Pengaruh Self-Efficacy terhadap Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMP Negeri 1 Medan
PENGARUH SELF-EFFICACY TERHADAP STRES AKADEMIK
PADA SISWA KELAS I RINTISAN SEKOLAH BERTARAF
INTERNASIONAL (RSBI) DI SMP NEGERI 1 MEDAN
SKRIPSI
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi
Oleh :
DANIA DWI RAHMAWATI 071301101
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GENAP, 2011/2012
(2)
SKRIPSI
PENGARUH SELF-EFFICACY TERHADAP STRES AKADEMIK
PADA SISWA KELAS I RINTISAN SEKOLAH BERTARAF
INTERNASIONAL (RSBI) DI SMP NEGERI 1 MEDAN
Dipersiapkan dan disusun oleh:
DANIA DWI RAHMAWATI 071301101
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada Tanggal 19 April 2012
Mengesahkan, Dekan Fakultas Psikologi
Prof. Dr. Irmawati, Psikolog NIP. 195301311980032001
Tim Penguji
1. Sri Supriyantini, M.Si., Psikolog Penguji I / Pembimbing
NIP. 196204092000122001
2. Filia Dina Anggaraeni, M.Pd Penguji II NIP. 196910142000042001
3. Etty Rahmawati, M.Si Penguji III
(3)
LEMBAR PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan
sesungguhnya bahwa skripsi saya yang berjudul :
Pengaruh Self-Efficacy terhadap Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMP Negeri 1 Medan
adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.
Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini saya kutip dari
hasil karya orang lain yang telah dituliskan sumbernya secara jelas sesuai dengan
norma, kaidah dan etika penulisan ilmiah.
Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi
ini saya bersedia menerima sanksi dari Fakultas Psikologi Universitas Sumatera
Utara sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Medan, April 2012
Dania Dwi Rahmawati
(4)
Pengaruh Self-Efficacy terhadap Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMPN 1 Medan
Dania Dwi Rahmawati dan Sri Supriyantini
ABSTRAK
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah sekolah yang sudah memenuhi seluruh Standart Nasional Pendidikan (SNP) yang diperkaya dengan standart pendidikan negara maju yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan daya saing baik ditingkat nasional maupun internasional (Kemdikbud, 2009). Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) ini memberikan tuntutan tugas yang berat bagi siswanya, hal tersebut dapat menimbulkan stres akademik pada siswa apabila siswa tidak mampu memenuhi tuntutan yang diberikan padanya. Olejnik dan Holschuh (2007) menggambarkan stres akademik ialah respon yang muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan tugas yang harus dikerjakan siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi stres akademik adalah self-efficacy. Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi hasil yang positif (Bandura, 1997). Siswa yang memiliki
self-efficacy mengenai kemampuannya untuk mengontrol perilakunya sangat
berpengaruh pada respon individu terhadap kejadian-kejadian yang menyebabkan stres (Odgen, 2000). Dalam hal ini siswa yang memiliki self-efficacy dalam dirinya maka mereka akan mampu mengontrol stres akademik yang dialaminya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-efficacy terhadap stres akademik pada siswa kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMPN 1 Medan. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 116 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self-efficacy dengan reliabilitas 0,947 yang terdiri dari 43 aitem dan skala stres akademik dengan reliabilitas 0,915 yang terdiri dari 39 aitem.
Hasil uji hipotesis dengan analisis regresi diperoleh nilai F= 340.157 dengan p = 0,000 dan p<0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh self-efficacy terhadap stres akademik pada siswa kelas 1 RSBI di SMPN I Medan. Selanjutnya, nilai koefisien determinan (r2) sebesar 0.749. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif self-efficacy sebesar 74.9% terhadap stres akademik dan selebihnya yaitu 25.1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini
Kata Kunci: Self-Efficacy, Stres Akademik, dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
(5)
Affection of Self-Efficacy to Academic Stress in Beginning of International Standard 1th Grade Students of SMPN 1 Medan
Dania Dwi Rahmawati dan Sri Supriyantini
ABSTRACT
Beginning of International Standard School is a school with National Standard which prepare its students based on Educational National Standard with international quality. So that, they expect the alumnus will have an national or international competitiveness ability (Kemdikbud, 2009). Beginning of International Standard School press its students with hard task. This situation will rise the academic stress of student if he could not appease in proving in achievement and excellence in highly competition situation. Academic stress is the response that comes from too many demands and students' work to be done (Olejnik dan Holschuh, 2007). One of the factors that students affected academic stress is a self-efficacy. Self-efficacy is a will that someone can control the situation and produce positive result (Bandura, 1997). Students with self-efficacy in control his behavior is very influencing how people response any kind of things that caused stress (Odgen, 2000). In this case, the student with self-efficacy in himself will be able to control his academic stress problems.
This study aims to determine the affection of self-efficacy to academic stress in Beginning of International Standard 1th grade students of SMPN 1 Medan. The subjects in this research were 116 students. Measuring instrument was used an self-efficacy scale with reliability of 0.947 which consist of 43 items and academic stress scale with reliability of 0.915 which consist of 39 items.
Hypothesis test results using regression analysis of the value of F = 340 157 with p = 0.000 and p <0.05, so that it can be concluded that there is the affection of self-efficacy to academic stress in Beginning of International Standard 1th grade students of SMPN 1 Medan. Furthermore, the value of the determinant coefficient (r2) of 0.749. This suggests that the contribution of effective self-efficacy for 74.9% of academic stress and rest 25.1% are affected by other variables not examined in this study.
Keywords: Self-Efficacy, Academic Stress, Beginning of International Standard School.
(6)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
memberikan karunia dan kekuatan dalam penyelesaian skripsi ini. Penyusunan
skripsi ini dilakukan untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar
sarjana jenjang strata satu di Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.
Adapun judul skripsi ini adalah “Pengaruh Self-Efficacy terhadap Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMP
Negeri 1 Medan.”
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua penulis
Bapak H.Rustam Effendi, SH dan Ibu Hj.Jamiah, Amd. Terima kasih penulis
ucapkan untuk setiap perjuangan, didikan, cinta dan kasih sayang, pengertian,
perhatian, doa, dan semua hal yang telah kalian berikan. Semoga Allah membalas
semua kebaikan mama dan papa.
Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan dari berbagai pihak,
peneliti tidak akan mungkin dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan
lancar. Oleh karena itu peneliti ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku Dekan Fakultas Psikologi USU.
2. Kak Siti Zahreni, M.Psi., selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih
untuk bimbingan dan motivasi yang kakak berikan selama ini.
3. Ibu Sri Supriyantini, Msi., Psikolog selaku dosen pembimbing penulisan
skripsi ini. Terima kasih untuk bimbingan, dukungan, saran, kesabaran, yang
(7)
4. Ibu Filia Dina Anggaraeni, M.Pd dan Ibu Etty Rahmawati, M.Si sebagai dosen
penguji skripsi. Terima kasih atas segala kritik, masukan, bimbingan, telah
diberikan kepada peneliti guna membuat penelitian ini menjadi lebih baik.
5. Bapak dan Ibu Dosen staf pengajar Fakultas Psikologi USU. Terima kasih
untuk segala ilmu dan pengalaman yang telah diberikan.
6. Seluruh Staf Pegawai Fakultas Psikologi USU, yang telah banyak membantu
peeliti sepanjang menjadi mahasiswa.
7. Kepala sekolah SMPN 1 Medan Bapak Drs. H. Ahmad Siregar dan PKS
Humas SMPN 1 Medan Ibu Heriyani, SPd terima kasih atas bantuan dan izin
yang Bapak dan Ibu berikan sehingga penelitian ini dapat terlaksana.
8. Kakak dan adik yang ku sayangi (Kak Luki, Bebe, Umbum, Uje), terima kasih
atas dukungan, bantuan, dan semangat yang diberikan selama ini.
9. Untuk sahabat ku Liza, Ririn, Milna, Yossy, Indah, dan untuk anak-anak
psikologi angkatan 2007. Terima kasih atas semangat, perhatian, dukungan,
dan masukan yang telah kalian berikan.
Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu peneliti mengharap kritik dan saran yang bersifat membangun dari berbagai
pihak demi kesempurnaan tugas-tugas penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi pembaca dan dunia psikologi pendidikan pada khususnya.
