujuan.

5) Jasa akomodasi di tempat yang dituju selama kunjungan.

6) Jasa tour operator untuk kegiatan sightseeing tour ke objek-objek wisata. 7) Jasa yang diberikan di objek pariwisata berupa atraksi wisata, hiburan, dan

lainnya.

8) Jasa souvenirs shop dan handicraft center, dan lain-lain.

Saat kembali:

1) Jasa taxi untuk transfer dari hotel ke bandara.

2) Jasa maskapai penerbangan dari tempat yang telah dikunjungi kembali ke daerah asal.


(33)

4) Mailing Services bagi wisatawan yang membeli souvenirs kemudian

menggunakan jasa pengiriman untuk meringankan bawaan.

2.8 HUBUNGAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 2.8.1 Pengertian Kebudayaan

Pengertian kebudayaan menurut oleh E.B. Tailor adalah keseluruhan yang

kompleks dan di dalamnya terkandung ilmu pengetahuan, kepercayaan, kesenian moral, hukum, adat-istiadat, kemampuan lain dan kebiasaan yang didapat manusia sebagai anggota masyarakat.

Menurut Koentjaraningrat, kebudayaan adalah keseluruhan kelakuan dan hasil kelakuan manusia yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan belajar dan kesemuanya itu tersusun dalam kehidupan masyarakat.

2.8.2 Hubungan Kebudayaan dan Pariwisata

Secara ekonomi, hubungan kebudayaan dengan pariwisata dinyatakan dalam

bentuk penggunaan kekayaan kebudayaan untuk membentuk atraksi-atraksi baik

living attraction (seni tari, itual adat, dll.) maupun non-living attraction (arsitektur

bangunan, peninggalan sejarah, dll.). Atraksi budaya dapat disuguhkan dalam suatu pameran, festival, event yang dapat memberikan kesempatan kerja bagi seniman, penyelenggara, serta masyarakat yang bekerja dalam industri pendukung pariwisata (hotel, homestay, restoran, transportasi, dll.)


(34)

Implikasi sosial yang ditimbulkan oleh hubungan kebudayaan dan pariwisata adalah keuntungan positif dari hasl pendekatan masyarakat dunia dengan berbagai peradaban yang pada akhirnya menimbulkan kerja sama. Hubungan kebudayaan dan pariwisata juga menghasilkan nilai dan pemeliharaan, termasuk pengawasan serta bimbingan akan kekayaan kebudayaan. Restorasi dan proyek konservasi terhadap benda-benda, monumen sejarah, dan segala warisan peninggalan bersejarah harus dirancang dan dijaga. Pembentukan desain produk pariwisata hendaknya tidak hanya “to please the tourist” tanpa menjaga keaslian dan keindahan budaya.


(35)

BAB III

GAMBARAN UMUM KOTA GUNUNGSITOLI

3.1 Kota Gunungsitoli Secara Umum

Kota Gunungsitoli tidak dapat terlepas dari satu gugusan induk yang

menaungi yakni Pulau Nias. Pulau Nias terletak di antara 00 12’– 10 32’ Lintang Utara dan 97 - 980 Bujur Timur. Adapun batasan-batasan Pulau Nias adalah sebagai berikut:

• Sebelah utara : berbatasan dengan Pulau-Pulau Banyak, Provinsi Daerah Istimewa Aceh.

• Sebelah selatan : berbatasan dengan Kepulauan Mentawai, Daerah Tingkat I Provinsi Sumatera Barat.

• Sebelah timur : berbatasan dengan Kepulauan Mursala, Kabupaten Daerah Tingkat II Tapanuli Tengah.

• Sebelah barat : berbatasan dengan Samudera Indonesia.

Beberapa tahun terakhir terlaksana pemekaran daerah di Pulau Nias. Dari yang awalnya hanya satu kabupaten yakni Kabupaten Nias dengan Gunungsitoli sebagai ibukota kabupaten. Kemudian berkembang menjadi dua kabupaten yakni Kabupaten Nias, dan Kabupaten Nias Selatan. kini telah menjadi empat kabupaten dan satu kotamadya. Hal ini merupakan keinginan seluruh masyarakat Nias dengan penerapan otonom daerah untuk Nias lebih maju. Pemekaran ini tertuang dalam


(36)

Undang-Undang Republik Indonesia No. 47 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kota Gunungsitoli di Provinsi Sumatera Utara. Dalam undang-undang tersebut dijelaskan bahwa Kabupaten Nias yang mempunyai luas wilayah ± 3.799,80 km2 dengan jumlah penduduk pada tahun 2007 berjumlah 444.524 jiwa terdiri atas 34 (tiga puluh empat) kecamatan. Kabupaten ini memiliki potensi yang dapat dikembangkan untuk mendukung peningkatan penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dengan luas wilayah dan besarnya jumlah penduduk seperti tersebut, pelaksanaan pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat belum sepenuhnya terjangkau. Kondisi demikian perlu diatasi dengan memperpendek rentang kendali pemerintahan melalui pembentukan daerah otonom baru sehingga pelayanan publik dapat ditingkatkan guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat. Dengan memperhatikan aspirasi masyarakat yang dituangkan dalam Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nias Nomor 3/KPTS/DPRD/2007 tanggal 10 Mei 2007 tentang Persetujuan Pembentukan Kota Gunungsitoli, Surat Bupati Nias Nomor 135/1842/Pem tanggal 29 Maret 2007, Perihal Usul Pembentukan Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara dan Kota Gunungsitoli, Surat Bupati Nias Nomor 135/3736/Pem tanggal 25 Juni 2007, Perihal Persetujuan Pembentukan Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara dan Kota Gunungsitoli, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 11/K/2007 tanggal 17 September 2007 tentang Persetujuan Pemekaran Kabupaten Nias, Surat Gubernur Sumatara Utara Nomor 135/2196/2007 tanggal 23 April 2007, perihal Pemekaran


(37)

Daerah Kabupaten Nias, Surat Gubernur Sumatera Utara Nomor 135/6752 tanggal 10 Oktober 2007 perihal Usul Pemekaran Kabupaten Nias, Keputusan Bupati Nias Nomor 135/655/2007 dan Keputusan Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nias Nomor 135/4385/DPRD tanggal 11 Nopember 2007 tentang Bantuan Dana Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Nias Kepada Calon Kabupaten Nias Barat, Kabupaten Nias Utara dan Kota Gunungsitoli di Wilayah Kabupaten Nias, Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Nias Nomor 08/KPTS/DPRD/2007 tanggal 11 November 2007 tentang Dukungan Dana dalam APBD Kabupaten Nias (Induk) kepada Calon Kota Gunungsitoli, Keputusan Bupati Nias Nomor 135/376/K/2007 tanggal 11 November 2007 Dukungan Dana dalam APBD Kabupaten Nias (Induk) kepada Calon Kota Gunungsitoli.

