Nilai KR 10 dan FK 25 dari Makrozoobenthos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian.

Genus Nassarius dan Argopecten hanya terdapat pada stasiun I, hal ini disebabkan faktor abiotik pada stasiun ini dapat mendukung bagi kehidupan makrozoobenthos tersebut selain itu terdapatnya suplai makanan yang cukup serta kemampuan berkompetisi dengan jenis yang lain. Genus Donax, Hiatula, Pholas, Aequipecten, Spisula, dan Malleus hanya terdapat pada stasiun II, karena beberapa kelompok bivalvia sangat mendominasi di daerah mangrove yang memiliki ketersediaan nutrisi yang melimpah yang berasal dari serasah di daerah mangrove. Selain itu dikarenakan Stasiun II yang memiliki substrat berupa lumpur berpasir, yaitu kondisi dimana kelompok bivalvia berkembang dengan baik. Menurut Nybakken, 1988, hlm: 261 pantai berlumpur cenderung untuk mengakumulasi bahan organik, yang berarti bahwa tersedia cukup banyak makanan yang potensial untuk organisme penghuni pantai. Genus Nereis, Polinices, Melanoides hanya terdapat pada stasiun III dikarenakan stasiun III merupakan daerah yang sesuai untuk pertumbuhan makrozoobenthos tersebut, karena genus tersebut mampu menyuplai makanannya dengan kondisi parameter abiotik yang masih toleran untuk pertumbuhannya dan karena kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap kondisi perairan tersebut sehingga mampu mempertahankan hidupnya. Menurut Zahidin 2008, hlm: 96, organisme yang mampu bertahan hidup di daerah muara yaitu dari kelompok polychaeta yaitu Nereis.

