11 d. Membuat kesimpulan
Setelah semua data dan informasi telah terkumpul dan telah tersusun secara sistematis, kemudian langkah selanjutnya adalah data dan informasi yang
ada tersebut diolah dan akhirnya disimpulkan.
E. Sistematika Penulisan
Adapun pembahasan skripsi ini dibagi menjadi lima bab dan masing- masing bab dibagi menjadi beberapa sub pokok bahsan dengan sistematika
penulisan sebagai berikut: BAB I
Pendahuluan. Bab ini penulis mengemukakan latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
metode penelitian dan teknik penulisan dan sistematika penulisan. BAB II
Kerangka Teori. Bab ini berisi kerangka teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu tentang agama dan pemahaman
agama dan moralitas, serta remaja sebagai objek penelitian. BAB III Gambaran umum sekolah SMA Muhammadiyah 3 Jakarta Selatan.
pada bab ini berisi tentang gambaran umum wilayah SMA Muhammadiyah 3, yaitu meliputi kondisi geografi dan demografi,
Sejarah Berdirinya, visi dan misi, serta kurikulum dan sistematika pengajaran di SMA Muhammadiyah 3, sampai kepada kondisi sosial
ekonomi dan keagamaan siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3.
BAB IV Pemahaman Agama dan Moralitas Remaja. Bab ini berisi tentang pemahaman agama dan penerapannya dalam pergaulan, dan nilai-nilai
12 agama dalam moralitas remaja SMA Muhammadiyah 3 dan hubungan
antara pemahaman agama dan moralitas.
BAB V Penutup. Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran.
13
BAB II KERANGKA TEORI
A. Pemahaman Agama Dan Moralitas Remaja
Agama yang saya artikan di sini lebih kepada generalisasi dari banyaknya definisi yang ada. Agama secara mendasar dan umum dapat didefinisikan sebagai
seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur manusia dengan dunia gaib, khususnya dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan manusia
lainnya, dan manusia dengan lingkungannya.
1
Begitu banyaknya pengertian atau definisi tentang agama, masing-masing mengartikannya secara berbeda, dan menurut persepsi dan perspektif masing-
masing, ada yang mengartikan agama melalui sudut padang teologis adalah ilmu tentang hubungan dunia ideal, dunia kekal dengan dunia fisik,
2
sosial adalah berkenaan dengan perilaku interpersonal, atau yang berkaitan dengan proses
sosial,
3
ataupun filsafat adalah upaya menentukan batas-batas dan jangkauan pengetahuan menyangkut sumber, hakekat, keabsahan, dan nilainya,
4
dan berbagai disiplin ilmu pengetahuan seakan berlomba mendefinisikan hal tersebut wajar
saja, sebab keberadaan kepercayaan dan agama telah sama tuanya dengan ilmu pengetahuan itu sendiri, bahkan sama tuanya dengan kehidupan.
1
Parsudi Suparlan, “Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama,” dalam pelatihan Wawasan Ilmu pengetahuan dan Pendidikan Dosen Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi
Ditjen Pembinaan Kelembagaan Agama Islam, Depag, R.I.,26 November 1994 , h. 1.
2
Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan, Lembaga Pengkajian Kebudayaan Nusantara LPKM 1997, h. 113.
3
Dr. Soejono Soekanto, S.H., M.A.,Kamus Sosiologi edisi baru,Jakarta: PT.RajaGrafindo,1993, h.408.
4
Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,h. 258.
14 Agama adalah suatu sistem simbol yang bertindak untuk menetapkan
perasaan-perasaan dan motivasi-motivasi secara kuat menyeluruh dan bertahan lama pada diri manusia dengan cara memformulasikan konsepsi-konsepsi
mengenai hukum atau keteraturan yang berlaku umum berkenaan dengan eksistensi manusia dan menyelimuti konsep-konsep ini dengan suatu aura tertentu
yang mencerminkan kenyataan sehingga perasaan-perasaan dan motivasi tersebut nampaknya secara tersendiri atau unik.
