c. Perilaku sosial
Stres  dapat  merubah  tingkah  laku  seseorang  berubah  ke  arah  yang  lain. Dalam  suatu  situasi  yang  penuh  dengan  stres  seperti  bencana  alam,  situasi
darurat,  ataupun  situasi  lainnya,  banyak  orang  yang  akan  saling  bekerja sama  untuk  menolong  orang  lain  agar  bisa  bertahan.  Namun  dalam  situasi
stres  lainnya,  individu  mungkin  akan  menjadi  kurang  bergaul  atau  kurang peduli dan lebih bermusuhan juga kurang sensitif terhadap individu lainnya.
Jadi,  dapat  disimpulkan bahwa,  ada dua  respon terhadap stres  yaitu respon biologis dan psikologis.
2. Stres akademik
e. Definisi stres akademik
Carveth  dkk.  dalam  Misra    McKean,  2000  mengemukakan  stres akademik meliputi persepsi siswa terhadap banyaknya pengetahuan harus dikuasai
dan  persepsi  terhadap  ketidakcukupan  waktu  untuk  mengembangkan  itu.  Stres akademik adalah stres  yang berhubungan dengan aspek pembelajaran, khususnya
pengalaman belajar Nanwani, 2010. Olejnik  dan  Holschuh  2007  mengambarkan  stres  akademik  ialah  terlalu
banyaknya  tugas  yang  harus  dikerjakan  siswa  misalnya  dalam  minggu  ini memiliki tugas  ilmu  politik, selanjutnya ada kuis kalkulus,  selain  itu juga harus
membaca novel setebal 350 halaman sebagai literatur kelas. Berdasarkan  pada  penjelasan  tersebut,  dapat  disimpulkan  stres  akademik
adalah    suatu  keadaan  yang  berasal  dari  tuntutan  akademik  misalnya:  pekerjaan rumah PR, ujian, standar akademik yang tinggi yang menimbulkan kesenjangan
dalam diri individu siswa karena individu siswa tersebut tidak dapat memenuhi tuntutan tersebut.
f. Stresor akademik
Murphy  dan  Archer  dalam  Gupchup  dkk.  2004  mengemukakan  beberapa stresor akademik, yaitu test, kompetisi kelas, tuntutan waktu, guru dan lingkungan
kelas,  karier,  dan  kesuksesan  masa  depan.  Agolla  dan  Ongori  2009  juga mengidentifikasikan stresor akademik dengan banyaknya tugas, kompetisi dengan
siswa  lain,  kegagalan,  kekurangan  uang,  relasi  yang  kurang  antara  sesama  siswa dan  guru,  lingkungan  yang  bising,  sistem  semester,  dan  kekurangan  sumber
belajar.  Pendapat tersebut juga didukung dengan pendapat Abouserie dkk. dalam Misra    McKean,  2000  bahwa  siswa  melaporkan  pengalaman  stres  akademik
diprediksi  tiap  semester  dengan  sumber  yang  lebih  besar,  dihasilkan  dari  belajar untuk  ujian,  kompetisi  tingkat,  dan  harus  memahami  sejumlah  materi  dalam
jumlah waktu singkat. Olejnik dan Holschuh 2007 menyatakan beberapa sumber stres  akademik
atau stresor  akademik yang umum:
1. Ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum
Beberapa siswa merasa stres sebelum ujian atau menulis sesuatu, mereka tidak bisa mengingat apa yang mereka pelajari. Telapak tangan mereka berkeringat,
dan  jantung  mereka  berdetak  kencang.  Mereka  mengalami  sakit  kepala  atau merasa kedinginan ketika mereka berada dalam  situasi  ujian. Biasanya siswa-
siswa  ini  tidak  melakukan  dengan  baik  sebaik  yang  seharusnya  mereka  bisa, karena mereka terlalu cemas untuk merefleksikan apa yang mereka pelajari.
2. Penundaan
Beberapa  guru  berfikir  bahwa  siswa  yang  melakukan  penundaan
procrastination,
tidak  peduli  dengan  pekerjaan  mereka,  tetapi  ternyata banyak  siswa  yang  peduli  dan  tidak  dapat  melakukan  itu  secara  bersamaan.
Siswa ini merasa sangat dan sangat stres terhadap perkembangan semester. 3.
Standar akademik yang tinggi Para  siswa  ingin  menjadi  yang  terbaik,  mungkin  mereka  merupakan  siswa
terbaik  di  sekolah  mereka  dahulu,  dan  guru  memiliki  harapan  yang  besar terhadap  mereka.  Hal  ini  tentu  saja  membuat  siswa  merasa  tertekan  untuk
sukses di level yang lebih tinggi. Oon 2007 mengemukakan bahwa stres akademik ini diakibatkan oleh dua
faktor yaitu internal dan eksternal. 1.