Medan, April 2012
(8)
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 10
C. Tujuan Penelitian ... 10
D. Manfaat Penelitian ... 10
E. Sistematika Penulisan ... 12
BAB II LANDASAN TEORI ... 13
A. Stres Akademik ... 13
1. PengertianStres ... 13
2. Jenis-Jenis Stres ... 14
3. Pengertian Stres Akademik ... 14
4. Stressor Akademik ... 15
5. Respon terhadap Stres Akademik ... 16
6. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Stres Akademik ... 17
B. Self-Efficacy ... 19
1. Pengertian Self-Efficacy ... 19
(9)
3. Klasifikasi Self-efficacy... 22
4. Sumber-Sumber Self-Efficacy ... 23
5. Perkembangan Self-Efficacy ... 25
6. Proses Psikologis dalam Self-Efficacy ... 26
7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Efficacy ... 29
8. Cara Meningkatkan Self-Efficacy………31
C. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) ... 32
1. Pengertian Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)..32
2. Tujuan Program RSBI ... 32
3. Pelaksanaan Kurikulum dan Proses Pembelajaran RSBI ... 35
4. Penjaminan Mutu Kompetensi Lulusan ... 36
5. RSBI SMPN 1 Medan ... 37
D. Pengaruh Self-Efficacy terhadap Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 RSBI di SMPN 1 Medan ... 41
E. Hipotesis Penelitian... 44
BAB III METODE PENELITIAN ... 45
A. Identifikasi Variabel Penelitian ... 45
B. Definisi Operasional Variabel Penelitian ... 45
C. Populasi, Sampel. Dan Metode Pengambilan Sampel ... 46
D. Metode dan Alat Pengumpulan Data ... 48
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur ... 52
1.Validitas ... 52
(10)
3. Hasil Uji Coba Alat Ukur... 54
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian ... 57
1.Tahap Persiapan Penelitian ... 57
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian ... 59
3. Tahap Pengolahan Data ... 59
G. Metode Analisa Data ... 59
H. Kategorisasi Data Penelitian ...61
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN ... 62
A. Gambaran Subjek Penelitian ... 62
B. Uji Asumsi Penelitian ... 62
1. Uji Normalitas ... 63
2. Uji Linearitas ... 63
C. Hasil Uji Hipotesis ... 64
1. Analisis Regresi Linier ... 64
2. Kategorisasi Data... 65
D. Pembahasan ... 70
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
A. Kesimpulan ... 73
B. Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 76
(11)
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Blueprint penyusunan skala stres akademik ... 49
Tabel 2. Blue print penyusunan skala self-efficacy ... 51
Tabel 3. Distribusi aitem pada skala stres akademik sebelum uji coba ... 54
Tabel 4. Distribusiaitem pada skala stres akademik setelah uji coba ... 55
Tabel 5. Distribusi aitem pada skala penelitian stres akademik ... 55
Tabel 6. Distribusi aitem pada skala self-efficacy sebelum uji coba ... 56
Tabel 7. Distribusiaitem pada skala self-efficacy setelah uji coba ... 56
Tabel 8. Distribusi aitem pada skala penelitian self-efficacy ... 57
Tabel 9. Gambaran subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 62
Tabel 10. Normalitas sebaran variabel self-efficacy dan stres akademik ... 63
Tabel 11. Uji linearitas variabel self-efficacy dan stres akademik ... 64
Tabel 12. Hasil analisis regresi ... 64
Tabel 13. Deskripsi data penelitian self-efficacy ... 65
Tabel 14. Kategorisasi data self-efficacy ... 67
Tabel 15. Deskripsi data penelitian stres akademik ... 68
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Mentah Subjek Pada Saat Uji Coba
Lampiran 2 Analisa Reliabilitas
Lampiran 3 Data Mentah Subjek Penelitian
Lampiran 4 Output SPSS
Lampiran 5 Aitem Skala Pada Saat Uji Coba
(13)
Pengaruh Self-Efficacy terhadap Stres Akademik pada Siswa Kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMPN 1 Medan
Dania Dwi Rahmawati dan Sri Supriyantini
ABSTRAK
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah sekolah yang sudah memenuhi seluruh Standart Nasional Pendidikan (SNP) yang diperkaya dengan standart pendidikan negara maju yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan daya saing baik ditingkat nasional maupun internasional (Kemdikbud, 2009). Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) ini memberikan tuntutan tugas yang berat bagi siswanya, hal tersebut dapat menimbulkan stres akademik pada siswa apabila siswa tidak mampu memenuhi tuntutan yang diberikan padanya. Olejnik dan Holschuh (2007) menggambarkan stres akademik ialah respon yang muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan tugas yang harus dikerjakan siswa. Salah satu faktor yang mempengaruhi stres akademik adalah self-efficacy. Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi hasil yang positif (Bandura, 1997). Siswa yang memiliki
self-efficacy mengenai kemampuannya untuk mengontrol perilakunya sangat
berpengaruh pada respon individu terhadap kejadian-kejadian yang menyebabkan stres (Odgen, 2000). Dalam hal ini siswa yang memiliki self-efficacy dalam dirinya maka mereka akan mampu mengontrol stres akademik yang dialaminya.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh self-efficacy terhadap stres akademik pada siswa kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di SMPN 1 Medan. Jumlah subjek dalam penelitian ini adalah 116 orang. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala self-efficacy dengan reliabilitas 0,947 yang terdiri dari 43 aitem dan skala stres akademik dengan reliabilitas 0,915 yang terdiri dari 39 aitem.
Hasil uji hipotesis dengan analisis regresi diperoleh nilai F= 340.157 dengan p = 0,000 dan p<0,05 sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ada pengaruh self-efficacy terhadap stres akademik pada siswa kelas 1 RSBI di SMPN I Medan. Selanjutnya, nilai koefisien determinan (r2) sebesar 0.749. Hal ini menunjukkan bahwa sumbangan efektif self-efficacy sebesar 74.9% terhadap stres akademik dan selebihnya yaitu 25.1% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini
Kata Kunci: Self-Efficacy, Stres Akademik, dan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI).
(14)
Affection of Self-Efficacy to Academic Stress in Beginning of International Standard 1th Grade Students of SMPN 1 Medan
Dania Dwi Rahmawati dan Sri Supriyantini
ABSTRACT
Beginning of International Standard School is a school with National Standard which prepare its students based on Educational National Standard with international quality. So that, they expect the alumnus will have an national or international competitiveness ability (Kemdikbud, 2009). Beginning of International Standard School press its students with hard task. This situation will rise the academic stress of student if he could not appease in proving in achievement and excellence in highly competition situation. Academic stress is the response that comes from too many demands and students' work to be done (Olejnik dan Holschuh, 2007). One of the factors that students affected academic stress is a self-efficacy. Self-efficacy is a will that someone can control the situation and produce positive result (Bandura, 1997). Students with self-efficacy in control his behavior is very influencing how people response any kind of things that caused stress (Odgen, 2000). In this case, the student with self-efficacy in himself will be able to control his academic stress problems.
This study aims to determine the affection of self-efficacy to academic stress in Beginning of International Standard 1th grade students of SMPN 1 Medan. The subjects in this research were 116 students. Measuring instrument was used an self-efficacy scale with reliability of 0.947 which consist of 43 items and academic stress scale with reliability of 0.915 which consist of 39 items.
Hypothesis test results using regression analysis of the value of F = 340 157 with p = 0.000 and p <0.05, so that it can be concluded that there is the affection of self-efficacy to academic stress in Beginning of International Standard 1th grade students of SMPN 1 Medan. Furthermore, the value of the determinant coefficient (r2) of 0.749. This suggests that the contribution of effective self-efficacy for 74.9% of academic stress and rest 25.1% are affected by other variables not examined in this study.
Keywords: Self-Efficacy, Academic Stress, Beginning of International Standard School.
(15)
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat menentukan bagi
perkembangan dan perwujudan diri individu, terutama bagi pembangunan bangsa
dan negara. Tujuan pendidikan pada umumnya ialah menyediakan lingkungan
yang memungkinkan anak didik untuk mengembangkan bakat dan
kemampuannya secara optimal, sehingga dapat mewujudkan dirinya dan
berfungsi sepenuhnya, sesuai dengan kebutuhan pribadinya dan kebutuhan
masyarakat (Maryati, 2008).
Peningkatan mutu pendidikan atau sekolah adalah proses yang sistematis
yang terus menerus meningkatkan kualitas proses belajar mengajar dan
faktor-faktor yang berkaitan dengan peningkatan kualitas, dengan tujuan agar target
pendidikan atau sekolah dapat tercapai dengan lebih efektif dan efisien (Zamroni,
2007). Dengan dilakukannya peningkatan mutu pendidikan maka akan
meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas yang sangat
dibutuhkan agar mampu bersaing di dunia. Salah satu cara yang ditempuh untuk
memajukan kualitas SDM adalah melalui jalur pendidikan (Astuti, 2009).
Salah satu upaya dalam peningkatan kemampuan dan pengembangan
SDM adalah pembangunan Sekolah Bertaraf Internasional (SBI). Sebelum
menjadi SBI sebuah sekolah harus melalui Rintisan Sekolah Bertaraf
(16)
dikarenakan RSBI menggunakan kurikulum yang berlaku secara nasional dengan
mengadaptasi kurikulum sekolah negara lain, sehingga diharapkan dapat
menyiapkan SDM manusia yang mampu bersaing secara internasional
(Kemdikbud, 2010).
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah sekolah yang sudah
memenuhi seluruh Standart Nasional Pendidikan (SNP) yang diperkaya dengan
standart pendidikan negara maju yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan
daya saing baik ditingkat nasional maupun internasional. Rintisan Sekolah
Bertaraf Internasional (RSBI) merupakan sekolah calon dari Sekolah Bertaraf
Internasional (Kemdikbud, 2009).
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) merupakan sekolah calon
dari Sekolah Bertaraf Internasional. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional
(RSBI) adalah realisasi dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pasal 50 ayat
3 tentang pendirian sekolah internasional, yang bertujuan untuk meningkatkan
mutu pendidikan nasional dan kualitas sumber daya manusia Indonesia agar dapat
bersaing secara global maupun internasional (IISS, 2010).
Tuntutan tugas siswa di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
tersebut berat, dikarenakan siswa yang sekolah di Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) menggunakan kurikulum yang berlaku secara nasional
dengan mengadaptasi kurikulum sekolah di negara lain. Beratnya sistem
pembelajaran yang dilakukan di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
(17)
Saat ini di Medan baru ada satu Sekolah Menengah Pertama (SMP) dengan
status RSBI yaitu SMPN 1 Medan (Kemdikbud, 2011). Untuk masuk ke RSBI
SMPN 1 Medan juga para siswa harus mengikuti prosedur yang telah ditetapkan,
seperti mengikuti beberapa tes tertulis (tes pada mata pelajaran IPA dan
matematika), tes psikologi, dan tes TOEFL (Kemdikbud, 2009). Hal ini diperkuat
berdasarkan komunikasi personal dengan salah seorang guru berinisial HY,
berusia 48 tahun:
”Disini kelasnya udah internasional, untuk masuknya juga ada tes khusus yang diberikan, kayak tes tertulis gitu, tes kecerdasannya sama ada wawancara nya juga. Terus bahasa pengantar dibeberapa pelajaran juga bahasa Inggris. Sebelumnya juga ada seleksi administrasi yang diberikan pas pendaftaraan awalnya. Nilai minimal yang harus didapatkan pada saat seleksi untuk pelajaran MIPA juga minimalnya 7,5. terus pada saat pendaftaran juga diminta sertifikat bahasa Inggris atau sertifikat
komputernya gitu.” (HY, Komunikasi Personal, 30/04/2011)
SMPN 1 Medan sebagai sekolah yang berstatus RSBI, menerapkan konsep
bilingual dalam kegiatan belajar mengajarnya (Kemdikbud, 2010). Triyono
(2009) menyatakan bahwa penerapan bahasa Inggris dalam SBI pada tahun
pertama guru menggunakan sekitar 75% bahasa Indonesia dan 25% bahasa
Inggris. Akan tetapi, kenyataannya pada tahun pertama RSBI SMPN 1 Medan
sudah menerapkan bahasa Inggris sepenuhnya di beberapa mata pelajaran. Hasil
komunikasi personal dengan siswa kelas 1 berikut menunjukkan bagaimana
penerapan bahasa Inggris di SMPN 1 Medan.