Berdasarkan hal tersebut Pemerintah telah melakukan kajian yang secara mendalam dan menyeluruh mengenai kelayakan pembentukan daerah dan berkesimpulan bahwa perlu dibentuk Kota Gunungsitoli. Pembentukan Kota Gunungsitoli yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Nias terdiri atas 6 (enam) kecamatan, yaitu Kecamatan Gunungsitoli Utara, Kecamatan Gunungsitoli Alo’oa, Kecamatan Gunungsitoli, Kecamatan Gunungsitoli Selatan,

Kecamatan Gunungsitoli Barat, dan Kecamatan Gunungsitoli Idanoi. Dengan terbentuknya Kota Gunungsitoli sebagai daerah otonom, pemerintah Provinsi Sumatera Utara berkewajiban membantu dan memfasilitasi terbentuknya


(38)

Kelembagaan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan perangkat daerah yang efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan, serta membantu dan memfasilitasi pelaksanaan pemindahan personil, pengalihan aset dan dokumen untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintahan daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik dan mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat di Kota Gunungsitoli. Dalam melaksanakan otonomi daerah, Kota Gunungsitoli perlu melakukan berbagai upaya peningkatan kemampuan ekonomi, persiapan sarana dan prasarana pemerintahan, pemberdayaan dan peningkatan sumber daya manusia, serta pengelolaan sumber daya alam sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kota Gunungsitoli sebagai gerbang masuk Pulau Nias merupakan daerah yang lebih dikenal oleh masyarakat di luar Pulau Nias. Hal ini dikarenakan Gunungsitoli merupakan kota tertua dan terbesar yang ada di Kepulauan Nias. Terlebih lagi, Kota Gunungsitoli selangkah lebih maju dibanding daerah lain di Nias dalam berbagai aspek kehidupan dan kemajemukan masyarakat. Untuk mencapai Kota Gunungsitoli dapat ditempuh dengan dua cara, yakni menggunakan sarana transportasi udara dan laut. Untuk transportasi udara, dari Bandara Polonia, Medan ke Bandara Binaka, Nias ditempuh selama ± 45 menit. Seterusnya akan menempuh transportasi darat dari bandara selama ± 1 jam. Untuk transportasi laut, dari Pelabuhan Sibolga ke Pelabuhan Gunungsitoli yang berjarak 133 km dapat ditempuh selama ± 9 jam. Saat ini, telah ada kapal feri cepat yang mampu menempuh jarak tersebut dalam kurun waktu ± 3,5 jam. Kapal tersebut beroperasi pada siang hari.


(39)

Berdasarkan catatan sejarah, Gunungsitoli atau sering disebut Luaha (dalam bahasa Indonesia “muara”) sudah dikenal dan dikunjungi sejak abad ke-18. Posisi kota Luaha ini terletak pada muara sungai Nou atau pasar Gunungsitoli saat ini. Pada saat itu ada tiga marga dominan yang menghuni kota Luaha, yaitu Harefa, Zebua, dan Telaumbanua atau lebih dikenal dengan sitőlu tua. Sitőlu tua dalam Bahasa Indonesia berarti “tiga kakek”. Belum diketahui secara pasti asal muasal penamaan Gunungsitoli. Tapi referensi yang ditemukan dari sebuah buku yang ditulis seorang pastor yang mendirikan Museum Pusaka Nias disebutkan nama Gunungsitoli diberikan oleh para pedagang yang berasal dari Indocina daratan Asia. Kelak, para pedagang inilah yang disebut-sebut nenek moyang orang Nias. Merujuk secara harfiah, jelas kata Gunungsitoli berasal dari kata Gunung dan kata Sitoli. Gunung berarti tanah yang tinggi (berbukit) dan Sitoli berasal dari nama orang yang berdiam di bukit dekat rumah sakit (daerah Onozitoli sekarang).

Kota Gunungsitoli telah memiliki walikota yang tetap sekarang ini dari hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang dilaksanakan pada Februari 2011. Hasil pilkada tersebut menetapkan Drs. Martinus Lase, M.SP sebagai walikota dan Drs. Lakhomizaro Zendrato sebagai wakil walikota.

Kota ini telah melakukan gebrakan memutar roda pembangunan dan pemerintahan yang diikuti dengan ditetapkannya sebuah visi yakni, ‘’Gunungsitoli Kota SAMAERI’’. Dalam bahasa Nias, ini bermakna sebagai seorang ibu yang senantiasa mengayomi, memelihara, menuntun, tidak membiarkan anaknya terlantar


(40)

apalagi sampai kelaparan. Bahkan secara terus menerus selalu siap mengawal perjalanan kehidupan anaknya menuju masa depan yang gilang-gemilang. Berangkat dari pemahaman itulah, maka kata ‘’samaeri’’ diberi nafas guna membumikan dalam melakukan misi pemerintahan dan pembangunan Kota Gunungsitoli dengan uraian SA = Satukan langkah dan tekad, MA = Mandiri, E = Ekonomi kerakyatan, RI = Beriman. Dengan demikian visi SAMAERI akan dilaksanakan melalui perumusan misi yaitu “SAtukan langkah dan tekad mewujudkan kota MAndiri yang berbudaya, sejahtera dan berwawasan lingkungan, dengan penguatan program Ekonomi, pendidikan, kesehatan, pariwisata dengan dukungan masyarakat beRIman, yang takut akan Tuhan sehingga memperoleh curahan berkat berkelimpahan yang dapat dinikmati secara bersama-sama”.

Perilaku sosial masyarakat Kota Gunungsitoli cukup kompleks yang disebabkan berbaurnya adat dan norma yang berlaku. Pada masyarakat Kota Gunungsitoli prinsip kegotongroyongan masih diutamakan. Sistem kekerabatan dan kerja sama cukup menonjol walaupun terpolarisaasi dalam paham keagamaan yang saling berbeda. Mayoritas masyarakatnya menganut agama Kristen Protestan, disusul Islam dan kemudian Kristen Katolik. Dialek berbahasa pun beragam di Gunungsitoli karena ada berbagai etnis yang mendiami yakni suku Nias, Batak, Padang, Jawa, dan berbagai suku lainnya.


