Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Anak Putus Sekolah Di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah

(1)

Skripsi

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

ANAK PUTUS SEKOLAH DI KABUPATEN SERUYAN PROVINSI

KALIMANTAN TENGAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan gelar Sarjana Sosial di

Universitas Sumatera Utara

DISUSUN OLEH:

Rachel Friscilla Sitinjak 110902095

DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK HALAMAN PERSETUJUAN

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Rachel Friscilla

Nim : 110902095

Departemen : Ilmu Kesejahteraan Sosial

Judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ANAK

PUTUS SEKOLAH DI KABUPATEN SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

MEDAN, JUNI 2015 PEMBIMBING

Agus Suriadi, S.Sos, M.Si Nip : 19670808 199403 1 004

KETUA DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

Hairani Siregar, S.Sos, M.SP Nip : 19710927 199801 2 001

DEKAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Nip : 19680525 199203 1 002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi telah diuji dan dipertahankan di hadapan penguji skripsi Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara

Hari/Tanggal :

Waktu :

Tempat :

Tim Penguji

Ketua Penguji : ( )

Penguji I : ( )


(4)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL Nama : Rachel Friscilla

Nim : 110902095

ABSTRAK

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Anak Putus Sekolah di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah

Judul ini diangkat dengan tujuan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di Kabupaten Seruyan (sebagai Kabupaten terendah dalam bidang pendidikan di Provinsi Kalimantan Tengah) dan untuk mengetahui upaya yang telah dilakukan pemerintah dalam mencegah terjadinya anak putus sekolah. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif, dalam penelitian ini didasarkan pada pandangan peneliti untuk berusaha memahami arti peristiwa yang ada kaitannya dengan orang biasa dalam arti tertentu.

Berdasarkan deskripsi hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa faktor penyebab anak putus sekolah di Kabupaten Seruyan adalah faktor ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua, faktor lingkungan baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah serta lingkungan masyarakat. Faktor ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap anak putus sekolah. Berbagai upaya juga telah dilakukan pemerintah dalam mengurangi terjadinya anak putus sekolah, dengan memberikan dana BOS (bantuan operasional sekolah) dan PKH (program keluarga harapan), memberi motivasi, melakukan pembinaan, serta melaksanakan program paket A, B dan C.


(5)

UNIVERSITY OF NORTH SUMATERA

FACULTY OF SOCIAL SCIENCE AND POLITICAL SCIENCE DEPARTMENT OF SOCIAL WELFARE

Nama : Rachel Friscilla NIM : 110902095

ABSTRACT

The Analysis of Factors that Influencing Children leaving their school in Seruyan,Kalimantan

This title is arranged to find some factors that caused children leave their school in Seruyan (as the lowest area in education department in Middle Kalimantan) and to find the efforts that have been done by the government to prevent the children to leave their school. This research uses the Qualitative Descriptive Method, this research is based on the researchers’ opinion who try to understand the meaning of the event that related to the common people in certain meaning.

Based on the description of the research result, shows that the factors that caused children leave their school in Seruyan are economy factor and the parents’ education level, environment factors include family, school and society. Economy factor and parents’ education level are the main factors that influence the children leave their school. Many efforts have been done by government to decrease this problem, like giving School Operational Helping Fund and Hoping Family Program, giving motivation, founding and also doing A, B and C Package Program.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat-Nyalah saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Analisi Faktor-Faktor yang Memengaruhi Anak Putus Sekolah di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah” ini. Yang mana skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sosial di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Pada kesempatan ini, secara khusus saya menyampaikan rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya Bapak Drs. Junatar Pardomuan Sitinjak dan Ibu Efnizar Cosnita Silitonga yang selama ini telah banyak sekali memberi perhatian dan pengorbanan kepada saya. Semoga penyelesaian perkuliahan ini dapat memberikan kebanggaan dan proses menuju kebahagiaan kepada mereka.

Saya juga menyadari bahwa pada masa perkuliahan sampai pada penulisan skripsi ini saya dibantu oleh banyak pihak-pihak. Maka dari itu saya mengucapkan terimakasih juga kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

2. Ibu Hairani Siregar, S.Sos, M.Sp selaku Ketua Departmen Ilmu Kesejahteraan Sosial

3. Bapak Agus Suriadi, S.Sos, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang sangat sabar dalam mengajar saya menyelesaikan penulisan skripsi ini


(7)

4. Kepada seluruh Dosen Akademik di Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial yang telah memberikan ilmu-ilmu baru dan materi-materi yang bersangkutan maupun tidak bersangkutan dengan penulisan skripsi ini

5. Kepada kakak abang saya Ricky Jefferson Sitinjak, S.Pd, Royska Binanda Sitinjak, dan Recita Jennifer S Sitinjak, S.Pd yang saya ketahui sangat menyayangi saya dan mengusahakan segalanya untuk menyenangkan hati saya 6. Kepada seluruh struktur organisasi di Panti Sosial Bina Remaja dan Karya

Wanita Palangka Raya yang sangat banyak membantu dan mengajar saya selama berada disana dalam proses penyelesaian skripsi ini

7. Kepada Bapak Guntur Talajan sebagai Kepada Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah yang dengan keramahannya menerima saya untuk melakukan penelitian di salah satu Unit Pelaksana Teknis dari Dinas Sosial

8. Kepada kakak saya Kartika Suwandi, S.Sos beserta suami Chandra Situmorang S.T yang dengan kebaikannya menjadi pengganti orangtua saya selama berada di Palangka Raya

9. Kepada organisasi Raja Sonang Palangka Raya dan Muda/i di Palangka Raya yang juga turut serta membantu saya menyelesaikan tugas dan tanggungjawab selama berada di sana, terlebih kepada Paktua Karel dan keluarga, Ito Wilson, Ito Yesaya, Ito Richardo, Ito Jeffry, Kak Epri, Ito Yakub, Herison, Ikhsan, Indra, Johanes, Paulus, Eby, Winda.

10.Kepada sahabat-sahabat selama empat tahun yang berbeda latarbelakang dan sifat tetapi tetap bersatu walaupun banyaknya perselisihan yaitu; Sepipi, Beps Hera, Bepdut, Bepcil, Daksky, Sembep, Pak Onot, Kak Iwik, Dedek, Nonik, Mas Andri, Bodok


(8)

11.Kepada seluruh jajaran kepengurusan Konpen sebagai kawan yang selalu siap mengantar sampai mendapat angkutan, Gab, Nico, Tonop, Calte, Hongi, Dimas, Wandro, Jole

12.Kepada Paduan Suara Mahasiswa Universitas Sumatera Utara, baik pelatih dan teman-teman seperjuangan. Terkhusus kepada Bapak Pembina Drs. Torang Naiborhu,M.Hum yang banyak memberi pengalaman kepada saya

13.Kepada abang duo saya, Immanuel Andreas Sihotang dan Immanuel Bukit yang memerikan masukan untuk pengerjaan skripsi ini

14.Teman-teman seperjuangan Ilmu Kesejahteraan Sosial stambuk 2011 yang tidak dapat saya sebutkan namanya satu persatu

15.Serta seluruh teman-teman dan pihak lain yang memberikan motivasi dan semangat kepada saya yang tidak dapat disebutkan satu persatu, tetapi ketahuilah aku sangat menyayangi kalian semua

Saya telah berupaya semaksimal mungkin dalam melakukan penulisan ini, tetapi saya juga menyadari masih banyaknya kekurangan dari segi penulisan maupun isinya. Maka dari itu saya sangat mengharapkan masukan-masukan yang bersifat membangun dari pembaca untuk lebih baik kedepannya lagi bagi saya. Akhir kata saya mengucapkan terimakasih sekali lagi untuk seluruh pihak yang ada dibalik penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini juga dapat membantu setiap pembaca.

Medan, Juni 2015

Penulis


(9)

i DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

HALAMAN PERSETUJUAN HALAMAN PENGESAHAN ABSTRAK

ABSTRACT

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI... i

DAFTAR TABEL... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang Masalah... 1

1.2Perumusan Masalah... 11

1.3Tujuan dan Manfaat Masalah... 11

1.3.1 Tujuan Masalah... 11

1.3.2 Manfaat Masalah... 11

1.4Sistematika Penulisan... 14

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis... 14

2.1.1 Pengertian Analisis..., 14

2.1.2 Macam-macam Analisis... 15

2.1.3 Hukum-hukum Analisis... 17

2.2 Pengertian Pendidikan... 18

2.3 Pengertian Anak... 19

2.4 Pengertian Sekolah... 20

2.5 Pengertian Anak Putus Sekolah... 20

2.5.1 Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah... 23

2.5.2 Kondisi yang Berhubungan dengan Putus Sekolah... 25

2.5.3 Karakteristik Siswa Putus Sekolah... 26

2.6 Praktek Pekerja Sosial dalam Penanganan Anak Putus Sekolah... 28

2.7 Upaya yang dilakukan Lembaga/Pemerintah dalam Mencegah Anak Putus Sekolah ... 30


(10)

ii

2.8 Kerangka Pemikiran... 31

2.9 Definisi Konsep... 34

2.10 Definisi Operasional... 34

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian... 36

3.2 Lokasi Penelitian... 36

3.3 Informan... 36

3.4 Teknik Pengumpulan Data... 37

3.5 Teknik Analisis Data... 38

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian... 39

4.2 Sejarah Panti Sosial Bina Remaja Palangka Raya... 39

4.2.1 Visi dan Misi Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita... 40

4.2.1.1 Visi... 40

4.2.1.2 Misi... 40

4.2.2 Prinsip-Prinsip Organisasi... 41

4.2.3 Fungsi Organisasi... 41

4.2.4 Sasaran Organisasi... 42

4.2.5 Struktur Organisasi... 43

4.2.6 Sarana dan Prasarana... 46

4.2.7 Prosedur dan Proses Pelayanan... 48

4.2.7.1 Prosedur Pelayanan... 48

4.2.7.2 Proses Pelayanan... 49

4.2.8 Metode dan Prinsip Pelayanan... 53

4.2.8.1 Metode Pelayanan... 53

4.2.8.2 Prinsip Pelayanan... 53

4.3 Gambaran Kabupaten Seruyan... 54

4.3.1 Demografi... 57


(11)

iii BAB V ANALISIS DATA

5.1 Hasil Penelitian... 63

5.1.1 Informan I... 63

5.1.2 Informan II... 66

5.1.3 Informan III... 68

5.1.4 Informan IV... 69

5.1.5 Informan V... 69

5.1.6 Informan VI... 70

5.2 Pembahasan... 71

5.2.1 Faktor-Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah di Kabupaten Seruyan... 71

BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan... 73

6.2 Saran... 73 DAFTAR PUSTAKA


(12)

1

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.1 Sarana dan Prasarana pada Panti Sosial Bina Remaja 46

1.2 Nama, luas wilayah per-Kecamatan dan jumlah Kelurahan 56

1.3 Fasilitas pendidikan yang tersedia di Kabupaten Seruyan 58

1.4 Jumlah penduduk miskin per-Kecamatan 59

1.5 Jumlah rumah per-Kecamatan 60

1.6 Jumlah penduduk dan kepadatannya 3-5 tahun terakhir 61


(13)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah di PalangkaRaya ini memiliki Misi, yaitu “Kesejahteraan sosial untuk anak terlantar putus sekolah menuju masyarakat Kalimantan Tengah yang maju dan bermartabat melalui pelayanan sosial yang profesional”. Wadah bagi anak terlantar putus sekolah untuk mendapatkan pendidikan dan pelatihan keterampilan agar mampu menjadi anak yang berbudi, berakhlak dan mandiri, sebagai fasilitas dari pemerintah untuk mereka yang kurang beruntung dalam pendidikan. Untuk masuk kedalam panti ini calon klien harus mengikuti tahap penyeleksian. Jadi tidak smua anak bisa masuk ke dalam panti ini.