“Yaa, masalahnya kan kami di kelas belajar gurunya pake bahasa Inggris
terus kak, kadang kan ada juga aku yang kurang ngerti kak, tapi kan gurunya jelasin terus pake bahasa Inggris, iya kak.. bahasa Inggris terus gurunya jelasin pelajarannya, gak dicampur gitu sama bahasa Indonesia,
tapi ya ikutin aja lah kak biarpun kadang gak ngerti, hehehee..” (AN,
(18)
Selain masalah bahasa pengantar masalah yang dihadapi siswa kelas 1
RSBI SMPN 1 Medan di dalam kelas, masalah lain menurut RN adalah tuntutan
tugas yang banyak diberikan guru di kelas dan pekerjaan rumah (PR) yang
diberikan oleh guru, hal ini dapat dilihat berdasarkan komunikasi personal,
sebagai baerikut:
“Kalo di kelas, kalo gurunya udah siap jelasin, nanti ada guru nya kasi
tugas ngerjain jawab-jawab soal gitu kak.. kan pas jelasin gurunya pake bahasa Inggris , kadang ada juga yang gak ngerti, pas ngerjain tugas soal itu ya bingung kak jadinya, udah ngerjain soal dikelas pun juga tetap aja di kasi juga PR lagi untuk di rumah, udah gitu PR banyak kak, kalo kayak senin-kamis itu kan kami pulangnya aja udah sore kan, pulang sekolah pun Aku ada les lagi kak di luar, kadang malam sampe rumah suka kecapean ya tidur dulu sebentar kak, baru bangun lagi ngerjain PR yang banyak
itu… (RN, Komunikasi Personal, 13/05/2011).
Selanjutnya, masalah yang dihadapi siswa kelas 1 RSBI di sekolah yaitu
peraturan yang diterapkan oleh pihak sekolah mengenai standart nilai yang lebih
tinggi yang harus diperoleh siswa RSBI yaitu nilai 8 dan lebih lamanya jam
pulang sekolah di RSBI SMPN 1 Medan ini yaitu jam 15.30 dibandingkan dengan
sekolah umum lainnya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan komunikasi personal,
sebagai berikut:
Standart nilai kami lebih tinggi kak, kami harus dapat nilai 8.. kalo sekolah biasa kan kalo gak salah saya pernah nanya sama tetangga saya standart nilai orang itu 7, kalo kami disini standartnya harus dapat 8.. sama jam pulang sekolah kami kan beda kak.. kami pulang jam setengah 4, kalo sekolah biasa kan jam 2 udah pulang kak, capek lah kak sore gitu pulangnya.. (TS, Komunikasi Personal, 09/11/2011).
(19)
Iya kak, belajarnya kami pake bahasa Inggris guru nerangin pelajaranya,
terus nilai yang mesti kami dapat nilai nya 8 kak…Kalo bahasa Inggris sih
saya ngerti sih kak, tapi kadang-kadang kan banyak juga yang gak tau artinya kalo pas guru jelasin pelajaran pake bahasa Inggris, kalo udah bingung sama yang dijelasin gitu baru pas ngerjain tugas agak susah jadinya.. (BL, Komunikasi Personal, 09/11/2011).
Berdasarkan keterangan di atas, dapat diperoleh gambaran mengenai
tuntutan yang harus dijalani oleh siswa RSBI di SMPN 1 Medan, mulai dari
bahasa pengantar dalam belajar yang menggunakan bahasa Inggris, beban
pelajaran yang terlalu banyak dalam sehari, dan tugas ataupun PR yang banyak
diberikan kepada siswanya, standart nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan
sekolah umum lainnya dan jam pulang sekolah yang lebih lama. Kondisi seperti
ini dapat menimbulkan stres pada siswa apabila siswa tidak mampu memenuhi
tuntutan yang diberikan padanya (Olejnik dan Holschuh, 2007, hal 101).
Stres telah menjadi masalah nyata dalam kehidupan sekolah anak (Alvin,
2007). Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian antara
situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem sosial
individu tersebut (Sarafino, 2006, hal. 62).
Stres yang dialami oleh individu yang satu akan berbeda dengan individu
lainnya. Hal ini karena adanya faktor internal seperti motivasi, kepribadian, dan
intelektual (Sarafino, 2006, hal. 65). Begitu juga dengan siswa, stres yang dialami
siswa SMP, akan berbeda juga dengan stres yang dialami siswa SD dan SMA.
Jika dilihat dari rentang perkembangan manusia, maka siswa SMP berada di
periode pubertas. Periode pubertas adalah salah satu dari dua periode kehidupan
yang ditandai oleh pertumbuhan dan perubahan yang pesat. Perubahan-perubahan
(20)
mampu dan tidak aman, dan dalam banyak kasus mengakibatkan perilaku yang
tidak baik . Keraguan, perasaan tidak mampu dan tidak aman, dan perilaku yang
tidak baik dapat menyebabkan stres (Hurlock, 1990).
Stres merupakan suatu tekanan pada diri individu yang biasanya diikuti
dengan adanya gejala-gejala fisiologis, seperti otot mengencang, denyut jantung
meningkat, pernafasan menjadi cepat dan dangkal serta beberapa gejala lain yang
bersifat somatis. Hal ini biasanya terjadi karena adanya keinginan atau kebutuhan
yang kurang atau tidak terpenuhi (Hawari, dalam Susilowati 2010).
Stres pada siswa yang terjadi karena banyaknya harapan dan tuntutan
dalam bidang akademik disebut dengan stres akademik. Menurut Gusniarti
(2002), stres akademik yang dialami siswa merupakan hasil persepsi yang
subjektif terhadap adanya ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan dengan
sumber daya aktual yang dimiliki siswa. Ibung (2008) menambahkan bahwa
ketidaksesuaian kondisi individu dengan lingkungannya dapat terjadi dalam
bentuk tuntutan lingkungan lebih tinggi daripada kemampuan individu atau
tuntutan individu yang lebih tinggi dari kondisi lingkungan yang ia hadapi.
Hutabarat (2009) menjelaskan efek negatif dari terjadinya stres yaitu
mempengaruhi keefektifan performa individu dalam melakukan sebuah tugas,
mengganggu fungsi kognitif, dapat menyebabkan burnout, menyebabkan masalah,
gangguan psikologis dan fisik. Keadaan ini berpotensi menurunkan prestasi siswa
dalam bidang akademik. Stres di sekolah biasanya disebabkan oleh suasana
sekolah, cara guru mengajar, bahan pelajaran yang dianggap sulit, dan beban
(21)
Faktor-faktor yang mempengaruhi stres berbeda-beda pada tiap individu
tergantung individu tersebut. Menurut Davidson dan Coper (dalam Kusuma,
2008), faktor-faktor yang mempengaruhi stres secara umum yaitu bersumber dari
diri pribadi (internal) dan faktor eksternal (lingkungan rumah, sosial, maupun
tempat kerja individu sendiri). Salah satu faktor internal individu yaitu
karakteristik kepribadian. Di dalam karakteristik kepribadian terdapat
self-efficacy. Selanjutnya, menurut Bandura (1997, hal. 262) untuk melatih kontrol
terhadap stresor, self-efficacy yang ada pada diri seseorang sangat berguna. Odgen
(dalam Supriyantini, 2008) mengatakan bahwa keyakinan seseorang mengenai
kemampuannya untuk mengontrol perilakunya sangat berpengaruh pada respon
individu terhadap kejadian-kejadian yang menyebabkan stres .
Self-efficacy adalah keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi
dan memproduksi hasil yang positif. Self-efficacy merupakan kepercayaan pada
satu kemampuan untuk mengatur dan melaksanakan bagian dari aktivitas yang
dibutuhkan untuk menghasilkan tujuan yang diinginkan (Bandura, 1997, hal. 21).
Widanarti & Indati (2002) mengatakan bahwa keyakinan tentang kemampuan diri
dalam menyelesaikan tugas dapat meningkatkan usaha untuk mencapai tujuan,
namun juga dapat menghambat usaha untuk mencapai sasaran. Adanya perasaan
tidak mampu merupakan hal yang dapat menghambat seseotang dalam pencapaian
sasaran.
Feist & Feist (2002, hal. 488) mengemukakan bahwa ketika seseorang
mengalami ketakutan yang tinggi, kecemasan yang akut atau tingkat stres yang
(22)
mereka yang memiliki self-efficacy yang tinggi merasa mampu dan yakin terhadap
kesuksesan dalam mengatasi rintangan dan menganggapnya sebagai suatu
tantangan yang tidak perlu untuk dihindari. Sarafino (2006, hal. 94) juga
mengatakan bahwa individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi akan
mengalami tekanan yang lebih rendah ketika berhadapan dengan sumber stres
atau stressor. Apabila seseorang memiliki self-efficacy yang tinggi akan
cenderung lebih kuat dalam menghadapi stres tersebut. Menurut Bandura ( dalam
Sarafino, 1994. Hal. 94) self-efficacy yang dimiliki individu dapat membuat
individu mampu menghadapi berbahagi situasi.
Bandura & Schunk, 1981 ; Norwick, 1987 ; Pajares & Miller, 1994 (dalam
Azwar, 1996) mengemukakan bahwa tingginya self-efficacy akan memotivasi
individu secara kognitif untuk bertindak lebih terarah terutama apabila tujuan
yang hendak dicapai merupakan tujuan yang jelas. Oleh karena itu, ditemukan
hubungan yang signifikan antara persepsi individu mengenai self-efficacy dengan
prestasi dan performansi individu tersebut. Hal ini juga sesuai hasil penelitian
Schunk & Meece (dalam Hinton, Simson dan Smith, 2008) menemukan bahwa
siswa yang memiliki self-efficacy yang tinggi cenderung akan berhasil dalam
bidang akademiknya. Siswa dengan self-efficacy yang tinggi akan memiliki
komitmen dalam menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan kepadanya sehingga
mereka dapat berhasil dalam bidang akademiknya.
Menurut Morgolis & McCabe (dalam Hinton, Simson dan Smith, 2008)
Siswa yang memiliki keyakinan akan kemampuannya akan melakukan banyak
(23)
berada dalam masa transisi dari masa anak-anak menuju masa remaja, terjadi
banyak perubahan sehingga dibutuhkan adanya self-efficacy yang kuat dalam diri
untuk memperoleh kesuksesan dalam mencapai prestasi akademis siswa.