3.1.2 Nilai KR 10 dan FK 25 dari Makrozoobenthos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian.

Berdasarkan nilai kepadatan relatif dan frekuensi kehadiran makrozoobenthos yang diperoleh pada setiap stasiun penelitian, seperti Tabel 3.3 maka dapat dikelompokkan makrozoobenthos yang memiliki KR 10 dan FK 25 adalah sebagai berikut Tabel 3.3. Nilai KR 10 dan FK 25 dari Makrozoobenthos yang Didapatkan pada Setiap Stasiun Penelitian. No Genus Stasiun I Stasiun II Stasiun III Stasiun IV KR FK KR FK KR FK KR FK 1 Anadara 62,16 88,89 19,19 50 - - 20,36 83,33 2 Mactra 14,41 50 - - - - 20,96 72,22 3 Melanoides - - - - 55,66 83,33 - - 4 Nereis - - - - 19 50 - - 5 Natica - - - - - - 18,56 61,11 6 Siphonalia - - 20,20 55,56 - - 10,18 38,89 7 Tellina 10,36 50 - - - - - - Jumlah genus 3 2 2 4 Tabel 3.3 dapat menunjukkan bahwa genus makrozoobenthos yang memiliki KR 10 dan FK 25 pada stasiun I terdapat tiga genus yaitu Anadara, Mactra, dan Tellina. Pada stasiun II terdapat dua genus yaitu Anadara dan Siphonalia. Pada stasiun III terdapat dua genus yaitu Melanoides dan Nereis. Sedangkan Pada Stasiun IV terdapat empat genus yaitu Anadara, Mactra, Natica, dan Siphonalia. Pada stasiun I, II, dan IV, merupakan lokasi yang baik untuk tempat hidup dan berkembang genus Anadara, Mactra, dan Siphonalia. Menurut Barus 2004, hlm: 126 kepadatan relatif merupakan proporsi dari jumlah total individu suatu spesies yang terdapat pada seluruh sampling area dan suatu habitat dikatakan cocok dan sesuai bagi perkembangan suatu organisme, apabila nilai KR 10. Sedangkan frekuensi kehadiran merupakan nilai yang menyatakan jumlah kehadiran suatu spesies dalam sampling plot yang ditentukan. Suatu habitat dikatakan sesuai bagi perkembangan organisme, apabila nilai FK 25. Menurut Lock William 1981, suatu individu akan dapat hidup pada habitat yang mampu menyuplai kehidupannya, jika penyuplaian akan kebutuhan kehidupannnya sedikit atau minim akan berakibat spesies tersebut tidak dapat mempertahankan kehidupannya. 3.1.3 Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E di Setiap Stasiun Penelitian. Perhitungan indeks keanekaragaman dan indeks keseragaman merupakan analisis yang biasa digunakan dalam analisa populasi dan komunitas makrozoobenthos. Tabel 3.4 Indeks Keanekaragaman H’ dan Indeks Keseragaman E di Setiap Stasiun Penelitian. INDEKS STASIUN I II III IV Keanekaragaman H 1,37 2,76 1,53 2,06 Keseragaman E 0,52 0,82 0,55 0,83 Berdasarkan Tabel 3.4 bahwa Indeks Keanekaragaman H’ yang diperoleh dari keempat stasiun berkisar 1,37-2,76. Indeks Keanekaragaman H’ tertinggi terdapat pada stasiun II yaitu 2,76 dan terendah pada stasiun I yaitu 1,37. Indeks Keanekaragaman yang tergolong sedang pada stasiun II karena pada lokasi ini merupakan daerah mangrove, yaitu mampu mengangkut nutrien dan detritus untuk dimanfaatkan oleh makrozoobenthos dan menyebabkan kandungan organik substrat pada stasiun II tinggi dibandingkan dengan stasiun lainnya yaitu 6,425 . Kemudian dipengaruhi oleh nilai DO yang tinggi dibandingkan dengan stasiun penelitian yang lain yaitu 6,5 mgl. Menurut Brower et al., 1990 hlm: 52 semakin tinggi nilai DO dalam suatu perairan, maka semakin tinggi pula keanekaragaman biota dalam perairan tersebut. Suatu komunitas dikatakan mempunyai keanekaragaman spesies yang tinggi apabila terdapat banyak spesies dengan jumlah individu masing-masing spesies yang relatif merata. Indeks Keanekaragaman H’ terendah pada stasiun I disebabkan melimpahnya jumlah salah satu genus yaitu Anadara pada stasiun I. Stasiun I merupakan daerah pariwisata yang memiliki kondisi perairan yang jernih sehingga akan mempengaruhi kedalaman penetrasi yang selanjutnya akan mempengaruhi suhu sehingga mempengaruhi penyebaran makrozoobenthos. Menurut Odum 1994, keanekaragaman jenis dipengaruhi oleh pembagian atau penyebaran individu dari tiap jenisnya, karena suatu komunitas walaupun banyak jenisnya tetapi bila penyebaran individunya tidak merata maka keanekaragaman jenisnya dinilai rendah. Indeks Keseragaman E yang diperoleh dari keempat stasiun penelitian berkisar 0,52 - 0,83. Indeks Keseragaman E tertinggi pada stasiun IV yaitu 0,83 dan terendah pada stasiun I yaitu 0,52. Stasiun IV mempunyai Indeks Keseragaman tertinggi yaitu 0,83. Hal ini menunjukkan bahwa pembagian jumlah individu pada stasiun tersebut lebih merata dibandingkan dengan stasiun-stasiun penelitian yang lain atau dengan kata lain pada stasiun I jumlah spesies dari masing-masing genus yang diperoleh tidak ada yang mendominasi. Sedangkan pada stasiun IV terdapat genus yang banyak jumlahnya dan terdapat spesies yang jumlahnya mendominasi yakni Mactra. Menurut Tarumingkeng 1994, hlm: 101 penyebaran merata disebabkan oleh pengaruh negatif dari persaingan makanan diantara individu-individu dan dapat disebabkan oleh sifat spesies yang bergerombol atau adanya keragaman habitat sehingga terjadi pengelompokan di tempat yang terdapat banyak makanan.

3.1.4 Indeks Similaritas IS Pada Setiap Stasiun Penelitian