Hakikat Pengukuran dan Instrumennya
c. Karakteristik Tes yang Baik
Menurut Sudijono, suatu tes dinyatakan sebagai tes yang baik apabila tes tersebut paling sedikit memiliki empat karakteristik.
Keempat karakteristik tes yang baik sebagaimana dikatakan Sudijono, yaitu: 1 valid; 2 reliabel; 3 obyektif; 4 praktis dan ekonomis.
28
Sejalan dengan Sudijono, Arikunto juga memaparkan bahwa karakteristik dari sebuah tes yang baik sebagai alat ukur, yaitu
memiliki: 1 validitas, 2 reliabilitas, 3 objektivitas, 4 praktikabilitas, dan 5 ekonomis.
29
Sebagaimana diungkapkan Sudijono dan Arikunto, penjelasan mengenai karakteristik-karakteristik yang perlu dimiliki agar sebuah
tes dikatakan baik adalah sebagai berikut: 1
Valid Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, valid
adalah menurut cara yang semestinya; berlaku; sahih.
30
Arikunto menjelaskan bahwa sebuah tes dikatakan valid jika tes tersebut
mampu secara tepat mengukur apa yang hendak diukur.
31
Tes hasil belajar menurut Sudijono dikatakan valid jika tes tersebut dengan
secara tepat, benar, shahih, atau absah telah mampu mengukur dan mengungkap tingkat pencapaian hasil belajar peserta didik setelah
mengikuti proses pembelajaran selama kurun waktu tertentu.
32
Dengan demikian, suatu tes dikatakan valid apabila tes tersebut sebagai alat ukur, dapat mengukur apa yang ingin diukur
dengan cara yang semestinya, berlaku, benar, tepat, shahih, atau absah.
28
Sudijono, op. cit., h. 93
29
Arikunto, op. cit., h. 72
30
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia
, ed. 2, Jakarta: Balai Pustaka, 1997, cet. 9, h. 1116
31
Arikunto, op. cit., h. 73
32
Sudijono, loc. cit.
2 Reliabel
Suatu tes dikatakan baik jika tes tersebut bersifat dapat dipercaya reliabel. Arikunto menjelaskan bahwa suatu tes
dikatakan reliabel jika hasil-hasil tes tersebut menunjukkan konsistensi, walaupun pengetesannya dilakukan berulangkali.
33
Tes hasil belajar menurut Sudijono dinyatakan reliabel ketika hasil-
hasil pengukuran dari tes tersebut selalu memperlihatkan hasil yang tetap sama atau bersifat ajeg dan stabil, walaupun
pengetesannya terhadap subyek yang sama dilakukan secara berulang-ulang.
34
Dengan demikian, sebuah tes dikatakan reliabel apabila hasil pengukuran skor yang diperoleh dari penggunaan tes
tersebut secara berulang-ulang kepada subyek sama adalah sama, ajeg, konsisten, atau bersifat stabil.
3 Objektif
Suatu tes dikatakan baik apabila tes tersebut bersifat objektif atau memiliki objektivitas. Arikunto menjelaskan bahwa
suatu tes disebut memiliki objektivitas apabila dalam pelaksanaan tes tersebut tidak terdapat faktor subjektif yang mempengaruhi,
terutama pada sistem penskorannya.
35
Menurut Sudijono, sebuah tes hasil belajar dikatakan objektif apabila disusun dan
dilaksanakan menurut apa adanya, yakni menggunakan materi yang telah diberikan sesuai dengan tujuan instruksional khusus
yang telah ditentukan serta terhindar dari unsur subjektivitas penyusun tes, baik dalam hal pengoreksian, pemberian skor
maupun penentuan nilainya.
36
Dengan demikian, sebuah tes dikatakan objektif apabila pelaksanaan tes dilakukan tanpa ada unsur pribadi penyusun tes
33
Arikunto, op. cit., h. 74
34
Sudijono, op. cit., h. 95
35
Arikunto, op. cit., h. 75
36
Sudijono, op. cit., h. 96
yang mempengaruhi, terutama dalam hal proses penskoran dan penilaian serta dalam menentukan materi tes yang diberikan.
4 Praktis
Tes yang baik adalah tes yang bersifat praktis atau memiliki praktikabilitas. Tes yang praktis menurut Arikunto adalah tes yang
mudah pelaksanaannya, mudah pemeriksaannya, serta dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas.
37
Tes hasil belajar menurut Sudijono dikatakan praktis apabila tes tersebut dapat dilaksanakan
dengan mudah, karena tes tersebut bersifat sederhana dan lengkap. Suatu tes dikatakan bersifat sederhana apabila tes tersebut tidak
membutuhkan peralatan yang banyak atau yang sulit cara mendapatkannya. Sedangkan suatu tes dikatakan lengkap apabila
tes tersebut memiliki petunjuk tentang cara pengerjaan, kunci jawaban, pedoman penskoran serta penentuan nilainya.
38
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa tes dikatakan bersifat praktis apabila tes tersebut dapat dilaksanakan dengan
mudah, baik dalam proses pengadaannya, pelaksanaanya, maupun pemeriksaannya.
5 Ekonomis
Tes hasil belajar dikatakan bersifat ekonomis apabila tes tersebut tidak menghabiskan waktu yang lama dan tidak
membutuhkan tenaga serta biaya yang banyak.
39
d. Prinsip-prinsip Penyusunan Tes
Agar sebuah tes berfungsi sebaik mungkin dalam meyediakan informasi tentang sejauh mana peserta didik dan program
pembelajaran telah mencapai tujuan yang telah ditentukan, maka pengadaan tes harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip dasar
37
Arikunto, op. cit., h. 77
38
Sudijono, op. cit., h. 97
39
Ibid.
penyusunan tes. Prinsip-prinsip dasar yang perlu diperhatikan dalam menyusun tes adalah sebagai berikut:
40
1 Mengukur secara jelas hasil belajar yang telah ditentukan sesuai
dengan tujuan instruksional. 2
Mengukur sampel yang mewakili performance hasil belajar peserta didik dan materi yang telah diajarkan.
3 Meliputi berbagai macam bentuk soal yang benar-benar relevan
untuk mengukur hasil belajar peserta didik sesuai dengan tujuan yang diharapkan.
4 Dirancang sesuai dengan kegunaannya sebagai alat evaluasi untuk
memperoleh hasil yang diinginkan. 5
Dibuat seandal mungkin sehingga mudah diinterpretasikan dengan baik.
6 Digunakan untuk memperbaiki cara belajar peserta didik dan cara
mengajar guru. e.
Petunjuk dan Tahapan Pengembangan Tes Pada kegiatan pengukuran dan penilaian pendidikan, tes
memiliki peranan yang sangat penting dalam mengumpulkan informasi tentang tingkat perkembangan dan kemajuan peserta didik. Oleh
karena itu, agar tes yang diberikan mampu memberikan informasi yang akurat dan tepat guna, maka pembuat tes perlu mengkaji petunjuk-
petunjuk dan tahapan-tahapan yang perlu diperhatikan dalam pengembangan tes.
Beberapa petunjuk
yang perlu
diperhatikan dalam
pengembangan tes pengukur keberhasilan adalah sebagai berikut:
41
1 Item tes diturunkan dari indikator hasil belajar.
2 Item tes harus berorientasi pada hasil belajar.
3 Item tes perlu menjelaskan dalam kondisi yang bagaimana hasil
belajar itu dapat ditunjukkan.
40
Purwanto, op. cit., h. 23
41
Wina Sanjaya, Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran, ed. 1, Jakarta: Kencana, 2011, cet. 4, h, 237
4 Setiap indikator hasil belajar sebaiknya disusun lebih dari satu item
tes. Adapun tahapan-tahapan pengembangan tes, secara terurut
disebutkan Surapranata sebagai berikut:
42
1 Penentuan tujuan
2 Penyusunan kisi-kisi
3 Penulisan
4 Penelaahan dan perbaikan
5 Uji coba
6 Analisis
7 Perakitan
8 Penyajian
9 Skoring
10 Pelaporan
11 Pemanfaatan
f. Tes Standar Standardized Test dan Tes Buatan Guru Teacher Made
Test Sebagai alat atau instrumen yang dapat digunakan dalam
kegiatan pengukuran keberhasilan peserta didik, apabila ditinjau dari cara penyusunannya, tes dibagi menjadi dua jenis, yakni tes standar
Standardized Test dan tes buatan guru Teacher-Made Test. Purwanto mendefinisikan tes standar sebagai sebuah tes yang telah
melalui proses standardisasi, yakni proses validasi dan keandalan sehingga tes tersebut benar-benar valid dan andal untuk suatu tujuan
dan bagi kelompok tertentu.
43
Adapun tes buatan guru menurut Arifin adalah “tes yang disusun sendiri oleh guru yang akan mempergunakan
tes tersebut”.