(41)

3.2 Letak Geografis

Tabel 3.1

Letak dan Batas Wilayah Kota Gunungsitoli

1. Luas wilayah ± 280,78 km2 2. Letak di atas permukaan laut 0 – 600 m

3. Batas-batas wilayah Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sitolu Ori, Kabupaten Nias Utara

Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Gido dan Kecamatan Hili Serangkai, Kabupaten Nias

Sebelah Timur berbatasan dengan Samudera Indonesia

Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Hiliduho Kabupaten Nias serta Kecamatan Alasa

Talumuzői dan Kecamatan Namőhalu Esiwa

Kabupaten Nias Utara Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010

Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010

Akibat letak Kota Gunungsitoli dekat dengan garis khatulistiwa, maka curah hujan setiap tahun cukup tinggi. Pada tahun 2009 jumlah curah hujan mencapai 2.662,5 mm setahun atau rata-rata 221,9 mm per bulan dengan banyaknya hari hujan mencapai 240 setahun atau rata 20 hari per bulan dan penyinaran matahari rata-rata 53 % per bulan. Curah hujan yang paling besar terjadi pada bulan September yaitu 334,2 mm dengan banyaknya hari hujan mencapai 27 hari. Hujan dan penyinaran matahari sebesar 40 %, musim kemarau dan hujan silih berganti dalam setahun. Curah yang paling rendah terjadi pada bulan Februari yaitu 96,5 mm dan


(42)

dengan penyinaran matahari sebesar 56 %. Curah hujan yang tinggi sepanjang tahun mengakibatkan kondisi alam Kota Gunungsitoli sangat lembab dan basah dengan rata-rata kelembaban antara 89-92 % serta sering mengalami banjir bandang.

Di samping itu, struktur batuan dan susunan tanah di Kota Gunungsitoli pada umumnya bersifat labil, mengakibatkan sering terjadinya patahan pada jalan-jalan aspal dan longsor. Demikian juga sering ditemuinya daerah aliran sungai yang berpindah-pindah.

Keadaan iklim Kota Gunungsitoli dipengaruhi oleh Samudera Hindia. Suhu udara dalam satu tahun rata-rata 26,20 C per bulan dengan rata-rata minimum 18,10 C dan rata-rata maksimum 31,30 C. Kecepatan angin rata-rata dalam satu tahun sebesar 6 knot/jam dan bisa mencapai rata-rata kecepatan maksimum sebesar 16 knot/jam dengan arah angin terbanyak berasal dari arah utara. Kondisi seperti ini di samping curah hujan yang tinggi mengakibatkan sering terjadinya badai besar. Musim badai laut setiap tahunnya biasanya terjadi antara bulan September sampai dengan November, tetapi kadang-kadang terjadi juga pada bulan Agustus dan cuaca bisa berubah secara mendadak.

Keadaan cuaca dan jumlah curah hujan ini sangat mempengaruhi kepariwisataan Kota Gunungsitoli menyangkut jumlah wisatawan yang berkunjung. Wisatawan mengalami kenaikan jumlah yang signifikan pada saat curah hujan rendah yakni bulan Februari. Demikian juga sebaliknya, pada saat jumlah curah hujan tinggi maka jumlah wisatawan mengalami penurunan. Data yang menyangkut


(43)

tentang cuaca dan jumlah curah hujan sangat penting dalam pengembangan kepariwisataan seperti dalam hal pembuatan paket wisata dan berbagai kegiatan lainnya.

3.3 Sistem Adat dan Kebudayaan

Kebudayaan Nias seperti kita kenal sekarang, ternyata belum begitu tua sekitar 500 tahun. Dinilai baru, bukan berarti baru diciptakan tetapi baru diterima di Nias sebagai masukan dan kemudian menjadi faktor penting dalam kemajuan. Besar kemungkinan budaya tersebut berasal dari Cina oleh sekelompok orang keturunan Cina di wilayah Kecamatan Lahusa dan Kecamatan Gomo, Nias Selatan. Kelompok pendatang ini memiliki pengetahuan dan keterampilan di berbagai bidang sehingga membawa perubahan dan kemajuan bagi masyarakat Nias. Beberapa bidang tersebut adalah arsitektur, pertukangan, pertanian, peternakan dan tenunan. Juga kemajuan dalam hal kultur megalitik, patung, silsilah, dan kasta.

Di daerah Nias ada berbagai macam kebudayaan yang unik seperti kebudayaan megalith yang masih kental dan terjaga. Dalam mendirikan batu megalith diadakan sebuah pesta besar yang sering disebut “owasa” yaitu dengan menyembelih sampai seratus ekor babi. Pelaksanaan owasa ini dilakukan untuk membuktikan status seseorang di dalam masyarakat. Beberapa hukum tradisional yang menjadi pilar dalam kebudayaan adalah:


(44)

1. Hukuman : menyangkut tentang sanksi yang dijatuhkan kepada pembunuh, pezinah, pencuri, dan sebagainya. Seorang yang melakukan perzinahan akan dihukum mati, tetapi dapat ditebus dengan denda seratus ekor babi atau seratus unit emas batangan.

2. Jujuran : adalah harga yang harus dibayarkan pihak laki-laki ketika hendak menikahi seorang wanita. Biaya tersebut digunakan untuk membiayai keselurahan acara. Dalam bahasa Nias sering disebut “bőwő”.

3. Afore : sistem pengukuran babi. 4. Kutak : sistem pengukuran beras 5. Nilai emas

Berikut ini beberapa jenis upacara adat yang sering diadakan masyarakat:

1. Famataro Mbanua, adalah kegiatan saat pengesahan suatu nama daerah di wilayah Nias.

2. Fangotome’ő, adalah kegiatan perjamuan kepada orang yang telah lanjut usia

yang didasari oleh banyak faktor.

3. Fatabo, diartikan dalam Bahasa Indonesia sebagai “bertepuk tangan”.

4. Famadaya hasi zimate, upacara ketika mengangkat peti jenazah orang Nias yang meninggal.

5. Fananő bunga, diartikan dalam Bahasa Indonesia “tanam bunga”. Kegiatan ini


(45)

6. Fadabu

Adapun alat masik tradisional yang terdapat di Kota Gunungsitoli adalah: 1. Doli-Doli, adalah sejenis gamelan.

2. Garamba, berupa gendang besar yang berperan penting dalam setiap pesta adat. 3. Faritia, berupa gong dalam ukuran kecil.

4. Fondrahi, berupa gendang yang berukuran kecil dengan salah satu ujungnya terbuka.

5. Gőndra, berupa gong dalam ukuran besar.

Untuk mendukung pelestarian kebudayaan d Kota Gunungsitoli, telah ada beberapa organisasi kesenian yang diharapkan berperan aktif mengembangkan budaya bersama pemerintah dan masyarakat. Berikut ini data disajikan dalam bentuk tabel.

Tabel 3.2

Banyaknya Organisasi Kesenian dan Seniman Kota Gunungsitoli

2009

Kecamatan Jumlah Seniman

Jenis Organisasi Kesenian Seni Tari Seni Musik Seni Rupa Seni Teater Seni Sastra Gunungsitoli

Idanoi 20 15 6 0 0 0

Gunungsitoli

Selatan 5 6 2 0 0 0

Gunungsitoli

Barat 8 8 1 0 0 0


(46)

Gunungsitoli

Alo’oa 15 5 1 0 0 0

Gunungsitoli

Utara 12 4 2 0 0 0

Jumlah/Total 66 45 14 0 0 0

Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010

Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010

3.4 Sarana dan Prasarana 3.4.1 Pendidikan

Pendidikan di Kota Gunungsitoli sedang memasuki tahap peningkatan

terutama dalam segi kualitas sehingga mampu bersaing dengan sekolah-sekolah lain di luar Pulau Nias. Saat ini telah banyak sekolah di Nias yang menjadi salah satu sekolah standar nasional seperti SMP N 1 Gunungsitoli dan SMA N 1 Gunungsitoli. Bahkan dalam beberapa tahun belakangan, telah dibangun sebuah sekolah SMA Swasta Sukma yang memiliki kualitas sehingga mampu meluluskan sebagian besar siswanya ke berbagai universitas negeri di Indonesia. Tingkat persaingan yang sangat tinggi sekarang ini menuntut setiap orang memiliki pendidikan yang tinggi supaya mampu bersaing dan meraih sukses. Dunia kerja membutuhkan kualitas dalam pendidikan di samping kualitas kepribadian dan berbagai pengetahuan lainnya.