Tahap awal penyeleksian ini adalah identifikasi dan motivasi yang dilaksanakan oleh Petugas Kabupaten/Kota dengan harapan calon klien telah memiliki minat sebelum seleksi dilaksanakan. Selanjutnya Petugas Provinsi, dalam hal ini Petugas Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) Provinsi Kalimantan Tengah, bersama Petugas Kabupaten/Kota melakukan seleksi agar didapatkan calon klien yang memenuhi persyaratan. Kegiatan ini dilaksanakan 2 kali dalam 1 tahun di masing-masing angkatan. Pelaksanaan kegiatan berlangsung pada bulan januari dan Juni dalam 1 Tahun.

Kalimantan Tengah memiliki 13 Kabupaten dan 1 Kota, dan seluruhnya adalah binaan dari Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah. Setiap daerah selalu mendaftarkan anak putus sekolahnya di Panti Sosial Bina Remaja ini pada tiap


(14)

2

angkatan. Seperti juga salah satu Kabupaten yaitu Kabupaten Seruyan, yang sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah. Dari seluruh yang terdaftar sebagai binaan dari Panti Sosial Bina Remaja Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Seruyan inilah yang mengeluarkan anak binaan putus sekolah terbanyak dari yang lain. Jika dilihat dari pendidikan tertinggi yang ditamatkan, mayoritas penduduk Kabupaten Seruyan umur 15 tahun ke atas yang bekerja berpendidikan SD ke bawah yaitu sebanyak 65,72%. Tingkat pendidikan penduduk Seruyan yang bekerja terbanyak kedua adalah SMP sederajat yakni 15,81%. Jika ditinjau dari hasil pendataan Susenas yang dilakukan BPS, rata-rata lama sekolah penduduk Seruyan berada pada kisaran 7 sampai 8 tahun atau rata-rata penduduk Seruyan sekolah hanya sampai kelas 1 SLTP. Angka ini masih berada dibawah program wajib belajar 9 tahun. 2015).

Karena itu, untuk mengatasi permasalahan anak putus sekolah dan anak terlantar yang mempunyai masalah sosial dan sebagai pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 8 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tatakerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Kalimantan Tengah, maka dibentuklah Panti Sosial Bina Remaja di Palangka Raya. Dan bahwa pembentukan Organisasi dan Tatakerja Panti Sosial Bina Remaja di Palangka Raya ini ditetapkan dengan Keputusan Gubernur. Panti Sosial Bina Remaja pada awalnya terdiri dari dua panti yang memiliki perbedaan latar belakang pendirian yang berbeda, yaitu Panti Sosial Bina Remaja dan Panti Sosial Karya Wanita.

Pada masa sekarang ini pendidikan merupakan suatu kebutuhan primer, pendidikan memegang peranan penting. Pada saat orang–orang berlomba untuk mengenyam


(15)

3

pendidikan setinggi mungkin, tetapi disisi lain ada sebagian masyarakat yang tidak dapat mengenyam pendidikan secara layak, baik dari tingkat dasar maupun sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu ada juga anggota masyarakat yang sudah dapat mengenyam pendidikan dasar namun pada akhirnya putus sekolah juga. Ada banyak faktor yang menyebabkan putus sekolah seperti keterbatasan dana pendidikan karena kesulitan ekonomi, kurangnya fasilitas pendidikan, psikologis anak dan karena adanya faktor lingkungan (pergaulan).

Sejalan dengan itu semua pemerintah mempunyai tujuan Pendidikan Nasional berdasarkan UU RI NO. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut: Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan yang hendak dicapai pemerintah Indonesia sesuai dengan pembukaan UUD 1945 adalah mencerdaskan kehidupan bangsa. Oleh karena itu, pemerintah sejak orde baru telah mengadakan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan bagi seluruh Rakyat Indonesia.

Hal ini sesuai dengan amanat Undang-undang Dasar 45 pasal 31: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan Undang-Undang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi


(16)

4

kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. (5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Makna dari Pasal 31 UUD 1945 tersebut adalah setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan tanpa kecuali. Pada kenyataannya, dengan kondisi negara Indonesia yang sangat luas dan terdiri dari ribuan pulau, mulai Sabang sampai Merauke, kita dihadapkan dengan berbagai permasalahan pelayanan pendidikan bagi masyarakat. Padahal pendidikan merupakan faktor utama dalam menentukan kemajuan sebuah bangsa. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, maka akan semakin baik sumber daya manusia yang ada, dan pada akhirnya akan semakin tinggi pula daya kreatifitas pemuda Indonesia dalam mengisi pembangunan sebuah bangsa. Namun di Indonesia, untuk mewujudkan pendidikan yang baik dan berkualitas sesuai dengan standar nasional saja masih sangat sulit.

Dalam memajukan pendidikan nasional, peranan orang tua sangat menentukan, khususnya pola pikir orang tua terhadap masa depan anaknya. Dalam hal ini diperlukan pendidikan formal yng harus dijalani oleh anak-anak usia 7 (tujuh) sampai 18 (delapan belas) tahun. Orang tua memiliki peranan penting dalam pengembangan kualitas pendidikan dan tenaga kerja yang sesuai dengan tuntutan kesempatan yang ada.

Setiap orang tua menginginkan anak-anaknya cerdas, berwawasan luas dan bertingkah laku baik, berkata sopan dan kelak suatu hari anak-anak mereka bernasib lebih baik dari mereka baik dari aspek kedewasaan pikiran maupun kondisi ekonomi. Oleh karena itu, di setiap benak para orang tua bercita-cita menyekolahkan anak-anak mereka supaya berpikir lebih baik, bertingkah laku sesuai dengan agama serta yang paling utama sekolah dapat mengantarkan anak-anak mereka ke pintu gerbang


(17)

5

kesuksesan sesuai dengan profesinya. Tetapi dengan ketidakmampuan orangtua dan keluarga maupun orangtua asuh karena sesuatu sebab dan keadaan, sehingga tidak dapat memberikan pengasuh dan perawatan, secara langsung akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak secara wajar dan berdampak terhadap pembangunan di Indonesia, termasuk di daerah di Kalimantan Tengah.

Untuk itu perlu adanya intervensi dari pihak lain baik dari pemerintah dan masyarakat dalam membantu melengkapi peran orangtua atau keluarga dalam pengasuhan dan penyantunan. Bila permasalahan tersebut tidak diatasi dengan segera, kemungkinan anak akan terlantar dan putus sekolah, yang pada akhirnya dapat menjadi masalah bagi masyarakat Kalimantan Tengah pada khususnya dan masalah Nasional pada umumnya.

Pendidikan berfungsi untuk menyampaikan, meneruskan atau entranmisi kebudayaan, di antaranya nilai-nilai nenek moyang, kepada generasi muda. Dalam fungsi ini sekolah itu konservatif dan berusaha mempertahankan status quo demi kestabilan politik, kesatuan dan persatuan bangsa. Disamping itu sekolah juga turut mendidik generasi muda agar hidup dan menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan yang sangat cepat akibat kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan. Salah satu faktor penentu keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan adalah ketersediaan fasilitas pendidikan.

Pendidikan formal adalah pendidikan yang terinterpretasikan dan terencana dengan tetap, sekolah berperan sebagai wadah pembentukan nilai-nilai pengetahuan keterampilan dan sikap sesuai bidang yang diambil. Sekolah sebagai sarana atau tempat sosialisasi antara peserta didik dan pendidik untuk pembentukan kepribadian agar peserta didik rajin dan tekun belajar dalam meraih cita-cita akademis.


(18)

6

Adapun tingkat atau jenjang pendidikan yang dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Pendidikan Dasar

Pendidikan dasar yaitu yang memberikan pengetahuaan dan keterampilan, menumbuh sikap dasar yang diperlukan dalam masyarakat, serta mempersiapkan peserta didik untuk mengikuti pendidikan menengah. Pendidikan dasar penting bagi perkembangan kehidupan, baik untuk pribadi maupun untuk masyarakat.

2. Pendidikan Menengah

Pendidikan menengah adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik menjadi anggota yang memiliki kemampuan mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan lebih lanjut dalam dunia kerja atau pendidikan tinggi.

3. Pendidikan Tinggi

Pendidikan tinggi adalah pendidikan yang mempersiapkan peserta didik untuk menjadi anggota masyarakat dan profesional sehingga dapat menerapkan, mengembangkan dan menciptakan ilmu pengetahuan dan seni.Untuk memelihara ilmu tersebut dan mengorientasikannya demi untuk kesejahteraan hidup masyarakat.

Pendidikan terstruktur diatas mempunyai peran yang besar apabila ingin melanjutkan kejenjang berikutnya. Jenjang pendidikan atau tingkatan pendidikan adalah kualifikasi pendidikan formal yang diperoleh seseorang di sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat dan mengikuti syarat-syarat jelas. Setiap jenjang dalam pendidikan formal memiliki nilai jual tersendiri sesuai dengan ijazah yang diperoleh. Ijazah merupakan bentuk standarisasi yang diberikan oleh stake holder dalam dunia pendidikan pada setiap orang yang telah menyelesaikan jenjang pendidikan tertentu.


(19)

7

Ijazah dapat diasumsikan sebagai tanda kecakapan dan pengetahuan serta kemampuan yang dimiliki seseorang, walau kenyataannya ijazah belum tentu menjamin kesiapan seseorang untuk melakukan pekerjaan sesuai dengan bidangnya.

Tetapi bagaimana dengan anak yang malah tidak dapat merasakan mendapatkan selembar ijazah tersebut? Semua ini bukan hanya berasal dari kesalahan orang tua anak tersebut, pemerintah pun juga bisa ikut andil dalam permasalahan anak putus sekolah. Karena anak putus sekolah bukan karena keinginan mereka sendiri dan keinginan orang tua mereka, tetapi mereka putus sekolah karena tuntutan keadaan yang mengakibatkan mereka harus putus sekolah. Banyak hal yang mengakibatkan mereka harus putus sekolah dan tidak melanjutkan ke bangku sekolah yang lebih tinggi dan terpaksa harus berhenti sekolah di tengah jalan. Penyebab terjadinya anak putus sekolah bisa saja terjadi dari permasalahan intern maupun ekstern. Baik itu intern dari keadaan keluarganya misalnya saja dari segi ekonomi atau hal yang lainnya maupun ekstern dari luar keadaan keluarga mereka yang mengakibatkan terjadinya anak putus sekolah.