5
Definisi Gerrtz di atas sedikit banyak telah membuat generalisasi dari banyaknya definisi yang ada, walaupun memang Gerrtz sebagai seorang
antropolog melihatnya melalui sudut pandang budaya tapi justru dengan kebudayaan tersebut mampu memberikan definisi yang general dari berbagai
aspek kehidupan maupun ilmu pengetahuan, sebab ilmu pengetahuan juga bagian dari kebudayaan sendiri.
Seorang sosiolog agama Elizabeth K. Nottingham berpendapat bahwa agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi tentang agama yang
benar-benar memuaskan.
6
Tetapi agama lebih merupakan suatu institusi perilaku penting yang mengatur kehidupan manusia.
1. Arti Pemahaman Agama
Pemahaman adalah Psi pemecahan masalah secara tiba-tiba tanpa terlebih dulu melewati upaya tial and erro coba dan salah, merupakan kemampuan dari
seseorang yang memiliki intiusi yang sangat tajam Understanding proses
5
Geertz, dalam Parsudi Suparlan, “Pendekatan Kebudayaan Terhadap Agama,”h.3.
6
Jalaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1991, h. 225.
15 menjadi tahu mengenai hubungan antara hal-hal.
7
Sedangkan mengenai arti agama telah banyak penulis definisikan pada poin sebelumnya. Pemahaman agama
adalah kemampuan untuk menanggapi arti suatu materi dari ajaran-ajaran agama yang biasanya berbentuk panduan moral, norma, dan nilai-nilai, dan juga
merupakan kemampuan seseorang untuk dapat mempertahankan sesuatu yang dianggap benar.
Dalam pembahasan mengenai pemahaman keagamaan, seseorang sesungguhnya sangatlah dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, sedangkan
faktor yang paling mendasar adalah jika dilihat dari sudut pandang latar belakang pendidikan dan lingkungannya.
8
Seseorang yang pada waktu kecil tidak pernah mendapatkan didikan agama, maka pada masa dewasa nanti, ia tidak akan merasakan pentingnya agama
dalam kehidupannya. Pemahaman merupakan rangkaian proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian dikarenakan untuk menunju ke arah pemahaman
perlu diikuti dengan belajar dan berpikir. Pemahaman merupakan proses, perbuatan, dan cara memahami,
pengetahuan lahir sebagai akibat dari proses belajar dan berpikir.
9
Dalam prosesnya pembelajaran memiliki tiga keadaan; kognitif, dimana pemahaman
yang berhubungan dengan pengetahuam, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Kemudian afektif, yaitu pendidikan yang menunjukan pada tujuan yang
7
Save M. Daqun, Kamus Besar Ilmu Pengetahuan,h. 803.
8
Zakiah Drajat, Ilmu Jiwa Agama Jakarta: Bulan Bintang, 1996 Cet. 15, h.35.
9
W.J.S Poerdaminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka,1990 h. 636.
16 sejalan dengan minat, sikap nilai, apresiasi dan penyesuaian. Yang terakhir adalah
psikomotor, dimana kemampuan menekankan ketrampilan motorik dan gerakan.
10
Dapat dikatakan juga, bahwa pemahaman tingkatannya lebih tinggi dari pengetahuan, hal tersebut terlihat dari ranah kognitif yang menunjukan tingkatan-
tingkatan kemampuan yang dicapai dari tingkatan yang rendah sampai ke tingkat yang paling tinggi.
Pemahaman keagamaan yang mencakup didalamnya adalah pengetahuan keagamaan yang menjadi salah satu sendi dari lima aspek pada dimensi
keberagamaan. Dimensi pengetahuan ini mengacu pada pengetahuan agama, apa yang tengah atau harus diketahui seseorang tentang ajaran agamanya, dimana
pada dimensi ini penelitian dapat diarahkan untuk mengetahui seberapa jauh untuk mengerti agama religious literacy pada pengikut agama atau tingkat
ketertarikan mereka untuk mengetahui atau mempelajari pengetahuan tentang agama yang mereka anut.