Faktor internal yang mengakibatkan stres akademik, yaitu: a.
Pola pikir Individu  yang  berfikir  mereka  tidak  dapat  mengendalikan  situasi  mereka
cenderung  mengalami  stres  lebih  besar.  Semakin  besar  kendali  yang  siswa pikir  dapat  ia  lakukan,  semakin  kecil  kemungkinan  stres  yang  akan  siswa
alami. b.
Kepribadian Kepribadian seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya terhadap
stres.  Tingkat  stres  siswa  yang  optimis  biasanya  lebih  kecil  dibandingkan siswa yang sifatnya pesimis.
c. Keyakinan
Penyebab  internal  selanjutnya  yang  turut  menentukan  tingkat  stres  siswa adalah  keyakinan  atau  pemikiran  terhadap  diri.  Keyakinan  terhadap  diri
memainkan  peranan  penting  dalam  menginterpretasikan  situasi-situasi disekitar  individu.  Penilaian  yang  diyakini  siswa,  dapat  mengubah  cara
berfikirnya  terhadap  suatu  hal  bahkan  dalam  jangka  panjang  dapat membawa stres secara psikologis.
2. Faktor eksternal yang mengakibatkan stres akademik
a. Pelajaran lebih padat
Kurikulum  dalam  sistem  pendidikan  telah  ditambah  bobotnya  dengan standar  lebih  tinggi.  Akibatnya  persaingan  semakin  ketat,  waktu  belajar
bertambah  dan  beban  pelajar  semakin  berlipat.  Walaupun  beberapa  alasan tersebut  penting  bagi  perkembangan  pendidikan  dalam  negara,  tetapi  tidak
dapat  menutup  mata  bahwa  hal  tersebut  menjadikan  tingkat  stres  yang dihadapi siswa meningkat pula.
b. Tekanan untuk berprestasi tinggi
Para  siswa  sangat  ditekan  untuk  berprestasi  dengan  baik  dalam  ujian-uijan mereka.  Tekanan  ini  terutama  datang  dari  orang  tua,  keluarga  guru,
tetangga, teman sebaya, dan diri sendiri s ehingga muncul ungkapkan “tidak
dapat A kamu mati”, terdengar sangat dramatis tetapi itulah yang dirasakan para siswa.
c. Dorongan meneliti tanggal sosial
Pendidikan  selalu  menjadi  simbol  status  sosial.  Orang-orang  dengan kualifikasi  akademik  tinggi  akan  dihormati  masyarakat  dan  yang  tidak
berpendidikan  tinggi  akan  dipandang  rendah.  Siswa  yang  berhasil  secara akademik  sangat  disukai,  dikenal,  dan  dipuji  oleh  masyarakat,  mereka
menjadi  kebanggan  dan  kebahagiaan  orang  tuanya.  Karena  itu,  dapat dimengerti  mengapa  banyak  orang  tua  yang  ingin  anak-anaknya  mendapat
pendidikan  yang  baik  sehingga  mencerminkan  keberhasilan  orang  tua, sekaligus menentukan status bagi masyarakat. Sebaliknya, siswa yang tidak
berprestasi  di  sekolah  disebut  lamban,  malas  atau  sulit.  Mereka  dianggap sebagai  pembuat  masalah  dan  cendrung  ditolak  oleh  guru,  dimarahi  orang
tua, dan diabaikan teman-teman sebayanya. Siswa tersebut sulit diharapkan untuk
berprestasi dan
biasanya membuat
mengalami kesulitan
meningkatkan diri dalam pendidikan dan keterampilan. d.
Orang tua saling berlomba Dikalangan  orang  tua  yang  lebih  terdidik  dan  kaya  informasi,  persaingan
untuk  menghasilkan  anak-anak  yang  memiliki  kemampuan  dalam  berbagai aspek juga lebih keras. Seiring dengan menjamurnya pusat-pusat pendidikan
informal, berbagai macam program tambahan, kelas seni rupa, musik, balet, dan drama yang juga menimbulkan persaingan siswa terpandai, terpintar dan
serba bisa. Ditambah dengan tekanan dari teman sebaya siswa, kebanyakan orang  tua  mengabaikan  perkembangan  lain,  yang  sebenarnya  tidak  kalah
penting  bagi  perkembangan  siswa,  seperti  nilai  moral  dan  perilaku  yang baik.
Dari  penjelasan  beberapa  tokoh  sebelumnya  dapat  disimpulkan  bahwa stresor akademik terdiri dari dua faktor yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi pola fikir, kepribadian dan keyakinan, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan tuntutan dan kegiatan akademik itu sendiri yaitu test, kompetisi
kelas, tuntutan waktu, pelajaran yang begitu padat, standar akademik yang tinggi, guru dan lingkungan kelas.
g. Respon terhadap stres akademik