membuatnya mampu untuk terus bertahan, berjuang dan mampu hidup secara normal.
4.1.5.9 Faktor Pendukung dan Penghambat Terapi Pendampingan Psikososial
Faktor traumatis yang cukup kuat yang berasal dari keluarganya membuat hal itu menjadi sebuah hambatan bagi Yudha untuk melakukan terapi
pendampingan psikososial ini. Sangat sulit awalnya bagi Yudha untuk menerima keberadaan orang lain di sekitarnya saat menjalanai terapi pendampingan ini.
Namun dukungan yang kuat serta penerimaan yang tulus akan kondisi atau keadaan Yudha oleh orang terdekatnya yaitu Fikri mempermudah proses ini.
Kepercayaan, dukungan, serta keterbukaan menjadi awal yang baik untuk mendukung proses pemulihan.
4.2 Pembahasan
Pada bagian ini peneliti akan mencoba mengeneralisasikan hasil wawancara serta observasi terhadap lima objek penelitian yang mengidap
gangguan bipolar dengan para pendamping terapi pendampingan psikososial mereka. Temuan-temuan yang dididapatkan oleh peneliti kemudian akan
diverifikasi ke dalam Focus Group Discussion FGD Komunitas Peduli Skizoprenia Simpul Kota Medan yang dilaksanankan pada hari Sabtu, 11 Mei
2013 di Pendopo Rumah Makan Warung Nenek Kota Medan. Untuk mempermudah analisis data, peneliti membuat tabel untuk
mendeskripsikan kasus objek penelitian secara padat dan singkat.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.1 Identifikasi Data Kasus Objek Penelitian 1
Riwayat Penderita Bipolar
Disorder
Nama : DESY WIDJAJA Usia : 21 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswi, Penyanyi, Penyiar Radio Tanggal Diagnosa : 18 Maret 2008 usia 17 tahun
Tanda Gejala Awal : - Sedikit makan dan kehilangan gairah hidup pada usia 9 tahun, bulimia, eating disorder,
fatigue, emosi meledak, dan irritable 15 tahun
Faktor Penyebab : Verbal bullying, pemendaman emosi, stres dan beban pikiran terfokus, patah hati.
Pendamping Terapi : Keluarga Ayah, Ibu dan Adik Perempuan Seorang teman dekat
Kutub Episode
Depresi - Mania +
Keberfungsian Sosial
1. Memiliki persepsi dan
pemikiran yang tidak realistik bila gemuk tidak
memiliki teman 2.
Eating disorder 3.
Isolasi diri menurung diri
4. Sulit berkomunikasi
dengan orang lain 5.
Memiliki konsep harga diri yang rendah
6. Keluar dari aktivitas yang
disenanginya 7.
Melalaikan tugas-tugas di rumah dan sekolah
1. Aktif, berbakat dan
berprestasi bernyanyi, teater dan
mencipta lagu 2.
Sangat ramah, gemar menolong, murah
senyum dan bersahabat
3. Jago akting cover
feeling 4.
Kreatifitas meningkat 5.
Kecerdasan intelektualitas
meningkat 6.
Gemar melakukan hal-hal ekstrim panjat
tebing
Risiko Bunuh 1.
Kehilangan semangat atau
Universitas Sumatera Utara
Diri gairah hidup
2. Tertutup
3. Putus asa
4. Cutting 14 tahun
5. Menyayat-nyayat bagian
tubuh bila depresi 6.
Meminum obat-obatan hingga over dosis dan
cutting 16 tahun
-
Hubungan Sosial
1. Emosi yang meledak-
ledak terhadap orang lain keluarga
2. Dijauhi oleh teman-
temannya 3.
Menghindari banyak orang
4. Menutup diri
5. Bolos sekolah
6. Merasa sepi di tengah
keramaian loneliness 7.
Bertengkar dengan teman sekelas
1. Loveable
2. Penuh kasih sayang
dan semangat hidup 3.
Bersahabat friendship affection
4. Mengganggu orang
lain 5.
Menjadi otoriter
Terapi Psikososial untuk
Keberfungsian Sosial
1. Psikoedukasi
2. Sahabat dengar dan
sahabat cerita 3.
Motivasi dukungan 4.
Doa bersama dan devotioning
5. Terapi musik
6. Terapi afeksi
7. Fotografi
8. Aktivitas bersama
keluarga hiburan lucu, memasak
1. Psikoedukasi
2. Olahraga tenis, lari
basket, sepeda, atau berenang
3. Pemberian nasehat
dan pengontrolan tindakan berisiko
berisiko oleh pendamping
4. Fotografi
Terapi Psikososial 1.
Terapi Keluarga 1.
Pemberi nasehat dan
Universitas Sumatera Utara
untuk Penurunan Risiko Bunuh
Diri
2. Jurnal harian
3. Manajemen stres
4. Mading motivasi
sahabat kontrol 2.
Jurnal harian 3.
Self management, self control
4. Olahraga: yoga
Hasil Terapi Pendampingan
Psikososial
1. Sudah memiliki konsep
harga diri yang baik 2.
Tidak memiliki gangguan makan dan bulimia
3. Tidak mengisolasi diri
lagi 4.
Bisa mengerjakan tugas- tugas dan aktivitas harian
dengan baik 1.
Bisa mengontrol diri atas energi semangat
yang berlebihan 2.
Meraih prestasi akademis dan non
akademis dengan normal
Faktor Pendukung
Terapi Pendampingan
1. Keluarga inti mendukung
penuh 2.
Kehangatan keluarga 3.
Teknologi 1.
Ada teman dekat yang mau mendampingi
2. Fasilitas teknik koping
kamera dan alat musik
Faktor Penghambat
Terapi Pendampingan
Waktu keluarga yang terbatas untuk mendampingi
Kontroling
Tabel 4.2 Identifikasi Data Kasus Objek Penelitian 2
Riwayat Nama : CG GIRSANG GUSTAF
Universitas Sumatera Utara
Penderita Bipolar Disorder
Usia : 28 Tahun Pekerjaan : Dokter
Tanggal Diagnosa : 8 Desember 2002 18 tahun Tanda Gejala Awal : anxietas kecemasan, loneliness kesepian,
kegemaran mengantuk-antukan kepala hingga berdarah
Faktor Penyebab : kekerasan fisik dan non fisik semasa kecil, tuntutan kesempurnaan dari orang tua
Pendamping Terapi : Evelin mama tuabibi, Debora kekasih Anton dan Daniel sepupu
Kutub Episode
Depresi - Mania +
Keberfungsian Sosial
1. Sering murung dan
hipersomnia 2.