Self-efficacy merupakan suatu keyakinan dalam diri seseorang bahwa ia
mampu melakukan tugas tertentu. Self-efficacy mempengaruhi pemilihan perilaku,
usaha, dan ketekunan seseorang. Self-efficacy dapat menentukan bagaimana
perasaan seseorang, cara berfikir, dan berperilaku (Bandura, 1997, hal. 24). Hal
ini juga sesuai dengan kondisi pada siswa kelas 1 RSBI SMPN 1 Medan, dimana
terdapat gambaran mengenai keyakinan diri (self-efficacy) pada siswa yaitu
karena adanya tuntutan tugas yang berat di RSBI tersebut beberapa siswa ada
yang merasa tidak yakin dengan persaingan antar siswa di dalam kelasnya, siswa
menjadi ragu-ragu untuk mencoba hal yang baru dan kurang memiliki keberanian
dalam menghadapi persaingan tersebut, yang mengganggu keyakinan diri siswa
sehingga siswa merasa tidak nyaman dan tidak optimal dalam mengembangkan
diri mereka. Selain itu beberapa siswa juga merasa ragu dalam mengerjakan suatu
tugas yang diberikan guru di kelas dikarenakan terkadang mereka kurang
mengerti dengan apa yang telah dipelajari, karena bahasa pengantar yang
digunakan di RSBI merupakan bahasa Inggris. Namun, terdapat juga beberapa
siswa yang memiliki keyakinan bahwa siswa tersebut dapat menyelesaikan tiap
tugas yang diberikan guru dan tidak merasa terbebani dengan tuntutan tugas di
RSBI tersebut.
Menurut Prakosa (dalam Anwar, 2009) keyakinan diri sendiri sangat
(24)
tindakan, pengerahan usaha, serta keuletan individu. Keyakinan yang didasari
oleh batas-batas kemampuan yang dirasakan akan menuntut kita berperilaku
secara efektif.
Berdasarkan latar belakang di atas peneliti ingin mengetahui pengaruh
self-efficacy terhadap stres akademik pada siswa kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) di SMP Negeri I Medan.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan dari latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka
rumusan masalah penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh self-efficacy
terhadap stres akademik pada siswa kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) di SMPN 1 Medan.
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh self-efficacy terhadap stres
akademik pada siswa kelas 1 Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di
SMPN 1 Medan.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini memiliki dua manfaat, yaitu manfaat teoritis dan manfaat
praktis.
(25)
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan dalam bidang
psikologi, khususnya psikologi pendidikan, mengenai pengaruh self-efficacy
terhadap stres akademik pada siswa kelas 1 RSBI di SMPN 1 Medan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi pihak sekolah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada
pihak sekolah mengenai self-efficacy dan stres akademik yang dimiliki
siswa di Rintisan Sekolah Bertaraf Internasioanal (RSBI), sehingga
diharapkan dapat bermanfaat dalam pembinaan siswa terutama dalam
meningkatkan self-efficacy dan menurunkan stres akademik yang
diperkirakan dapat mengganggu prestasi belajarnya.
b. Bagi para siswa
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan kepada
para siswa mengenai self-efficacy dan stres akademik yang dimiliki,
sehingga diharapkan dapat digunakan dalam meningkatkan self-efficacy
dan menurunkan stres akademik yang diperkirakan dapat mengganggu
(26)
E. SISTEMATIKA PENULISAN
Bab I : Pendahuluan
Pendahualuan berisi penjelasan mengenai latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan
dalam penelitian.
Bab II : Landasan teori
Landasan teori berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang,
diteliti, teori yang berkaitan tentang Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI) , pengaruh antara variabel dan hipotesa penelitian.
Adapun yang menjadi variabel dalam penelitian ini yaitu stres akademik,
dan self-efficacy.
Bab III : Metode penelitian
Berisi identifikasi variabel penelitian, definisi operasional, populasi,
sampel, metode pengambilan sampel penelitian, instrumen / alat ukur
yang akan digunakan, prosedur pelaksanaan, dan metode analisis data
yang digunakan.
Bab IV : Analisis data dan pembahasan
Berisi mengenai gambaran mengenai subjek penelitian, laporan hasil
penelitian, hasil uji asumsi, hasil uji hipotesis, dan pembahasan.
Bab V : Kesimpulan dan saran
Berisi kesimpulan dari penelitian ini dan saran-saran untuk
pengembangan penelitian bagi peneliti selanjutnya dan saran praktis
(27)
BAB II
LANDASAN TEORI
A. STRES AKADEMIK 1. Pengertian Stres
Stres merupakan suatu kondisi yang disebabkan adanya ketidaksesuaian
antara situasi yang diinginkan dengan keadaan biologis, psikologis atau sistem
sosial individu tersebut (Sarafino 2006). Agolla dan Ongori (2009) juga
mendifinisikan stres sebagai persepsi dari kesenjangan antara tuntutan lingkungan
dan kemampuan individu untuk memenuhinya. Menurut Santrock (2003) stres
merupakan respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres
(stressor), yang mengancam dan mengganggu kemampuan seseorang untuk
menanganinya (coping).
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa stres adalah
ketidaksesuaian antara situasi yang diinginkan dimana terdapat kesenjangan
antara tuntutan lingkungan dan kemampuan individu untuk memenuhinya yang
dinilai potensial membahayakan, mengancam, mengganggu dan tidak terkendali
(28)
2. Jenis-Jenis Stres
Selye (dalam Rice, 1992) mengategorikan jenis stres menjadi dua, yaitu:
a. Distres (Stres Negatif)
Seyle (1992) menyebutkan distres merupakan stres yang bersifat tidak
menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana individu
mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau gelisah. Sehingga individu
mengalami keadaan psikologis yang negatif, menyakitkan, atau timbul keinginan
untuk menghindarinya.
b. Eustres (Stres Positif)
Seyle (1992) menyebutkan bahwa eustres bersifat menyenangkan dan
merupakan pengalaman yang memuaskan. Eustres dapat meningkatkan
kewaspadaan, koginisi, dan performansi individu. Eustres juga dapat
meningkatkan motivasi individu untuk menciptakan sesuatu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa jenis stres terbagi
menjadi dua, yaitu distres (stres negatif) dan eustres (stres positif).
3. Pengertian Stres Akademik
Stres yang terjadi di lingkungan sekolah atau pendidikan biasanya disebut
dengan stres akademik. Olejnik dan Holschuh (2007) mengambarkan stres
akademik ialah respon yang muncul karena terlalu banyaknya tuntutan dan tugas
yang harus dikerjakan siswa.
Stres akademik adalah stres yang muncul karena adanya tekanan-tekanan
(29)
yang semakin meningkat sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai
tekanan dan tuntutan (Alvin, 2007). Menurut Gusniarti (2002), stres akademik
yang dialami siswa merupakan hasil persepsi yang subjektif terhadap adanya
ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang
dimiliki siswa.
Berdasarkan berbagai definisi di atas, maka dapat diambil kesimpulan
bahwa stres akademik adalah suatu kondisi atau keadaan dimana terjadi
ketidaksesuaian antara tuntutan lingkungan dengan sumber daya aktual yang
dimiliki siswa sehingga mereka semakin terbebani oleh berbagai tekanan dan
tuntutan.
4. Stresor Akademik
Stresor akademik diidentifikasi dengan banyaknya tugas, kompetisi
dengan siswa lain, kegagalan, kekurangan uang, relasi yang kurang antara sesama
siswa dan guru, lingkungan yang bising, sistem semester, dan kekurangan sumber
belajar (Agolla dan Ongori, 2009). Selanjutnya, Olejnik dan Holschuh (2007)
menyatakan sumber stres akademik atau stresor akademik yang umum antara
lain:
a. Ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum
Beberapa siswa merasa stres sebelum ujian atau menulis sesuatu ketika
mereka tidak bisa mengingat apa yang mereka pelajari. Telapak tangan mereka
berkeringat, dan jantung berdegup kencang. Mereka merasa sakit kepala atau
(30)
melakukan yang terbaik karena mereka terlalu cemas ketika merefleksikan apa
yang telah di pelajari.
b. Prokrastinasi
Beberapa guru menganggap bahwa siswa yang melakukan prokrastinasi
menunjukkan ketidakpedulian terhadap tugas mereka, tetapi ternyata banyak
siswa yang peduli dan tidak dapat melakukan itu secara bersamaan. Siswa tersebut
merasa sangat stres terhadap tugas mereka.
c. Standar akademik yang tinggi
Stres akademik terjadi karena siswa ingin menjadi yang terbaik di sekolah
mereka dan guru memiliki harapan yang besar terhadap mereka. Hal ini tentu saja
membuat siswa merasa tertekan untuk sukses di level yang lebih tinggi.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa stresor akademik yang
umum antara lain: ujian, menulis, atau kecemasan berbicara di depan umum,
prokrastinasi, standar akademik yang tinggi.
5. Respon terhadap stres akademik
Olejnik dan Holschuh (2007) mengemukakan reaksi terhadap stresor
akademik terdiri dari:
a. Pemikiran
Respon yang muncul dari pemikiran, seperti: kehilangan rasa percaya diri,
takut gagal, sulit berkonsentrasi, cemas akan masa depan, melupakan sesuatu, dan berfikir terus-menerus mengenai apa yang seharusnya mereka lakukan.
(31)
b. Perilaku
Respon yang muncul dari perilaku, seperti menarik diri, menggunakan
obat-obatan dan alkohol, tidur terlalu banyak atau terlalu sedikit, makan terlalu
banyak atau terlalu sedikit, dan menangis tanpa alasan.
c. Reaksi tubuh
Respon yang muncul dari reaksi tubuh, seperti: telapak tangan berkeringat,
kecepatan jantung meningkat, mulut kering, merasa lelah, sakit kepala, rentan sakit, mual, dansakit perut.
d. Perasaan
Respon yang muncul dari perasaan, seperti: cemas, mudah marah, murung, dan merasa takut.
Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa terdapat empat respon
terhadap stresor akademik yaitu pemikiran, perasaan, reaksi tubuh, dan perilaku.
6. Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Stres Akademik
Alvin (2007) mengemukakan bahwa stres akademik ini diakibatkan oleh
dua faktor yaitu internal dan eksternal.
