Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Ideologi keyakinan pada Moralitas Remaja Pengaruh pemahaman Terhadap Dimensi Ritualistik Pada Moralitas Remaja

75 menuntun seseorang untuk berperilaku positif, sepertinya menolong dan memberikan kasih sayang. 3

1. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Ideologi keyakinan pada Moralitas Remaja

Keyakinan pada Tuhan Yang Maha Esa pada manusia merupakan alur pokok di dalam berperilaku, sebab pada dasarnya niat ini dan ketaqwaan kepda Tuhan Yang Maha Esa di dalam realitasnya merupakan pandangan hidup seseorang, yaitu norma-norma yang dijunjung tinggi yang menentukan pemilihan suatu keadaan kehidupan yang dianggap yang paling baik. Secara umum seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tingkat pemahaman keberagamaan siswa SMA Muhammadiyah 3 pada dimensi ideologik relatif cukup tinggi, dan dari hasil wawancara penulis dengan beberapa siswa SMA Muhammadiyah 3 diketahui bahwa pemahaman agama yang ditinjau melalui religiusitas mempengaruhi siswa-siswi SMA Muhammadiyah 3 moralitas. “R” siswi SMA Muhammadiyah 3, mengatakan bahwa karena keyakinan kepada Allah-lah dia selalu berusaha untuk mengerjakan apa yang diperintahkanNya dan meninggalkan apa yang dilarangNya, salah satunya kasih sayang sebagai moral yang baik menurut Nabi dalam hadisnya. Menurut “R” kata- kata: 3 Azwar, Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya, Edisi ke-1. Yogyakarta: Liberty, h. 16 76 “menunjukkan cinta kasih”, di dalamnya mengandung arti menolong sesama, membantu, bekerja sama, sehingga dengan melakukan semua itu maka Allah akan mencintainya”. 4 Ditambahkan oleh “M”, bahwa keyakinan kepada Allah sangat mempengaruhinya untuk berperilaku baik. Karena adanya keyakinan kepada Allahlah maka dirinya terdorong untuk melakukan perbuatan yang mengarah pada ajaran-ajaran Islam. 5

2. Pengaruh pemahaman Terhadap Dimensi Ritualistik Pada Moralitas Remaja

Nilai-nilai agama yang melekat pada moralitas remaja amat disesuaikan dengan keadaan psikologi remaja, dimana pemahaman mereka terhadap agama hanya pada hal-hal yang terbatas pada sesuatu yang bersifat materi, dan belum mampu bersikap dan cenderung pada hal-hal yang lebih abstrak, artinya agama yang mereka anut dan mereka amalkan adalah sebatas apa-apa yang bisa memberi kemanfaatan terhadap mereka, seperti prinsip timbal balik dalam teori pertukaran. hal ini sejalan dengan ungkapan salah seorang responden ”An”: “Biasanya guwe shalat jamaah di sekolah rajinnya pas dikontrol ama guru doang, apa lagi pas di rumah kalo pas ada nyokap di rumah ya udah guwe jadi rajin, yang penting nggak kena marah.” 6 Juga yang diungkapkan oleh “F”: “Guwe sering curhat ama ustad guwe lagi pas guwe banyak masalah, dia enak kalo ngasih nasihat ama guwe jadinya guwe tenang 4 Wawancara dengan “R”, siswa kelas II, SMA Muhammadiyah 3, pada tanggal 23 April 2007. 5 Wawancara dengan “M”, siswa kelas III IPA, pada tanggal 23 April 2007. 6 Wawancara dengan A, tanggal 19 Maret 2007. 77 deh, pas gitu guwe jadi agak rajin gitu, gara-gara sering barenga ma ustad. “ 7 Religiusitas seseorang dapat dilihat dari frekuensinya dalam melaksanakan ibadah-ibadah yang dilakukannya. Ibadah-ibadah dalam Islam yaitu, shalat, puasa, zakat, dan sebagainya. Diantara ibadah di dalam Isalm, shalat yang membawa manusia terdekat kepada Tuhan. Shalat sangat mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu yang positif, salah satunya berperilaku baik atau moral yang baik. Kalaupun ada seseorang yang rajin dalam melakukan shalat tetapi moralitasnya tidak tinggi itu dikarenakan shalatnya baru pada tahap ritual saja belum pada tahap mempraktekkannya pada masyarakat. Dengan shalat mengandung pengabdian kepada Allah. “E” salah satu siswi SMA Muhammadiyah 3, mengakui bahwa pengaruh shalat dalam memotivasinya berperilaku baik sangat tinggi. Dia merasakan dalam dirinya bahwa ada dorongan kuat untuk lebih peduli terhadap sesama pada saat frekuensi shalatnya tinggi. Namun, pada saat mulai lalai terhadap shalat, dia merasa menjadi individu yang sangat egois. 8 seperti diungkapkannya : “ kayanya guwe ngrasa enak aja, nggak tahu kenapa kalau shalatnya lagi rajin kayanya tenang lega dan kita juga kayanya lebih rajin buat ibadah yang lain, kaya nolong orang, shadaqoh dan lain- lain.” 7 Wawancara dengan F, tanggal 19 Maret 2007. 8 Wawancara dengan “E”, siswi kelas III, IPS pada tanggal 23 April 2007. 78 Pendapat di atas dibenarkan oleh “MA”. Menurutnya, shalat adalah tiang agama. Keimanan seseorang dilihat pada frekuensinya dalam meng “amal”kan shalat. Dalam shalat manusia menucikan dirinya menjadi bersih dan memohon dijauhkan dari perbuatan-perbuatan tidak baik, sehingga setipa individu selalu berusaha menjadi individu yang baik, salah satunya dengan melakukan perbuatan- perbuatan terpuji. 9

3. Pengaruh Pemahaman terhadap Dimensi Experiensial pada Moralitas