Tidak disiplin dan melalaikan tugas dan
kewajiban nilai memburuk
3. Mengurung diri
4. Kehilangan motivasi hidup
5. Menarik diri dari pergaulan
1. Sering mencari
keributan atau bertengkar
2. Arogansi tingkat
tinggi 3.
Pikiran yang tidak realistik
menganggap diri sangat hebat dan
merasa sebagai pahlawan
Risiko Bunuh Diri
1. Mengantuk-antukan kepala
ke tembok hingga berdarah SD-SMA
2. Over dosis obat-obatan
dicampur minuman keras 17 tahun
3. Mengancam bunuh diri
dengan menggunakan pisau 18 tahun
-
Hubungan Sosial 1.
Tidak berkomunikasi dengan orang tua
1. Playboy memiliki
banyak pacar atau
Universitas Sumatera Utara
kebencian 2.
Mengisolasi diri 3.
Memutuskan hubungan dengan kekasihnya
4. Cuek apatis
5. Sering melawan guru dan
marah-marah tidak jelas 6.
Takut ditinggalkan penggemar
7. Melawan orang tua
kekasih 2.
Aktivitas seks bebas 3.
Hobi bertengkar 4.
Emosi meledak- meledak
5. Dikucilkan oleh
teman-teman di sekolah
6. Sering meremehkan
orang lain 7.
Banyak penggemar digemari wanita
Terapi Psikososial untuk
Keberfungsian Sosial
1. Psikoedukasi
2. Mood journal
3. Drumming
4. Support family
5. Mengikuti support group
1. Psikoedukasi
2. Olahraga Basket
3. Drumming
4. Family Control
Terapi Psikososial untuk
Penurunan Risiko Bunuh Diri
1. Jurnal atau buku harian
bersama 2.
Menjadi relawan kemanusiaan
3. Voice record
4. Aktif dalam support group
5. Penanaman mental positif
6. Terapi afeksi
Aktif dalam support group
Hasil Terapi Pendampingan
Psikososial
1. Memiliki semangat dan
gairah hidup yang baru 2.
Pelampiasan emosi secara positif melalui drumming
tidak melukai diri lagi 3.
Memiliki tujuan hidup yang baik
4. Tidak pernah mengurung
diri lagi 5.
Memaafkan orang tua 1.
Mampu mengendalikan dirinya
2. Pelampiasan energi
positif melalui olahraga basket
3. Berhasil
berkonsentrasi belajar dengan baik dan masuk
fakultas kedokteran 4.
Mampu
Universitas Sumatera Utara
6. Mampu memanajemen diri
dengan baik memanajemen emosi
dengan baik
Faktor Pendukung
Terapi Pendampingan
1. Evelin pendamping
adalah seorang psikiater 2.
Pendamping Debora kekasih juga berprofesi
sebagai dokter Kedua sepupu mudah
mengontrol karena tergabung dalam tim basket yang sama
Faktor Penghambat
Terapi Pendampingan
Penderita sedikit memiliki teman
Tabel 4.3 Identifikasi Data Kasus Objek Penelitian 3
Riwayat Penderita Bipolar
Disorder
Nama : ADOLF OLIVER SIMANJUNTAK Usia : 17 Tahun
Pekerjaan : Pelajar Tanggal Diagnosa : 15 Januari 2013 17 tahun
Tanda Gejala Awal : Perasaan putus asa dan kosong tiba-tiba yang dilanjut perasaan bahagia yang berlebihan, elevated mood sejak
SMP-SMA Faktor Penyebab : Biologis genetik, riwayat bipolar dari ayah
Pendamping Terapi : Theo Kakak sepupu
Kutub Episode
Depresi - Mania +
Keberfungsian Sosial
1. Sangat pendiam pasif
2. Kelelahan atau kehilangan
energi 3.
Bolos sekolah 4.
Mengkonsumsi rokok dan minuman keras
5. Pulang tengah malam
1. Sangat cerewet atau
talkactive 2.
Autism otaku 3.
Bolos sekolah 4.
Sangat ramah, selalu tersenyum
5. Suka menolong orang
Universitas Sumatera Utara
6. Gangguan makan
lain
Risiko Bunuh Diri
Menabrakan diri ke tengah jalan besar 13 Januari
2013, 17 tahun
Hubungan Sosial 1.
Pasif 2.
Pendiam 3.
Tidak memiliki minat bersosialisasi
4. Terkadang pusing dan
marah-marah 1.
Aktif namun autis 2.
Sangat ramah 3.
Game freak
Terapi Psikososial untuk
Keberfungsian Sosial
1. Sahabat nasehat
2. Dukungan dan motivasi
3. Olahraga lari
4. Refleksi malam
1. Sosialisasi dengan
komunitas penderita bipolar di Kota
Medan 2.
Bergabung dengan grup mural atau
lukis dinding
Terapi Psikososial untuk
Penurunan Risiko Bunuh
Diri
1. Refleksi malam
2. Sahabat dengar, sahabat
cerita dan sahabat rohani 3.
Aktif persekutuan pemuda gereja
4. Membuat gambar impian
masa depan 5.
Terapi musik Jepang Pengontrolan
dengan sharing bersama komunitas
penderita bipolar di Kota Medan
Hasil Terapi Pendampingan
Psikososial
1. Adolf jadi mengerti tentang
penyakit yang dideritanya 2.
Kemampuan komunikasinya meningkat
3. Rasa percaya diri meningkat
4. Memiliki teman baru
sesama penderita bipolar 5.
Pikiran-pikiran bunuh diri mulai berkurang
6. Semakin bergairah
1. Semakin bisa
mengontrol diri dan mendisiplinkan diri
2. Pengaturan pola
tidur dan pola makan secara teratur
Universitas Sumatera Utara
menjalani hidup
Faktor Pendukung
Terapi Pendampingan
Hobi awal menggambar, menulis, serta
mendengarkan musik yang cocok untuk teknik koping
Komunitas mural
art
Faktor Penghambat
Terapi Pendampingan
Teman yang dimiliki Adolf sangat sedikit
Tabel 4.4 Identifikasi Data Kasus Objek Penelitian 4
Riwayat Penderita Bipolar
Disorder
Nama : CHRISTINA SIREGAR Usia : 40 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga, mantan pegawai bank Tanggal Diagnosa : 19 April 2003 30 tahun
Tanda Gejala Awal : Paranoid dan loneliness 12 tahun Pseudoseizure 14 tahun
Faktor Penyebab : Traumatis keluarga Ibu meninggal karena kanker otak 12 tahun
Ayah dipenjara karena kasus narkoba 14tahun Kakak terlibat kasus pemerkosaan 14 tahun
Pendamping Terapi : Franky Hulu Suami
Kutub Episode
Depresi - Mania +
Universitas Sumatera Utara
Keberfungsian Sosial
1. Menarik diri dari
lingkungan sosial termasuk keluarga
2. Memiliki gairah seksual
yang rendah 3.