1) Faktor internal yang mengakibatkan stres akademik, yaitu:
a. Pola pikir
Individu yang berfikir mereka tidak dapat mengendalikan situasi mereka
cenderung mengalami stres lebih besar. Semakin besar kendali yang siswa
pikir dapat ia lakukan, semakin kecil kemungkinan stres yang akan siswa
(32)
b. Kepribadian
Kepribadian seorang siswa dapat menentukan tingkat toleransinya terhadap
stres. Tingkat stres siswa yang optimis biasanya lebih kecil dibandingkan
siswa yang sifatnya pesimis.
c. Keyakinan
Penyebab internal selanjutnya yang turut menentukan tingkat stres siswa
adalah keyakinan atau pemikiran terhadap diri. Keyakinan terhadap diri
memainkan peranan penting dalam menginterpretasikan situasi-situasi
disekitar individu. Penilaian yang diyakini siswa, dapat mengubah cara
berfikirnya terhadap suatu hal bahkan dalam jangka panjang dapat
membawa stres secara psikologis.
2) Faktor eksternal yang mengakibatkan stres akademik
a. Pelajaran lebih padat
Kurikulum dalam sistem pendidikan telah ditambah bobotnya dengan
standar lebih tinggi. Akibatnya persaingan semakin ketat, waktu belajar
bertambah dan beban pelajar semakin berlipat. Walaupun beberapa alasan
tersebut penting bagi perkembangan pendidikan dalam negara, tetapi tidak
dapat menutup mata bahwa hal tersebut menjadikan tingkat stres yang
dihadapi siswa meningkat pula.
b. Tekanan untuk berprestasi tinggi
Para siswa sangat ditekan untuk berprestasi dengan baik dalam ujian-uijan
mereka. Tekanan ini terutama datang dari orang tua, keluarga guru,
(33)
c. Dorongan status sosial
Pendidikan selalu menjadi simbol status sosial. Orang-orang dengan
kualifikasi akademik tinggi akan dihormati masyarakat dan yang tidak
berpendidikan tinggi akan dipandang rendah. Siswa yang berhasil secara
akademik sangat disukai, dikenal, dan dipuji oleh masyarakat. Sebaliknya,
siswa yang tidak berprestasi di sekolah disebut lamban, malas atau sulit.
Mereka dianggap sebagai pembuat masalah dan cendrung ditolak oleh guru,
dimarahi orang tua, dan diabaikan teman-teman sebayanya.
d. Orang tua saling berlomba
Dikalangan orang tua yang lebih terdidik dan kaya informasi, persaingan
untuk menghasilkan anak-anak yang memiliki kemampuan dalam berbagai
aspek juga lebih keras. Seiring dengan menjamurnya pusat-pusat pendidikan
informal, berbagai macam program tambahan, kelas seni rupa, musik, balet,
dan drama yang juga menimbulkan persaingan siswa terpandai, terpintar
dan serba bisa.
B. SELF-EFFICACY
1. Pengertian Self-Efficacy
Self-efficacy merupakan keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai
situasi dan memproduksi hasil yang positif (Bandura, 1997). Bandura (dalam
Schultz & Schultz, 1994) mengemukakan bahwa self-efficacy merupakan
perasaan seseorang terhadap kecukupan, efisiensi, dan kompetensinya dalam
(34)
performansi dapat meningkatkan self-efficacy yang dimiliki seseorang dan
kegagalan untuk menemukan dan mempertahankan performasi tersebut akan
mengurangi self-efficacy yang dimilikinya itu.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa self-efficacy
adalah keyakinan bahwa seseorang dapat menguasai situasi dan memproduksi
hasil yang positif dan perasaan seseorang terhadap kecukupan, efisiensi, dan
kompetensinya dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.
2. Dimensi Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997), ada beberapa dimensi dari self-efficacy, yaitu:
a. Tingkatan(Level)
Level berkaitan dengan tingkat kesulitan tugas yang dihadapi. Keyakinan
seeorang terhadap suatu tugas berbeda-beda, mungkin orang hanya terbatas pada
tugas yang sederhana, menengah atau sulit. Persepsi setiap individu akan berbeda
dalam memandang tingkat kesulitan dari suatu tugas. Ada yang menganggap
suatu tugas itu sulit sedangkan orang lain mungkin merasa tidak demikian
Tingkat kesulitan tugas dapat mempengaruhi pilihan tindakan yang
dilakukan oleh individu. Individu cenderung akan menolak tugas-tugas yang
dirasa tidak mampu untuk ia selesaikan karena di luar batas kemampuannya, dan
sebaliknya ia akan cenderung memilih tugas-tugas dimana ia merasa mampu
(35)
b. Keadaanumum(Generality)
Generality sejauh mana individu yakin akan kemampuannya dalam
berbagai situasi tugas, mulai dari dalam melakukan suatu aktivitas yang biasa
dilakukan atau situasi tertentu yang tidak pernah dilakukan hingga dalam
serangkaian tugas atau situasi sulit. Generality merupakan perasaan dimana
kemampuan yang ditunjukkan individu pada konteks penyelesaian tugas yang
berbeda-beda, baik itu melalui tingkah laku, kognitif dan afektifnya. Generality
ini berhubungan dengan sejauh mana self efficacy yang dimiliki dapat
digeneralisasi untuk tugas-tugas atau situasi-situasi yang serupa sehingga
menimbulkan penguasaan di bidang tertentu.
c. Kekuatan(Strength)
Strength merupakan kuatnya keyakinan seseorang mengenai kemampuan
yang dimiliki. Hal ini berkaitan dengan ketahanan dan keuletan individu dalam
pemenuhan tugasnya. Individu yang memiliki keyakinan dan kemantapan yang
kuat terhadap kemampuannya untuk mengerjakan suatu tugas akan terus bertahan
dalam usahannya meskipun banyak mengalami kesulitan dan tantangan.
Pengalaman memiliki pengaruh terhadap self-efficacy yang diyakini
sesesorang. Pengalaman yang lemah akan melemahkan keyakinan individu itu
pula. Individu yang memiliki keyakinan yang kuat terhadap kemampuan mereka
akan teguh dalam usaha untuk menyampaikan kesulitan yang dihadapi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa self-efficacy pada
(36)
keadaan umum dalam menyelesaikan suatu tugas, dan kekuatan dari keyakinan
seseorang untuk menyelesaikan suatu tugas.
3. Klasifikasi Self-efficacy
Secara garis besar, self-efficacy terbagi dalam dua bentuk, yaitu
self-efficacy tinggi dan self-efficacy rendah. Dalam mengerjakan suatu tugas, individu
yang memiliki self-efficacy tinggi cenderung memilih terlibat langsung,
sedangkan individu yang memiliki self-efficacy rendah cenderung menghindari
tugas tersebut.
Individu yang memiliki self-efficacy yang tinggi adalah ketika individu
tersebut merasa yakin bahwa mereka mampu menangani secara efektif peristiwa
dan situasi yang mereka hadapi, tekun dalam menyelesaikan tugas-tugas, percaya
pada kemampuan diri yang mereka miliki, memandang kesulitan sebagai
tantangan bukan ancaman dan suka mencari situasi baru. Individu dengan
self-efficacy yang tinggi juga menetapkan sendiri tujuan yang menantang dan
meningkatkan komitmen yang kuat terhadap dirinya, menanamkan usaha yang
kuat dalam terhadap apa yang dilakukannya, dan meningkatkan usaha saat
menghadapi kegagalan, berfokus pada tugas dan memikirkan strategi dalam
menghadapi kesulitan, cepat bangkit ketika mengalami kegagalan, dan
menghadapi stressor atau ancaman dengan keyakinan bahwa mereka mampu
mengontrolnya (Bandura, 1997).
Individu yang memiliki self-efficacy yang rendah adalah individu yang
(37)
sulit, cepat menyerah saat menghadapi rintangan, kemauan yang rendah dan
komitmen yang lemah terhadap tujuan yang ingin dicapai. Individu yang memiliki
self-efficacy yang rendah dalam situasi sulit cenderung akan memikirkan
kekurangan mereka, beratnya tugas tersebut, dan konsekuensi dari kegagalannya,
serta lambat untuk memulihkan kembali perasaan mampu setelah mengalami
kegagalan (Bandura, 1997).
4. Sumber-Sumber Self-Efficacy
Menurut Bandura (dalam Schultz & Schultz, 1994) sumber-sumber dari
self-efficacy yaitu :
a. Pencapaian prestasi (performance attainment)
Pencapaian prestasi merupakan bagian yang paling berpengaruh dalam
penentuan self-efficacy. Pengalaman sukses sebelumnya memberikan indikasi
langsung dari tingkatan kompetensi individu. Tingkah laku atau hasil sebelumnya
menunjukkan kemampuan individu dan menguatkan penilaiannya atas
self-efficacy. Khususnya apabila kegagalan sebelumnya diulangi dengan kegagalan
lagi, maka hal ini akan menurunkan self-efficacy.
Individu dengan self-efficacy yang tinggi percaya bahwa mereka bisa
berdamai secara efektif dengan kejadian yang mereka hadapi dalam
kehidupannya. Mereka mengharapkan kesuksesan dalam rintangan yang akan
dihadapi, oleh karena itu mereka gigih dalam tugas dan sering melakukan
performansi yang baik. Mereka memiliki kepercayaan diri yang baik dalam
(38)
mereka hanya sedikit memperlihatkan keragu-raguan. Individu dengan
self-efficacy yang tinggi melihat hal sulit sebagai tantangan dan aktif mencari situasi
yang baru.
b. Pengalaman orang lain(vicarious experiences)
Melihat kesuksesan orang lain akan menguatkan perasaan akan
self-efficacy, khususnya jika seseorang yang menjadi objek observasi memiliki
kemampuan yang sama dengan individu yang melakukan observasi. Sebaliknya
jika individu melihat orang lain yang dianggap memiliki kesamaan tersebut
mengalami kegagalan, maka hal ini akan menurunkan self-efficacy.
Individu yang memiliki standar penampilan tinggi yang mengambil
standar tersebut dari hasil mengobservasi model yang sukses akan memiliki
harapan yang tinggi, namun jika kemudian gagal, maka individu tersebut akan
menghukum dirinya sendiri dengan perasaan tidak berharga dan depresi.