11
Kemudian Dimensi pengetahuan di atas merupakan pemicu dari seseorang untuk menimbulkan pemahaman yang mendalam pada
ajaran agamanya, untuk kemudian menjadi awal dari dimensi-dimensi yang lain termasuk dimensi pengalaman adalah kontinuitas pengalaman suatu ajaran agama,
dimensi ritual adalah tingkat kepatuhan seorang pemeluk agama dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ritual sebagaimana diajarkan oleh agamanya dan
kemudian konsekuensi adalah dimana dengan sebuah pengetahuan keagamaan diharapkan akan timbul pemahaman keagamaan yang berpengaruh pada
10
Suharsini dsan Arif K. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bina Aksara, 1981 h.112.
11
Taufik Abdullah dan M. Rusli Karim ed., Metodologi Penelitian Agama, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1989 Cet. Ke 1, h. 93.
17 timbulnya sikap ketaatan pada sebuah ajaran agama baik pada ritual maupun
aspek keagamaan yang lain.
2. Remaja
Menurut kamus bahasa Indonesia modren, remaja ialah mulai dewasa, sudah sampai umur untuk kawin.
12
Umur untuk nikah laki-laki 19 tahun dan perempuan 16 tahun. Masa remaja merupakan segmen perkembangan individu
yang sangat penting, diawali dengan matangnya organ-organ fisik seksual, sehingga mampu bereproduksi.
Masa remaja ini meliputi a Remaja awal:12-15 tahun, b Remaja madya: 16-18 tahun, c Remaja akhir: 19-22 tahun. Menurut para ahli psikiologi bahwa
remaja merupakan masa perkembangan sikap tergantungan dependence terhadap orang tua ke arah kemandirian independence, minat-minat seksual, perenungan
diri, dan perhatian terhadap nilai-nilai estetika dan isu-isu moral.
13
Namun pengukuran kedewasaan dan remaja tidak absolut berdasarkan umur-umur
tertentu, ada beberapa perbedaan dari tingkat kedewasaan yang berbeda antara satu orang dengan orang yang lain, bahkan pengaruh suatu bangsa atau ras sangat
membedakan perkembangan tersebut. Dalam pembagian perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki
tahap progresip. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa juvenile deliquency adalah perkelahian yang melibatkan pelajar usia
remaja digolongkan sebagai salah satu bentuk kenakalan remaja, Pubertas aqil baliq
adalah masa ketika seorang anak mengalami perubahan fisik, psikis, dan
12
Muhammad Ali, Kamus Bahasa Indonesia Modern, Jakarta: Pustaka Amani, h. 351
13
Samsu yusuf , Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja, Bandung: RosdaKarya, 2002, Cet. Ke-3, h. 184.
18 pematangan fungsi seksual dan nubilitas adalah masa usia cukup.
14
Sedangkan menurut Zakiah Daradjat, remaja adalah suatu tingkat umur dimana anak-anak
tidak lagi anak, akan tetapi belum dapat dipandang dewasa. Jadi remaja adalah umur yang menjembatani antara umur anak-anak dan umur dewasa.
15
Pada tahap ini sering juga disebut sebagai masa peralihan, sebab banyaknya remaja yang mengungkapkan dalam fase ini mereka berusaha mencari-
cari identitas pribadi mereka dan berpindah dari identitas kanak-kanak mereka menuju kedewasaan.
Menurut Amir Hamzah Nasution: “Masa Remaja adalah masa pubertas, masa perubahan-perubahan fisik dan psikis, masa kegelisahan resah, masa penuh
pertentangan lahir batin, masa cita-cita setinggi langit, masa romantis, herois, radikal, masa mencapai kematangan seksual, pembentukan pribadi dan mencapai
pandangan dan tujuan duni dan akhirat.
16
Remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak- kanak menuju dewasa atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah
perpanjangan masa kanak-kanak sebelum mencapai masa dewasa.