Mengalami kelelahan kronis fatigue
4. Sulit berkonsentrasi dan
ceroboh 5.
Saat kecil sering merasa ketakutan dan kesepian
1. Kesulitan mengontrol
keuangan 2.
Boros dan royal 3.
Sulit berkonsentrasi dan berpikir panjang
4. Pekerjaan di kantor
dan rumah terbengkalai
5. Hiperaktif
6. Hobi jalan-jalan tanpa
tujuan dan kenal waktu
7. Sulit fokus
Risiko Bunuh Diri
Menabrakan mobil yang dikendarainya tahun 2000 dan
2001, saat berusia 28 dan 29 tahun
Mengendarai kendaraan dengan kecepatan sangat
tinggi agar bisa cepat masuk surga 2001, 2002 dan 2005:
saat berusia 29, 30 dan 33 tahun, Waham.
Hubungan Sosial 1.
Tidak berfungsi sebagai istri dan ibu
2. Menjauh dari suami dan
anak 3.
Hubungan memburuk suami tidak
mempercayainya 4.
Menjadi cibiran warga sekitar
1. Hampir diceraikan
oleh suami 2.
Mengundurkan diri dari kantor
3. Membuat masalah
yang merugikan kantor
4. Cuek terhadap anak-
anak atau keluarga
Terapi Psikososial untuk
Keberfungsian Sosial
1. Psikoedukasi
2. Terapi keluarga afeksi
3. Berkebun atau gardening
1. Psikoedukasi
2. Masak bersama,
berbagi ke tetangga
Terapi Psikososial untuk
1. Terapi afeksi
2. Jurnal harian
1. Manajemen gangguan
2. Tidak diizinkan
Universitas Sumatera Utara
Penurunan Risiko Bunuh
Diri
3. Terapi keluarga sharing
malam 4.
Hipnoterapi membawa kendaraan
sendiri 3.
Wisata bersama 4.
Lari pagi bersama 5.
Hipnoterapi
Hasil Terapi Pendampingan
Psikososial
1. Kris tidak ceroboh lagi
2. Mulai dapat bersosialisasi
dengan tetangga 3.
Berfungsi secara baik sebagai ibu dan istri
1. Mulai baik dalam
pengelolaan keuangan dan mengurus
keluarga 2.
Pikiran-pikiran irasional mulai
berkurang
Faktor Pendukung
Terapi Pendampingan
Cinta dan kasih sayang yang tulus dari suami
Faktor Penghambat
Terapi Pendampingan
Pendamping tunggal suami yang harus mengurusi tiga anggota
keluarga pengidap bipolar 1.
Dua anak laki-laki tertuanya mengidap
gangguan bipolar yang sama
2. Biaya terapi yang
mahal di tengah keluarga yang
sederhana
Tabel 4.5
Identifikasi Data Kasus Objek Penelitian 5
Riwayat Penderita Bipolar
Disorder
Nama : YUDHA PRADANA Usia : 19 Tahun
Pekerjaan : Mahasiswa Tanggal Diagnosa : 3 Mei 2009 15 Tahun
Tanda Gejala Awal: Loneliness, ketakutan pada orang tua SD
Universitas Sumatera Utara
Halusinasi suara atau delusi 12 tahun Faktor Penyebab : Kecemasan, less affection, traumatis keluarga,
Perasaan bersalah yang kuat karena kekaguman Pendamping Terapi : Fikri kakak laki-laki
Kutub Episode
Depresi - Mania +
Keberfungsian Sosial
1. Perasaan bersalah yang kuat
2. Konsep harga diri yang
rendah 3.
Cemburu berlebihan 4.
Merasa tidak layak untuk hidup
5. Kabur dari rumah 5 tahun
dan 15 tahun 6.
Menunjukkan sikap bermusuhan dengan orang
lain 7.
Berpikir orang lain jahat 8.
Insomnia atau Hipersomnia 1.
Hipomania, aktif berorganisasi
2. Bicara sangat cepat
3. Rajin
4. Insomnia, aktif pada
malam hari
Risiko Bunuh Diri
1. Cutting, menyayat urat nadi
SMP 2.
Alkoholik berlebihan SMA
Hubungan Sosial 1.
Memasang sikap bermusuhan dengan orang
lain 2.
Selalu waspada dan curiga dengan orang lain
3. Mengisolasi diri
4. Tidak berkomunikasi sama
sekali dengan orang tua 1.
Tidak menebarkan aura permusuhan
dengan orang lain 2.
Tetap kesulitan mendapatkan teman
Terapi Psikososial untuk
Keberfungsian Sosial
1. Cognitive Behaviour
Therapy CBT 2.
Teknik pengungkapan dan penerimaan diri
1. Pengaturan pola
makan, pola tidur dan manajemen
emosi
Universitas Sumatera Utara
3. Support group
4. Membaca buku, menulis
cerita dan mendengarkan musik
2. Pengaturan aktifitas
harian 3.
Membuka komunitas
support group
Terapi Psikososial untuk
Penurunan Risiko Bunuh Diri
1. Afeksi
2. Pet therapy atau terapi
hewan peliharaan 3.
Aktivitas rohani dan ibadah 1.
Manajemen stres 2.
Membuka komunitas
Stay Strong
Hasil Terapi Pendampingan
Psikososial
1. Yudha mampu
mengungkapkan dan menerima kondisi dirinya
2. Konsep diri yang baik
3. Anxietas, loneliness, dan
paranoid berkurang 4.
Mulai memiliki teman 1.
Aktif dalam komunitas
Stay Strong
2. Mulai mampu
bersosialisasi dengan baik
Faktor Pendukung
Terapi Pendampingan
1. Afeksi tulus
2. Kepercayaan, dukungan,
dan keterbukaan Komunitas pendukung
Faktor Penghambat
Terapi Pendampingan
Traumatis keluarga yang berat
4.2.1 Riwayat Penderita
Bipolar Disorder
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, peneliti mendapati bahwa objek penelitian didiagnosa mengidap gangguan bipolar pada usia remaja.
Berkisar pada umur 15 hingga 18 tahun. Namun tanda-tanda awal atau gejala
Universitas Sumatera Utara
sudah muncul sejak masa kanak-kanak menuju remaja. Masa-masa peralihan. Childhood - Adolescent.