Kota Gunungsitoli pun senantiasa mengembangkan pendidikan dengan bertambahnya jumlah sekolah dan tenaga pendidik. Kemajuan terbesar terlihat dengan semakin banyaknya Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hal ini


(47)

diperuntukkan untuk memberntuk siswa-siswi yang siap kerja. Berikut ini data tentang pendidikan di Kota Gunungsitoli:

Tabel 3.3

Jumlah Sekolah di Kota Gunungsitoli Tahun Pelajaran 2009/2010 No Tingkatan

Sekolah Sekolah

Ruang belajar

Jumlah Murid

Guru Laki-laki Perempuan

1. TK 22 71 637 583 107

2. SD 103 692 10.969 8.729 1.930

3. SMP 29 * 4.998 3.393 610

4. SMA/SMK 23 297 5.888 3.525 461

Jumlah 177 1060* 22.492 16.230 3.108

Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010

Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010

Ket : * belum termasuk ruang belajar SMP

Melalui data statistik di atas, bila dihubungkan dengan kepariwisataan khususnya wisata budaya, seluruh siswa diharapkan mendapat pengetahuan tentang kebudayaan daerah asalnya. Hal ini karena para siswa merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan pelestarian budaya sehingga dapat dimaksimalkan bagi pengembangan pariwisata. Beberapa sekolah terutama SMA di Kota Gunungsitoli telah memiliki wahana pelestarian tarian daerah dengan adanya sanggar tari. Ini merupakan kegiatan ekstrakurikuler yang rutin diadakan. Setiap siswa-siswi yang berminat dapat mengikutinya. Bahkan, beberapa sanggar tari telah mengikuti


(48)

berbagai kegiatan untuk mempertunjukkan tarian tersebut. Saat ini, pengarahan kepada para siswa akan pentingnya budaya termasuk tarian daerah masih sangat kurang sehingga perlu ditingkatkan lagi. Dunia pendidikan berperan penting membentuk orang-orang yang peduli melestarikan budaya.

3.4.2 Penginapan, Tour and Travel

Kota Gunungsitoli memiliki beberapa sarana akomodasi. Maksudnya akomodasi adalah hotel berbintang maupun tidak berbintang, serta tempat tinggal lainnya yang digunakan untuk menginap seperti wisma, losmen, motel, cottage, bungalow dan sejenisnya. Tempat-tempat penginapan tersebut adalah Ganada Hotel, Gomo Hotel, Hawaii Hotel, Hidayat Hotel, Laraga Losmen, Olayama Hotel, Otawa Losmen, Serasi Hotel, Tenang Losmen, Soliga Hotel, dan sebagainya. Tempat penginapan di Kota Gunungsitoli masih memiliki standar kelas melati. Berikut data yang tentang jumlah hotel yang ada di Kota Gunungsitoli (saat itu masih bergabung dengan Kabupaten Nias).


(49)

Tabel 3.4

Jumlah Hotel dan Akomodasi Lainnya, Kamar, Lama Menginap Hotel

Di Kota Gunungsitoli

2005 2006 2007 2008 2009

Jumlah Hotel 16 17 16 13 14

Jumlah Kamar 195 194 244 222 226

Jumlah Tempat Tidur 445 455 459 410 419

Rata-rata Lama Inap 1,00 1,12 1,12 1,20 1,69

Tingkat Huni Hotel 27,55 27,07 16,17 18,31 20,19 Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010

Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010

Salah satu faktor yang mempengaruhi berkembangnya objek wisata dalam satu daerah adalah adanya sarana akomodasi. Wisatawan pada umumnya lebih menyukai hotel berbintang dibandingkan dengan hotel yang tidak berbintang karena hotel berbintang memiliki fasilitas yang memadai. Tempat-tempat penginapan di Kota Gunungsitoli sebagian besar merupakan hotel lama dan belum mengalami perkembangan berarti hingga sekarang ini.

Dari data statistik di atas, tidak ditemukan hotel berbintang di Kota Gunungsitoli, padahal hotel berbintang merupakan akomodasi yang lebih digemari oleh wisatawan asing untuk memudahkan segala aktifitasnya. Tentunya akomodasi penginapan harus diperhatikan lebih lagi pada masa yang akan datang.


(50)

Tabel 3.5

Daftar Tour & Travel di Kota Gunungsitoli

NO. NAMA TOUR & TRAVEL ALAMAT

1. Bernando Travel Jl. Diponegoro 196, Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli

2. Kantor Perwakilan Merpati JL. Yos Sudarso No. 139 Kel. Saombo, Kec. Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli 3. Tiara Tours and Travel Jl. Diponegoro No. 196 Kel. Ilir, Kec.

Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli 4. Mutiara Nias Tour and Travel Jl. Diponegoro, Kel. Ilir, Kecamatan

Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli 5. PT.Dachi Expo Ceria Tour and

Travel

Jl. Diponegoro No 158, Kel. Ilir, Kec. Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli

6. Hermen Tour and Travel Jl. Diponegoro No.109 (depan Libi Hotel), Kel. Ilir Kecamatan Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli

7. Surya Ya’ahowu Tour and Travel Jl. Gomo, Kel. Pasar, Kec. Gunungsitoli, Kota Gunungsitoli

Sumber: Nias dalam Angka 2008

Source : Nias in Figures 2008

Perusahaan yang bergerak dalam jasa perjalanan sangat penting dalam industri pariwisata. Perusahaan tersebut akan membantu memudahkan para wisatawan untuk berkunjung ke Kota Gunungsitoli dan menyaksikan atraksi budaya tari maena dan tari moyo. Perusahaan yang bergerak di bidang jasa tersebut juga akan menjadi lumbung informasi bagi para wisatawan. Pelayanan yang baik dan terpadu sangat diharapkan untuk tour and travel yang ada di Kota Gunungsitoli untuk mendukung kemajuan pariwisata kota.