Seseorang akan berusaha mencari model yang memiliki kompetensi dan
kemampuan yang sesuai dengan keinginannya. Dengan mengamati perilaku dan
cara berfikir dari model tersebut, maka akan dapat memberi pengetahuan dan
pelajaran tentang strategi dalam menghadapi berbagai tuntutan lingkungan
(Bandura, 1997).
c. Persuasi Verbal (verbal persuation)
Ketika seseorang mendapatkan dukungan sosial melalui tindakan-tindakan
persuasif secara verbal (verbal persuation) bahwa mereka memiliki kemampuan
untuk mencapai sukses atau tingkat kinerja tertentu, maka hal ini juga dapat
(39)
mendapat persuasi secara verbal maka mereka memiliki kemampuan untuk
menyelesaikan tugas-tugas yang diberikan akan melakukan usaha yang lebih
besar dari pada orang yang tidak mendapatkan persuasi bahwa dirinya mampu
pada bidang tersebut. Persuasi lisan ini sering dilakukan oleh orang tua, guru,
suami/istri, teman, dan terapis. Agar efektif, persuasi haruslah realistik.
d. Keterbangkitanpsikologis(psychological arousal)
Keterbangkitan psikologis ini meliputi perasaan tenang atau ketakutan
pada situasi yang membuat stres. Keterbangkitan psikologis ini biasa digunakan
untuk melihat kemampuan individu dalam mengatasi masalah.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat
sumber informasi mengenai tingkatan self-efficacy, yaitu pencapaian prestasi,
pengalaman orang lain, persuasi lisan, dan keterbangkitan psikologis.
5. Perkembangan Self-Efficacy
Bandura (1997) menyatakan bahwa self-efficacy berkembang sejak bayi.
Bayi mulai mengembangkan self-efficacy sebagai usaha untuk melatih pengaruh
lingkungan fisik dan sosial. Mereka mulai belajar mengenai kemampuan dirinya,
kecakapan fisik, kemampuan sosial, dan kecakapan berbahasa yang hampir secara
tetap digunakan dan ditujukan pada lingkungan. Perubahan sebagai perluasan
pengalaman dunia anak dipengaruhi oleh saudara kandung, teman sebaya, dan
individu dewasa lainnya.
Pengalaman transisi remaja meliputi tuntutan untuk mengatasi tuntutan
(40)
Dalam hal ini remaja harus menetapkan kemampuan baru, yaitu penilaian baru
terhadap diri mereka. Self-efficacy pada individu dewasa meliputi penyesuaian
pada masalah perkawinan dan peningkatan karir. Sedangkan self-efficacy pada
individu yang sudah lanjut usia sangat sulit terbentuk sebab pada tahapan
perkembangan ini terjadi penurunan mental dan fisik, pensiun kerja, dan
penarikan diri dari lingkungan sosial
Berdasarkan penjelasan di atas terlihat bahwa self-efficacy mengalami
perkembangan terus-menerus dari bayi hingga dewasa. Self-efficacy berubah
seiring dengan perubahan yang dialami oleh individu. Perubahan tersebut meliputi
perubahan fisik, lingkungan sosial, kecakapan dan tuntutan tugas yang dihadapi.
6. Proses Psikologis dalam Self-Efficacy
Bandura (1997) mengemukakan empat proses psikologis dalam
self-efficacy yang turut berperan dalam diri manusia, yaitu :
a. Proses kognitif
Proses kognitif merupakan proses berfikir, termasuk didalamnya adalah
pemerolehan, pengorganisasian, dan penggunaan informasi. Dampak dari
self-efficacy pada proses kognitif sangat bervariasi. Seseorang akan membentuk suatu
tujuan tertentu sebelum ia melakukan pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut.
Bentuk tujuan personal juga dipengaruhi oleh penilaian akan kemampuan
diri. Semakin seseorang mempersepsikan dirinya mampu, maka individu akan
semakin membentuk usaha-usaha dalam mencapai tujuannya dan semakin kuat
(41)
manusia bermula dari sesuatu yang dipikirkan terlebih dahulu. Individu yang
memiliki self-efficacy yang tinggi lebih senang membayangkan tentang
kesuksesan. Sebaliknya individu dengan self-efficacy yang rendah lebih banyak
membayangkan kegagalan dan hal-hal yang dapat menghambat tercapainya
kesuksesan (Bandura, 1997).
Fungsi utama pikiran adalah memungkinkan individu untuk memprediksi
suatu kejadian dan mengembangkan cara untuk mengontrol hal-hal yang dapat
mempengaruhi kehidupan mereka. Untuk dapat memprediksi dan
mengembangkan cara tersebut diperlukan pemrosesan informasi melalui kognitif.
Proses kognitif ini juga dipengaruhi oleh bagaimana kepribadian yang
dimiliki oleh seseorang. Bagaimana cara pandangnya, baik itu terhadap dirinya
maupun orang lain dan kejadian disekitarnya berhubungan dengan self-efficacy
seseorang dalam suatu aktivitas tertentu melalui mekanisme self regulatory
(Bandura, 1997).
b. Proses motivasi
Kebanyakan motivasi manusia dibangkitkan melalui kognitif atau pikiran.
Individu memberi motivasi atau dorongan bagi diri mereka sendiri dan
mengarahkan tindakan melalui tahap-tahap pemikiran sebelumnya. Mereka
membentuk suatu keyakinan tentang apa yang dapat mereka lakukan,
mengantisipasi hasil dari suatu tindakan, membentuk tujuan bagi diri mereka
sendiri dan merencanakan tindakan-tindakan yang diperlukan dalam mencapai
(42)
c. Proses afeksi
Proses afeksi merupakan proses pengaturan kondisi emosi dan reaksi
emosional. Menurut Bandura (1997), keyakinan individu akan kemampuan
coping mereka turut mempengaruhi tingkatan stres dan depresi seseorang saat
mereka menghadapi situasi yang sulit.
Individu dengan self-efficacy yang rendah merasa tidak berdaya, tidak bisa
memberikan pengaruh dalam kehidupannya. Mereka percaya bahwa usaha mereka
sia-sia, mereka seperti akan mengalami peningkatan kesedihan, apatis, dan
kecemasan. Mereka cepat menyerah dalam menghadapi masalah dalam hidupnya
dan merasa usahanya tidak efektif. Individu dengan self-efficacy yang sangat
rendah tidak akan mencoba untuk mengatasi masalahnya, karena mereka percaya
apa yang mereka lakukan tidak akan membawa perbedaan (Schultz, 1994).
d. Proses seleksi
Manusia merupakan bagian dari lingkungan tempat dimana mereka
berada. Kemampuan individu untuk memilih aktivitas dan situasi tertentu, turut
mempengaruhi dampak dari suatu kejadian. Individu cenderung menghindari
aktivitas dan situasi yang di luar batas kemampuan mereka. Bila individu merasa
yakin bahwa mereka mampu menangani suatu situasi, maka mereka cenderung
tidak menghindari situasi tersebut (Bandura, 1997).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat empat proses
psikologis dalam self-efficacy seseorang, yaitu proses kognitif yang menggunakan
(43)
yang memengaruhi tingkat stres dari suatu tugas dan proses seleksi yang
mempengaruhi pemilihan individu terhadap situasi dan perilaku tertentu.
7. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Self-Efficacy
Menurut Bandura (1997), ada beberapa faktor yang mempengaruhi
self-efficacy, yaitu:
a. Jenis kelamin
Orang tua sering kali memiliki pandangan yang berbeda terhadap
kemampuan laki-laki dan perempuan. Zimmerman (Bandura, 1997) mengatakan
bahwa terdapat perbedaan pada perkembangan kemampuan dan kompetensi pada
laki-laki dan perempuan. Ketika laki-laki berusaha untuk sangat membanggakan
dirinya, perempuan seringkali meremehkan kemampuan mereka. Hal ini berasal
dari pandangan orang tua terhadap anaknya. Orang tua menganggap bahwa waniat
lebih sulit untuk mengikuti pelajaran dibandingkan laki-laki, walaupun prestasi
akademik mereka tidak terlalu berbeda. Semakin seorang wanita menerima
perlakuan streotipe gender ini, maka semakin rendah penilaian terhadap
kemampuan dirinya. Pada beberapa bidang pekerjaan tertentu, pria memiliki
self-efficacy yang lebih tinggi dibandingkan dengan wanita. Begitu juga sebaliknya
self-efficacy wanita unggul dalam beberapa pekerjaan dibandingkan dengan pria.
b. Usia
Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar sosial yang dapat
berlangsung selama kehidupan. Individu yang lebih tua memiliki rentang waktu
(44)
dengan individu yang lebih muda yang mungkin masih memiliki sedikit
pengalaman dalam hidupnya. Individu yang lebih tua akan lebih mampu
mengatasi rintangan dalam hidupnya dibandingkan dengan individu yang lebih
muda, hal ini juga berkaitan dengan pengalaman yang individu miliki sepanjang
kehidupannya.
c. Tingkat pendidikan
Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat diterima individu
pada tingkat pendidikan formal. Individu yang memiliki jenjang pendidikan tinggi
biasanya memiliki self-efficacy yang lebih tinggi, karena pada dasarnya mereka
lebih banyak belajar dan menerima pendidikan formal dan lebih banyak
mendapatkan kesempatan untuk belajar dan mengatasi suatu persoalan yang ada
dalam hidupnya.
d. Pengalaman
Self-efficacy terbentuk melalui proses belajar yang dapat terjadi pada suatu
organisasi maupun perusahaan dimana seorang individu tersebut bekerja.
Self-efficacy terbentuk sebagai suatu proses adaptasi dan pembelajaran yang ada dalam
situasi kerja tersebut. Semakin lama seseorang bekerja maka semakin tinggi
self-efficacy yang dimilikinya dalam bidang pekerjaan tertentu. Akan tetapi tidak
menutup kemungkinan self-efficacy orang tersebut justru cenderung tetap atau
menurun. Hal ini tergantung bagaimana individu menghadapi keberhasilan dan
(45)
Berdasarkan penjelasan di atas, maka diketahui bahwa terdapat empat
faktor yang mempengaruhi self-efficacy seseorang, yaitu jenis kelamin, usia,
tingkat pendidikan, dan pengalaman kerja.
8. Cara Meningkatkan Self-Efficacy
Menurut Santrock (1999), ada empat cara meningkatkan self-efficacy yang
dimiliki, yaitu:
a. Memilih satu tujuan yang diharapkan dapat dicapai, dimana tujuan yang dipilih
tentu saja yang sifatnya realistis untuk dicapai.
b. Memisahkan pengalaman masa lalu dengan rencana yang sedang dilakukan.