44
42
Sumarna Surapranata, Panduan Penulisan Tes Tertulis: Implementasi Kurikulum 2004, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2007, cet. 3, h. 46
43
Purwanto, op. cit., h. 33
44
Arifin, op. cit., h. 119
Perbedaan antara tes standar dengan tes buatan guru dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut.
Tabel 2.1
Perbedaan Tes Standar dan Tes Buatan Guru
45
Tes Standar Tes Buatan Guru
Didasarkan atas bahan dan tujuan-tujuan
umum bagi
sekolah-sekolah yang sejenis di seluruh negara atau daerah.
Didasarkan atas bahan dan tujuan- tujuan khusus bagi kelas atau
sekolah di tempat guru itu mengajar.
Menyangkut aspek yang luas dari pengetahuan, keahlian, atau
keterampilan, biasanya dengan hanya sejumlah item yang
diperlukan untuk mengukur suatu skill atau topik tertentu.
Menyangkut topik, keahlian, atau keterampilan khusus dan tertentu,
tetapi dapat juga menyangkut bagian-bagian yang lebih luas dari
pengetahuan dan keterampilan.
Dikembangkan dengan bantuan penulis-penulis profesional, para
ahli meriview, dan editor-editor soal tes.
Biasanya dikembangkan
oleh seorang guru dengan sedikit atau
tanpa bantuan dari luar.
Menggunakan item-item yang telah diujicobakan, dianalisis,
dan direvisi sebelum menjadi bagian dari tes itu.
Menggunakan item-item yang jarang
atau tidak
pernah diujicobakan,
dianalisis, atau
direvisi sebelum menjadi bagian dari tes tersebut.
Memiliki reliabilitas
yang tinggi.
Memiliki reliabilitas yang rendah atau sedang.
Memiliki ukuran-ukuran untuk bermacam-macam
kelompok yang secara luas mewakili
performance seluruh negara
atau daerah. Biasanya terbatas pada suatu kelas
atau sekolah sebagai kelompok pemakainya.
45
Purwanto, op. cit., h. 34
UN merupakan jenis tes yang termasuk ke dalam tes standar, alasannya adalah sebagai berikut:
1 Soal UN dikembangkan dan dirakit menurut kisi-kisi soal yang
disusun berdasarkan SK dan KD dalam Standar Isi Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah yang berlaku secara nasional;
2 Soal UN yang berbentuk pilihan ganda memuat banyak materi
yang diujikan. Tes ini dilakukan untuk mengukur pencapaian kompetensi lulusan, terutama dari aspek pengetahuan kognitif;
3 Soal UN dikembangkan dan dirakit berdasarkan kisi-kisi soal yang
disusun oleh dosen, guru, dan pakar penilaian pendidikan. 4
Kisi-kisi yang menjadi acuan dalam pengembangan dan perakitan soal UN telah melalui validasi oleh dosen, guru, dan pakar
penilaian pendidikan. g.
Tes Obyektif Pilihan Ganda multiple choice test; Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia KBBI, objektif
adalah mengenai keadaan yang sebenarnya tanpa dipengaruhi pendapat atau pandangan pribadi.
46
Menurut Arikunto, tes objektif merupakan tes yang pada proses pemeriksaannya dapat dilaksanakan secara
objektif guna mengatasi kelemahan-kelemahan yang terdapat pada tes yang berbentuk esai.
47
Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tes objektif adalah tes yang dalam kegiatan pemeriksaan tesnya
tidak dipengaruhi oleh unsur subjektivitas pemeriksa, sehingga skor dari hasil pemeriksaan tesnya menggambarkan keadaan yang
sebenarnya. Ada beberapa bentuk soal jenis tes objektif, yang menurut
Sudijono dibedakan menjadi lima golongan, yaitu: 1 tes objektif dengan bentuk soal benar-salah true-false test; 2 tes objektif dengan
bentuk soal menjodohkan matching test; 3 tes objektif dengan bentuk soal melengkapi completion test; 4 tes objektif dengan
46
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, op. cit., h. 699
47
Arikunto, op. cit., h. 179
bentuk soal isian fill in test; dan 5 tes objektif dengan bentuk soal pilihan ganda multiple choice item test.
48
Tes objektif dengan bentuk soal pilihan ganda digunakan secara luas untuk berbagai macam keperluan, antara lain pada ulangan
umum, ulangan kenaikan kelas, ujian sekolah dasar, ujian akhir nasional, survei nasional, survei internasional seperti Trends in
Mathematics and Science Study TIMSS dan Programme for
International Student Assessment PISA, tes bahasa Inggris yang
diselenggarakan oleh lembaga testing di luar negeri seperti TOEFL, IELTS, TOEIC, dan GRE, serta tes bakat skolastik.