Pada perspektif lain, kondisi ekonomi masyarakat tentu saja berbeda, tidak semua keluarga memiliki kemampuan ekonomi yang memadai dan mampu memenuhi segala kebutuhan anggota keluarga. Salah satu pengaruh yang ditimbulkan oleh kondisi ekonomi seperti ini adalah orang tua tidak sanggup menyekolahkan anaknya pada jenjang yang lebih tinggi walaupun mereka mampu membiayainya di tingkat sekolah dasar. Jelas bahwa kondisi ekonomi keluarga merupakan faktor pendukung yang paling besar untuk kelanjutan pendidikan si anak, sebab pendidikan juga membutuhkan dana besar. Hampir di setiap tempat banyak anak-anak yang tidak mampu melanjutkan pendidikan, atau pendidikan putus di tengah jalan disebabkan karena kondisi ekonomi keluarga yang memprihatinkan. Kondisi ekonomi seperti ini menjadi penghambat bagi


(20)

8

seseorang untuk memenuhi keinginannya dalam melanjutkan pendidikan. Sementara kondisi ekonomi seperti ini disebabkan berbagai faktor, di antaranya orang tua tidak mempunyai pekerjaan tetap, tidak mempunyai keterampilan khusus, keterbatasan kemampuan dan faktor lainnya. Sehingga dalam hal ini menyebabkan anak harus terpaksa putus sekolah dan kehilangan haknya untuk mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi.

Terkadang juga keberadaan komite sekolah cenderung membebani orangtua siswa. Salah satunya dengan membuat kebijakan tentang pungutan biaya pendidikan. Sekolah berdalih, pungutan ini hanya untuk orangtua siswa yang mampu. Tapi ujung-ujungnya orangtua siswa lainnya ikut terbebani dan terpaksa membayar iuran, padahal mereka sangat membutuhkan uang itu. Namun umumnya orangtua siswa enggan mengutarakannya karena khawatir akan berdampak terhadap anak mereka jika pungutan itu tidak dibayar. Kadang ada juga pihak sekolah yang mendorong komite melaksanakan kegiatan seperti itu padahal itu tanggung jawab sekolah. Penyediaan sarana pendidikan adalah tanggung jawab pemerintah. Komite seharusnya tidak masuk ke sana karena justru membebani orangtua siswa yang belum tentu berada di tingkat ekonomi tinggi. Semua pihak harus memperhatikan ini agar semua anak bisa menikmati pendidikan dengan baik.

Namun demikian, pendidikan masih merupakan konsep yang belum jelas, bahkan masih terus diperdebatkan di kalangan para orang tua. Sebagian besar dari mereka memiliki pandangan bahwa pendidikan di sekolah belum atau tidak mampu menjamin kehidupan yang akan datang. Dilain pihak berpendapat bahwa pendidikan tidak akan pernah memiliki kemampuan untuk mempertahankan tradisi yang mereka jalani. Pandangan terakhir selalu beranggapan bahwa informasi tentang pendidikan sangat


(21)

9

mahal harganya, sehingga masyarakat yang kehidupan sehari-harinya bertani sulit untuk mencapainya.

Dengan demikian, masalah kurangnya peranan orang tua dalam membantu menentukan masa depan pendidikan anak-anaknya, berkaitan dengan latar belakang budaya yang mereka miliki, hal ini merupakan masalah yang masih akan terus terjadi sepanjang pemikiran seperti ini menjadi halangan kesempatan untuk melanjutkan sekolah. Salah satu contoh empiris dari ketidaksesuaian dalam pendidikan dapat dilihat dari banyaknya anak-anak usia sekolah yang tidak menempuh pendidikan formal.

Sebenarnya usia anak dan remaja mempunyai potensi yang sangat positif jika dikembangkan dengan benar, karena masih banyak anak-anak dan remaja yang masih mempertahankan tradisi dan nilai-nilai agama.

Dan setelah keluarga, lingkungan kedua bagi anak adalah sekolah. Di sekolah, guru merupakan penanggung jawab pertama terhadap pendidikan anak sekaligus sebagai suri teladan. Sikap maupun tingkah laku guru sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pembentukan pribadi anak.

Berbagai permasalahan seringkali menghambat peningkatkan mutu pendidikan nasional, khususnya di daerah tertinggal atau terpencil, yang pada akhirnya mewarnai perjalanan pendidikan di Indonesia. Di suatu daerah terpencil masih banyak dijumpai kondisi di mana anak-anak belum terlayani pendidikannya. Angka putus sekolah yang masih tinggi. Juga masalah kekurangan guru, walaupun pada sebagian daerah, khususnya daerah perkotaan persediaan guru berlebih. Sarana dan prasarana yang belum memadai. Itulah sederat fakta-fakta yang menghiasi wajah pendidikan kita di daerah terpencil.


(22)

10

Terkait dengan masalah pemenuhan tenaga pendidik, pemerintah kita (melalui dinas pendidikan) sebenarnya secara khusus telah berusaha melakukan pemenuhan melalui penempatan guru-guru Pegawai Negeri Sipil (PNS) baru yang ditempatkan di daerah tertinggal atau terpencil. Akan tetapi, fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak guru yang enggan mengajar di daerah terpencil dengan beragam alasan. Menurut Berg(2006) Dalam Riza Diah, AK dan Pramesti Pradna P, salah satu faktor yang menyebabkan keengganan para guru untuk mengajar di daerah terpencil atau tertinggal adalah letak sekolah yang sulit dijangkau. Alasan berikutnya adalah minimnya fasilitas dan hiburan. Di Indonesia, pada umumnya guru yang mengajar di daerah terpencil tidak betah dikarenakan fasilitas yang tidak memadai. Selain jauh dari pusat keramaian, fasilitas tempat tinggal guru juga tidak dipenuhi oleh pemerintah. Akibatnya banyak guru yang merasa tidak nyaman dan mengajukan pindah ke sekolah yang berada di perkotaan. Dengan adanya berbagai permasalahan penyelenggaran pendidikan di daerah tertinggal atau terpencil, seharusnya masalah pelayanan pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah. Masyarakat luas, melalui berbagai organisasi kemasyarakatan, NGO, dan organisasi lainnya bisa ikut terlibat dalam membantu mengatasi berbagai kekurangan layanan pendidikan di daerah terpencil.

Putus sekolah bukanlah persoalan baru dalam sejarah pendidikan. Persoalan ini telah berakar dan sulit untuk di pecahkan, sebab ketika membicarakan solusi maka tidak ada pilihan lain kecuali memperbaiki kondisi ekonomi keluarga. Ketika membicarakan peningkatan ekonomi keluarga terkait bagaimana meningkatkan sumber daya manusianya. Sementara semua solusi yang diinginkan tidak akan lepas dari kondisi


(23)

11

ekonomi nasional secara menyeluruh, sehingga kebijakan pemerintah berperan penting dalam mengatasi segala permasalahan termasuk perbaikan kondisi masyarakat.

Berdasarkan latar belakang masalah yang dipaparkan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk menganalisa faktor-faktor apa saja yang menyebabkan banyaknya anak putus sekolah di Provinsi Kalimantan Tengah khususnya di Kabupaten Seruyan. Peneliti melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Putus Sekolah (Studi Kasus: Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah)”.

1.2 Perumusan Masalah

Penelitian ini memiliki arah yang jelas dalam menginterpretasikan fakta dan data ke dalam penulisan, maka terlebih dahulu dirumuskan permasalahan yang akan diteliti. Berdasarkan pada uraian latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka masalah dari penelitian ini dapat dirumuskan menjadi: ”Apa saja Faktor-Faktor yang Menyebabkan Anak Putus Sekolah di Kabupaten Seruyan Provindi Kalimantan Tengah?”

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor penyebab banyaknya anak putus sekolah di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah.

1.3.2 Manfaat Penelitian


(24)

12

a) Pengembangan konsep dan teori-teori mengenai anak putus sekolah

b) Memperkaya wawasan serta pengetahuan mengenai anak putus sekolah di daerah terpencil seperti Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah

c) Sebagai referensi bagi mahasiswa ataupun pihak-pihak lain yang membutuhkan data tentang penelitian terkait

1.4 Sistematika Penulisan

Untuk memudahkan memahami dan mengetahui isi yang terkandung dalam skripsi ini, maka diperlukan sistematika, dengan urutan sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Berisikan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan uraian dan konsep yang berkaitan dengan masalah dan objek yang diteliti, kerangka pemikiran, defenisi konsep dan defenisi operasional.

BAB III : METODE PENELITIAN

Berisikan tentang tipe penelitian, lokasi penelitian, informan, teknik pengumpulan data, serta teknik analisis data.

BAB IV : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Berisikan tentang sejarah singkat serta gambaran umum lokasi penelitian dan data-data lain yang turut memperkaya karya ilmiah ini.


(25)

13 BAB V : ANALISIS DATA

Berisikan tentang uraian data yang diperoleh dari hasil penelitian beserta dengan analisisnya.

BAB VI : PENUTUP

Berisikan kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang bermanfaat sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan.


(26)

14 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis

2.1.1 Pengertian Analisis

Secara linguistik, analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah bahasa guna meneliti struktur bahasa tersebut secara mendalam. Menurut Kamus Besar Bahasan Indonesia, analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. Dwi Prastowo Darminto & Rifka Juliyanti, analisis merupakan penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri, serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan

Analisis secara umum sering juga disebut dengan pembagian. Dalam logika, analisis atau pembagian berarti pemecah belahan atau penguraian secara jelas berbeda ke bagian-bagian dari suatu keseluruhan. Untuk lebih seksama dapat juga mengadakan subbagian, yakni menguraikan atau memecah belah dari suatu bagian sampai ke unsur dasarnya. Dengan dasar batasan arti tersebut maka yang dapat dianalisis atau diuraikan adalah sesuatu keseluruhan, jika betul-betul tunggal tidak dapat diuraikan ke bagian-bagiannya.

Bagian dan keseluruhan selalu berhubungan. Suatu keseluruhan adalah terdiri atas bagian-bagian, oleh karena itu dapat dipecah-belahkan dan diuraikan. Bagian yang


(27)

15

merupakan hal-hal yang menyusun suatu keseluruhan maka keseluruhan dapat dibagi-bagi. Sebelum membahas tentang analisis perlu juga dijelaskan terlebih dahulu tentang keseluruhan.

Keseluruhan pada umumnya dibedakan antara keseluruhan logik dan keseluruhan realis. Keseluruhan logik atas dasar konsepnya, sedang keseluruhan realis atas dasar materinya, misal istilah “manusia” dapat dari segi konsep dan dapat juga dari segi orangnya. Keseluruhan logik adalah keseluruhan yang dapat menjadi predikat masing-masing bagiannya, misal:”tumbuh-tumbuhan” sebagai suatu keseluruhan, dan “mangga”, “durian”, “pepaya” sebagai bagian-bagiannya, sehingga dapat dinyatakan mangga adalah tumbuh-tumbuhan, durian adalah tumbuhan-tumbuhan dan pepaya adalah tumbuh-tumbuhan. Demikian juga manusia sebagi suatu konsep yang terdiri atas pelbagai bangsa dapat digunakan predikat masing-masing bangsa tersebut, misal: bangsa Indonesia adalah manusia, bangsa Israel adalah manusia, bangsa Arab adalah manusia. Keseluruhan realis adalah keseluruhan yang tidak dapat dijadikan predikat masing-masing bagiannya, misal “rumah” sebagai suatu keseluruhan, dan “kamar” sebagai bagiannya, maka tidak dapat dinyatakan bahwa kamar adalah rumah. Dalam penggunaan biasa yang dimaksudkan dengan suatu keseluruhan adalah keseluruhan realis, sedangkan keseluruhan logik adalah suatu konsep universal, dan bagian-bagiannya adalah hal-hal yang tercakup di dalamnya.

2.1.2 Macam-Macam Analisis

Jika keseluruhan dapat dibedakan antara keseluruhan logik dan keseluruhan realis, maka analisis atau pembagian dibedakan juga atas dua kelompok: analisis logik yaitu penguraian atas dasar konsepnya, dan analisis realis yaitu penguraian atas dasar bendanya.


(28)

16 a) Analisis logik

Analisis logik adalah pemecahbelahan sesuatu ke bagian-bagian yang membentuk keseluruhan atas dasar prinsip tertentu. Pemecah belahan ini menjelaskan keseluruhan atau himpunan yang membentuk term sehingga mudah dibeda-bedakan. Analisis logik dibedakan atas dua macam, analisis universal dan analisis dikotomi.

1) Analisis universal merupakan pemerincian atau penguraian suatu genus dibagi ke dalam semua spesiesnya, atau juga dirumuskan pemecah-belahan term umum ke term-term khusus yang menyusunnya. Analisis universal untuk hal-hal yang kompleks susunannya, analisis universal mungkin tidak tepat, bahkan untuk hal-hal yang tidak dapat semua diketahui, analisis universal tidak dapat diterapkan karena mungkin ada sesuatu bagiannya yang belum dapat diketahui. 2) Analisis dikotomi merupakan pemecah-belahan sesuatu dibedakan menjadi dua

kelompok yang saling terpisah, yang satu merupakan term positif dan yang lain term negatif. Analisis dikotomi ini didasarkan atas hukum logika “prinsip eksklusi tertii”, yakni prinsip penyisihan jalan tengah. Analisis dikotomi harus menentukan suatu diferensia yang dipilih berbentuk term positif dan kebalikannya membentuk term negatif. Contoh analisis sebagaimana berlaku di Indonesia tentang pembagian ilmu yang pada umumnya dibedakan atas dua macam, yaitu ilmu dibedakan atas eksakta dan non eksakta. Term eksakta adalah term positif dan term non eksakta adalah term negatif. Contoh analisis dikotomi sebagaimana dikemukakan oleh Phorphyry dalam karyanya Isagoge tentang klasifikasi alam semesta yakni dari summum genus berupa substansi ke infirma spesies yaitu manusia, atau juga dari term yang paling umum ke term


(29)

17

yang paling khusus yang menyusunnya. Metode analisis dikotomi ini sederhana dan lengkap di samping itu juga tegas, adapun kekurangannya ialah bahwa bagian yang negatif dari dikotomi itu mungkin tidak beranggota (kosong) dan seandainya mempunyai anggota juga tidak dapat diperoleh keterangan mengenai anggota-anggota tersebut, karena anggota-anggota itu tidak dapat dibagi-bagi lebih lanjut.

b) Analisis realis

Analisis realis yaitu pemecah-belahan berdasarkan atas susunan benda yang merupakan kesatuan atau atas dasar sifat perwujudan bendanya. Analisis realis dibedakan menjadi dua macam, analisis esensial dan analisis aksidental.

1) Analisis esensial merupakan pemecah-belahan sesuatu hal ke unsur dasar yang menyusunnya.

2) Analisis aksidential merupakan pemecah-belahan sesuatu hal berdasarkan sifat-sifat yang menyertai perwujudannya.

2.1.3 Hukum-Hukum Analisis

Dalam analisis ada aturan-aturan tertentu yang menjadi petunjuk untuk mengadakan analisis secara ideal supaya hasilnya tidak menimbulkan kesalahan-kesalahan dan kekurangan-kekurangan.

1) Analisis atau pembagian harus berjalan menurut sebuah asas tunggal, yakni harus mengikuti prinsip atau sudut pandangan sama. Sesuatu asas dapat dipilih sehubungan dengan maksud tujuan analisis, tetapi apabila sekali telah dipilih maka hendaknya jangan diubah selama proses analisis berlangsung


(30)

18

2) Analisis atau pembagian harus lengkap dan tuntas, yakni spesies-spesies yang merupakan bagian-bagian penyusunnya bila dijumlahkan harus sama dengan genusnya

3) Analisis atau pembagian harus jelas terpisah antar bagiannya, yakni spesies-spesies penyusun genus terpisah yang satu dengan yang lain. Prinsip ini jelas jika dilanggar akibatnya ialah bahwa spesies-spesies itu

2.2 Pengertian Pendidikan

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional). Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak, agar sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mendapat keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya (Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa, 1962). Menurut John Dewey, pendidikan adalah tuntutan terhadap proses pertumbuhan dan proses sosialisasi anak. Dalam proses pertumbuhan ini anak mengembangkan dirinya ke tingkat yang makin lama makin sempurna, sesuai dengan teori evolusi Darwin (Soemadi Tj. 1981: 24).

Lebih lanjut Ki Hajar Dewantara (Sudjana,1983:67) mengemukakan bahwa “Manusia hanya dapat menjadi manusia karena pendidikan. Nilai-nilai yang perlu dikembangkan dalam proses pendidikan adalah menumbuh kembangkan potensi peserta didik untuk dapat berkreativitas karena kreativitas merupakan lambang suatu


(31)

19

masyarakat yang mampu mengungkapkan diri secara bebas, kritis terhadap lingkungannya, serta mampu berfikir dan bertindak di dalam dan terhadap dunia kehidupannya”.

2.3 Pengertian Anak

Anak adalah amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya(Undang-Undang Perlindungan Anak No. 23 Tahun 2002), anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan, Menurut John Locke (dalam Gunarsa, 1986). Menurut Augustinus (dalam Suryabrata, 1987), yang dipandang sebagai peletak dasar permulaan psikologi anak, mengatakan bahwa anak tidaklah sama dengan orang dewasa, anak mempunyai kecenderungan untuk menyimpang dari hukum dan ketertiban yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan dan pengertian terhadap realita kehidupan, anak-anak lebih mudah belajar dengan contoh-contoh yang diterimanya dari aturan-aturan yang bersifat memaksa. Sehingga dapat di simpulkan bahwa anak adalah manusia yang belum dewasa yang umumnya berumur di bawah 18 tahun dan masih rentan terhadap kesalahan sehingga perlu pengawasan dari manusia dewasa.

Anak menurut Undang-Undang Kesejahteraan Anak adalah seseorang yang belum mencapai umur 21 tahun dan belum pernah kawin. Dalam perspektif Undang-Undang Peradilan Anak, anak adalah orang yang dalam perkara anak nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetap ibelum mencapai umur 18 tahun dan belum pernah kawin.


(32)

20 2.4 Pengertian Sekolah

Sekolah adalah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran menurut tingkatan yang ada menurut kamus besar bahasa indonesia. Suatu sekolah dikatakan baik apabila penampilan sarana dan prasarana sekolah tersebut mencukupi, terutama sarana praktek. Dan infrastruktur yang baik adalah sarana dan prasarana yang berjalan sesuai fungsinya (Azahari. 2002). Menurut sulastiyono (1999), yang dimaksud fasilitas adalah penyediaan perlengkapan-perlengkapan fisik untuk memberikan kemudahan kepada para pemakai dalam melaksanakan aktivitas-aktivitasnya, sehingga segala kebutuhan dapat terpenuhi. Fasilitas-fasilitas yang dimiliki oleh lembaga pendidikan seperti sekolah, sebaiknya merupakan fasilitas yang dapat menunjang kegiatan belajar-mengajar agar dapat berjalan dengan baik dan mencapai hasil yang maksimal. Jenis-jenis fasilitas itu antara lain dapat berupa perpustakaan, laboratorium, pusat komputer dan internet, program pendidikan bahasa, dan sebagainya.

2.5 Pengertian Anak Putus Sekolah

Putus sekolah merupakan persoalan yang dihadapi oleh semua negara miskin. Putus sekolah atau drop out berarti ketidakmampuan seseorang untuk melanjutkan pendidikannya hingga jenjang yang lebih tinggi. Semakin tinggi angka putus sekolah mengindikasikan semakin rendahnya mutu atau kualitas pendidikan di negara yang bersangkutan. Angka putus sekolah atau drop out yang tinggi mempersulit peluang anak-anak untuk menempuh SD atau SLTP hingga selesai dan kemudian melanjutkan pada jenjang berikutnya. Artinya anak yang mengalami putus sekolah sulit untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.


(33)

21

”Putus sekolah, dalam bahasa Inggris dikenal dengan (Drop Out) adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Drop out perlu dicegah karena hal ini dipandang sebagai pemborosan biaya yang sudah terlanjur dikeluarkan sebelumnya. Banyaknya peserta didik drop out adalah indikasi rendahnya produktivitas pendidikan” (Imron, 2004:33).

Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Undang – Undang nomor 4 tahun 1979, anak terlantar diartikan sebagai anak yang orang tuanya karena suatu sebab, tidak mampu memenuhi kebutuhan anak sehingga anak menjadi terlantar.

Menurut Departemen Pendidikan di Amerika Serikat, mendefinisikan bahwa anak putus sekolah adalah murid yang tidak dapat menyelesaikan program belajarnya sebelum waktunya selesai atau murid yang tidak tamat menyelesaikan program belajarnya. Anak putus sekolah (drop out) adalah anak yang karena suatu hal tidak mampu menamatkan pendidikan pada jenjang pendidikan dasar maupun menengah secara formal (Depag RI, 2003:4).

Menurut Djumhur dan Surya (1975: 179) jenis putus sekolah dapat dikelompokkan atas tiga yaitu:

1. Putus sekolah atau berhenti dalam jenjang. Putus sekolah dalam jenjang ini yaitu seorang murid atau siswa yang berhenti sekolah tapi masih dalam jenjang tertentu. Contohnya seoarang siswa yang putus sekolah sebelum menamatkan sekolahnya pada tingkat SD, SLTP, SLTA dan Perguruan Tinggi.


(34)

22

2. Putus sekolah di ujung jenjang. Putus sekolah di ujung jenjang artinya mereka yang tidak sempat menamatkan pelajaran sekolah tertentu. Dengan kata lain mereka berhenti pada tingkatan akhir dalam dalam tingkatan sekolah tertentu. Contohnya, mereka yang sudah duduk di bangku kelas VI SD, kelas III SLTP, kelas III SLTA dan sebagainya tanpa memperoleh ijazah.

3. Putus sekolah atau berhenti antara jenjang. Putus sekolah yang dimaksud dengan berhenti antara jenjang yaitu tidak melanjutkan pelajaran ketingkat yang lebih tinggi. Contohnya, seorang yang telah menamatkan pendidikannya di tingkatan SD tetapi tidak bisa melanjutkan pelajaran ketingkat yang lebih tinggi. Putus sekolah secara umum dapat diartikan sebagai orang/anak yang keluar dalam suatu sistem pendidikan sebelum mereka menamatkan pendidikan sesuai dengan jenjang waktu sistem persekolahan yang diikuti.

Dengan demikian putus sekolah dapat pula diartikan tidak tamat/gagal dalam belajar ketingkat lanjut. Dan biasanya orang yang gagaldalam suatu proses kegiatan pendidikan yang terkait dengan tingkat jenjang maupun waktu belajar sebagaimana telah ditetapkan dapat di kategorikan sebagai orang yang gagal dalam pendidikan ataupun putus sekolah. Menurut Gubali (1982 ;76) putus sekolah terjadi karena dua bentuk kemungkinan yaitu:

1) Mengundurkan diri sekolah sebelum menamatkan pelajaran, dan 2) Gagal dalam menempuh ujian akhir.

Jadi, anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak berhenti atau tidak melanjutkan pendidikannya ketingkat lebih tinggi karena berbagai macam alasan. Putus sekolah bisa juga disebabkan oleh dikeluarkannya (Droup out) seorang anak dari lembaga pendidikan karena anak tersebut mendapatkan masalah di sekolahnya.


(35)

23 2.5.1 Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah

Ada beberapa faktor yang menyebabkan anak putus sekolah yaitu : 1) Kondisi ekonomi keluarga

Latar belakang sosial ekonomi keluarga siswa perlu dipertimbangkan karena akan mempengaruhi keberhasilan pendidikan. Perhatian terutama diberikan pada anak-anak yang berasal dari lingkungan keluarga yang kurang menguntungkan misalnya kemiskinan. Beberapa indikator latar belakang sosial ekonomi sebagaimana dikemukakan oleh Supriadi (1997:33) adalah sebagai berikut:

1. Pendidikan orang tua 2. Pekerjaan orang tua 3. Penghasilan orang tua 4. Tempat tinggal

Selain indikator diatas, menurut kriteria Herbert Sorenson (Nasution,2004:25) ‘tingkat status sosial ekonomi dilihat dari pekerjaan orang tua, penghasilan dan kekayaan tingkat pendidikan orang tua, keadaan rumah dan lokasi, pergaulan dan aktivitas sosial’

Peran status ekonomi terhadap putus sekolah

Status atau keadaan ekonomi sebuah keluarga adalah faktor eksternal yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya pendidikan seseorang. Namun meskipun faktor eksternal, bukan berarti tidak berpengaruh. Status ekonomi yang dimiliki oleh keluarga sangat besar pengaruhnya baik langsung maupun tidak langsung. Telah banyak penelitian yang berhasil mengungkap besarnya pengaruh kondisi ekonomi keluarga terhadap kemampuan untuk menyelesaikan suatu jenjang pendidikan.


(36)

24

Anak usia sekolah selain harus terpenuhi kebutuhan pokoknya, misalnya kebutuhan untuk makan, pakaian, perlindungan kesehatan dan lain-lain, juga membutuhkan berbagai fasilitas belajar. Sedangkan fasilitas belajar itu hanya dapat terpenuhi jika keluarga mempunyai cukup uang.

Tingginya angka putus sekolah tidak dapat dipungkiri berawal dari ketidakmampuan ekonomi keluarga. Meskipun anak dan orang tua memiliki keinginan yang sangat besar untuk tetap bersekolah hingga selesai, tetapi kenyataannya mereka hidup serba kekurangan maka tidak ada pilihan lain selain berhenti dari lembaga persekolahan. Bagi masyarakat yang hidup dibawah garis kemiskinan, jangankan menyisishkan pendapatannya untuk biaya sekolah, untuk kebutuhan pokok pun sering kali kekurangan.

Kemiskinan menurut BPS adalah ketidakmampuan untuk memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makanan dan non makanan. Di negara berkembang, kemiskinan sering kali mempengaruhi penduduk di pedesaan dimana pengeluaran pemerintah daerah cenderung lebih rendah dari pada perkotaan. Kemiskinan sebagai gejala sosial lebih banyak berkaitan dengan sikap hidup penduduk miskin yang tidak punya keinginan untuk maju dan berusaha memperbaiki taraf kehidupan. Kemiskinan akan mempengaruhi kesempatan seseorang untuk memperoleh pendidikan.

2) Pengaruh teman yang sudah tidak sekolah 3) Sering membolos

4) Kurangnya minat untuk meraih pendidikan/ mengenyam pendidikan dari anak itu sendiri


(37)

25

2.5.2 Kondisi-Kondisi yang Berhubungan dengan Putus Sekolah 1) Kondisi Sosial Orang Tua

Kondisi sosial orang tua yang menyebabkan angka putus sekolah meliputi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Latar pendidikan orang tua yang berhasil dihimpun oleh peneliti menunjukkan bahwa sebagian besar orang tua dari anak yang mengalami putus sekolah latar pendidikannya masih rendah. Kurangnya pengetahuan dapat menyebabkan kurangnya bimbingan yang diberikan orangtua untuk anaknya, sehingga akan berpengaruh pada kualitas pendidikan anak itu sendiri. Meskipun latar pendidikannya rendah, semua orang tua tetap memberikan motivasi agar anaknya tetap melanjutkan sekolah. Alasan yang diungkap antara lain, karena perkembangan jaman sehingga muncul arus globalisasi yang menuntut seseorang untuk meningkatkan kualitas seorang individu. Alasan lainnya yaitu karena pengalaman orang tua yang berpendidikan rendah, sehingga orang tua tidak menginginkan anaknya mengalami hal yang sama. Alasan untuk orang tua yang berpendidikan SMA, adalah orang tua tidak ingin anaknya berpendidikan lebih rendah dari pada orang tuanya, sehingga pendidikan anak harus lebih tinggi atau sama. Jenis pekerjaan orang tua dari anak yang mengalami putus sekolah kebanyakan adalah menciptakan usaha sendiri atau wiraswasta. Tetapi ada juga yang menjadi pegawai di pabrik. Jenis pekerjaan ini berkaitan erat dengan pendidikan yang ditamatkan. Jika pendidikan rendah, maka akan memilih pekerjaan yang tidak memerlukan keahlian khusus.

2 ) Kondisi Ekonomi Orang Tua

Kondisi ekonomi orang tua yang menyebabkan angka putus sekolah meliputi tingkat pendapatan dan beban tanggungan keluarga. Tingkat pendapatan berkaitan juga


(38)

26

dengan jenis pekerjaan. Sebagian dari orang tua anak yang putus sekolah adalah seorang wiraswasta, sehingga pandapatan mereka juga tidak dapat dipastikan.

3) Kondisi Psikologis Anak

Kondisi psikologis yang paling mempengaruhi adalah motivasi. Motivasi berpengaruh penting pada keputusan seseorang untuk melanjutkan sekolah atau tidak. Meski semua orang tua telah memberi motivasi pada anak-anaknya, tetapi keputusan ini bergantung pada anak itu sendiri. Dari penyebab awal yaitu rasa malas, maka berkembang menjadi sering membolos. Sehingga pihak sekolah terpaksa mengembalikan ke orang tua.

2.5.3 Karakteristik Siswa Putus Sekolah

Penelitian awal berfokus pada karakteristik individual siswa yang putus sekolah, termasuk sejumlah faktor demografi dan sosial seperti status sosial ekonomi, ras dan etnis, jenis kelamin, dan status cacat. Hidup dalam kemiskinan, saat sedang sekolah di SD, SMP dan SMA adalah salah satu dari beberapa faktor yang secara signifikan berkorelasi dengan dropout. Siswa berusia 16 sampai 24 dari latar belakang sosial ekonomi tingkat atas tujuh kali lebih mungkin untuk lulus daripada yang dari kuartil sosial ekonomi terendah. Meskipun karakteristik demografi terkait dengan kelurga yang dropout tidak bisa diubah oleh sekolah, indikator ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi kelompok-kelompok siswa yang mungkin beresiko untuk dropout dan yang mungkin mendapatkan manfaat dari layanan yang ditargetkan untuk meningkatkan tingkat kelulusan (Hammond et al. 2007).

Sementara studi awal difokuskan pada karakteristik individu dan kondisi yang dapat digunakan untuk memprediksi mana siswa yang akan dropout, penelitian telah diperluas untuk menyelidiki faktor tambahan berbasis rumah, masyarakat, dan sekolah,


(39)

27

yang sering mempengaruhi tingkat kelulusan. Faktor tersebut banyak dipengaruhi oleh upaya intervensi. Prestasi akademik siswa yang rendah, siswa yang mengulang atau kelebihan usia, dan sering membolos, secara signifikan terkait dengan dropout, baik di SD, SMP, dan SMA. Faktor-faktor ini mudah diidentifikasi dan mungkin menjadi sasaran upaya pencegahan dropout.

Pengalaman siswa terkena dampak sekolah, apakah mereka akan lulus dari SMA, kinerja akademik dan keterlibatan mereka di sekolah, merupakan indikator utama peluang dropout. Kinerja akademis yang buruk, yang diukur dengan nilai rendah, gagal kursus, atau nilai tes rendah, merupakan salah satu indikator dropout. Sejumlah penelitian juga menemukan kombinasi, antara kegagalan dalam pelajaran inti dalam kelas, kehadiran yang buruk, dan pernah mendapat peringatan buruk dari para guru, berhubungan dengan dropout. Siswa juga dapat secara psikologis melepaskan diri dari sekolah, tidak berharap untuk lulus, dan tidak memiliki rencana akademik untuk lulus SMA. Selain itu, perilaku mengganggu di kelas dapat menunjukkan proses pelepasan siswa. Perilaku yang mengganggu pengajaran dan pembelajaran siswa dapat mencakup tindakan impulsif, menentang otoritas, berdebat dengan teman sebaya, dan / atau melanggar peraturan sekolah. Siswa yang menunjukkan perilaku mengganggu di ruang kelas mengalami kesulitan baik akademik dan psikososial dan bisa menghambat pelajaran di sekolah.

Meningkatnya perilaku yang tidak patut di ruang kelas, menyebabkan bertambah ketatnya tata tertib dan dan menurunkan prestasi akademik. Selain itu, perilaku mengganggu di kelas dan kenakalan, terutama ketika kegiatan tersebut dimulai di kelas SD. Pelanggaran disiplin di sekolah dasar, SMP, dan SMA juga berhubungan dengan dropout, karena memiliki perilaku antisosial termasuk mendapatkan masalah dengan polisi, tindak kekerasan, dan penyalahgunaan obat-obatan. Bahkan setelah mengontrol


(40)

28

karakteristik demografi siswa dan prestasi akademik, Rumberger (2004) menemukan bahwa kurangnya keterlibatan siswa di sekolah secara signifikan berhubungan dengan dropout. Hasil penelitian menunjukkan retensi tidak memiliki efek positif pada prestasi siswa dan siswa yang ditunda, secara signifikan lebih mungkin mengalami masalah disiplin dan dropout. Alexander, Entwistle dan Horsey (1997) melaporkan bahwa 63% siswa sekolah menengah dan 64% siswa SD yang ditunda kenaikannya, kemudian gagal mendapatkan ijazah SMA.

2.6 Praktek Pekerjaan Sosial Dengan Anak Dalam Penanganan Anak Putus Sekolah

Persoalan putus sekolah merupakan tantangan bagi pekerja sosial. Data dari susenas menyebutkan ratusan ribu pelajar terancam putus sekolah, mereka berasal dari keluarga miskin. Anak usia sekolah dari keluarga miskin inilah yang potensial keluar dari bangku sekolah sebelum mengantongi ijazah.

Dua solusi untuk menolong anak putus sekolah yang tidak mampu yang baik adalah:

1. Membangun sekolah rakyat yang baik diperuntukkan bagi anak terlantar dan tidak mampu. Tidak dipungut biaya apa pun dikarenakan ketidaksanggupan membiayainya karena kemiskinan di mana pendirian sekolah tersebut seluruhnya ditanggung pemerintah setempat. Pemerintah setempat memiliki kewajiban melindungi dengan sikap tegas. Sekolah rakyat tersebut disetarakan dengan SD, SMP, SMA.

2. Jika negara dan pemerintah setempat tidak sanggup membiayai pembangunan sekolah bahkan yang sederhana sekali pun, kita, terutama warga negara yang memiliki penghasilan besar seharusnya memberikan perhatiannya kepada anak miskin yang putus sekolah.


(41)

29

Menurut UU Kesejahteraan Sosial No.11 Tahun 2009 Pasal 8 menegaskan bahwa, masyarakat mempunyai peranan untuk membantu pemerintah. Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengadakan usaha kesejahteraan sosial selaras dengan garis kebijaksanaan dan ketentuan pemerintah. Oleh Walter A. Friedlander, mengutarakan bahwa konsep dan istilah kesejahteraan sosial dalam pengertian program yang ilmiah baru saja dikembangkan sehubungan dengan masalah sosial dari pada masyarakat kita yang industrial.

Kemiskinan, kesehatan yang buruk, penderitaan dan disorganisasi sosial telah ada dalam sejarah kehidupan umat manusia, namun masyarakat yang industrial dari abad ke 19 dan 20 ini menghadapi begitu banyak masalah sosial sehingga lembaga-lembaga insani yang sama seperti keluarga, ketetanggaan, gereja, dan masyarakat setempat tidak mampu lagi mengatasinya secara memadai. Berikut ini beberapa defenisi yang menjelaskan arti kesejahteraan sosial. W.A Fridlander mendefenisikan : “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan-kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat” (Muhaidin, 1984: 1-2)

Defenisi di atas menjelaskan :

1. Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial.

2. Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, papan, kesehatan dan juga relasi-relasi sosial dengan lingkungannya.


(42)

30

3. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan cara, meningkatkan “kemampuan individu” baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya.

Dalam Kamus Ilmu Kesejahteraan Sosial disebutkan pula :

“Kesejahteraan Sosial merupakan keadaan sejahtera yang meliputi keadaan jasmaniah, rohaniah dan sosial tertentu saja. Bonnum Commune atau kesejahteraan sosial adalah kesejahteraan yang menyangkut keseluruhan syarat, sosial yang memungkinkan dan mempermudah manusia dalam memperkembangkan kepribadianya secara sempurna” (Suparlan, 1989: 53).

Sementara itu Skidmore, sebagaimana dikutip oleh Drs. Budie Wibawa, menuturkan : “Kesejahteraan Sosial dalam arti luas meliputi keadaan yang baik untuk kepentingan orang banyak yang mencukupi kebutuhan fisik, mental, emosional, dan ekonominya”(Wibawa, 1982: 13).

2.7 Upaya yang dilakukan lembaga pendidikan/pemerintah dalam mencegah terjadinya anak putus sekolah

1) Bantuan sosial kepada warga masyarakat yang kehilangan peranan sosial karena berbagai macam bencana (sosial maupun alamiah) atau akibat-akibat lain

2) Meyelenggarakan sistem jaminan sosial 3) Bimbingan, pembinaan dan rehabilitasi sosial 4) Pengembangan dan penyuluhan sosial

5) Menyelenggarakan pendidikan dan latihan khusus untuk membentuk tenaga-tenaga ahli dan keahlian di bidang kesejahteraan sosial

6) Memberi Motivasi karena dipandang sebagai dorongan mental yang mengerakkan dan menggarahkan perilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Secara umum dapat dikatakan bahwa tujuan motivasi adalah untuk menggerakkan atau


(43)

31

menggugah seseorang agar timbul keinginan dan kemaunnya untuk melakukan sesuatu sehingga dapat memperoleh hasil atau tujuan tertentu (Purwanto 73:2007) 7) Melakukan Pembinaan. Menurut Yurudik Yahya (di akses 12 Maret 2013),

pembinaan adalah suatu bimbingan atau arahan yang dilakukan secara sadar dari orang dewasa kepada anak yang perlu dewasa agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki kepribadian yang utuh dan matang kepribadian yang dimaksud mencapai aspek cipta, rasa dan karsa.

8) Pendidikan Kesetaraan / Kejar Paket A, B dan C.

9) Berdasarkan Undang-undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 26 ayat (3), bahwa pendidikan kesetaraan adalah program pendidikan nonformal yang menyelenggarakan pendidikan umum setara SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA yang mencakup Program Paket A, Paket B, dan Paket C. Untuk memahami dan mengetahui tentang faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah. Maka metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif dengan pendekatan fenomologis.

2.8 Kerangka Pemikiran

Putus sekolah merupakan salah satu permasalahan pendidikan yang tak pernah berakhir. Masalah ini telah berakar dan sulit untuk dipecahkan penyebabnya, tidak hanya karena kondisi ekonomi, tetapi ada juga yang disebabkan oleh kekacauan dalam keluarga, dan lain-lain.

Pemerintah juga sebenarnya telah melakukan banyak program untuk membantu anak-anak sebagai generasi dalam pendidikan. Tetapi sebagaimana kita tahu, masalah putus sekolah ini tidak hanya berakar dari bagaimana program yang dijalankan


(44)

32

pemerintah tetapi juga dari dalam diri anak. Dengan kata lain, banyak faktor-faktor penyebabnya baik internal maupun eksternal.

Begitu juga dengan Pemerintah Kabupaten beserta Gubernur Kalimantan Tengah yang juga telah melakukan program yang bertujuan untuk menghilangkan istilah “daerah tertinggal” di Kabupaten Seruyan. Tetapi memang sulit untuk membuka pemikiran-pemikiran kolot dari orangtua dan juga motivasi bagi anak.

Kabupaten Seruyan adalah satu-satunya Kabupaten di Kalimantan Tengah yang terdaftar sebagai daerah tertinggal dalam Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP). Dan juga sebagai Kebupaten yang mengirim anak putus sekolah terbanyak ke Panti Sosial Bina Remaja UPT Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah untuk dibina.


(45)

33

BAGAN ALUR PEMIKIRAN

Panti Sosial Bina Remaja UPT Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah

Anak Putus Sekolah di Kabupaten Seruyan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pembahasan:

1) Kondisi Sosial Orang Tua 2 ) Kondisi Ekonomi Orang Tua 3) Kondisi Psikologis Anak


(46)

34 2.9 Definisi Konsep

Defensi konsep adalah istilah dari defenisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstraksi kejadian, keadaan kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian (Singarimbun, 1989 ; 33).

Konsep penelitian bertujuan untuk merumuskan istilah dan mendefenisikan istilah-istilah yang digunakan secara mendasar agar tecipta suatu persamaan persepsi dan tidak muncul salah pengertian pemakaian istilah yang dapat mengaburkan tujuan penelitian. Untuk memperjelas penelitian ini, maka peneliti membatasi konsep-konsep yang digunakan sebagai berikut :

a) Analisa atau analisis adalah kajian yang dilaksanakan terhadap sebuah masalah guna meneliti struktur masalah tersebut secara mendalam

b) Anak putus sekolah adalah keadaan dimana anak mengalami keterlantaran karena sikap dan perlakuan orang tua yang tidak memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak tanpa memperhatikan hak – hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang layak

2.10 Definisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana mengukur suatu variabel (Singarimbun, 1989 : 33). Dengan defenisi operasional dapat diketahui indikator-indikator apa saja yang akan diukur dan dianalisa dalam variabel yang ada. Untuk memberikan kemudahan dalam memahami variabel dalam penelitian ini, maka diukur melalui indikator-indikator sebagai berikut:

1) Kondisi Sosial Orang Tua

Kondisi sosial orang tua yang menyebabkan angka putus sekolah meliputi tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan. Kurangnya pengetahuan dapat


(47)

35

menyebabkan kurangnya bimbingan yang diberikan orangtua untuk anaknya, sehingga akan berpengaruh pada kualitas pendidikan anak itu sendiri.

2) Kondisi Ekonomi Orang Tua

Kondisi ekonomi orang tua yang menyebabkan angka putus sekolah meliputi tingkat pendapatan dan beban tanggungan keluarga. Tingkat pendapatan berkaitan juga dengan jenis pekerjaan.

3) Kondisi Psikologis Anak

Kondisi psikologis yang paling mempengaruhi adalah motivasi. Motivasi berpengaruh penting pada keputusan seseorang untuk melanjutkan sekolah atau tidak.


(48)

36 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Tipe Penelitian

Permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti merupakan masalah yang bersifat sosial dan dinamis. Oleh karena itu, peneliti memilih menggunakan metode penelitian kualitatif dengan desain deskriptif, yaitu penelitian yang memberi gambaran secara cermat mengenai individu atau kelompok tertentu tentang keadaan dan gejala yang terjadi (Koentjaraningrat, 1993:89).

3.2 Lokasi Penelitian

Adapun penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Remaja UPT Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah. Alasan melakukan penelitian ini adalah karena Kabupaten Seruyan mengirim anak putus sekolah terbanyak dari 14 Kabupaten untuk dibina di Panti Sosial Bina Remaja UPT Dinas Sosial Provinsi di Kalimantan Tengah. Sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui apa yang menjadi penyebab banyak anak putus sekolah dari Kabupaten ini. Juga fakta bahwa Kabupaten inilah satu-satunya Kabupaten dari Provinsi Kalimantan Tengah yang terdaftar dalam Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) sebagai daerah tertinggal.

3.3 Informan

Karena tipe penelitian ini adalah kualitatif, maka dalam penelitian ini tidak terdapat populasi dan sampel. Subjek penelitian yang telah tercermin dalam fokus penelitian ditemukan secara sengaja. Subjek ini yang menjadi informan yang memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Idrus, 2009:24). Sumber data


(49)

37

dalam penelitian ini berfungsi sebagai informan kunci. Penetapan informan kunciditentukan melalui teknik snowball sampling. Teknik ini digunakan karena jika sumber belum mampumemberikan data yang memuaskan, maka bisa dicariorang lain yang dapat digunakan sebagai sumber data. Dengan demikian jumlah sampel sumber data akan semakin besar.

Informan dalam penelitian ini sebanyak 6 orang, 4 orang klien Panti Sosial Bina Remaja Provinsi Kalimantan Tengah dari Kabupaten Seruyan, 1 orang dari Kepala Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita Provinsi Kalimantan Tengah, 1 orang dari panitia seleksi Panti Sosial Bina Remaja Provinsi Kalimantan Tengah utusan di Kabupaten Seruyan.

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan cara yang digunakan peneliti untuk mendapatkan data dalam suatu penelitian. Pada penelitian ini peneliti memilih jenis penelitian kualitatif maka data yang diperoleh haruslah mendalam, jelas dan spesifik. Selanjutnya dijelaskan oleh Sugiyono (2009:225) bahwa pengumpulan data dapat diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dokumentasi, dan gabungan/triangulasi. Pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara berikut:

1) Studi Kepustakaan, yaitu pengumpulan data atau informasi yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti dari buku, majalah, artikel, jurnal dan referensi-referensi terkait lainnya.

2) Studi Lapangan, yaitu pengumpulan data atau informasi dengan cara turun langsung kelokasi penelitian. Disini peneliti melihat langsung fakta-fakta yang terjadi dilapangan tentang apa yang menjadi penyebab banyaknya anak putus


(50)

38

sekolah di Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah. Adapun alat-alat yang digunakan dalam studi lapangan ini, yaitu:

a. Observasi, melakukan pengamatan terhadap objek dan fenomena yang berkaitan dengan penelitian.

b. Kuesioner, metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan daftar pertanyaan kepada responden, yaitu orang tua/wali anak-anak putus sekolah usia pendidikan dasar terutama dengan faktor-faktor yang menyebabkan putus sekolah yaitu faktor ekonomi, perhatian orang tua/wali, fasilitas belajar, minat anak untuk sekolah, budaya, dan letak atau lokasi sekolah

c. Wawancara, teknik pengumpulan data berupa tanya jawab secara tatap muka dengan responden dengantujuan untuk melengkapi data

3.5 Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan kegiatan dalam penelitian yang berupa melakukan kajian atau telaah terhadap hasil pengolahan data yang dibantu dengan teori – teori yang telah didapatkan sebelumny. Berdasarkan metode penelitian yang digunakan, maka penulis menggunakan analisis kualitatif dengan format deskriptif, dimana data yang diperoleh diklarifikasikan dan digambarkan dengan kata – kata atau kalimat menurut kategori guna memperoleh kesimpulan. Selanjutnya gejala yang ada dianalisis menggunakan makna yang bersifat menyeluruh. Dalam analisis kualitatif data yang diperoleh berupa kata – kata gambaran, dan bukan angka – angka, sehingga dalam hasil laporan penelitian berisis kutipan – kutipan data, data – data tersebut diperoleh dari hasil wawancara, catatan laporan, dokumentasi pribadi, dokumen resmi dan sebagainya.


(51)

39 BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Panti Sosial Bina Remaja Palangka Raya Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah. Dan Kabupaten Seruyan Provinsi Kalimantan Tengah.

4.2 Sejarah PSBR Palangka Raya

Panti Sosial Bina Remaja adalah Unit Pelaksana Teknis pada Dinas Sosial yang merupakan suatu badan atau tempat yang dikhususkan untuk menampung para remaja yang putus sekolah dimana mereka akan di berikan pelatihan dan keterampilan.

Panti Sosial Bina Remaja beralamat di Jalan Rajawali No. 10 Palangka Raya. Panti ini dibangun pada Tahun 1979 dan dioperasikan pada Tahun 1982 dengan nama Panti Karya Taruna Majar Tabela. Majar Tabela sendiri berasal dari bahasa Dayak Nganju yang berarti Belajar Selagi Muda. Pertama kali dipimpin oleh Bapak Drs. Jafar Hutagaol. Jenis Ketrampilan yang pertama kali diberikan meliputi bidang Elektronika, Otomotif Sepeda Motor dan Meubelair. Pada Tahun 1984, sesuai dengan kebijakan Departemen Sosial RI dirubah menjadi Panti Penyantunan Anak Majar Tabela yang dikepalai oleh Bapak Soeharsono BSW. Jenis Ketrampilan yang diberikan meliputi bidang Elektronika, Otomotif Sepeda Motor dan Meubelair. Tahun 1995 nomenklatur berubah menjadi Panti Sosial Bina Remaja Majar Tabela dengan kepala Panti Bapak Urbanis Sihite BSW (Sejak Tahun 1989). Jenis Ketrampilan yang diberikan meliputi bidang Elektronika Otomotif Sepeda Motor dan Meubelair. Sejak Tahun 1999 jenis


(52)

40

ketrampilan meliputi Las (Hanya berlangsung 1 tahun), Otomotif, Meubelair dan Menjahit.

Setelah Era Otonomi Daerah, melalui Keputusan Gubernur Kalimantan Tengah Nomor 14 Tahun 2002 nomenklatur disesuaikan dengan nama Panti Sosial Bina Remaja Dan Karya Wanita Provinsi Kalimantan Tengah. Sejak peraturan tersebut diberlakukan, Panti ini dipecah menjadi dua bagian dan dipimpin oleh Bapak Drs.Gazali Rahman sampai Juli 2007, berlanjut kepada Ibu Dra.Lies Fahimah,M.Si sampai sekarang. Dan sejak itu juga di Panti Sosial Bina Remaja, keterampilan bagi klien terdiri dari tiga jenis yakni Otomotif, Meubelair dan Menjahit. Sedangkan di Panti Sosial Karya Wanita terdiri dari dua jenis yaitu Menjahit dan Tata Rias.

4.2.1 Visi dan Misi Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita 4.2.1.1 VISI

1. Meningkatkan harkat dan martabat serta kualitas hidup anak terlantar putus sekolah 2. Mencegah dan mengendalikan serta mengurangi dampak yang akan timbul akibat

permasalahan sosial anak terlantar

3. Meningkatkan kepedulian dan peran aktif dan kesetiakawanan sosial masyarakat sebagai modal sosial dalam mitra pembangunan kesejahteraan sosial

4. Mengembangkan jaminan dan perlindungan sosial serta pelayanan sosial 5. Meningkatkan ketahanan sosial dalam rangka memperkuat ketahanan nasional

4.2.1.2 MISI

1. Meningkatkan kecakapan hidup anak terlantar, wanita tuna susila, dan wanita rawan sosial ekonomi agar memiliki martabat dan kualitas hidup.


(53)

41

2. Mencegah, mengendalikan, dan mengurangi dampak yang akan timbul akibat permasalahan anak terlantar, wanita tuna susila, dan wanita rawan sosial ekonomi. 3. Mengembangkan peran aktif dan tanggungjawab sosial masyarakat dan dunia

usaha melalui kemitraan dalam pembangunan kesejahteraan sosial.

4. Mengembangkan jaminan, perlindungan, dan pelayanan sosial profesional.

4.2.2 Prinsip-prinsip Organisasi

1. Pelayanan di Panti Sosial Bina Remaja Provinsi Kalimantan Tengah bersifat sementara, sedangkan pembinaan selanjutnya berada dalam lingkungan keluarga

2. Panti Sosial Bina Remaja mengutamakan bimbingan sosial, sedangkan

keterampilan merupakan kelengkapan dalam mencapai tujuan pelayanan

3. Sistem pelayanan menggunakan berbagai pendekatan profesional pekerjaan sosial disamping pendekatan profesi lainnya

4.2.3 Fungsi Organisasi

1. Pusat pelayanan kesejahteraan sosial yang melaksanakan fungsi penyembuhan, penyantunan, pengembangan dan pencegahan terhadap permasalahan anak terlantar putus sekolah

2. Pusat informasi dan konsultasi kesejahteraan sosial yaitu melaksanakan pengumpulan data serta berbagai tempat konsultasi dalam membantu pembangunan pelayanan terhadap klien dan keluarga

3. Pusat pengembangan kesejahteraan sosial yaitu mengembangkan dan pelayanan kesejahteraan sosial yang meliputi observasi, identifikasi, pembinaan mental,


(54)

42

bimbingan kemasyarakatan, pemberian latihan dan pengembalian kemasyarakatan serta pembinaan lanjut.

4.2.4 Sasaran Organisasi

Sasaran pelayanan Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita Provinsi Kalimantan Tengah adalah sebagai berikut:

1. Pria, wanita usia 15 sampai 18 tahun masih memiliki semangat dan gairah belajar 2. Tamat SD, tamat/tidak taman SMP, tidak tamat SLTA/SMA

3. Anak putus sekolah ttapi bukan anak nakal/terlibat Narkoba 4. Belum pernah menikah

5. Bukan pernah menikah

6. Bukan penyandang cacat tubuh, mental dan tidak mengidap penyakit kronis 7. Berasal dari keluarga tidak mampu

8. Dapat membaca dan menulis

9. Bersedia mengikuti program Panti Sosial Bina Remaja Provinsi Kalimantan Tengah


(55)

43 4.2.5 Stuktur Organisasi

KEPALA PANTI (UPT) Dra.Lies Fahimah, M.Si

KASUBAG T.U : Effendi, SH Ema Hermawanti, A.KS

Paulus Galandjindjinay Selvia Neneng,A.KS

Hadi, SE Ana Eliati

Widodo Susanto Hafid Kurniawan

Yunita Puspita Sari S,SST

JABATAN FUNGSIONAL (PEKERJA SOSIAL): Lilik Purwaningsih,S.Sos Winarni Ari Wiyanti,S.Sos

Dra. Yeye Suhaeti Lely Triana K, S.Sos

Puji Asi

Wahidah Purnama,S.Sos Franklin Helmi,SH Iva Ministraliva L,A.KS


(56)

44

Adapun uraian tugas dari Kepala Unit Pelaksana Teknis, adalah : Kepala UPT

a. Menyelenggarakan pembinaan, bimbingan, arahan dan penegakan disiplin pegawai di lingkungan dinas.

b. Menyelenggarakan pembinaan, sinkronisasi dan pengendalian pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dinas.

c. Menyelenggarakan penetapan perencanaan dan program kegiatan dinas sesuai ketentuan yang berlaku.

d. Menyelenggarakan pengkajian dan menetapkan pemberian dukungan tugas atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang kesejahteraan dan sosial.

e. Menyelenggarakan fasilitasi penyelenggaraan program potensi sumber

kesejahteraan sosial, pemberdayaan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial, bantuan dan jaminan sosial.

f. Menyelenggarakan koordinasi dan kerjasama dengan instansi/lembaga terkait. g. Menyelenggarakan pengkoordinasian penyusunan tugas-tugas teknis serta evaluasi

pelaporan yang meliputi keskretariatan, potensi sumber kesejahteraan sosial, pelayanan dan rehabilitasi sosial, bantuan dan jaminan sosial.

h. Menyelenggarakan penetapan penyusunan standar, norma-norma dan kriteria-kriteria sesuai ketentuan yang berlaku.

i. Menyelenggarakan koordinasi kegiatan teknis dalam rangka penyelenggaraan pelayanan di bidang kesejahteraan dan sosial.

j. Menyelenggarakan koordinasi kegiatan dengan dinas/lembaga kesejahteraan dan sosial lintas kabupaten/kota.


(57)

45

k. Menyelenggarakan tugas lain yang diberikan Gubernur sesuai dengan tugas dan fungsinya.

Adapun yang menjadi tugas dari pekerja sosial fungsional adalah : Pekerja Sosial Fungsional

a. Membuat kurikulum pembelajaran warga binaan sosial. b. Menyusun jadwal pembelajaran warga binaan sosial. c. Menyusun rancangan dan instrumen asesmen.

d. Menyusun rencana bimbingan fisik, keterampilan, sosial, psikososial dan advokasi. e. Pendampingan bimbingan pengetahuan dasar, bahasa isyarat dan bimbingan

keterampilan.

f. Melaksanakan bimbingan sosial, psikososial dan advokasi g. Pembahasan kasus.

h. Supervise pelaksanaan tugas.

i. Evaluasi dan pembuatan laporan kegiatan

Adapun yang menjadi tanggung jawab Sub bag tata usaha, meliputi : KASUBAG TU

a. Melaksanakan surat menyurat.

b. Pengusulan kenaikan pangkat, gaji berkala dan pensiunan. c. Mutasi pegawai.

d. Melakukan pembayaran air, listrik dan telepon. e. Mengurus gaji pegawai, honor daerah, honor lepas f. Memelihara sarana dan prasarana.


(58)

46 h. Menginventarisasi barang.

4.2.6 Sarana dan Prasarana

Sarana dan Prasarana yang mendukung pelayanan pada Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) Provinsi Kalimantan Tengah dapat dilihat di tabel berikut :

Tabel 1.1: Sarana dan Prasarana pada Panti Sosial Bina Remaja

No. Uraian Banyaknya Keterangan

1 Tanah 15.467 m2

2 Gedung Kantor 1 Unit

3 Ruang Poliklinik 1 Unit

4 Ruang Konsultasi 1 Unit

5 Showroom 1 Unit

6 Aula 1 Unit

7 Mushola 1 Unit

8 Workshop 5 Unit

9 Wisma 8 Unit

10 Rumah Petugas 6 Unit

11 Rumah Jabatan 1 Unit

12 Lokal Pendidikan 4 Unit

13 Lokal Praktek 5 Unit


(59)

47

15 Dapur 1 Unit

16 Gazebo 2 Unit

17 Lapangan Volly 2 Unit

18 Gedung Perpustakaan 1 Unit

19 Pos Jaga 1 Unit

20 Ruang Genset 1 Unit

21 Wisma Tamu 1 Unit Bertingkat

22 Garasi 1 Unit

23 Komputer 3 Unit 1 Unit Rusak

24 Kendaraan Roda Empat 1 Unit Tahun 1994

Sumber : File Panti Sosial Bina Remaja UPT Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah Remaja dan Karya Wanita Tahun 2014.


(60)

48 4.2.7 Prosedur dan Proses Pelayanan

4.2.7.1 Prosedur Pelayanan

Pelayanan pada Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) Provinsi Kalimantan Tengah dilaksanakan dengan prosedur sebagai berikut :

a. Motivasi dilaksanakan oleh Petugas Kabupaten/Kota. Petugas Kabupaten/Kota telah memiliki pemahaman terhadap sasaran melalui Panduan Seleksi yang dikirim oleh PSBRKW

b. Petugas Provinsi Dalam hal ini Petugas Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) melaksanakn seleksi bersama Petugas Kabupaten/Kota.

c. Hasil seleksi yang telah dirumuskan oleh tim merupakan bahan untuk Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) Provinsi Kalimantan Tengah dalam melakukan panggilan terhadap calon klien di Kabupaten/Kota.

d. Petugas Kabupaten/Kota mendampingi kedatangan calon klien yang akan menerima pelayanan langsung dilakukan registrasi oelh Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) Provinsi Kalimantan Tengah.

e. Pelaksanaan pelayanan yang berlangsung selama 5 (Lima) bulan di Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) Provinsi Kalimantan Tengah.

f. Setelah berahirnya pelayanan dilakukan terminasi dengan mengembalikan klien kepada Orang tua/Wali mereka melalui Dinas Sosial Kabupaten/Kota yang selanjutnya akan dilakukan pemantauan dan bimbingan lanjut.


(61)

49 4.2.7.2 Proses Pelayanan

Proses Pelayanan pada Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) Provinsi Kalimantan Tengah dilaksanakan selama 5 (Lima) bulan dengan tahapan pelayanan sesuai dengan Kaidah Profesi Pekerjaan Sosial yaitu sebagai berikut :

a. Pendekatan Awal

Identifikasi dan motivasi dilaksanakn oleh Petugas Kabupaten/Kota diharapkan calon klien telah memiliki minat sebelum seleksi dilaksanakan. Selanjutnya Petugas Provinsi dalam hal ini Petugas Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) Provinsi Kalimantan Tengah bersama Petugas Kabupaten/Kota melakukan seleksi agar didapatkan calon klien yang memenuhi persyaratan. Kegiatan ini dilaksanakan 2 kali dalam 1 tahun di masing-masing angkatan. Pelaksanaan kegiatan berlangsung pada bulan januari dan Juni dalam 1 Tahun.

b. Penerimaan : Registrasi, Pemahaman dan Pengungkapan masalah serta

penempatan dalam Program Pelayanan.

Calon klien diterima di Panti Sosial Bina Remaja dan Karya Wanita (PSBRKW) Provinsi Kalimantan Tengah di bulan Februari dan Angkatan II di Bulan Juli. Saat kedatangan calon klien langsung dilakukan registrasi. Pada saat yang bersamaan Petugas memeriksa barang bawaan calon klien, jika terdapat barang berharga, maka barang tersebut disimpan oleh Pekerja Sosial yang mendampingi.

Pemahaman dan Pengungkapan Masalah (Assesment) dilakukan selama 1 minggu pertama untuk melihat ketepatan penempatan klien dalam program pelayanan. Disamping itu, masa satu minggu pertama juga dilakukan Observasi da Orientasi


(1)

70

pendidikan. Agus merasa jenuh saat harus menjalani rutinitas setiap hari pagi-pagi berangkat kesekolah dan sampai siang harinya pelajaran usai pulang kerumah, dan belajar lagi malam harinya. Sementara teman-temannya yang lain bisa bangun siang hari dan bermain sepuasnya. Dia memilih untuk tidak melanjutkan sekolahnya lagi. Sampai ada pemberitahuan oleh kepala desa bahwa diadakannya pendidikan untuk anak putus sekolah di ibukota Provinsi yaitu PalangkaRaya. Aguspun mendaftar, karena dia juga mulai bosan dengan kekosongan kegiatannya setiap hari dan juga karena ingin merasakan bagaimana kehidupan di panti dan jauh dari orangtua. Di panti dia termasuk anak yang tidak suka mencari masalah, malah terkesan dewasa dari teman-temannya walau bukan hanya dia yang bersifat seperti itu.

5.1.6 Informan VI

Informan keenam, Andri Baterfill lahir pada 21 Juni 1997 di Kuala Pembuang. Anak dengan sifat yang selalu mencari perhatian kepada para pekerja sosial dan ingin mendapat banyak teman. Tetapi dengan sifatnya yang seperti itu membuat orang-orang disekitarnya menjadi semakin tidak menyukainya. Berasal dari keluarga sederhana dan bersekolah hanya sampai kelas 1 SMA.

Di PSBR semua anak tidak menyukainya kecuali mereka yang memang sama sekali tidak mau peduli dengan keadaan sekitar. Dan memang para pekerja sosial sudah sering menasehati Andri agar mengurangi sifatnya yang satu itu. Dan semakin hari Andri bisa menunjukkan perubahannya walau dengan proses yang lama. Setelah keluar dari PSBR Andri memang telah berubah sifatnya, tidak hanya tentang mencari perhatian tetapi juga dia lebih dewasa dan peduli terhadap temannya.


(2)

71 5.2 Pembahasan

5.2.1 Faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di Kabupaten Seruyan

a) Faktor Lingkungan Keluarga dan Masyarakat

Menurut Buharudin Salam (2002: 14) mengemukakan bahwa keluarga merupakan lembaga pendidikan yang pertama dan utama, berlangsung secara wajar, dan informal serta melalui media permainan. Keadaan keluarga berlainan satu sama lain. Ada keluarga yang kaya, ada yang kurang mampu, ada keluarga yang besar (banyak anggota keluarga), ada pula keluarga yang kecil. Ada keluarga yang bercekcok dan gaduh dan sebagainya. Dalam keluarga yang bermacam-macam seperti inilah yang membawa pengaruh terhadap pendidikan dan minat sekolah anak (Purwanto, 84 : 2007). Seperti halnya keempat klien yang dijadikan informan, mereka mempunyai masalah masalah sendiri dalam keluarganya yang membuat mereka mau tak mau harus memilih untuk tidak melanjutkan pendidikannya.

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan di mana seseorang hidup, bergerak dan melakukan interaksi dengan orang lain dan saling mempengaruhi. Lingkungan yang tidak baik akan memberikan pengaruh yang tidak baik pula terhadap seorang anak, apalagi anak berusia sekolah.

b) Faktor Ekonomi

Kurangnya pendapatan keluarga menyebabkan orangtua bekerja keras mencukupi kebutuhan sehari-hari sehingga perhatian orang tua terhadap pendidikan cenderung terabaikan. Bahkan dinggap meringankan beban orang tua, anak di ajak untuk bekerja sehingga meninggalkan bangku sekolah dalam waktu yang cukup lama.


(3)

72 c) Kurangnya minat bersekolah

Anak usia wajib belajar semestinya menggebu-gebu ingin menuntut ilmu pengetahuan namun sudah terpengaruh oleh lingkungan yang kurang baik maka keinginan bersekolah seorang anak secara tidak langsung sedikit demi sedikit akan berkurang, ditambah lagi kurangnya perhatian orang tua terhadap pendidikan anaknya, kurangnya orang-orang terpelajar dalam pergaulan anak menyebabkan seorang anak akan berhenti untuk bersekolah.


(4)

73 BAB VI PENUTUP 6.1 Kesimpulan

1. Bahwa faktor-faktor yang menyebabkan anak putus sekolah adalah faktor ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua, Faktor lingkungan baik itu lingkungan keluarga, lingkungan sekolah serta lingkungan masyarakat. Dari beberapa faktor tersebut faktor ekonomi dan tingkat pendidikan orang tua sangat berpengaruh terhadap anak putus sekolah.

2. Upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal mencegah terjadinya anak putus sekolah adalah memberi motivasi, melakukan pembinaan, melaksanakan pendidikan kesetaraan.

6.2 Saran

Berkaitan dengan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut:

1. Diharapkan bahwa dengan adanya faktor-faktor penyebab anak putus sekolah di Kabupaten Seruyan. Diupayakan agar dapat meminimalisir anak putus sekolah dengan meningkatkan ekonomi masyarakat dan juga meningkatkan motivasi dan pengetahuan orang tua anak terhadap dunia pendidikan.

2. Diharapkan kepada pemerintah memberikan perhatian serius terhadap pendidikan di Kabupaten Seruyan. Sebagaimana dengan upaya-upaya yang dilakukan dalam hal mencegah terjadinya anak putus sekolah selalu terus dikontrol dan diawasi dan untuk kedepan lebih meningkatkan lagi upayaupaya tersebut dengan terus bekerjasama dengan masyarakat secara terus menerus agar faktor-faktor penyebab anak putus sekolah dapat ditekan bahkan kedepannya tidak ada lagi anak-anak putus sekolah di Kabupaten Seruyan.


(5)

74

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, Abu & Uhbiyati, Nur. 2007. Ilmu Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, Suharsimi. 2005. Metode Penelitian.Jakarta :Rineka Cipta

Dalyono. 2008. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Irawan, Prasetya. 2007. Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial. DIA Fisip UI

Moleong, Lexy J. 1993. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja Rosdakarya Nasution. 2009. Berbagai Pendekatan Dalam Proses Belajar dan Mengajar.Jakarta: PT

Bumi Aksara. (hal: 37)

Siagian, Matias. 2011. Metode Penelitian Sosial. Medan : PT Grasindo Monoratama Sweeting,E,M, dan Muchlisoh. 1998. Beberapa Penyebab Murid Menggulang Kelas,

Putus Sekolah dan Melanjutkan Sekolah dari SD ke SLTP. Jakarta: Depdikbud. Purwanto, M. Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya.

Salam, Burhanuddin. 2002. Pengantar Pedagogik. Jakarta: PT Rineka Cipta. Sumber Lain:

Undang-Undang Dasar 45 pasal 31 RI NO. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional

UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional

Peraturan Provinsi Kalimantan Tengah Nomor 8 Tahun 2000 tentang Pembentukan Organisasi dan Tatakerja Dinas-Dinas Daerah Provinsi Kalimantan Tengah,

Sumber Online:

http://seruyankab.bps.go.id/index.php/12-berita/28-seruyan-dalam-angka-2014


(6)

75

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/29139/2/Chapter%20III-V.pdf, diakses

21.35 WIB

diakses