Hal ini penting untuk dilakukan agar pengaruh kegagalan masa lalu tidak
mempengaruhi rencana yang sedang dilakukan.
c. Tetap berusaha mempertahankan prestasi yang baik dengan cara berusaha dan
tetap fokus dengan keberhasilan yang telah dicapai.
d. Membuat daftar urutan situasi atau kegiatan yang diharapkan dapat di atasi atau
dapat dilakukan mulai dari yang paling mudah sampai ke yang paling sulit. Hal ini
penting untuk mengingkatkan self-efficacy secara bertahap dalam pengerjaan
hal-hal yang sulit.
Berdasarkan penjelasan di atas maka diketahui bahwa tredapat empat cara
untuk meningkatkan self-efficacy yaitu: memilih satu tujuan yang secara realistis
dapat dicapai, memisahkan masa lalu dengan rencana yang sedang dilakukan,
tetap fokus mempertahankan prestasi dan membuat daftar kegiatan dan
(46)
C. RINTISAN SEKOLAH BERTARAF INTERNASIOAL (RSBI) 1. Pengertian Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) adalah sekolah yang sudah
memenuhi seluruh Standart Nasional Pendidikan (SNP) yang diperkaya dengan
standart pendidikan negara maju yang tujuannya untuk meningkatkan kualitas dan
daya saing baik ditingkat nasional maupun internasional. Standar Nasional
Pendidikan (SNP) yang harus dipenuhi sekolah RSBI , yaitu standar isi, standar
proses, standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan,
standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan
standar penilaian pendidikan (Kemdikbud, 2009).
2. Tujuan Program Rintisan Sekolah Bertandart Internasional (RSBI)
Tujuan Umum
a. Meningkatkan kualitas pendidikan nasional sesuai dengan amanat Tujuan
Nasional dalam Pembukaan UUD 1945, pasal 31 UUD 1945, UU No.20
tahun 2003 tentang SISDIKNAS, PP No.19 tahun 2005 tentang SNP(
Standar Nasional Pendidikan), dan UU No.17 tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang menetapkan Tahapan Skala
Prioritas Utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah ke-1
tahun 2005-2009 untuk meningkatkan kualitas dan akses masyarakat
terhadap pelayanan pendidikan.
b. Memberi peluang pada sekolah yang berpotensi untuk mencapai kualitas
(47)
c. Menyiapkan lulusan yang mampu berperan aktif dalam masyarakat global.
Tujuan Khusus
Menyiapkan lulusan yang memiliki kompetensi yang tercantum di dalam
Standar Kompetensi Lulusan yang diperkaya dengan standar kompetensi lulusan
berciri internasional. RSBI/SBI adalah sekolah yang berbudaya Indonesia, karena
Kurikulumnya ditujukan untuk Pencapaian indikator kinerja kunci minimal
sebagai berikut:
a. Menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP);
b. Menerapkan sistem satuan kredit semester di SMA/SMK/MA/MAK;
c. Memenuhi Standar Isi; dan
d. Memenuhi Standar Kompetensi Lulusan.
Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan pencapaian indikator
kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
a. Sistem administrasi akademik berbasis Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) di mana setiap saat siswa bisa mengakses transkripnya
masing-masing;
b. Muatan mata pelajaran setara atau lebih tinggi dari muatan pelajaran yang
sama pada sekolah unggul dari salah satu negara anggota OECD
(Organization for Economic Co-operation and Development) dan/ atau
negara maju lainnya yang mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang
(48)
c. Menerapkan standar kelulusan sekolah/ madrasah yang lebih tinggi dari
Standar Kompetensi Lulusan.
Menurut Ditjen Mandikdasmen (2010) adalah tidak benar kalau guru
Bahasa Indonesia harus menggunakan bahasa Inggris dalam memberikan
pengantar pelajarannya. Walaupun hal tersebut boleh saja dilakukan, tetapi
penggunaan bahasa Inggris adalah untuk pembelajaran mata pelajaran kelompok
sains, matematika, dan inti kejuruan saja, sebagaimana dalam bagian proses
pembelajaran RSBI/SBI dinyatakan bahwa mutu setiap Sekolah/Madrasah
Bertaraf Internasional dijamin dengan keberhasilan melaksanakan proses
pembelajaran yang efektif dan efisien. Proses pembelajaran disesuaikan dengan
bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Keberhasilan
tersebut ditandai dengan pencapaian indikator kinerja kunci minimal, yaitu
memenuhi standar proses. Selain itu, keberhasilan tersebut juga ditandai dengan
pencapaian indikator kinerja kunci tambahan sebagai berikut:
a. Proses pembelajaran pada semua mata pelajaran menjadi teladan bagi
sekolah/madrasah lainnya dalam pengembangan akhlak mulia, budi
pekerti luhur, kepribadian unggul, kepemimpinan, jiwa entrepreneural,
jiwa patriot, dan jiwa inovator;
b. Diperkaya dengan model proses pembelajaran sekolah unggul dari salah
satu negara anggota OECD dan/atau negara maju lainnya yang
mempunyai keunggulan tertentu dalam bidang pendidikan;
(49)
d. Pembelajaran mata pelajaran kelompok sains, matematika, dan inti
kejuruan menggunakan bahasa Inggris, sementara pembelajaran mata
pelajaran lainnya, kecuali pelajaran bahasa asing, harus menggunakan
bahasa Indonesia; dan Pembelajaran dengan bahasa Inggris untuk mata
pelajaran kelompok sains dan matematika untuk SD/MI baru dapat
dimulai pada Kelas IV.
3. Pelaksanaan Kurikulum dan Proses Pembelajaran RSBI
Berdasarkan Ditjen Mandikdasmen (2010) pelaksanaan kurikulum dan
proses pembelajaran RSBI menggunakan asas-asas sebagai berikut:
a. Menggunakan kurikulum yang berlaku secara nasional dengan
mengadabtasi kurikulum sekolah di negara lain.
b. Mengajarkan bahasa asing, terutama penggunaan bahasa Inggris, secara
terintegrasi dengan mata pelajaran lainnya. Metode pengajaran dwi bahasa
ini dapat dilaksanakan dengan 2 kategori yakni Subtractive Bilingualism
dan Additive Bilingualism, yang menekankan pendekatan Dual Language.
c. Pengajaran dengan pendekatan Dual Language menekankan perbedaan
adanya bahasa akademis dan bahasa sosial yang pengaturan bahasa
pengantarnya dapat dialokasikan berdasarkan subjek maupun waktu.
d. Menekankan keseimbangan aspek perkembangan anak meliputi aspek
kognitif (intelektual), aspek sosial dan emosional, dan aspek fisik.
e. Mengintegrasikan kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence) termasuk
(50)
f. Mengembangkan kurikulum terpadu yang berorientasi pada materi,
kompetensi, nilai dan sikap serta prilaku (kepribadian ).
g. Mengarahkan siswa untuk mampu berpikir kritis, kreatif dan analitis ,
memiliki kemampuan belajar (learning how to learn) serta mampu
mengambil keputusan dalam belajar. Penyusunan kurikulum ini
didasarkan prinsip Understanding by Design yang menekankan
pemahaman jangka panjang (Enduring Understanding). Pemahaman
(understanding) dilihat dari 6 aspek: explain, interpret, apply, perspective,
empathy, self knowledge.
h. Kurikulum tingkatan satuan pendidikan dapat menggunakan sistem paket
dan kredit semester.
i. Dapat memberikan program magang untuk siswa SMA, MA dan SMK.
j. Menekankan kemampuan pemanfaatan Information and Communication
Technology (ICT) yang terintegrasi dalam setiap mata pelajaran.
4. Penjaminan Mutu Kompetensi Lulusan
a. Standar kelulusan menekankan pada semua aspek seperti spiritual, norma,
sosial, emosional selain akademik.
b. Standar akademik menekankan pada pemahaman materi belajar, bukan
pada pengumpulan nilai, yang harus didukung oleh berbagai bukti otentik
c. Kelulusan berdasarkan pada analisa individu yang menggunakan
(51)
d. Kualitas lulusan dipersiapkan mampu bersaing secara global baik dari segi
pengetahuan maupun kompetensi berkomunikasi dengan tetap
mempertahankan budaya Indonesia.
e. Terdapat standar minimal pendukung yang harus dipenuhi siswa yang dapat
berupa; projek dan makalah/tulisan, Community Service project
(pengabdian pada masyarakat), program magang untuk SMA,MA dan
SMK, serta kehadiran
f. Kualitas lulusan yang dihasilkan dapat diterima di sekolah-sekolah
Internasional di dunia berdasarkan: kemampuan bahasa Inggris yang
dimiliki siswa, tipe laporan standar internasional, dapat bekerjasama
dengan lembaga internasional.
5. Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) SMP Negeri 1 Medan
SMPN 1 Medan merupakan sekolah yang menggunakan kurikulum RSBI
(Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional), dimana sistem pembelajaran di SMPN1
Medan ini menggunakan konsep bilingual, yaitu memadukan bahasa Indonesia
dan bahasa Inggris dalam proses belajarnya. Pada pelajaran-pelajaran tertentu
seperti pelajaran MIPA mengunakan bahasa Inggris sepenuhnya, sedangkan pada
pelajaran bahasa Indonesia sistem pembelajarannya tetap menggunakan bahasa
Indonesia sepenuhnya.
RSBI SMPN 1 Medan memiliki visi dan misi. Visi RSBI SMPN 1 Medan
yaitu:
(52)
b. Memahami dan menjalankan hak dan kewajiban untuk berkarya dan
kewajiban lingkungan secara bertanggung jawab.
c. Berpikir secara logis, kritis, kreatif, inovatif memecahkan masalah
serta berkomunikasi melalui berbagai media.
d. Unggul dalam Penilaian dan Kelulusan berstandar Internasional
Selanjutnya, misi dari RSBI SMPN 1 Medan, yaitu:
a. Menyenangi dan menghargai seni.
b. Menjalankan pola hidup bersih, bugar dan sehat.
c. Berpartisipasi dalam kehidupan sebagai cerminan rasa cinta dan
bangga terhadap bangsa dan tanah air.
d. Melaksanakan pengembangan Kurikulum pendidikan dan
pembelajaran yang berstandar Internasional
Pelajaran yang diajarkan di RSBI SMPN 1 Medan berupa Religion, Social
Science, Mandarin, Physics, Bahasa Indonesia, Mathematics, English, Sport, ICT,
Biology, BK, Art, Lifeskill, dan Civic Education. SKBM (Standar Ketuntasan
Belajar Maksimal) di RSBI SMPN 1 Medan juga berbeda dengam sekolah
regular, dimana SKBM di RSBI SMPN 1 Medan adalah masing-masing pelajaran
bernilai 8, sedangkan pada sekolah regular SKBM yang ditetapkan adalah 7.