Tanda-tanda gejala yang paling umum muncul adalah anxietas kecemasan, loneliness perasaan kesepian, hopeless perasaan kehilangan
harapan atau putus asa, paranoid perasaan takut, emptyness perasaan hampa atau kosong, dan fatigue keletihan yang berlebihan. Semua itu adalah tanda-
tanda awal dari episode depresi. Episode depresi inilah yang sering kali menjadi episode awal dari penyakit gangguan mental bipolar disorder.
Faktor penyebab yang paling dominan menyumbang gangguan kesehatan mental yang diderita oleh pengidap gangguan bipolar adalah keluarga atau
lingkungan sosial. 4 dari 5 memiliki traumatis khusus akan masa kecilnya yang bersumber dari keluarga atau lingkungan sosial. Masalah-masalah itu seperti
hidup di tengah anggota keluarga yang memiliki masalah kriminal atau memiliki penyakit kronis hingga akhirnya meninggal.
Melihat atau bahkan menjadi korban kekerasan secara fisik atau non fisik verbal dan non verbal semasa kecil juga menjadi penyumbang gangguan psikis
yang cukup kuat. Less affection atau kekurangan kasih sayang dan perhatian dari keluarga khususnya dari orang tua pun menjadi sumber trauma yang kuat apalagi
ditambah dengan pemendaman emosi yang berlarut-larut. Hasil analisis yang didapat sesuai dengan teori Robert Firestone dalam
buku Suicide and The Inner Voice yang mengatakan bahwa traumatis yang mengganggu secara psikologis pada masa kanak-kanak akan mengganggu
kepribadiannya kelak ketika beranjak dewasa. Mereka sangat rentan untuk memiliki konsep diri dan kehidupan yang rendah 2007:23.
Universitas Sumatera Utara
Hanya satu individu yang faktor penyebabnya adalah masalah biologis atau genetik yang diturunkan. Mayoritas pendamping yang hadir dalam FGD
sepakat bahwa rasa ketidakamanan dan ketakutan di masa kecil yang tidak terselesaikan itulah penyebab gangguan psikis utama namun mereka juga tetap
sepakat bahwa faktor biologis berupa genetik tetap menjadi faktor penentu seseorang mengidap penyakit bipolar. Seperti yang dikatakan Umar, salah seorang
peserta FGD. Mungkin saja kita tidak menyadari bahwa ada anggota keluarga yang sebenarnya memiliki gangguan serupa namun tidak tampak atau tidak
terdeteksi.
4.2.2 Keberfungsian Sosial
Para penderita gangguan bipolar akan sangat sulit untuk berfungsi sosial ketika episode depresi muncul dibandingkan saat episode mania. Salah satu tanda
gejala yang paling sering timbul dan menjadi ciri utama adalah isolasi diri dimana penderita akan menarik diri dari pergaulan atau lingkungan sosial.
Gejala lainnya yang sangat mudah terlihat adalah kondisi penderita yang seringkali terlihat murung, pendiam dan tertutup. Individu tersebut akan sangat
sulit berinteraksi dan mengkomunikasikan suatu hal dengan orang-orang di sekitarnya, termasuk keluarga. Fatigue atau kelelahan kronis juga menjadi ciri
penderita gangguan bipolar yang membuat mereka sulit menjalankan peran dan fungsi sosialnya.
Secara fisik, kelelahan yang dialami oleh penderita diakibatkan oleh beban pikiran yang ditanggung serta kondisi hipersomnia atau masalah tidur terlalu lama
yang diidap. Akibatnya penderita akan sangat sulit berkonsentrasi, sulit
Universitas Sumatera Utara
mengambil keputusan dengan jernih sehingga melalaikan tugas-tugas dari aktivitas harian yang harusnya dikerjakan. 2 dari 5 individu yang diteliti merasa
bahwa rumah tidaklah aman sehingga membuat mereka kabur dari rumah atau banyak menghabiskan waktu di luar rumah. 2 dari 5 individu juga mengalami
kompleksitas lain yaitu berupa gangguan makan sehingga munculnya keluhan- keluhan fisik lainnya sangatlah memungkinkan bagi penderita.
Salah satu hal paling mendasar lainnya adalah, penderita akan kehilangan minat dari hobi atau kesenangannya. Rasa cinta juga akan sangat minim dirasakan
dan dibagikan. Penderita cenderung akan sangat fokus pada dirinya dan mempertanyakan tentang masalah di dalam dirinya.
Pada episode mania, kondisi penderita akan tampak baik. Keberfungsian sosial mereka terlihat normal. Individu akan sangat aktif, kreatif dan produktif
dalam bidangnya masing-masing. Di balik keramahan dan sikap bersahabatnya, kehadiran individu dianggap sangat mengganggu orang lain. Hal itu dapat dilihat
dari beberapa kasus pertengkaran atau perkelahian penderita dengan orang-orang di sekitarnya karena kesulitan mengontrol emosi dan energi yang berlebihan.
Waham atau pemikiran-pemikiran yang tidak realistis seperti merasa dirinya pahlawan atau orang paling hebat sering muncul pada penderita bipolar. 3
dari 5 individu mengalaminya. Karena waham yang mereka ekspresikan inilah orang lain akan menilai mereka gila.
Hal ini serupa dengan penjelasan dari Badan Kesehatan Dunia atau WHO yang memaparkan pada deskripsi bipolar bahwa orang dengan gangguan bipolar
akan sulit mengendalikan dirinya sendiri terhadap energi-energi maupun perasaan yang ada. Mereka akan terlihat mudah teriritasi atau tersinggung dan mungkin
Universitas Sumatera Utara
mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak realistik tentang kekuatan dan kemampuan mereka sendiri WHO, 2013.
Agung, salah satu pendamping yang mengikuti FGD mengatakan bahwa kondisi mania bila dikelola dengan baik dan mendapatkan pendampingan yang
bijak akan sangat membantu penderita mencapai tingkat optimal dalam dirinya. Energi positif dalam diri penderita akan sangat membantu keberfungsian sosial
lebih efektif, bermakna dan menghasilkan.
4.2.3 Risiko Bunuh Diri
Upaya singkat menyelesaikan masalah hidup dengan membunuh diri sendiri akan sangat tinggi dilakukan ketika individu memasuki episode depresi.
Kelima individu yang diteliti semuanya pernah melakukan upaya bunuh diri ini. Penderita usia remaja sangat rentan melakukan tindakan ini. Terbukti, 4 dari 5
individu yang diteliti sudah melakukan tindakan percobaan bunuh diri pada rentang usia 14 hingga 17 tahun.
Usia tersebut sesuai dengan karakteristik usia yang diteliti oleh Christivani Pardede dimana 69 pelaku bunuh diri di Kota Medan pada tahun 2006-2011
berusia produktif yaitu dimulai dari kisaran usia 15 tahun hingga 29 tahun. Percobaan bunuh diri pertama kali rentan dilakukan kelompok usia remaja hingga
dewasa muda dengan 62,9 di antaranya mengidap gangguan bipolar disorder Pardede, 2012:8.
Cara yang paling sering dilakukan adalah cutting, memotong atau menyayat bagian tubuh hingga mati lemas kehabisan darah. 3 dari 5 individu yang
diteliti melakukan ini. Cara ini dianggap mudah karena alat untuk proses eksekusi
Universitas Sumatera Utara
seperti silet atau pisau sangat mudah ditemukan. Meminum obat-obatan secara berlebihan juga menjadi pilihan untuk mengakhiri hidup. 3 dari 5 individu
melakukannya. Cara lain yang digunakan adalah menabrakan diri dari dalam maupun luar mobil. 2 dari 5 individu melakukannya.
Hanya 1 individu yang melakukan usaha bunuh diri pada saat episode mania. Hal itu diiringi dengan proses waham yang menjangkitinya. Bisa dikatakan
episode mania bisa menyebabkan penderita melakukan tindakan ekstrim yang membahayakan dirinya namun tidak banyak yang berpikir untuk mengakhiri
hidupnya saat episode ini. Hampir semua individu sebelum melakukan usaha bunuh diri pernah
mencoba menenangkan diri dengan mengkonsumsi rokok dan minuman keras beralkohol serta menyakiti diri sendiri seperti menyilet-nyilet bagian tubuh dan
mengantuk-antukan kepala hingga berdarah. Hal ini diamini oleh Yakub, seorang bipolar yang mengikuti FGD. Rokok dan minuman keras awalnya hanya untuk
menenangkan diri. Kami hanya ingin tenang dan tidak sadar kalau itu tindakan bodoh. Kami hanya ingin mencari jalan singkat.
Bila ditelisik dengan mengunakan alasan-alasan bunuh diri yang digunakan oleh Emile Durkheim, maka dari empat alasan yang ada, hanya ada dua
alasan yang dijadikan faktor upaya bunuh diri penderita gangguan bipolar. Pertama adalah faktor kekacauan hidup. Namun, kekacauan hidup yang ada dalam
pemikiran penderita. Mereka berpikir bahwa hidup sudah benar-benar kacau untuk ditinggali dan kehidupannya hanya akan menjadi beban bagi orang lain,
maka mereka mengambil jalan pintas berupa bunuh diri.
Universitas Sumatera Utara
Ketika seorang penderita gangguan bipolar merasa kacau karena menjadi beban bagi orang lain, maka jenis upaya bunuh diri yang dilakukannya menurut
teori Durkheim adalah bunuh diri jenis altruistis. Alasan kedua adalah keluarga. Alasan ini cukup kuat dimasukkan sebagai
alasan bunuh diri penderita gangguan bipolar. Durkheim mengatakan bahwa semakin kecil jumlah anggota keluarga maka semakin kecil pula keinginan untuk
tetap hidup. Terbukti, 4 dari 5 objek penelitian berada di dalam keluarga yang berjumlah sangat sedikit dan tidak lengkap sejak kecil. Hal ini cukup berpengaruh
bagi perkembangan emosi, psikologis dan sosial mereka sehingga risiko bunuh diri cukup tinggi bagi mereka.
4.2.4 Hubungan Sosial
Hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh penderita gangguan bipolar memiliki hubungan sosial yang buruk pada episode depresi. Hal ini dibuktikan
dari sikap penderita yang menjauhi dan menghindari orang-orang di sekitarnya serta melakukan isolasi diri. Individu sangat kesulitan dalam melakukan aktivitas
rutin hariannya dan sulit berkomunikasi maupun berinteraksi dengan orang lain. Hal ini disebabkan karena individu cenderung mudah marah dengan emosi yang
meledak-ledak karena adanya gangguan pada emosi dan perasaan. Penderita gangguan bipolar pada episode depresi sangat sensitif dan mudah teriritasi secara
emosi atau perasaan. Peneliti juga menemukan fakta bahwa hampir semua penderita gangguan
bipolar yang diteliti tidak banyak memiliki teman dekat. Episode mania yang dimiliki adalah kesempatan baik bagi mereka untuk bisa membina hubungan baik
Universitas Sumatera Utara
dengan lingkungan sosialnya. Tetapi ironinya, pengaruh euforia atau ekspresi perasaan bahagia luar biasa yang berlebihan sering mengganggu orang lain
sehingga seringkali individu dijauhi oleh mereka. Hal ini terjadi karena luapan energi maupun emosi yang dimiliki tidak mampu dikontrol dengan baik.
Penderita pada episode mania cenderung aktif, penuh energi, kreatif dan produktif. Bila dikelola dengan baik maka akan sangat menguntungkan penderita.
3 dari 5 individu yang diteliti justru akan sangat autis, memiliki arogansi tinggi dan memiliki waham sebagai manusia paling hebat yang dinilai tidak
menyenangkan oleh lingkungan sosialnya. Ibu Dewi yang anaknya adalah seorang penderita gangguan bipolar yang
episode manianya lebih sering timbul dibandingkan episode depresi mengatakan, Untuk itulah dibutuhkan terapi pendampingan psikososial ini, agar kita bisa
merubah kegilaan mereka menjadi kejeniusan tingkat tinggi.
4.2.5 Terapi Psikososial untuk Peningkatan Keberfungsian Sosial
Setelah diteliti dan peneliti identifikasi, berikut ini adalah cara-cara yang cukup efektif untuk meningkatkan keberfungsian sosial pada penderita gangguan
kesehatan mental bipolar disorder melalui terapi pendampingan psikososial.
Tabel 4.6 Identifikasi Model-Model Terapi Pendampingan Psikososial untuk
Peningkatan Keberfungsian Sosial
No Episode Depresi
Episode Mania
1. Psikoedukasi Psikoedukasi
2. CBT Mood Journal CBT
Mood Journal
Universitas Sumatera Utara
3. Terapi Afeksi Berbasis Keluarga
Sahabat Nasehat dan Sahabat Kontrol
4. Teknik Koping personal
Teknik Koping Bersama 5.
Teknik Koping Bersama Manajemen DiriPribadi
6. Tenik Spiritual
Olahraga 7.
Support Group Support Group
Langkah awal yang disepakati oleh para pendamping untuk meningkatkan keberfungsian sosial penderita gangguan bipolar melalui terapi psikososial adalah
dengan melakukan psikoedukasi. Psikoedukasi adalah mengajari penderita gangguan bipolar dan para pendamping tentang penyakit ini serta perawatannya.
Perawatan ini membantu penderita maupun pendamping mengenali tanda-tanda dari kekambuhan sehingga mereka dapat mencari perawatan awal, sebelum
episode sepenuhnya terjadi. Psikoedukasi ini membantu menolong penderita dan pendamping untuk mengerti dan menerima kondisi diri.
Cognitive Behavioral Therapy CBT atau Terapi Perilaku Kognitif dilakukan oleh para pendamping untuk membantu penderita gangguan bipolar
untuk merubah pola-pola dan kelakuan-kelakuan pemikiran yang membahayakan atau negatif. Terapi ini dilakukan dengan cara mengisi mood journal yang akan
diperiksa secara berkala, sehingga penderita dan atau pendamping akan mudah melakukan antisipasi atas pencegahan kekambuhan.
Jenis terapi lainnya yang juga dilakukan oleh pendamping adalah Terapi Afeksi Berbasis Keluarga. Terapi ini dilakukan oleh seluruh pendamping
walaupun tidak harus oleh keluarga inti. Terapi ini mirip dengan Family Focused
Universitas Sumatera Utara
Therapy yang membantu meningkatkan strategi-strategi penanganan keluarga seperti mengenali episode-episode baru penderita bipolar yang merupakan salah
satu anggota keluarga. Family Focused Therapy berfokus untuk memperbaiki komunikasi dan penyelesaian persoalan.
Perbedaan antara
Family Focused Therapy dan Terapi Afeksi Berbasis Keluarga adalah pade proses afeksi. Afeksi dalam artian pemberian cinta dan
kasih sayang adalah hal yang penting. Pemberian dukungan, perhatian, dan motivasi yang tulus diakui penderita dan pendamping membantu memperbaiki
kondisi penderita dan menumbuhkan rasa percaya terhadap orang lain untuk mempermudah proses interaksi dan komunikasi.
Peneliti juga mengidentifikasikan refleksi malam ke dalam Terapi Afeksi Berbasis Keluarga. Beberapa keluarga individu yang diteliti menjadikan refleksi
malam sebagai bagian dari terapi pendampingan psikososial ini. Refleksi malam bukan bertujuan untuk mengevaluasi diri dalam suasana yang kelam namun
bertujuan untuk menciptakan kebersamaan dan kehangatan keluarga. Melalui refleksi malam penderita akan merasakan dukungan serta perhatian yang nyata
dari orang-orang yang ada di sekitarnya. Teknik koping atau teknik pengalihan dan penyaluran energi atau emosi
secara positif juga masih menjadi cara yang ampuh untuk mengendalikan gangguan bipolar yang dialami penderita. Seluruh individu yang diteliti
menggunakan teknik ini sebagai pengendali perasaannya agar tetap mampu berfungsi sosial. Beberapa cara dari teknik koping yang biasa dilakukan individu
bisa diambil dari hobi atau kesenangannya seperti membaca, menulis, menggambar, mendengarkan musik, drumming, dan lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Adela, salah seorang peserta FGD yang juga seorang pendamping dari kakaknya juga mengatakan bahwa teknik koping yang dilakukan haruslah dengan
cara-cara yang membutuhkan fokus namun tetap membuat kondisi penderita bipolar rileks atau tenang. Membaca, menulis, menggambar, dan mendengarkan
musik dirasakannya cukup efektif. Selain teknik koping personal melakukan teknik koping secara bersama
pendamping juga dinilai sangat efektif untuk meningkatkan keberfungsian sosial penderita. Teknik koping yang dilakukan seperti gardening atau berkebun,
fotografi, bermain musik hingga olahraga bersama. Teknik ini tidak hanya berhasil membuat fokus energi dan emosi penderita menjadi terarah positif namun
juga meningkatkan sosialisasi penderita dengan orang-orang di sekitarnya. Teknik spiritual masuk ke dalam salah satu terapi pendampingan
psikososial yang cukup efektif. Melalui terapi ini, penderita akan mampu meminimalisir gejala-gejala menuju episode depresi. Cara-cara yang dilakukan
adalah dengan aktivitas-aktivitas rohani seperti doa bersama, saat teduh atau deviotioning, ibadah, beramal hingga menjadi relawan. Cara-cara ini ampuh untuk
meningkatkan keberfungsian sosial dan spiritual agar mampu mengendalikan diri. Support group perlu dilakukan terutama untuk mencegah kekambuhan
episode depresi dan mania. Grup dukungan ini didapatkan dari komunitas peduli skizoprenia dimana terdiri atas sesama penderita bipolar beserta dengan para
pendampingnya. Grup dukungan ini membuat penderita bisa berbagi dengan lepas dan mampu memberi serta menerima afeksi sesama penderita serta mengurangi
rasa kesepian dan keterpurukan yang mendera mereka.
Universitas Sumatera Utara
Terapi pendampingan psikososial untuk meningkatkan keberfungsian sosial penderita gangguan bipolar tidak hanya diberikan pada saat penderita
berada pada episode depresi. Pada episode mania mereka pun sangat butuh terapi pendampingan seperti psikoedukasi dan teknik koping bersama. Teknik koping
dengan cara memasak bersama lalu berbagi dengan tetangga atau masyarakat sekitar merupakan salah satu cara yang dilakukan salah seorang objek penilitian.
Cara ini mampu memulihkan keberfungsian sosialnya yang sempat rusak. Bagi penderita gangguan bipolar, episode mania membuatnya sulit untuk
mengendalikan energi yang melupa. Berolahraga juga menjadi salah satu cara efektif untuk mengendalikan mania. Contoh olahraga yang dilakukan oleh objek
yang diteliti antara lain, tenis, lari, bola basket, bersepeda, dan berenang. Hal ini lebih baik dilakukan bersama pendamping selaku sahabat nasehat dan sahabat
kontrol yang mengerti kondisi penderita dan akan cepat mengingatkan penderita bila melakukan hal-hal di luar kendali hingga mereka mampu mengendalikan
emosi dan energinya sendiri dengan mandiri. 5 dari 5 penderita menjadikan kedisiplinan sebagai salah satu kunci
pemulihan. Hal tersebut dibuktikan dengan melakukan manajemen diri melalui pengaturan pola makan, pola waktu tidur reguler yang cukup, pengaturan waktu
untuk aktivitas harian, hingga manajemen stres dan emosi.
4.2.6 Terapi Psikososial untuk Penurunan Risiko Bunuh Diri
Upaya bunuh diri adalah salah satu dampak paling mengerikan dari gangguan bipolar. Terbukti semua individu yang diteliti pernah memiliki pikiran
bunuh diri dan melakukan upaya bunuh diri dengan berbagai cara.
Universitas Sumatera Utara
Jenis bunuh diri yang seringkali muncul bagi penderita gangguan bipolar dalam penelitian ini bila mengacu pada teori Durkheim adalah bunuh diri jenis
egoistis, altruistis, anomik, dan fatalistis. Dimana jenis egoistis ketika individu tersebut merasa tidak menjadi bagian dari suatu kelompok masyarakat. Mereka
merasa begitu terasingkan dan hidup sendiri. Hal ini yang sering dialami oleh objek penelitian walaupun mereka berada dalam keramaian sekalipun.
Jenis bunuh diri lain yang tampak adalah jenis altruistik anomik dimana objek penelitian seperti merasa memiliki beban atau bahkan menjadi beban yang
sangat kuat sejak masa kecilnya, bisa karena faktor traumatis, keluarga, kekecewaan atau faktor lingkungan sosal. Hal ini semakin diperparah dengan
ketidakmampuan mereka untuk mengontrol situasi sekitar. Lemah akan kontrol norma dan nilai yang ada di dalam masyarakat. 5 dari 5 objek penelitian
mengalami itu. Sehingga risiko bunuh diri tampak begitu tinggi bagi mereka. Jenis bunuh diri yang terakhir adalah bunuh diri fatalistik yang muncul
karena objek penelitiaan sudah merasa lelah dan memiliki rasa putus asa yang begitu kuat seakan-akan sudah tidak memiliki harapan lagi untuk melangkah
maju. Terapi pendampingan psikososial yang peneliti teliti dimaksudkan untuk
melakukan identifikasi atau melihat cara-cara efektif untuk menurunkan risiko- risiko bunuh diri tersebut yang mungkin dilakukan oleh penderita. Tabel berikut
ini akan menjelaskan temuan peneliti akan cara-cara efektif yang dikelola oleh pendamping dan penderita yang diteliti.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.7 Identifikasi Model-Model Terapi Pendampingan Psikososial untuk
Penurunan Risiko Bunuh Diri
No Episode Depresi
Episode Mania
1. Terapi Afeksi Berbasis Keluarga Manajemen
DiriPribadi 2.
Pet Therapy Terapi Hewan Peliharaan
Support Group
3. Teknik Spiritual
Teknik Koping Bersama 4.
Jurnal Harian Bersama Hipnoterapi
5. Manajemen DiriPribadi
Sahabat Nasehat dan Sahabat Kontrol
6. Hipnoterapi Refreshing
7. Kreasi Motivasi
8. Terapi Musik
9. Manajemen Impian
10. Teknik Koping
11. Support Group
Terapi Afeksi Berbasis Keluarga tidak hanya digunakan untuk meningkatkan keberfungsian sosial penderita gangguan bipolar namun juga untuk
menurunkan risiko bunuh diri yang muncul pada episode depresi. Sharing atau saling berbagi cerita dan perasaan dilakukan dalam terapi ini. Refleksi malam
berisi dukungan dan perhatian mampu menghindari penderita untuk berpikir dan bertindak berisiko. Terapi afeksi juga mampu menanamkan mental positif serta
memperbaiki konsep harga diri yang rendah sehingga penderita lebih mampu
Universitas Sumatera Utara
menghargai dirinya dan menghindari upaya bunuh diri. Penanaman rasa cinta dan kasih sayang yang tulus dari pendamping terhadap penderita sangat membantu
proses penurunan risiko bunuh diri penderita gangguan bipolar. Peneliti mendapati bahwa hampir semua objek penelitian tidak memiliki
banyak teman dan mengandalkan keluarga atau kerabat dekat sebagai pendamping terapi. Karena masalah keterbatasan waktu akan pendampingan maka pet therapy
atau terapi hewan peliharaan menjadi satu solusi untuk menemani kesendirian penderita serta agar penderita mampu memberikan dan membentuk sifat afeksinya
melalui hewan yang dipeliharanya. Hewan peliharaan yang bisa dijadikan sahabat terapi seharusnya adalah hewan yang setia dan bisa diajak bermain dan atau
berkomunikasi seperti anjing atau kucing. Salah seorang individu yang diteliti memilih kucing dan ikan hias sebagai sahabat terapi melalui pet therapy.
Teknik spiritual melalui aktivitas rohani serta manajemen diri yang didalamnya termasuk manajemen stres dirasa cukup penting untuk dilakukan.
Jurnal harian bersama pun cukup efektif. Jurnal ini berupa sebuah buku yang tidak hanya diisi oleh penderita saja untuk memantau perkembangannya namun juga
diisi oleh orang-orang terdekat penderita yang dipercayainya, dalam hal ini contohnya adalah keluarga atau pendamping terapi. Melalui jurnal harian bersama
ini secara tidak langsung penderita sudah berbagi afeksi, tidak merasa terasingkan dan sendiri, serta mengalami peningkatan keterbukaan dan berkomunikasi secara
tidak langsung. 1 dari 5 objek penelitian melakukan hipnoterapi. Hipnoterapi dilakukan
ketika sangat sulit menembus batas afeksi dalam keluarga. Teknik ini juga digunakan untuk lebih mengetahui perasaan terdalam penderita yang terkadang
Universitas Sumatera Utara
masih ditutupi. Hipnoterapi juga berguna untuk penanaman mental dan pemikiran positif penderita gangguan.
Kreasi motivasi menjadi salah satu cara yang dipakai oleh 2 dari 5 objek penelitian. Dengan memanfaatkan hobi mereka maka dibuatlah gambar motivasi,
lagu motivasi, serta majalah dinding motivasi sebagai bagian dari kreasi mereka untuk menyemangati diri mereka sendiri. Hasil kreasi penderita yang didengarkan
atau dilihat setiap hari mampu menambah semangat dan harapan penderita untuk tetap bertahan berjuang atas gangguan kesehatan mental yang dideritanya.
Terapi musik dipisahkan dari teknik koping secara personal. Terapi musik yang diterapkan disini adalah terapi mendengarkan lagu-lagu positif penambah
harapan hidup. Ketika tampak gejala episode depresi, maka penderita bisa langsung mendengarkan musik berlirik positif yang sudah dipersiapkan
sebelumnya. Selain itu terapi musik dapat juga dilakukan dengan memainkan musik dan menyanyikan lirik yang bernuansa penyemangat dan positif. Dalam
terapi ini sangatlah dihindari musik dengan jenis musik yang dramatis dengan lirik yang gelap penuh traumatis dan putus asa karena akan membawa perasaan
penderita semakin tenggelam menuju depresi. Terapi musik ini diakui Handoko Mukti dalam FGD. Musik itu sangat
mudah menyerap masuk ke dalam seseorang. Musik dapat merubah perasaan sesorang dengan cepat dan untuk itulah terapi musik yang positif baik untuk
dilakukan. Manajemen impian juga merupakan salah satu bagian dari terapi
pendampingan psikososial yang peneliti temukan. Manajemen impian dibuat oleh penderita didampingi oleh pendamping akan melakukan dialog berupa visi masa
Universitas Sumatera Utara
depan, tentang impian, harapan, atau cita-cita yang ingin dicapai oleh penderita di masa depan serta mencari potensi yang ada di dalam diri penderita.
Pendamping berfungsi sebagai pendukung manajemen impian penderita. Ketika penderita sudah mendapatkan tujuan hidup yang ingin dicapai maka
ditentukanlah cara-cara atau langkah-langkah yang harus dilakukan guna pencapaian impian tersebut. Tujuan manajemen impian ini adalah agar penderita
gangguan bipolar kembali mempunyai semangat dan gairah hidup serta tidak terfokus pada penyakit atau masalahnya melainkan pada masa depannya.
Pada episode mania terapi yang dilakukan terhadap penderita adalah manajemen diri atau pribadi, support group, teknik koping bersama untuk
mengendalikan perasaan bahagia yang berlebihan agar tidak melakukan tindakan yang berisiko, hipnoterapi, sahabat nasehat dan sahabat kontrol, serta melakukan
refreshing atau relaksasi.
4.2.7 Hasil Terapi Pendampingan Psikososial
Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara dan observasi dapat diambil kesimpulan bahwa terapi pendampingan psikososial yang dilakukan
dengan berbagai cara yang sudah diidentifikasi tersebut memberikan hasil yang positif.
Berikut merupakan tabel yang berisi hasil-hasil dari terapi pendampingan psikososial yang diteliti.
Tabel 4.8 Hasil-Hasil Terapi Pendampingan Psikososial
Hasil untuk Peningkatan Keberfungsian Sosial
Hasil untuk Penurunan Risiko Bunuh Diri
1. Individu mampu kembali 1. Individu tidak memiliki pikiran-
Universitas Sumatera Utara
menjalankan peran, kewajiban dan tanggung jawabnya dengan
baik pikiran untuk bunuh diri
2. Individu memahami dengan baik
penyakit, gejala-gejala, tindakan pencegahan serta perawatan
penyakitnya 2.
Individu tidak melakukan upaya bunuh diri
3. Individu memiliki konsep harga
diri yang baik 3.
Individu tidak melakukan upaya penenangan emosi destruktif
dengan minum minuman keras, merokok, dan menyakiti atau
melukai bagian tubuh 4.
Individu mampu bersosialisasi baik dengan lingkungannya
4. Individu mampu mengelola
emosi dan memanajemen diri dengan baik
5. Individu mampu mengelola
emosi dan memanajemen diri dengan baik
5. Individu memiliki gairah dan
semangat hidup kembali
6. Individu melakukan aktivitas
harian serta minatnya dengan normal
6. Individu memiliki tujuan hidup
7. Individu tidak melakukan isolasi
diri dengan menghindari lingkungan sosial
7. Individu mampu melampiaskan
emosi dan energi secara positif
8. Individu berhasil menambah
teman 8.
Anxietas, loneliness, paranoid, hopeless,
emptyness, dan fatigue berkurang.
9. Individu mulai terlibat aktif
dalam komunitas-komunitas hobi atau dukungan
9. Individu mampu berpikir jernih
dan berkonsentrasi baik
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan tabel di atas kita dapat melihat bahwa terapi pendampingan psikososial ini mampu meningkatkan keberfungsian sosial serta menurunkan
risiko bunuh diri bagi para penderita gangguan bipolar disorder. Ketika seorang penderita sudah mampu menjalankan peran dan fungsinya dengan baik di tengah
masyarakat, hal tersebut sudah cukup menjadi indikator keberfungsian sosialnya. Saat individu sudah tidak memiliki pemikiran-pemikiran untuk mengakhiri
nyawanya sendiri dan tidak atau menjauhi upaya bunuh diri itu sudah menjadi indikator yang kuat dalam penurunan risiko bunuh diri seorang penderita
gangguan mental bipolar disorder.
4.2.8 Faktor Pendukung dan Penghambat Terapi Pendampingan Psikososial
Proses terapi pendampingan psikososial ini tidaklah tanpa hambatan. Masalah finansial karena harga obat-obatan yang cukup mahal serta media teknik
koping yang membutuhkan pengeluaran menjadi salah satu faktor penghambat terkhusus bagi keluarga menengah ke bawah.
Waktu keluarga yang sangat terbatas karena memiliki aktivitas pekerjaan dan sekolah pun menjadi faktor penghambat pendampingan. Begitu pula dengan
kondisi traumatis yang cukup kuat sejak kecil yang butuh waktu lama untuk pulih dengan teknik pengungkapan, penerimaan diri dan pengampunan.
Faktor penghambat lain yang ditemukan oleh peneliti adalah objek penelitian memiliki teman yang sangat sedikit sehingga pendamping harus
dilakukan secara tunggal oleh pendamping tunggal. Bagi pendamping tunggal
Universitas Sumatera Utara
tentu saja hal ini adalah hal yang cukup berat namun karena ada rasa cinta dan kasih sayang tulus membuat pendampingan tidak terlalu berat.
Adanya rasa kepercayaan, dukungan dan keterbukaan antara penderita gangguan dan pendamping merupakan salah satu faktor pendukung yang cukup
kuat dalam proses terapi psikososial ini. Kehangatan keluarga dan pendamping yang mengerti dengan cukup jelas gejala dan gangguan penderita juga menjadi
poin pendukung. Adanya fasilitas teknik koping dan teknologi yang mendukung membuat
terapi ini dapat berjalan baik. Ditambah lagi dengan eksistensi komunitas pendukung sesama penderita gangguan bipolar seperti Komunitas Peduli
Skizofrenia Indonesia yang memfasilitasi penderita dan pendamping untuk saling berbagi dan mendukung satu sama lain.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN