Polymerase Chain Reaction PCR

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. DNA polymerase DNA polymerase adalah enzim yang mengkatalisis polimerisasi DNA. Dalam sejarahnya, PCR dilakukan dengan menggunakan Klenow fragment DNA Polimerase I selama reaksi polimerisasinya. Enzime ini ternyata tidak aktif secara termal selama proses denaturasi, sehingga peneliti harus menambahkan enzim di setiap siklusnya. Dalam perkembangannya, kini banyak digunakan enzim Taq DNA polymerase yang memiliki keaktifan pada suhu tinggi sehingga penambahan enzim tidak perlu dilakukan disetiap siklus dan proses PCR dapat dilakukan dalam satu mesin Gaffar, 2007. Enzim ini diperoleh dari Eubacterium yang disebut Thermus aquaticus, spesies ini diisolasi dari taman Yellowstone pada tahun 1969. Enzim polimerase Taq tahan terhadap pemanasan berulang-ulang karena akan membantu melepaskan ikatan primer yang tidak tepat dan meluruskan wilayah yang mempunyai struktur sekunder Yusuf, 2010 Enzim Taq DNA polymerase terdiri atas dua macam yaitu enzim alami yang diisolasi dari sel bakteri Thermus aquaticus dan enzim rekombinan yang disintesis didalam sel bakteri Escherichia coli Muladno, 2010. Enzi m ini masih mempunyai aktivitas eksonuklease dari 5’ ke 3’ tetapi tidak mempunyai aktivitas eksonuklease dari 3’ ke 5’. Konsentrasi enzim yang dibutuhkan untuk PCR biasanya 0,5-2,5 unit. Kelebihan jumlah enzim mengakibatkan akumulasi produk non spesifik, sedangkan jika terlalu rendah maka dihasilkan sedikit produk yang diinginkan Sulistyaningsih, 2007. 4. Deoxynucleotide Triphosphate dNTP Deoxynucleotide Triphosphate merupakan material utama untuk sintesis DNA dalam proses PCR yang terdiri dari dATP, dGTP, dCTP, dan dTTP. dNTP mengikat ion Mg2+ sehingga dapat mengubah konsentrasi efektif ion. Ini yang diperlukan untuk reaksi polimerasi Yusuf, 2010. Konsentrasi dNTP masing-masing sebesar 20-200 µM dapat menghasilkan keseimbangan optimal antara hasil, spesifisitas dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ketepatan PCR. Konsentrasi masing-masing dNTP harus seimbang untuk meminimalkan kesalahan penggabungan. Deoxynucleotide Triphosphate akan menurunkan Mg 2+ bebas sehingga mempengaruhi aktivitas polymerase dan menurunkan annealing primer. Konsentrasi dNTP yang rendah akan meminimalkan mispriming pada daerah non target dan menurunkan kemungkinan perpanjangan nukleotida yang salah. Oleh karena itu spesifisitas dan ketepatan PCR meningkat pada konsentrasi dNTP yang lebih rendah Sulistyaningsih, 2007. 5. Larutan buffer Larutan buffer yang biasa digunakan untuk reaksi PCR umumnya mengandung 10 – 50mM Tris-HCl pH 8,3-8,8 suhu 20 o C; 50 mM KCl; 0,1 gelatin atau BSA Bovine Serum Albumin; Tween 20 sebanyak 0,01 atau dapat diganti dengan Triton X-100 sebanyak 0,1; disamping itu perlu ditambahkan 1,5 mM MgCl 2 Yusuf, 2010. Optimalisasi konsentrasi ion Mg 2+ merupakan hal yang penting. Konsentrasi ion ini mempengaruhi beberapa hal yaitu annealing primer, suhu pemisahan untai template dan produk PCR, spesifisitas produk, pembentukan primer-dimer serta aktivitas dan ketepatan enzim Taq Polymerase. PCR harus mengandung 0,5-2,5 µM Mg 2+ dari total konsentrasi dNTP. Konsentrasi yang lebih tinggi akan meningkatkan produk PCR tetapi menurunkan spesifisitasnya. Konsentrasi ion ini tergantung pada konsentrasi bahan-bahan yang mengikatnya seperti dNTP, EDTA dan fosfat Sulistyaningsih, 2007.

2.6.2 Tahapan PCR

Gambar 2.9 Siklus RT-PCR Gaffar, 2007 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Berikut ini merupakan tahapan yang terjadi pada proses PCR Yusuf, 2010: Muladno, 2010; Gaffar, 2007; Sulistyaningsih, 2007: 1. Denaturasi Selama proses denaturasi, DNA untai ganda akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi menyebabkan putusnya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan Gaffar, 2007. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90-95 C selama 3 menit untuk meyakinkan bahwa molekul DNA yang ditargetkan ingin dilipatgandakan jumlahnya benar-benar telah terdenaturasi menjadi untai tunggal. Muladno, 2010. Denaturasi yang tidak lengkap mengakibatkan DNA mengalami renaturasi membentuk DNA untai ganda lagi secara cepat, dan ini mengakibatkan gagalnya proses PCR. Yusuf, 2010. Untuk denaturasi berikutnya, waktu yang diperlukan hanya 30 detik pada suhu 95 C atau 15 detik pada suhu 97 C Muladno, 2010. Suhu denaturasi dipengaruhi oleh sequen target. Jika sequen target kaya akan G-C maka diperlukan suhu yang lebih tinggi. Suhu denaturasi yang terlalu tinggi dan waktu denaturasi yang terlalu lama mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya aktivitas enzim Taq polymerase. Muladno, 2010; Sulistyaningsih, 2007. 2. Penempelan primer Pada tahap penempelan primer annealing, primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Kriteria yang umum digunakan untuk merancang primer yang baik adalah bahwa primer sebaiknya berukuran 18 – 25 basa, mengandung 50 – 60 G+C dan untuk kedua primer tersebut sebaiknya sama. Sekuens DNA dalam masing-masing primer itu sendiri juga sebaiknya tidak saling berkomplemen, karena hal ini akan mengakibatkan terbentuknya struktur sekunder pada primer tersebut dan mengurangi efisiensi PCR Yusuf, 2010. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50-60 C. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya Gaffar, 2007. Suhu dan lamaya waktu yang dibutuhkan untuk annealing primer tergantung pada komposisi basa, panjang, dan konsentrasi primer Sulistyaningsih, 2007. Waktu annealing yang biasa digunakan dalam PCR adalah 30 – 45 detik. Semakin panjang ukuran primer, semakin tinggi temperaturnya. Kisaran temperatur penempelan yang digunakan adalah antara 36 o C sampai dengan 72 o C, namun suhu yang biasa dilakukan itu adalah antara 50 – 60 o C. Yusuf, 2010 3. Reaksi polimerisasi Umumnya reaksi polimerisasi extension atau perpanjangan rantai, terjadi pada suhu 72 C karena merupakan suhu optimum Taq polymerase. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3’nya dengan penambahan dNTP yang komplemen dengan template oleh DNA polymerase Gaffar 2007. Kecepatan penyusunan nukleotida oleh enzim tersebut pada suhu 72 C diperkirakan antara 35 sampai 100 nukleotida per detik, bergantung pada buffer, pH, konsentrasi garam, dan molekul DNA target. Dengan demikian, untuk produk PCR sepanjang 2000 pasang basa, waktu 1 menit sudah lebih dari cukup untuk tahap pemanjangan primer ini. Biasanya di akhir siklus PCR, waktu yang digunakan untuk tahap ini diperpanjang sampai 5 menit, sehingga seluruh produk PCR diharapkan berbentuk DNA untai ganda Muladno, 2010.

2.7 Real-time PCR

2.7.1 Prinsip Analisis

Real-Time PCR merupakan teknologi terkini untuk amplifikasi DNA. Pada Real-Time PCR jumlah DNA yang diamplifikasi bisa langsung diamati secara seketika sehingga tidak memerlukan analisis dengan elektroforesis gel untuk mengetahui produk PCR. Real-Time PCR lebih dikenal sebagai quantitative PCR karena kemampuan analisisnya yang sensitif, spesifik dan reproducibility sehingga mengurangi kesalahan pada hasil Burns et al, 2005. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Instrumen Real-Time PCR mendeteksi amplikon dengan mengukur peningkatan pewarna dye fluorescent yang berpendar ketika terikat dengan double-stranded DNA. Karena sifat inilah maka pertumbuhan fragment DNA hasil amplifikasi dapat diikuti secara seketika, semakin banyak DNA yang terbentuk semakin tinggi pula intensitas fluorescent yang dihasilkan. Quantitative PCR dimungkinkan dapat mendeteksi secara akurat konsentrasi DNA hingga hitungan pikogram atau setara dengan sel tunggal karena sensitifitas dye yang sangat tinggi. Hasil peningkatan fluorescent digambarkan melalui kurva amplifikasi yang menunjukkan tiga fasa yaitu fasa awal, fasa eksponensial atau puncak dan fasa plateau atau stabil Vaerman, 2004. Gambar 2.10 Bentuk Kurva pada Real-Time PCR Sumber: BioRad, 2006 Instrument Real-Time PCR memiliki tiga komponen utama yaitu thermal block cycler sebagai akurasi data, optical system sebagai deteksi data, dan software sebagai analisis data. Real-Time PCR juga dapat menganalisis banyak sampel dalam waktu bersamaan menggunakan multiwell plates Roche a , 2008. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.7.2 Analisis menggunakan Metode Hydrolysis Probe