49
Menurut Kusaeri dan Suprananto, soal yang berbentuk pilihan ganda adalah soal yang jawabannya harus dipilih dari beberapa
alternatif jawaban yang tersedia.
50
Penjelasan lebih lanjut mengenai soal pilihan ganda disampaikan oleh
Noll sebagai berikut: “the multiple choice item usually consists of an incomplete declarative
sentence followed by a number of possible responses, one of which is clearly correct or best
”.
51
Artinya soal pilihan ganda terdiri atas sebuah kalimat pernyataan tidak lengkap diikuti oleh sejumlah
kemungkinan jawaban, satu dari kemungkinan jawaban tersebut adalah yang paling benar atau yang terbaik.
Sudaryono juga mengungkapkan bahwa tes pilihan ganda terdiri atas dua bagian, yakni bagian keterangan stem dan bagian
kemungkinan jawaban atau alternatif options.
52
Berdasarkan stem- nya, bentuk soal pilihan ganda dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
bentuk soal dengan stem yang berupa pertanyaan, dan bentuk soal dengan stem yang berupa pernyataan.
53
Options pada tes pilihan ganda
48
Sudijono, op. cit., h. 107
49
Surapranata, op. cit., h. 131
50
Kusaeri dan Suprananto, op. cit., h. 107
51
Noll, op. cit., h. 150
52
Sudaryono, op. cit., h. 110
53
Surapranata, op. cit., h. 133
terdiri atas satu jawaban benar yang disebut kunci jawaban dan beberapa pengecoh distractor.
54
Berdasarkan definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa tes obyektif pilihan ganda merupakan salah satu bentuk tes yang terdiri
atas bagian keterangan tidak lengkap stem yang diikuti oleh sejumlah kemungkinan jawaban option, dimana satu diantara kemungkinan
jawaban tersebut adalah jawaban yang benar kunci jawaban dan yang lainnya adalah pengecoh distractor.
h. Penyusunan Soal yang Menuntut Keterampilan Berpikir Tingkat
Tinggi Salah satu bentuk soal yang sangat luas penggunaannya untuk
mengukur keberhasilan peserta didik adalah soal pilihan ganda. Soal pilihan ganda merupakan soal yang mampu mengukur berbagai macam
kemampuan, mulai dari kemampuan yang sederhana sampai dengan kemampuan yang kompleks. Salah satu keunggulan dari soal pilihan
ganda adalah mampu mengukur berbagai tingkatan kemampuan kognitif berpikir, yakni mulai dari tingkat ingatan sampai dengan
tingkat evaluasi.
55
Dengan demikian, penggunaan bentuk soal pilihan ganda pada kegiatan pengukuran dan penilaian, tidak hanya
memungkinkan evaluator untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat rendah peserta didik, tetapi juga kemampuan berpikir tingkat
tingginya. Memungkinkannya penggunaan bentuk soal pilihan ganda
dalam pengukuran kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta didik juga dikemukakan oleh Kubiszyn dan Borich sebagai berikut:
“Multiple-choice items are unique among objective test items because,
contrary to popular opinion, they enable you to measure behavior at the higher levels of the taxonomy of educational objectives
”.
56
Artinya
54
Sudaryono, loc. cit.
55
Surapranata, op. cit., h. 178
56
Tom Kubiszyn and Gary Borich, Educational Testing Measurement: Classroom Aplication and Practice
, 9
th
ed., United State: John Wiley Sons, Inc, 2010, p. 139.
soal-soal pilihan ganda adalah unik di antara soal-soal tes objektif lainnya karena, berlawanan dengan pendapat umum, mereka
memungkinkan kamu untuk mengukur tingkah laku pada tingkat yang lebih tinggi dari taksonomi tujuan-tujuan pendidikan.
Kusaeri dan Suprananto menjelaskan bahwa ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam penyusunan soal yang
menuntut keterampilan berpikir lebih tinggi, yaitu:
57
1 Materi tes tidak hanya mencakup aspek keterampilan berpikir yang
berupa ingatan, tetapi juga mencakup berbagai aspek keterampilan berpikir lainnya, seperti: pemahaman, penerapan, sintesis, analisis,
atau evaluasi. 2
Setiap item soal atau pernyataan perlu diberikan dasar pertanyaan. 3
Pertanyaan yang diberikan harus dapat mengukur keterampilan berpikir kritis.
4 Pertanyaan yang diberikan harus dapat mengukur keterampilan
pemecahan masalah.