biaya-biaya yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan ditanggung oleh pemegang saham.
Untuk mengurangi perilaku oportunistik tersebut, para pemegang saham harus rela mengeluarkan biaya pengawasan monitoring atau yang disebut
dengan agency cost. Pihak prinsipal terpaksa mengeluarkan biaya keagenan sebagai upaya untuk melindungi asset nya dari tindakan moral hazard yang
cenderung dilakukan oleh manajer. Menurut Putra dan Ratnadi 2007, biaya keagenan akan semakin kecil pada perusahaan dengan kepemilikan manajerial.
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang biaya keagenan dalam perusahaan dengan kepemilikan
manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial dengan mengambil judul penelitian
“Analisis Perbedaan Proksi Agency Cost Biaya Keagenan antara Perusahaan dengan Kepemilikan Manajerial dan tanpa Kepemilikan
Manajerial pada Sektor Manufaktur dan Properti di Bursa Efek Indonesia”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang ada, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan agency cost biaya keagenan
yang diproksikan dengan SGA selling and general administrative dan free cash flow arus kas bebas antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa
kepemilikan manajerial pada sektor manufaktur dan properti di Bursa Efek Indonesia?
C. Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel
yang secara logis diterangkan, dikembangkan, dan elaborasi dari perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi dan survei
literatur Kuncoro, 2003: 44. Menurut Sutanto 2007, kepemilikan manajerial adalah proporsi
kepemilikan saham biasa yang dimiliki oleh manajemen direktur dan komisaris. Dengan mengikutsertakan manajemen sebagai pemegang saham, maka akan
terdapat persamaan kepentingan antara kedua belah pihak agen dan prinsipal. Dalam kondisi seperti ini owner manager tidak terlalu terbebani dengan
kewajiban untuk mengatur laba yang bersifat moral hazard karena laba ataupun rugi akan memiliki dampak yang relatif sama antara manajemen dan pemegang
saham. Prinsipal tidak lagi terbebani oleh anggapan bahwa agen hanya akan memprioritaskan pemenuhan utilitasnya dengan mengorbankan utilitas prinsipal.
Sehingga biaya keagenan seperti biaya monitoring menjadi lebih rendah. Berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, dimana
manajemen hanya sebagai pengelola, tidak memiliki proporsi kepemilikan saham atas perusahaan yang dikelolanya. Dengan kata lain, terjadi pemisahan antara
kepemilikan dan pengelolaan. Menurut Putra dan Ratnadi 2007, adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan menimbulkan
masalah keagenan agency problem. Masalah ini timbul karena adanya kecenderungan dari manajemen untuk melakukan moral hazard dalam
memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak
prinsipal. Untuk mengatasi masalah keagenan ini, prinsipal harus mengeluarkan biaya yang disebut biaya keagenan agency cost. Menurut Putra dan Ratnadi,
biaya keagenan pada perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih kecil dibandingkan biaya keagenan pada perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.
Dengan demikian, kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
≠
Sumber: Putra dan Ratnadi 2007
Dimodifikasi 2009 Gambar 1.1 Kerangka Konseptual
D. Hipotesis