Instrumen Real-Time PCR menggunakan pewarnaan flurosensi secara Online dan Real Time, baik untuk memonitor Hasil dari produk PCR selama siklus berlangsung maupun setelah siklus pada proses melting hasil produk PCR untuk menganalisis Melting Curve. Roche a , 2008 Ada beberapa analisis pewarnaan yang dapat dilakukan antara lain: Roche a , 2008 1. Uji Deteksi Sequence Independent Mengandalkan fluorophores yang mengikat semua DNA molekul untai ganda dsDNA terlepas dari urutan basanya; misalnya SYBR Green I. 2. Uji Sequence-Specific Probe Binding Mengandalkan fluorophores yang berpasangan ke probe oligonukleotida dengan sequence-specific yang berhibridisasi dengan urutan komplementernya dalam target produk PCR yaitu Metode Simpel Probe, Hybridization Probe Hyb Probe dan Hydrolysis Probe Hydrolysis probe menggunakan oligo nukleotida spesifik berkomplemen dengan DNA target disebut probe. Probe dilabeli oleh dua molekul, yaitu reporter pada ujung 5’ probe yang merupakan pewarna flurosensi dan quencher pada ujung 3’ probe yang merupakan molekul penerima sinyal flurosensi. Hydrolysis probe memiliki prinsip kerja, yaitu saat probe belum berkomplemen dengan target, molekul reporter akan mengeksitasikan sinyal flurosensi ke molekul quencher. Karena jarak antara kedua molekul berdekatan. Probe akan berkomplemen dengan DNA target saat mencapai suhu annealing, lalu mekanisme eksitasi sinyal flurosensi dari reporter ke quencher terhenti karena jarak kedua molekul berjauhan. DNA polimerase akan mengelongasi DNA target sampai DNA polimerase dan probe berdekatan maka 5’ nuklease yang terdapat pada DNA polimerase akan menghidrolisis molekul reporter sehingga emisi sinyal flurosensi dapat tertangkap oleh detektor pada Real-Time PCR Shipley, 2007. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tabel 2. Tahapan Proses Fluoresensi Hydrolysis Probe No Gambar Keterangan Hydrolysis Probe membawa dua fluorescent dye berdekatan dengan quencher dye menekan sinyal fluorescent reporter . Ujung 3’ dari probe terfosforilasi sehingga tidak dapat memanjang selama PCR. Di tahap annealing, primer dan probe sama-sama menempel ke urutan basa pada target spesifik Ketika DNA polimerase memanjangkan primer dan bertemu dengan probe. Kemudian memecah probe pada ujung 5’ sehingga menggantikan posisinya dan terus memanjang sampai membentuk amplikon baru. Saat probe terpecah, reporter tidak lagi berdekatan dengan quencher sehingga dapat mengeimisikan cahaya fluorescent yang dibaca oleh detektor. Semakin tinggi flurosens yang dipancarkan dari reporter secara langsung berkorelasi dengan akumulasi pelepasan molekul reporter dye sekaligus menandakan jumlah produk PCR yang dihasilkan

Dokumen yang terkait

Perbandingan antara Metode SYBR Green dan Metode Hydrolysis Probe dalam Analisis DNA Gelatin Sapi dan DNA Gelatin Babi dengan Menggunakan Real Time Polymerase Chain Reaction (PCR)

1 64 90

Analisis Cemaran Daging Babi Pada Kornet Sapi di Wilayah Ciputat dengan Menggunakan Metode Polymerase Chain Reaction (PCR)

3 16 72

Deteksi DNA Babi dan DNA Sapi dengan Menggunakan Metode Insulated Isothermal Polymerase Chain Reaction (ii-PCR)

1 9 66

Deteksi DNA Gelatin Sapi Dan Gelatin Babi Pada Simulasi Gummy Vitamin C Menggunakan Real -Time PCR Untuk Analisis Kehalalan

1 11 70

Perbandingan antara metode SYBR green dan metode hydrolysis probe dalam analisis DNA gelatin sapi dan DNA gelatin babi dengan menggunakan real time PCR

1 33 90

Analisis Kandungan Gelatin Babi dan Gelatin Sapi pada Cangkang Kapsul Keras yang Mengandung Vitamin A Menggunakan Real-Time Polymerase Chain Reaction

0 13 80

DETEKSI DAGING BABI PADA PRODUK BAKSO YANG DIJAJAKAN DI PUSAT KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN TEKNIK POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR).

0 1 2

IDENTIFIKASI DAGING BABI PADA BAKSO YANG BEREDAR DI PASAR WAGE PURWOKERTO MENGGUNAKAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) DAN ANALISIS RESTRIKSI MENGGUNAKAN ENZIM BamH1 DAN BseD1 SKRIPSI

0 0 14

IDENTIFIKASI KANDUNGAN DAGING BABI PADA DENDENG SAPI YANG BEREDAR DI SWALAYAN PURWOKERTO MENGGUNAKAN METODE REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) - repository perpustakaan

0 0 15

HALAMAN PERSETUJUAN IDENTIFIKASI DAGING BABI DALAM DAGING KEBAB YANG BEREDAR DI PURWOKERTO MENGGUNAKAN METODE REAL-TIME POLYMERASE CHAIN REACTION (RT-PCR) KHOTIMAH

0 0 17