(51)

3.5 Kependudukan

Penduduk merupakan faktor yang sangat penting dalam mekanisme perencanaan pembangunan, karena penduduk tidak saja menjadi sasaran pembangunan (obyek), tetapi juga berperan sebagai pelaksana pembangunan (subyek). Jumlah penduduk yang besar dan berkualitas rendah, disadari hanya menjadi beban pembangunan, apalagi jika distribusinya tidak merata dan komposisi secara sosial dan budayanya beraneka ragam. Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, perkembangan penduduk diarahkan pada pengendalian kualitas, pengembangan kualitas, serta pengerahan mobilitas sehingga mempunyai ciri dari karakteristik yang menguntungkan pembangunan suatu daerah khususnya di Kota Gunungsitoli.

Tabel 3.6

Luas Wilayah, Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk

Menurut Kecamatan Kota Gunungsitoli 2008

Kecamatan

Luas Wilayah

(km2)

Desa/ Keluraha n Jumlah Penduduk Jumlah Laki-laki Jumlah Wanita Kepadata n penduduk

(km2)

Gunungsitoli 123,63 32 60.169 30.036 30.133 449 Gunungsitoli

Barat 62,01 9 7.427 3.561 3.866 102

Gunungsitoli


(52)

Gunungsitoli

Selatan 79,73 15 13.775 6.699 7.076 216

Gunungsitoli

Alo’oa 62,01 9 6.713 3.172 3.541 103

Gunungsitoli

Idanoi 134,78 26 21.374 10.479 10.895 161

Sumber : BPS- Gunungsitoli Dalam Angka 2010

Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010

Jumlah penduduk Kota Gunungsitoli pada dasarnya mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Adanya peningkatan laju pertumbuhan penduduk di Kota Gunungsitoli dipengaruhi meningkatnya derajat kehidupan sosial masyarakat khususnya di bidang pendidikan, kesehatan dan lainnya. Arus urbanisasi ke Kota Gunungsitoli juga ikut mempengaruhi karena Kota Gunungsitoli menawarkan banyak lapangan pekerjaan, apalagi dalam tahap pembangunan pasca-gempa tektonik 2005.

Kependudukan masyarakat sangat erat hubungannya dengan lapangan kerja yang menjadi sumber mata pencaharian. Berikut ini diuraikan secara singkat data tentang pekerjaan-pekerjaan masyarakat Kota Gunungsitoli.

Tabel 3.7

Banyaknya Penduduk Menurut Jenis Pekerjaan di Kota Gunungsitoli

No. Jenis Pekerjaan Gunung sitoli Gunung sitoli Selatan Gunung sitoli Utara Gunung sitoli Idanoi Gunung sitoli Alo’oa Gunung sitoli Barat


(53)

bekerja 2 Mengurus

rumah tangga

6.779 843 1.116 808 294 516

3 Pelajar/

mahasiswa 13751 3.498 3.148 4.734 1.249 1.852

4 Pensiunan 495 98 49 41 26 41

5 Pegawai

Negeri Sipil 3.185 621 266 310 54 239

6 Tentara

Nasional RI 136 9 5 11 1 14

7 Kepolisian

RI 197 20 12 13 2 5

8 Perdagangan 275 34 29 49 8 11

9 Petani/

Pekebunan 6.294 4.014 5.768 9.233 2.952 2.219

10 Peternak 47 9 9 25 12 5

11 Nelayan/

Perikanan 530 72 411 223 0 6

12 Industri 18 2 3 0 0 3

13 Buruh Harian Lepas

976 172 154 79 17 96

14 Buruh Tani

Perkebunan 434 292 94 248 125 269

15 Karyawan

Swasta 1.115 239 90 224 22 102

16 Karyawan

BUMN 128 9 1 11 0 4

17 Tukang Batu 268 18 8 25 4 32

18 Tukang

Kayu 245 38 36 36 15 56


(54)

Source : BPS- Gunungsitoli in Figures 2010

Dari data statistik tersebut di atas, disimpulkan bahwa sebagian besar masyarakat Kota Gunungsitoli merupakan petani, bekerja di perkebunan, dan buruh. Maka dari data tersebut pula, kesejahteraan penduduk masih belum memenuhi standar dilihat dari pekerjaan yang ditekuni. Data yang dihimpun penulis masih sebagian dari banyaknya pekerjaan masyarakat.

Memaksimalkan Kota Gunungsitoli sebagai kota budaya tentunya akan lebih menguntungkan masyarakat karena kesejahteraan pasti terjamin apabila dikelola dengan baik. Lahan-lahan yang ada selama ini pun tidak perlu harus dikurangi atau dirusak karena pelestarian budaya membuat semua berjalan seimbang. Pemanfaatan atraksi budaya dapat berjalan seiring dengan kegiatan keseharian penduduk.

3.6 Perkembangan Wisatawan

Kota Gunungsitoli merupakan salah satu daerah tujuan wisata di Sumatera

Utara. Wisatawan akan rutin berkunjung ke Kota Gunungsitoli dengan berbagai macam tujuan. Selama ini sebagian besar menuju Pantai Lagundri dan Sorake. Wisatawan asing yang sering berkunjung berasal dari Jepang, Amerika, Australia, Jerman, dan berbagai Negara lainnya. Berikut ini data statistik perkembangan wisatawan dalam beberapa tahun terakhir.

Tabel 4.1


(55)

Tahun/ Year Wisatawan/ Tourist Jumlah/ Total Asing/ Foreign Domestik/ Domestic

2004 323 3.132 3.455

2005 93 2.033 2.126

2006 144 14.186 14.330

2007 39 21.044 21.083

2008 151 21.095 21.246

2009 151 21.241 21.392

Sumber : BPS- Gunungsitoli dalam Angka 2010

Source : Gunungsitoli in Figures 2010

Tabel 4.2

Banyaknya Wisatawan yang Berkunjung Januari – Desember 2009

Bulan/ Month Wisatawan/ Tourist Jumlah/ Total Asing/ Foreign Domestik/ Domestic

Januari/ January 10 1.200 1.210

Februari/ February 15 2.500 2.515

Maret/ March 10 2.030 2.040

April/ April 15 940 955

Mei/ May 25 1.306 1.331

Juni/ June 13 510 523

Juli/ July 12 750 762

Agustus/ August 24 1.091 1.115

September/ September 13 1.560 1.573

Oktober/ October 8 2.560 2.568


(56)

Desember/ December 2 4.501 4.503

Jumlah/ Total 151 22.598 22.749

Sumber : BPS- Gunungsitoli dalam Angka 2010

Source : Gunungsitoli in Figures 2010

Dari data tersebut di atas, tingkat kunjungan wisatawan semakin meningkat walaupun pada tahun 2005 yang merupakan tahun bencana di Gunungsitoli mengalami kemerosotan wisatawan. Data statistik tahun 2009 juga menjelaskan bahwa wisatawan asing lebih banyak berkunjung pada bulan Mei sebanyak 25 orang dan wisatawan domestik pada bulan Desember sebanyak 4.501 orang. Tingkat jumlah wisatawan di Kota Gunungsitoli masih sedikit bila dibandingkan dengan daerah objek wisata lain. Oleh karena itu pelu langkah-langkah menarik minat wisatawan yang salah satunya dengan atraksi tarian daerah. Semakin tinggi jumlah wisatawan maka semakin berhasil kepariwisataan suatu daerah dengan penghasilan yang semakin banyak. Demikian juga sebaliknya jika terjadi penurunan jumlah wisatawan yang berkunjung.