Pembelajaran dengan menggunakan bahasa Inggris tersebut tentunya
menuntut siswa untuk lebih menguasai bahasa Inggris, sehingga untuk masuk di
(53)
itu, untuk masuk di RSBI SMPN 1 Medan ini ada beberapa tes yang harus
dilakukan yaitu tes potensi akademik MIPA (Matematika dan IPA), kemudian
dilanjutkan dengan tes potensi akademik pengetahuan umum (Bahasa Indonesia,
Bahasa Inggris, IPS dan PKN). Selain itu, ada juga tes potensi non akademik yang
meliputi tes kemampuan dasar komputer (Ms Word dan operator dasar
Komputer). calon siswa juga wajib mengikuti tes wawancara dengan materi
tentang pendidikan Matematika, IPA dan Bahasa Inggris.
Dalam proses pembelajaran di kelas para siswa diberikan tugas-tugas
setelah para guru selesai menjelaskan pelajaran,tugas tersebut harus diselesaikan
murid di dalam kelas. Selanjutnya, guru juga memberikan PR yang harus
dikerjakan murid di rumah. Dalam proses pembelajaran juga masih ada siswa
yang mengalami kesulitan dalam memahami pembelajaran yang disampaikan
guru karena sistem pembelajaran bilingual tersebut.
Buku pelajaran, di sekolah RSBI SMPN 1 Medan juga menggunakan buku
cetak bilingual (dua bahasa yaitu Inggris dan Indonesia) yang berguna untuk
memperlancar keterampilan berbahasa Inggris siswa-siswinya. Perlengkapan
belajar di SMPN 1 Medan ini dilengkapi dengan sarana dan prasaran yang
berbasis TIK seperti terdapat TV, komputer, layar OHP sebagai perlengkapan
dalam belajar.
Pada tahun ajaran 2011/2012, kelas 1 SMPN 1 Medan terdiri dari sembilan
kelas dan terdiri dari 25 siswa tiap kelasnya. Kelas-kelas di SMPN 1 Medan ini
dinamai dengan nama-nama ilmuan dunia (seperti: Galileo , Aristotelles,
(54)
Jam belajar yang berlangsung di RSBI SMPN 1 Medan juga berbeda
dengan sekolah regular lainnya, dimana RSBI SMPN I Medan memiliki jam
belajar 50 jam perminggunya, yaitu pada hari Senin-Kamis berlangsung dari
pukul 07.30 dan pulang pukul 15.30 dan pada hari Jumat-Sabtu berlangsung dari
pukul 07.30 sampai 12.00. Siswa RSBI SMP Negeri 1 Medan, dipersiapkan untuk
bisa bersaing dengan alumni sekolah lain, khususnya sekolah yang berstandar
internasional dalam melanjutkan pendidikan ke sekolah tingkat atas.
RSBI SMPN 1 Medan juga memiliki kegiatan-kegiatan ekstrakulikuler
yang diikuti oleh para siswanya, yaitu berupa Basket, Sepak bola, Palang Merah
Remaja (PMR), Pramuka, Paskibra, Menggambar, Menari, Catur, dan Tenis meja.
Selain itu juga sekolah membuat les tambahan bagi siswa yang mau mengikutinya
yaitu Mathematics, English, dan Physics. Les tambahan ini diberikan sekolah bagi
siswa yang kurang mengerti ketika belajar dikelas, maka siswa tersebut akan
mendapatkan penjelasan tambahan agar lebih memahami pembelajaran yang
diberikan guru dikelas. Kegiatan ekstrakulikuler dan les tambahan yang diberikan
sekolah ini diharapkan dapat membantu siswa untuk mendapatkan tambahan
pengetahuannya, agar siswa tersebut dapat lebih yakin dalam menjalani tuntutan
yang diberikan sekolah tersebut.
Berdasarkan keterangan di atas, tuntutan-tuntutan seperti tingginya SKBM
di SMPN 1 Medan, belajar dengan menggunakan sistem bilingual, buku pelajaran
di sekolah RSBI SMPN 1 Medan juga menggunakan buku cetak bilingual (dua
bahasa yaitu Inggris dan Indonesia), dan lebih lamanya jam belajar di SMPN 1
(1)
NO. PERNYATAAN SS S N TS STS
36. Banyaknya tugas yang diberikan tidak membuat kepala saya pusing.
37. Meskipun guru memberikan tugas yang sulit, saya tidak merasa mual dalam mengerjakannya.
38. Saya merasa takut ketika saya tidak dapat mengerjakan suatu tugas karena saya tidak mengerti penjelasan guru yang menggunakan bahasa inggris.
39. Tingginya nilai yang ditetapkan sekolah membuat saya takut akan gagal mendapatkan nilai tersebut.
(2)
1. Tugas sulit adalah hal biasa yang saya kerjakan, sehingga saya berani menerima untuk menyelesaikannya.
2. Selama saya merasa mampu, saya akan
menerima untuk menyelesaikan
permasalahan yang sulit dengan sebaik-baiknya.
3. Ketika saya yakin dengan kemampuan saya, saya akan menerima untuk menyelesaikan permasalahan sulit yang terjadi.
4. Selama saya merasa mampu, saya berusaha untuk menyelesaikan tugas sulit yang dibebankan kepada saya.
5. Saya ragu dalam mengerjakan suatu tugas yang diberikan, meskipun itu tugas yang biasa saya kerjakan.
6. Saya tidak yakin akan mendapatkan nilai yang bagus ketika guru memberikan tugas yang bervariasi.
7. Saya tidak suka mencoba hal yang baru karena takut gagal.
(3)
NO. PERNYATAAN SS S N TS STS
8. Saya merasa kesulitan mengerjakan tugas-tugas baru yang belum pernah saya kerjakan. 9. Saya yakin dapat belajar secara efektif agar
saya memperoleh nilai yang baik.
10. Saya berusaha menemukan jalan keluar untuk permasalahan yang saya hadapi karena saya yakin dapat menyelesaikannya.
11. Saya berusaha sekuat mungkin agar apa yang saya inginkan bisa tercapai.
12. Saya akan menekuni suatu tugas sampai saya berhasil menyelesaikannya.
13. Meskipun saya mampu, saya tetap tidak yakin dapat menyelesaikan tugas yang sulit. 14. Ketika mendapatkan tugas yang sulit, saya
akan melihat tugas teman saya, karena saya tidak mampu untuk menyelesaikannya.
15. Meskipun sudah dilatih di kelas, saya tetap tidak yakin dalam mengerjakan soal sulit yang diberikan guru di kelas.
16. Meskipun saya mampu, saya tetap tidak berani untuk mengerjakan tugas sulit yang diberikan.
17. Saya yakin dengan apa yang saya kerjakan ketika saya memiliki tugas yang bervariasi.
(4)
18. Walaupun saya memiliki PR yang banyak pada beberapa mata pelajaran saya yakin dapat menyelesaikannya dengan baik.
19. Meskipun tugas yang diberikan merupakan hal yang tidak biasa saya lakukan, namun saya yakin dalam menyelesaikannya.
20. Meskipun tugas tersebut belum pernah saya kerjakan sebelumnya, saya yakin dapat menyelesaikannya dengan baik.
21. Kegagalan dalam suatu ujian, dapat membuat saya tidak yakin akan berhasil pada ujian berikutnya.
22. Saya mudah menyerah bila target nilai yang telah saya tetapkan tidak tercapai.
23. Kegagalan yang pernah saya alami membuat saya ragu dengan kemampuan saya untuk sukses.
24. Saya putus asa bila target nilai yang telah saya tetapkan tidak tercapai.
25. Saya yakin dapat mengerjakan soal sulit dengan baik ketika ujian karena sudah sering dilatih di kelas.
(5)
NO. PERNYATAAN SS S N TS STS
26. Beragamnya tugas yang diberikan membuat saya ragu untuk dapat menyelesaikannya. 27. Saya ragu untuk mengerjakan tugas yang
belum pernah saya kerjakan sebelumnya. 28. Jika guru memberikan bermacam-macam
tugas, saya tidak yakin dapat menyelesaikannya.
29. Saya tidak yakin dalam menyelesaikan tugas-tugas yang menuntut ide-ide baru. 30. Saya akan berusaha lebih keras apabila saya
belum mencapai target yang telah saya tetapkan.
31. Saya yakin mampu mengatasi hambatan-hambatan dalam belajar agar meraih prestasi yang terbaik pada saat ujian.
32. Sesulit apapun tugas tersebut, saya akan mencoba mengerjakan dengan usaha saya sendiri.
33. Pada saat saya kesulitan dalam menyelesaikan tugas saya akan mencari cara agar tugas tersebut tetap dapat terselesaikan. 34. Saya yakin dengan belajar secara tekun maka
saya akan memperoleh nilai yang tinggi diatas standart yang telah ditentukan.
(6)
35. Saya merasa yakin untuk melakukan tugas-tugas yang menuntut ide-ide baru.
36. Saya yakin dapat menyelesaikan berbagai jenis tugas yang diberikan.
37. Saya yakin akan berhasil dalam mencoba hal yang baru untuk memperoleh kesuksesan dimasa depan.
38. Saya yakin dalam mengerjakan tugas yang baru, karena itu merupakan tantangan yang harus saya hadapi.
39. Saya yakin akan berhasil dalam mencoba hal-hal yang baru yang belum pernah saya lakukan sebelumnya.
40. Saya mudah menyerah ketika tidak menemukan jalan keluar dalam permasalahan yang saya hadapi.
41. Saya memilih untuk melihat PR teman saya daripada mengerjakannya sendiri karena saya tidak yakin dapat menyelesaikannya. 42. Saya tidak perlu belajar dengan keras untuk
mencapai apa yang saya inginkan.
43. Kegagalan dalam suatu ujian membuat saya tidak yakin dengan kemampuan yang saya miliki.