17
Masa dewasa juga jelas pertumbuhan jasmani telah sempurna, kecerdasan dan emosi telah
cukup berkembang. Segala organ dalam tubuh, telah dapat menjalankan fungsinya dengan baik. Di samping itu, ia telah mampu mencari rezeki untuk kepentingan
dirinya, dia tidak bergantung lagi kepada orang tua atau orang lain. Dan dapat
14
Rama Yulis, Pengantar Psikologi agama, Jakarta: Kalam Mulia, 2002, Cet. Ke-6, h. 52.
15
Zakiah Daradjat, Pembinaan Remaja, Jakarta: Bulan Bintang, 1997 Cet. Ke-3, h. 78.
16
Amir Hamzah Nasution, Ilmu Jiwa Kanak-kanak, Surabaya: NV Ganaco, 1970, Cet. Ke-1, h. 73.
17
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 2003, h. 82.
19 diberi tanggung jawab dan mampu memikul tanggung jawab tersebut, dapat
diterima oleh masyarakat dimana dia berada sebagai orang dewasa yang matang. Pendapatnya patut di dengar, pertimbangannya perlu di indahkan dan diberi
kepercayaan untuk aktif dalam kegiatan-kegiatan masyarakat baik kegiatan sosial, politik, ekonomi maupun agama.
Akan tetapi, lain halnya dengan masa remaja jika dilihat tubuh atau fisiknya, dia telah seperti orang dewasa, jasmaninya telah jelas dalam bentuknya
baik laki-laki atau wanita. Organ-organnya telah dapat pula menjalankan fungsinya. Dari segi lain, dia sebenarnya belum matang, segi emosi dan sosial
masih memerlukan waktu untuk berkembang menjadi dewasa. Dan kecerdasan pun sedang mengalami perubahan. Mereka ingin berdiri sendiri, tidak tergantung
lagi kepada orang tua atau orang lainnya, akan tetapi mereka belum mampu bertanggung jawab dalam soal ekonomi dan sosial.
Karena itu, masa remaja itu tidak sama panjangnya antara satu masyarakat dengan masyarakat yang lain. Misalnya pada masyarakat desa yang masih
tertutup, dimana setiap anak sejak kecil telah dilatih untuk dapat bekerja seperti orang tuanya.
Masa remaja adalah masa yang penuh kegoncangan jiwa, masa yang berada dalam peralihan atau diatas jembatan goyang, yang menghubungkan masa
kanak yang penuh kebergantungn, dengan masa dewasa yang matang dan berdiri sendiri.
18
18
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h.82.
20 Kendatipun masa remaja itu tidak ada batas umur yang tegas, yang dapat
ditunjukkan, namun dapat kita kira-kirakan dan perhitungan sesuai dengan masyarakat lingkungan remaja itu sendiri. Kendatipun besar atau kecil
kegoncangan yang dialami oleh remaja-remaja dari berbagai tingkat masyarakat, namun dapat di pastikan bahwa kegoncangan remaja itu ada terjadi. Dalam
kondisi jiwa yang demikian, agama merupakan peranan penting dalam kehidupan remaja. Memang, kadang-kadang kita melihat keyakinan remaja terombang
ambing, tidak tetap, bahkan kadang-kadang berubah-ubah, sama dengan perubahan perasaan yang dilaluinya. Suatu hal yang tidak dapat disangkal adalah
bahwa remaja-remaja itu secara potensial telah berguna. Mengenai batas usia pada umumnya tiap negara tidak sama dalam
menentukan usia remaja. Dalam rangka usaha pembinaan dan penanggulangan kenakalan remaja, Indonesia menentukan batas usia remaja 13 tahun, adalah batas
usia bawah dan 17 tahun sebagai batas usia atas, baik laik-laki maupun perempuan yang belum kawin. Dengan demikian kenakalan dilakukan remaja tetapi
kenakalan biasa. Sebaliknya, kenakalan yang dilakukan oleh orang di atas 17 tahun, termasuk pelanggaran atau kejahatan orang dewasa.
Penentuan batas usia tersebut di atas berdasarkan alasan, bahwa anak usia antara 13 tahun 17 tahun, tidak lagi bisa dikategorikan kanak-kanak tetapi juga
belum dewasa. Sebaliknya karena ia bukan lagi kanak-kanak, maka tidak terbebas sama sekali dari tanggung jawab. Pelanggaran dan kejahatan remaja, belum bisa
dikenakan sanksi hukuman seperti orang dewasa, tetapi tidak bebas sama sekali seperti kanak-kanak. Seperti kejahatan dibawah umur, yaitu tindakan kejahatan
21 atau kriminalitas yang dilakukan oleh anak-anak di bawah usia 17 tahun atau usia
dewasa, mereka dikenakan sangsi yang berbeda namun tidak dilepaskan begitu saja, jika mereka dihukum atau dipenjara mereka juga ditempatkan di LP
lembaga pemasyarakatan tersendiri, dalam hal ini di Indonesia terdapat lembaga pemasyarakatan Anak-anak yang berada di Tangerang. Tanggung jawab anak usia
remaja sebagian masih dibebankan kepada orang tua atau walinya, oleh karena itu orang tua mempunyai kewajiban untuk selalu mengawasi dan membimbing anak-
anaknya. Tanggung jawab tersebut akan sepenuhnya diperoleh, bila usianya telah
berada di atas 17 tahun atau jika pada usia remaja sudah kawin. 3. Moralitas Remaja
Keberagamaan dapat diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia, ia tidak hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual atau ibadah,
tetapi juga dalam melakukan aktifitas lain yang di dorong oleh kekuatan nilai- nilai. Bukan hanya berkaitan dengan aktifitas yang tampak tapi juga aktifitas yang
tidak tampak seperti dalam hati seseorang, bahkan pemunculan nilai-nilai tersebut sering menjelma dalam tindakan-tindakan yang berujung pada pengukuran
moralitas. Moralitas sering juga disebut sebagai ethos, yaitu sikap manusia yang
berkenaan dengan hukum moral yang didasarkan atas keputusan bebasnya. Ethos juga sering diartikan untuk menunjukan karakter tertentu, dengan didasarkan pada
unggulnya satu nilai khusus, unggulnya sikap moral dari satu nilai khusus atau sikap moral dari seluruh bangsa atau kelompok sosial. Sebuah tidakan yang baik
secara moral adalah tindakan yang baik menurut yang mengafirmasikan nilai etis
22 objektif dan yang mengafirmasikan hukum moral, dan buruk secara moral adalah
suatau yang bertentangan dengan nilai etis dan moral.
19
Kehidupan bermasyarakat sangatlah kompleks, dimana keberadaan individu sebagai anggota masyarakat selalu dituntut untuk dapat berlaku sesuai
dengan tatanan dan kebiasaan yang berlaku, sebab masyarakat akan ada hanya jika nilai-nilai yang mengatur dalam sebuah masyarakat dapat berjalan
semestinya. Dari hal itulah moralitas bermula. Sebab moralitas seseorang adalah ukuran relatif yang di justifikasikan masyarakat pada individu dengan bagaimana
ataupun tingkat ketaatan seseorang dalam menjalani aturan-aturan dan berbagai macam nilai yang berlaku pada sebuah masyarakat, dari situlah moralitas
seseorang dapat dilihat sesuai atau tidak tingkah laku perbuatan seseorang dengan aturan-aturan yang berlaku dan lain sebagainya. Pengertian moral adalah
kesusilaan, akhlak yang melekat pada diri seseorang. Jadi pengertian moralitas adalah Suatu sikap yang melekat dalam jiwa seseorang yang melahirkan
perbuatan-perbuatan berdasarkan kemauan dan pilihan, baik dan buruk, terpuji dan tercela.
20
Perkembangan moral menurut Piaget dibagi dalam fase-fase tertentu yang kemudian susunannya disempurnakan oleh kolberg; pertama pra-moral; dimana
nilai-nilai moral terkandung dalam peristiwa-peristiwa luar, perbuatan jelek atau kebaikan dan bukan pada ukuran moral itu sendiri. kedua periode penyesuaian diri
pada periode yang konvensional. Dalam fase ini nilai-nilai moral terkandung dalam pelaksanaan peran yang baik atau buruk untuk mempertahankan ketertiban
19
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002 h. 673.
20
Zakiah Darajat, Ilmu Jiwa Agama, h.82.
23 yang konvensional. Ketiga periode moralitas yang berprinsip, yaitu nilai-nilai
moral terkandung dalam penyesuaian diri pada ukuran-ukuran moral, hak-hak dan kewajiban yang sudah diterima oleh masyarakat.
21
Berdasarkan analisa di atas kita dapat melihat bahwa perkembangan moral berlangsung dari sebuah tindakan yang bersifat materi dan digambarkan dengan
fenomena yang empirik sampai berkembang kepada sebuah gambaran moral yang dilambangkan dengan sesuatu yang lebih abstrak dan lebih kepada sebuah
perilaku dan tindakan.
B. Fungsi Agama Bagi Remaja
Sejak tahun 1945 para psikologi sosial membicarakan tentang dua cara yang berbeda dalam menjadi seseorang yang beragama atau ways of being
religious. Dalam cara yang pertama komitmen terhadap agama dipikirkan secara
seksama dan memperlakukan agama dengan sungguh-sungguh sebagai tujuan akhir atau an end in itself. Sedangkan yang ke dua agama digunakan sebagai alat
untuk mencapai tujuan-tujuan yang berpusat pada diri sendiri. Fungsi agama dalam perspektif sosiologi, tidak dapat dilepas dari
tantangan-tantangan yang dihadapi manusia, sebagaimana beberapa definisi tentang agama yang telah penulis kemukakan, dan tantangan-tantangan manusia
dikembalikan dalam tiga hal: ketidakpastian, ketidakmampuan, dan kelangkaan.
22
Dengan demikian agama mempunyai beberapa fungsi secara umum, yaitu ; Fungsi
21
Muhamad Said dan Junimar Affan, Psikologi dari Zaman ke-Zaman, berfokuskan Psikologi pada Gogis
, Bandung: Jemmars, 1990 h.306.
22
Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: Yayasan Kanisius, 1983 Cet. Ke-1, h. 38
24 Edukatif, Fungsi Penyelamatan, Fungsi Pengawas Sosial social control, Fungsi
Memupuk Persaudaraan Social Solidarity, Fungsi Transformatif. Agama diangggap dapat memberikan pengajaran yang otoritatif, bahkan
dalam hal-hal yang “sakral” tidak dapat salah, sebab agama mempunyai fungsi edukatif.
23
Banyak keluarga ataupun orang tua yang mempercayakan remaja kepada instansi agama, dengan keyakinan bahwa mereka sebagai manusia di
bawah bimbingan agama akan berhasil mencapai kedewasaan pribadinya yang penuh, melalui proses-proses hukum pertumbuhan yang penuh ancaman dari
situasi yang tak menentu dan mara bahaya. Agama
memberikan juga
sangsi-sangsi yang harus dijatuhkan pada orang-
orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat atas pelaksanaanya.
24
Remaja sebagai individu dari masyarakat yang sering bergesekan dengan pelanggaran norma, nilai dan aturan-aturan lainnya, disebabkan karena
kondisi psikologisnya yang belum stabil hingga menjadi salah satu objek dari kontrol sosial yang sangat berpotensi. Dalam hal ini fungsi agama sebagai kontrol
sosial sangat dituntut. Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma- norma susila baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka
agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan
sebagai larangan atau tabu. Agama dalam hal ini berfungsi mengubah kesetiaan remaja, masyarakat
dan manusia adat kepada nilai-nilai yang kurang manusiawi dan membentuk
23
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 38-39.
24
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 45.
25 manusia yang ideal. Bersamaan dengan itu pula transformasi yang berarti pula
membina dan mengembangkan nilai-nilai sosial adat yang pada intinya baik dan dimanfaatkan untuk kepentingan yang lebih luas.
25
Remaja sebagai individu yang sedang membentuk pribadi sangat memerlukan agama sebagai media transformatif tersebut, dimana diharapkan
dengan agama transformasi dari remaja menjadi dewasa akan terbentuk hingga menjadi individu yang memenuhi dan sejalan dengan norma-norma dan nilai-nilai
agama serta sesuai dengan tatanan dalam masyarakat. Fungsi agama sebagai sosialisasi individu ialah individu, pada saat dia
tumbuh menjadi dewasa, memerlukan suatu sistim nilai sebagai semacam tuntunan umum untuk mengarahkan aktifitasnya dalam masyarakat, dan berfungsi
sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya.
26
Orang tua dimana pun tidak akan mengabaikan perkembangan moralisasi anak-anaknya, seperti pendidikan
agama mengajarkan bahwa hidup adalah untuk memperoleh keselamatan sebagai tujuan utamanya. Oleh sebab itu, untuk mencapai tujuan itu harus selalu beribadah
dengan kontinyu dan teratur, membaca kitab suci dan berdoa setiap hari, menghormati dan mencintai orang tua, bekerja keras, hidup secara sederhana,
menahan diri dari tingkah laku yang tidak jujur, tidak berbuat yang tidak pantas dan mengacau, tidak minum-minuman keras, dan tidak berjudi, serta hal-hal yang
serupa. Maka perkembangan sosialnya terarah secara pasti serta konsisten dengan suara hatinya.
25
Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 56.
26
M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, Bandung: Eresco, 1993, h.222-223.
26
C. Perkembangan Rasa Agama pada Remaja Pada masa remaja akhir 18-21 disebut juga adolesensi, masa remaja
menduduki tahap yang krisis jugencrise dalam perjalanan hidup seseorang. Disebut masa krisis adalah karena pada masa ini muncul gejala-gejala yang
menunjukan adanya pembelokan dalam perkembanan, suatu kepekaan dan labilitas yang meningkat. Seperti krisis di keluarga, sekolah, masyarakat dan krisis
keyakinan atau agama. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada
para remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan mereka banyak terkait dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jamasninya. Perkembangan itu menurut W. Starbuck
adalah; 1. Pertumbuhan Pikiran Dan Mental, perkembangan Perasaan, Pertimbangan sosial, perkembangan Moral, Sikap Dan Minat, Ibadah 2. Konflik
Dan Keraguan, Kepribadian, Kesalahan organisasi keagamaan dan pemuka agama, Kebiasaan, Pendidikan.
27
Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja, amat tergantung pada kemampuan mereka dalam menyelesaikan keraguan
dan konflik batin tersebut. Tapi di sisi lain kemampuan remaja dalam mengatasi hal ini belum didukung dengan kematang kejiwaannya, karena itu mereka sangat
memerlukan bimbingan, pembinaan, tokoh dialog dan suasana yang kondusif bagi berkembangnya rasa keagamaan mereka ke arah yang lebih baik. Sebaliknya
ketika hal ini tidak mereka dapatkan maka tidak yang mengatasinya dengan cara
27
W. Starbuck, dalam Jamaluddin, Psikologi Agama, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2001, h. 74.
27 bergabung pada peer group teman sebaya untuk berbagai rasa dan pengalaman.
Dan kalau peer group itu bukan kumpulan dari remaja yang baik-baik dan memiliki tradisi keagamaan yang benar, maka dapat dipastikan keyakinan mereka
rusak, ritual akan longgar dan akhlaknya akan berantakan dan tidak baik.
28
BAB III GAMBARAN UMUM SUBJEK PENELITIAN
A. Kondisi Geografis dan Demografi SMA Muhammadiyah 3