(57)

BAB IV

POTENSI TARI MAENA DAN TARI MOYO

SEBAGAI ATRAKSI BUDAYA DI KOTA GUNUNGSITOLI

4.1 Sejarah Tari Maena dan Tari Moyo 4.1.1 Sejarah Tari Maena

Tari maena adalah atraksi budaya yang menjadi milik seluruh masyarakat

Nias. Tari maena sebenarnya hanyalah sebuah pengembangan dari suatu kegiatan masyarakat masa lampau. Mulanya, ketika orang Nias berhasil dalam suatu kegiatan seperti panen, menangkap buruan, menang berperang, dan lainnya maka diadakanlah

owasa (pesta). Owasa tersebut diikuti oleh setiap orang di daerah tersebut dan daerah

sekitar. Dalam owasa, maka akan ada banyak orang terutama kaum laki-laki akan

fabőli hae. Fabőli hae dapat diartikan dalam Bahasa Indonesia “menyorakkan,

melompat kegirangan”. Masyarakat Nias awalnya melakukan fabőli hae di lapangan yang luas sambil membagikan secara adil hasil yang diperoleh. Dari kegiatan inilah muncul gerakan berkeliling empat segi yang kemudian dilakukan secara teratur. Gerakannya berupa hentakan kaki ke tanah dan ayunan tangan yang seimbang dengan hentakan. Mereka pun menamakannya “maena” yang berarti “perayaan,

pesta”. Makna “maena” sebenarnya agak sulit diterjemahkan karena merupakan

sebutan khusus yang diberikan masyarakat pada awalnya. Tetapi maknanya hampir sama dengan perayaan atau pesta.


(58)

Selanjutnya oleh masyarakat Nias, fanari maena dijadikan sebagai suatu kebiasaan yang dilakukan setiap kali ada perayaan dan mulai ditampilkan saat pesta pernikahan. Untuk lebih memeriahkan, maka kaum perempuan pada masa dulu menciptakan syair atau pantun maena (dői zinunő). Syair dan pantun maena sangatlah dinamis karena disesuaikan dengan perayaan yang sedang berlangsung. Orang yang membacakan syair dinamakan sanutunő maena. Seorang sanutunő

maena harus fasih berbahasa Nias. Biasanya, yang menjadi sanutunő maena yakni tetua adat atau sesepuh suku Nias. Isi syair disesuaikan dengan waktu pertunjukan tari maena dipertunjukkan. Ketika tari maena diselenggarakan pada pesta pernikahan, pantun biasanya berisi kegembiraan dan doa untuk kedua mempelai. Namun ketika tari maena dijadikan tari penyambutan tamu kehormatan, syair maena menggambarkan rasa hormat tuan rumah kepada tamu. Syair maena biasanya disampaikan pada awal pertunjukan. Setelah sanutunő maena menyampaikan beberapa bait syair/pantun, pertunjukan tari maena dilanjutkan dengan nyanyian berbahasa Nias. Dengan lantang, para penari maena menyanyikan beberapa syair lagu yang isinya disesuaikan dengan tema acara. Mulai dari awal penyampaian, lirik lagu dalam pertunjukan tari maena tetaplah sama dan disampaikan secara berulang. Syair lagu itulah yang mengiringi gerakan para penari maena hingga pertunjukan tari

maena usai

Setelah berbagai perubahan-perubahan kebudayaan, gerakan maena yang awalanya hanya empat segi dikembangkan sehingga ada gerakan maena tiga segi dan


(59)

berbentuk lingkaran. Konsep maena tidaklah berubah karena pola yang dikembangkan tersebut. Berikut dua contoh maena dalam acara perkawinan (fangowalu), ini hanya beberapa dari kekayaan fanehe ba fanutunõ (dalam Bahasa Indonesia berarti mengiyakan dan menceritakan) dalam tarian maena:

1. MAENA FANGOWAI (Maena Penyambutan) Fanehe maena (syair maena)

He Ama He Ina Tomema Zalua (bapak dan ibu yang telah datang) Dama’owai Ami Fefu Badõi Maena (kami akan sapa dalam syair maena)

Fanutunõ maena (pantun maena)

Ira ama ira ina sowatõ sonuza (bapak ibu saudara tuan rumah)

Taosaraõ dõdõda bawanemaõ ndra tomeda (kita satukan hati sambut mereka) Ira ama ira ina sowatõ sonuza (bapak ibu saudara tuan rumah)

Taowai fefu domeda ya’ahowu walukhata (kita sapa mereka ya’ahowu) Oi omuso sa dõdõda meno falukha ita (senangnya hati telah berjumpa) Me’oi ngaõtõ zalawa me’oi ngaõtõ duha (semua keturunan bangsawan)

Da ta’andrõ saohagõlõ khõ Lowalangi Ama (mari mengucap syukur kepada Tuhan) Meno itimba de’ala irege no faondra ita (telah dijauhkan-Nya kita dari celaka hingga

kita jumpa saat ini)

Nadali wa’abõlõda nadali wa’a niha (kalau menurut kekuatan kita dan manusia) Lõtola falukha ita bazimaõkhõ da’a (tidaklah dapat kita berjumpa)


(60)

Siofõna mafaolagõ khõu numõnõ solemba (pertama kami mau sampaikan pada

menantu)

Ba walõ hulõ-hulõu we hulõ-hulõu dema-dema (kami tak punya yang jadi teladan) Batõinia zilõ satua lõmendrua zilõ ama (karena tidak ada orang tua terutama ayah) Ba yomo barõ gosali we yomo barõ ledawa (dan hanya di rumah terus)

Duhu so yomo ninada inada bõrõ zatua (memang ada ibu di rumah yang menjadi

orang tua)

Si teduhõ-duhõ tõdõ numana wangera-ngera (tapi telah tertutup hati dan pemikiran

yang sempit)

Duhu so ndra tana nama talifusõ lõ bada’a (ada memang keluarga lain tapi tidak di

sini)

Bõrõ halõwõ negara walõ a’oi so ira (karena tugas negara sehingga mereka tak

datang)

No faduhu i dõdõda wa faomasi Zoaya (ya, kita senantiasa percaya kasih Tuhan) Watola fatalifusõ ita zidombua banua (sehingga terjalin hubungan dua daerah) Heumõnõ hetomema sino alua baolayama (menantu dan tamu yang telah tiba)

Batema bologõ dõdõ melõ sumange-mi khõma (maafkanlah karena tidak adanya

persembahan kami)

Databato khõda maena tandregegõ ua da’a (cukuplah dulu maena kita sekarang) Meoya lala halõwõ bazimaõkhõ da’a (ada banyak acara yang kita laksanakan)


(61)

2. MAENA FANEMA MBOLA (maena penyerahan mbola) Fanehe maena (syair maena)

Yae Mbola Numõnõ Simõi Molemba (kami serahkan mbola pada menantu kami) Sumange Ndra Inada Sumange Zonuza (persembahan dari orang tua)

Oi Nihaogõ Wama’anõ Nõsi mbola Laoda (yang isinya telah ditata rapi) Tandra Wasi’oroi Dõdõ Mõi Umõnõ Ninada (bukti dari kesungguhan hati) Fanutunõ maena (pantun maena)

Ba databõrõtaigõ khõda dõi maena (marilah kita mulai syair maena) Maena fanema mbola nibee zonuza (maena ucapan terima kasih) Hezasa lafa’anõ nafo ndra inada (mengapa mereka memasukkan sirih) Ba mbola niohulayo bola niotarawa (dalam mbola yang tersedia) Tengasa bawa’aõsõ tenga bawehufa (bukan karena terburu-buru) Wolalau niohulayo bola niotarawa (dalam pembuatannya)

Halõwõ danga zonekhe uwu duru zodoma (pekerjaan tangan luar biasa)

Oi nihaogõ wolalau nihaogõ niera-era (bagus dalam perencanaan dan pembuatan) Hadia nõsi mbelu hadia nõsi mbola (apa kira-kira isi mbola itu)

Yaia lala zumange afo silima endronga (sirih untuk lima orang secara bersama) Ba da tazara-zara nõsi mbola laoda (dan marilah kita hitung isi mbola)

Ae batenga amaedola nituhoi fangombakha (bukanlah suatu perumpamaan atau

sindiran)


(62)

Ba yaia gambe nilõwõ gambe bakha ba mbola (yang kedua adalah gambe) Yaia wino mazagi daõ mazaga (seterusnya adalah wino atau buah pinang) Fino nitutuyu fino sandrohu boha (buah pinang yang terbaik)

Yaia mbetua uto betua uto ziwae lõnga (seterusnya adalah mbetua atau kapur sirih) Yaia mbago siriri bago sihola (terakhir mbago atau tembakau)

Daõ mbago nikhõ-khõ ba galo kola (tembakau yang terbaik)

Daõ mbago nifoe ba galo manawa (yang didapatkan dengan susah payah) Meno ahori so nafo silima endronga (itulah yang kelima tadi)

Daõ zumange mbanua zumange mbõrõ zonuza (penghargaan dari daerah ini) Ba no ibee bazuzu wangera-ngera (dan mari pikirkanlah)

Mbola sumange nuwu sumange zibaya (mbola dari paman-paman kita) Meno serege dõdõmi zumangema (inilah usaha kamu semua)

Omuso gõi dõdõma wonganga ya'ia (senanglah hati kami menikmatinya) Tabato khoda maena fanema mbola (sampai disinilah dulu maena ini) Bologõ dõdõ na ambõ tõra wangombakha (maafkan atas segala kesalahan)

4.1.2 Sejarah Tari Moyo

Tari moyo merupakan salah satu tarian terkenal di Nias terutama di daerah Kota Gunungsitoli. Sebelum adanya pemekaran daerah di Pulau Nias, tari Moyo tidaklah sementereng nama tari perang (tari baluse) yang dikenal sampai ke berbagai negara. Tetapi hal tersebut bukan berarti bahwa tarian ini baru diciptakan di Nias.


(63)

Lebih terkenalnya tari baluse semata-mata karena lebih menyimbolkan Suku Nias pada umumnya yang sangat sering berperang atau berkelahi. Padahal sebenarnya, tari

moyo telah lebih dahulu diciptakan, dan termasuk salah satu tarian daerah tertua di

Nias.

Tari moyo lebih dahulu diciptakan oleh nenek moyong orang Nias, bahkan sebelum adanya tari maena. Tidak diketahui secara pasti umur tarian ini, namun diperkirakan telah mencapai ratusan tahun. Menurut sejarahnya, penciptaan tari moyo ketika salah seorang putri raja yang memerintah di Nias naik ke atas tuwu-tuwu rumahnya. Tuwu-tuwu merupakan salah satu bagian dari rumah adat Nias yang terbuka hingga ke atapnya. Setiap rumah adat Nias memiliki satu bagian atap yang dapat terbuka dan berfungsi supaya cahaya matahari dapat masuk ke dalam rumah. Pada masa sekarang, tuwu-tuwu dimanfaatkan sebagai tempat menjemur pakaian di atap rumah yang terbuat dari daun rumbia.

Selanjutnya dikisahkan, dari tuwu-tuwu tersebut sang putri raja naik dan memandang ke langit. Lalu terlihatlah olehnya seekor ono moyo (elang yang masih kecil) tengah menari di langit. Ia pun terkagum-kagum dengan pemandangan itu. Lalu sang putri berkata kepada ono moyo bahwa betapa indah dan bahagianya hidup

ono moyo tersebut yang tak pernah susah, dan setiap hari terus menari dengan bebas.

Sang putri membandingkan dengan hidupnya sebagai manusia yang sangat susah. Demi sesuap nasi, ia harus mengeluarkan keringat dan bersusah payah walaupun ia merupakan seorang putri raja. Lalu sang putri meminta ono moyo untuk berganti


(64)

peran dimana ia menjadi ono moyo dan ono moyo menjadi seorang putri raja. Ono

moyo pun menyetujuinya. Sang putri pun berubah wujud dan menari di angkasa

seperti ono moyo bersama dengan moyo-moyo (elang-elang) lainnya.

Beberapa waktu berlalu, sang raja memanggil putrinya untuk suatu kepentingan. Namun ia curiga karena ia mencium bau amis dari tubuh putrinya tersebut. Padahal sebenarnya ia tidak tahu kalau yang di hadapannya bukanlah putri raja yang sebenarnya. Raja pun menanyakan apa yang sebenarnya terjadi dan mengetahui kebenarannya. Sang putri yang sedang menyamar sebagai ono moyo di angkasa pun merasa bosan dengan peran barunya. Singkat cerita, sang putri dan ono

moyo pun kembali ke peran semula dan menyudahi penyamaran.

Pengalaman tersebut sangat berkesan kepada sang putri sehingga ia pun mencobanya kembali di ewali (halaman rumah). Ia sangat menekuninya dan raja pun sangat tertarik. Lalu sang putri mengajari ono sibolowua (perempuan memasuki tahap dewasa) ba mbanua da’ő (di daerah itu) tentang gerakan tersebut. Oleh sang putri, semua gerakan itu dinamainya fanari moyo (tari moyo). Setelahnya, fanari

moyo menjadi kegiatan rutin ono sibolowua dan ditampilkan sesuai dengan

keinginan raja ketika menjamu tamu kehormatan dari kerajaan tetangga. Demikianlah kisah awal terciptanya tari moyo di Pulau Nias.

Mengenai tempat asal tarian ini, tidak diketahui secara jelas daerah yang pertama sekali menampilkannya. Banyak daerah di Nias mengklaim bahwa merekalah yang memiliki tarian ini seperti Idanőgawo, Gunungsitoli, Bőrő Nadu, dan


(1)

4.5 Upaya-Upaya Pemerintah dan Masyarakat dalam pengembangan Tari Maena dan Tari Moyo 4.5.1 Upaya-Upaya Pemerintah

Pemerintah sebagai pihak pengelola sumber daya dalam masyarakat haruslah memberikan dampak yang berarti. Dalam beberapa tahun belakangan, tepatnya setelah menyadari akan semakin hilangnya atraksi budaya tari maena dan tari moyo, pemerintah telah melakukan beberapa gebrakan-gebrakan seperti mengikutsertakan tarian tersebut dalam berbagai pameran budaya. Salah satu contohnya adalah pameran budaya di Sumatera Utara yang rutin diadakan setiap tahunnya. Melalui kegiatan tersebut, maka akan melibatkan masyarakat untuk mempelajarinya. Menjadikan pelajaran seni tari sebagai salah satu aktivitas dalam lingkungan sekolah pun telah dilakukan pemerintah untuk menumbuhkembangkan minat siswa akan tarian daerah. Kegiatan tersebut telah dilaksanakan di lingkungan Kota Gunungsitoli sehingga telah terbentuk beberapa sanggar seni. Ke depan diharapkan lebih dimaksimalkan dan diminati oleh banyak masyarakat terutama kaum muda. Selain hal tersebut, pemerintah telah melakukan promosi-promosi akan budaya tersebut ke berbagai belahan dunia. Salah satu adalah dengan membuat website budaya Nias sehingga dapat diakses dan dilihat banyak kalangan. Saat ini, Kota Gunungsitoli pun sedang gencar-gencarnya promosi sekaligus memperkenalkan diri sebagai kota madya baru. Penyuluhan-penyuluhan melalui seminar dan pelatihan juga kerap dilakukan. Di Museum Pusaka Gunungsitoli, setiap bulannya diadakan pelatihan bagi


(2)

siswa Sekolah Dasar (SD) tentang budaya untuk memperkenalkan dan menumbuhkan minat generasi dini. Memang, dalam kegiatan tersebut, tidak hanya tari maena da tari moyo yang diperkenalkan tetapi juga berbagai kebudayaan Nias lainnya.

4.5.2 Upaya-Upaya Masyarakat

Masyarakat sebagai pelaku utama atraksi budaya tidak dapat melepaskan diri dari peran tersebut. Tanpa adanya dukungan masyrakat, berbagai upaya-upaya pemerintah tak akan berarti. Secara umum, masyarakat Kota Gunungsitoli masih belum sepenuhnya menyadari akan pentingnya tari maena dan tari moyo dalam kehidupan, kemajuan pariwisata dan dalam pertumbuhan ekonomi. Walaupun demikian, dengan adanya dorongan-dorongan dari pemerintah dan orang awam yang lebih mengerti diharapkan ke depan tercipta Kota Gunungsitoli Kota Budaya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan adalah lebih serius menammpilkan tari maena dalam setiap kegiatan adat atau kegiatan lain. Hal ini supaya nilai-nilai tarian itu tidak hilang tertelan kecanggihan zaman. Memotivasi anggota keluarga untuk mempelajari tari maena dan tari moyo juga merupakan langkah positif yang dapat dilakukan. Selain itu, masyarakat harus terus aktif dalam berbagai pertunjukkan budaya seperti


(3)

dilaksanakan oleh masyarakat yang mungkin melalui kerja sama dengan organisasi kesenian dan instansi pemerintah.


(4)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Kota Gunungsitoli memiliki berbagai atraksi budaya yang memikat. Di antaranya adalah tari maena dan tari moyo. Tari maena yang merupakan tarian kolosal yang penuh sukacita berpotensi menjadi simbol budaya dan kepariwisataan Kota Gunungsitoli. Tarian ini telah dikenal oleh seluruh masyarakat Nias dan memiliki gerakan yang sederhana dan dinamis. Pemerintah telah berupaya melestarikan tarian gerakan kaki segi empat ini dengan mengikutsertakan dalam berbagai festival budaya. Masyarakat pun terus diberikan penyuluhan akan budaya warisan leluhur.

Tari moyo yang ditampilkan oleh kaum perempuan Nias sangat berpotensi dalam kepariwisataan Kota Gunungsitoli. Tarian yang menggambarkan pola hidup masyarakat Nias pada masa lampau ini sangat khas dengan gerakan-gerakan yang menarik. Terkadang menyerupai seperti ono moyo sedang terbang dan gerakan kaki yang indah. Pemerintah telah mencanangkan tari moyo ini sebagai tarian penyambutan bagi wisatawan yang berkunjung. Pembentukan berbagai sanggar seni


(5)

ini. Pada akhirnya, tari moyo berpengaruh besar dalam kepariwisataan budaya di Kota Gunungsitoli. Atraksi budaya seperti tari moyo harus dilestarikan. Segala yang ada hari ini memiliki makna untuk generasi ke depan.

5.2 Saran

Memulai dari diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitar akan kesadaran pentingnya budaya akan memberikan makna yang besar dan berpengaruh. Masyarakat diharapkan lebih aktif berpartisipasi mensukseskan program pengembangan kepariwisataan Kota Gunungsitoli.

Pemerintah diharapkan lebih mementingkan masyarakat umum disbanding banyaknya kepentingan-kepentingan lain. Diharapkan kepariwisataan Kota Gunungsitoli semakin diperhatikan dengan adanya pembangunan-pembangunan, promosi ke berbagai Negara dan sebagainya. Banyak hal dapat dilakukan kalau kita mau. Dunia pendidikan pun memegang peranan penting mengembangkan pariwisata dengan mengajarkan budaya dan warisan leluhur lain kepada anak didik di sekolah sehingga dapat terus dilestarikan dan memberi manfaat yang berarti.

Pada akhirnya, kerjasama pemerintah dan masyarakat menentukan arah kepariwisataan Kota Gunungsitoli ke depan.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Damardjati, RS. 2001. Istilah-istilah Dunia Pariwisata. Jakarta: Pradnya Paramita Yoeti, Oka A. 1982. Pengantar Ilmu Pariwisata. Bandung: Angkasa

Hammerlse, Johannes Maria, 2001. Asal Usul Masyarakat Nias. Suatu interpretasi. Gunungsitoli: Yayasan Pusaka Nias

Koentjaraningrat, Prof.Dr. 2007. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan

Zebua, F. 1996. Sejarah Lahirnya dan Perkembangannya. Gunungsitoli

Pendit, Nyoman S. 1987. Ilmu Pariwisata. Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT. Pradnya Paramita

Noerhadi, Toety Heraty. 1998. Psikologi Pariwisata. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia