Analisis Komponen Utama Penerimaan Pajak Daerah Kota Bogor

dan variabel dummy untuk mengetahui pengaruh kebijakan otonomi daerah terhadap penerimaan pajak dan retribusi daerah. Pajak daerah menggunakan sembilan variabel berdasarkan tiga kategori dan untuk retribusi daerah digunakan 15 lima belas variabel berdasarkan tiga kategori yang dapat dilihat pada tabel yang dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7. Variabel-variabel yang Digunakan Pada Penerimaan Pajak dan Retribusi Daerah Berdasarkan Masing-masing Kategori Variabel Kategori Variabel Variabel Pajak Daerah Variabel Retribusi Daerah Berdasarkan jenis pungutan jumlah hotel jumlah restoran jumlah perusahaan jumlah kendaraan bermotor jumlah rumah tangga panjang jalan jumlah rumah tangga jumlah penerbitan akta sipil jumlah rumah sakit dan puskesmas jumlah kematian izin membangun bangunan uji kendaraan bermotor jumlah kendaraan bermotor jumlah kendaraan umum jumlah pengunjung objek wisata jumlah perusahaan Berdasarkan pengaruh secara umum terhadap variabel tak bebas jumlah penduduk Kota Bogor tingkat inflasi pendapatan perkapita Pengaruh kebijakan otonomi dummy Sumber: Tabel 2.1. dan 2.2. hlm 12 dan 14, diolah

5.3.1. Analisis Komponen Utama Penerimaan Pajak Daerah Kota Bogor

Semua variabel-variabel yang digunakan dalam menganalisis penerimaan pajak daerah berdasarkan kontribusi terhadap masing-masing pajak yang berlaku, variabel yang mempunyai pengaruh secara umum terhadap variabel tak bebas, dan variabel dummy yang digunakan untuk mengetahui pengaruh kebijakan otonomi daerah. Dalam proses analisis dilakukan seleksi variabel berdasarkan pertimbangan kelengkapan data dan kemampuan variabel tersebut terhadap total penerimaan pajak daerah. Seleksi variabel atau peubah dilakukan melalui teknik analisis komponen utama dengan mengelompokkan peubah-peubah penting untuk melakukan pendugaan, sekaligus memahami struktur dan melihat hubungan antar variabel di wilayah studi. Proses analisis komponen utama terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Bogor menghasilkan dua komponen utama yang merupakan kombinasi linier dengan peubah aslinya yang bersifat saling bebas. Ke-dua komponen utama ini mampu menjelaskan keragaman data sebesar 90,6 persen yang merupakan nilai kumulatif akar ciri eigenvalue yang disesuaikan dengan kriteria penentuan jumlah komponen utama yang dapat digunakan. Angka ini menunjukkan suatu deskripsi cukup baik karena nilai akar ciri tersebut berada di atas 70 persen. Hal yang digunakan untuk mengetahui variabel mana yang memiliki kontribusi yang tinggi dapat dilihat pada nilai loading yang besar dengan mengabaikan tanda positif dan negatif, karena tanda tersebut merupakan tanda korelasi yang bersifat positif atau negatif terhadap komponen utamanya. Adapun arti dari korelasi positif adalah komponen utama berbanding lurus dengan variabel penjelas. Sedangkan arti dari korelasi negatif adalah komponen utama berbanding terbalik dengan variabel penjelas. Dalam penelitian ini menggunakan rule of thumb sebesar 0,5 yang berarti bahwa variabel yang mempunyai korelasi signifikan memiliki loading score 0,5. Jadi, dari ke-dua komponen utama tersebut dapat diambil suatu analisis bahwa: 1. Pada komponen utama 1 PC1 tidak memiliki variabel yang berkorelasi secara signifikan terhadap penerimaan pajak daerah di Kota Bogor karena variansi loading score tiap variabel rendah dan tidak ada yang melebihi angka 0,5, sehingga kontribusi tiap variabel tidak terlalu jauh berbeda sehingga tidak ada variabel yang dominan. 2. Komponen utama 2 PC2 berkorelasi negatif dengan tingkat inflasi terhadap penerimaan pajak daerah dengan nilai loading sebesar -0,876. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat inflasi berbanding terbalik terhadap penerimaan pajak daerah Kota Bogor yang berarti apabila tingkat inflasi mengalami peningkatan, maka penerimaan pajak daerah akan menurun. Hal ini harus ditanggulangi dengan cara membuat kebijakan baru atau mengoptimalkan kebijakan yang telah ada untuk mengimbangi tingkat inflasi yang sifatnya fluktuatif. Sehingga kinerja pemerintah daerah dapat terlihat dari cara penanggulangan masalah inflasi ini. 3. Pada hasil analisis ini, variabel dummy tidak memperlihatkan nilai pembobot yang signifikan terhadap PC1 dan PC2. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kebijakan otonomi daerah tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penerimaan pajak di Kota Bogor. Hal ini dimungkinkan karena potensi- potensi pajak daerah yang ada di Kota Bogor belum sepenuhnya diolah oleh pemerintah daerah karena masih banyaknya kendala teknis dan non-teknis pada masalah sistem pemungutan pajak daerah di Kota Bogor pada khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Di Indonesia sendiri menganut sistem self assestment method dimana para wajib pajak secara sadar diri harus menyetorkan kewajiban pajaknya kepada kantor pajak. Begitu pula dengan sistem pemungutan pajak daerah di Kota Bogor yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 65 Tahun 2001 tentang pajak daerah serta peraturan-peraturan daerah untuk masing-masing pajak daerah yang menyebutkan bahwa setiap wajib pajak wajib mengisi Surat Pemberitahuan Pajak Daerah STPD dengan melampirkan nota, cash register, serta laporan hasil penjualan dan pemakaian nota penjualan. Sedangkan apabila kita melihat kualitas teknologi, kelembagaan, dan pengawasan yang ada di Indonesia maupun daerah, metode tersebut sebenarnya kurang efektif. Tetapi di sisi lain, apabila kita menggunakan official assestment method dimana pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pemungutan dan penentuan besar pajak terutang, keterbatasan dana menjadi kendala karena metode ini membutuhkan biaya yang sangat besar, sehingga diasumsikan biaya pungut tidak sebanding dengan hasil pungutan. Selengkapnya hasil analisis ini dapat dilihat dari hasil pengolahan eigenanalysis of correlation matrix pada Tabel 5.8 dan nilai loading pada PC1 dan PC2 pada Tabel 5.9. Tabel 5.8. Eigenanalysis of the Correlation Matrix Penerimaan Pajak Daerah Kota Bogor Eigenvalue 7,146 1,011 Proportion 0,794 0,112 Cumulative 0,794 0,906 sumber: lampiran 3, diolah Tabel 5.9. Nilai Loading Pada PC1 dan PC2 Analisis Penerimaan Pajak Daerah Kota Bogor Variabel PC1 PC2 Jumlah Hotel -0,266 -0,462 Jumlah Restoran -0,360 -0,006 Jumlah Perusahaan -0,364 -0,082 Jumlah Kendaraan Bermotor -0,364 0,056 Jumlah Rumah Tangga -0,371 0,002 Jumlah Penduduk Bogor -0,368 -0,057 Tingkat Inflasi 0,149 -0,876 Pendapatan Perkapita -0,349 0,076 dummy -0,343 -0,007 sumber: lampiran 3, diolah

5.3.2 Analisis Komponen Utama Penerimaan Retribusi Daerah Kota Bogor