Gugus Hidroksil Pada Lignin

Lignin berasal dari kata “lignum” yang berarti kayu. Lignin merupakan salah satu komponen kayu baik kayu jarum gymnospermae maupun kayu daun angiospermae di samping polisakarida dan ekstraktif sarkanen dan ludwig, 1971. Ketiganya merupakan komponenn polimer, bergabung satu sama lain membentuk suatu struktur tiga dimensi yang sangat kompleks. Lignin adalah bahan polimer alam kedua terbanyak setelah selulosa, lignin berada pada dinding sel dan antar sel, membuat kayu keras dan mampu menahan stress mekanik. Lignin berada dengan polisakarida kayu, seperti selulosa dan liemilulosa yang mempunyai afinitas yang kuat terhadap molekul air hidrofobik dan berfungsi mengontrol penyerapan air oleh kayu. Lignin merupakan perekat alam, suatu polimer kompleks penyusun kayu Fengel dan wagener, 1985. Jumlah dan sifat lignin kayu sangat bervariasi dan bergantung pada jenis kayu, kayu daun jarum softwood atau kayu daun lebar hard wood, lingkaran usia kayu. Penelitian pada “Douglas-fir: menunjukkan bahwa kayu di bagian tengah batang memiliki kandungan lignin yang lebih tinggi dibandingkan dengan bagian tepi batang. Kayu daun tropis mempunyai kandungan lignin lebih tinggi dibandingkan dengan kayu daun dari daerah temperatur sedang. Kandungan lignin kayu jarum bervariasi antara 24- 33 dan kayu daun tropis 26-35. Dalam tanaman bukan kayu kandungan lignin umumnya antara 12-17 Supri, 2000. 2.2.2 Gugus Fungsi Pada Lignin Lignin mempunyai gugus fungsi antara lain metoksil, hidroksil fenolik, hidroksil non fenolik, karbonil, eter, dan karbosilat Dance, 1992. Analisis gugus fungsi lignin pada prinsipnya merupakan analisis gugus fungsi organik yang sulit. Hal tersebut disebabkan oleh sifat lignin yang khas suatu polimer alam dengan struktur rumit, sifat polifungsi dan kelarutan sangat terbatas Fengel dan wagener, 1985.

2.2.3 Gugus Hidroksil Pada Lignin

Suatu monomer lignin mempunyai gugu hidroksil alifatik terminal pada C- γ pada rantai samping selain gugus hidroksil fenolik pada C -4 cincin aromatik Dance, 1992. Lignin Universitas Sumatera Utara kayu dan bambu mengandung hidroksil alifatik total lebih dari 1,1 molsatuan C -9 , sedangkan kandungan hidroksil fenolik total pada lignin kayu kurang dari 0,1 mol persatuan C -9 . Gugus hidroksil fenolik sangat mempengaruhi stabilitas warna putih pulp dan berperan penting dlam proses pulping dan pemucatan pulp karena kemampuannya memecah ikatan eter yang dibantu oleh katalis basa dan degradasi oksidatif lignin. Reaktivitas kimiawi lignin dalam berbagai proses modifikasi sangat dipengaruhi kandungan hidroksil fenolik reaksi dengan formaldehid untuk produksi bahan perekat. Pengukuran kuantitatif gugus hidroksil fenolik memberikan informasi penting tentang struktur dan reaktivitas lignin Fengel dan wagener, 1985. 2.2.4 Spektroskopi Infra Merah Pada Lignin Spektrum lignin menunjukkan sejumlah pita serapan utama yang dapat diperuntukkan secara empiris bagi gugus-gugus struktural, berdasarkan hasil yang diperoleh dari senyawa model lignin. Pita-pita FTIR khas dengan peruntukan saling mungkin tercantum dalam tabel 2.2 Tabel 2.2 Pita Serapan Penting FTIR Lignin menurut Hergert 1971. Kedudukan cm-1 Pita Serapan Asal 3450-3400 Rentangan OH 2940-2820 Rentangan metil dan metilen 1715-1710 Rentangan C=O tak terkonjugasi 1675-1660 Rentangan C=O terkonjugasi 1605-1600 Vibrasi cincin aromatik 1515-1505 Vibrasi cincin aromatik 1470-1460 Deformasi C-H asimetri 1430-1425 Vibrasi cincin aromatik 1330-1325 Vibrasi cincin siringil 1270-1275 Vibrasi cincin quaiasil 1085-1030 Deformasi C-H 2 C-O Universitas Sumatera Utara Pita serpan infra merah lignin yang paling karakteristik terdapat pada sekitar 1510 cm -1 dan 1600 cm -1 vibrasi cincin aromatik. Daerah bilangan gelombang yang di sebut pertama miskin dalam pita-pita tambahan dan karena itu dapat digunakan untuk mengkaji adanya lignin dalam sedian-sedian yang tak diketahui. Hubungan yang berbeda antara intentitas pita-pita serapan pada 1510 cm -1 dan 1600 cm -1 dapat digunakan untuk membedakan lignin kayu lunak dan kayu keras. Dalam senyawa model siringil tak terkonjugasi dan lignin kayu keras. Intentitas pita- pita serapan tersebut hampir sama, sedangkan dalam senyawa quaiasil tak terkonjugasi dan lignin kayu lunak intentitas pita-pita serapan 1510 cm -1 jauh lebih tinggi lagi. Serapan quaiasil dan siringil masing-masing terdapat pada sekitar 1270 cm -1 dan 1330 cm -1 Fengel dan wagener, 1985.

2.2.5 Isolasi Lignin