Analisis Perbedaan Proksi Agency Cost Antara Perusahaan Dengan Kepemilikan Manajerial Dan Tanpa Kepemilikan Manajerial Pada Sektor Manufaktur Dan Properti Di Bursa Efek Indonesia

(1)

Arman Saputra Sinaga : Analisis Perbedaan Proksi Agency Cost Antara Perusahaan Dengan Kepemilikan Manajerial Dan Tanpa Kepemilikan Manajerial Pada Sektor Manufaktur Dan Properti Di Bursa Efek Indonesia, 2009.

USU Repository © 2009

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

PROGRAM STRATA 1 MEDAN

ANALISIS PERBEDAAN PROKSI AGENCY COST ANTARA

PERUSAHAAN DENGAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL

DAN TANPA KEPEMILIKAN MANAJERIAL PADA

SEKTOR MANUFAKTUR DAN PROPERTI

DI BURSA EFEK INDONESIA

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Universitas Sumatera Utara Medan

SKRIPSI OLEH :

ARMAN SAPUTRA SINAGA 050502038

MANAJEMEN


(2)

Arman Saputra Sinaga : Analisis Perbedaan Proksi Agency Cost Antara Perusahaan Dengan Kepemilikan Manajerial Dan Tanpa Kepemilikan Manajerial Pada Sektor Manufaktur Dan Properti Di Bursa Efek Indonesia, 2009.

USU Repository © 2009

ABSTRAK

Arman Saputra Sinaga (2009). Analisis Perbedaan Proksi Agency Cost antara Perusahaan dengan Kepemilikan Manajerial dan tanpa Kepemilikan Manajerial Pada Sektor Manufaktur dan Properti di Bursa Efek Indonesia. (Pembimbing: Dr. Khaira Amalia F, SE, MBA, Ak., Ketua Departemen Manajemen: Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe SE. M.Si, Penguji I: Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME, dan Penguji II: Syafrizal Helmi Situmorang, SE, MSi).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan agency cost (biaya keagenan) antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial pada sektor manufaktur dan properti di Bursa Efek Indonesia. Agency cost diproksikan dengan Selling and general administrative (SGA) dan Free cash flow (FCF).

Populasi sasaran pada penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur dan properti yang data kepemilikannya tercantum dalam laporan keuangan pada tahun 2007. Pada penelitian ini, populasi sasaran dibagi dalam dua kelompok, yaitu populasi sasaran untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial. Populasi sasaran untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial berjumlah 64 emiten, sedangkan untuk perusahaan tanpa kepemilikan manajerial berjumlah 91 emiten, sehingga total populasi sasaran dalam penelitian ini adalah 155 emiten.

Teknik analisis data pada penelitian ini adalah analisis deskriptif dan análisis uji beda (t-Test) dari dua kelompok observasi independen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan agency cost (biaya keagenan), baik yang diproksikan dengan Selling and general administrative (SGA) maupun Free cash flow (FCF) antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial pada sektor manufaktur dan properti di Bursa Efek Indonesia.


(3)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya yang telah menuntun penulis untuk menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini merupakan tugas akhir penulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi.

Selama mengerjakan penelitian ini, penulis telah banyak menerima saran, motivasi, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Ritha F. Dalimunthe, SE, Msi, selaku Ketua Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dra. Nisrul Irawati, MBA selaku Sekretaris Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dr. Khaira Amalia F, SE, MBA, Ak. selaku Dosen Pembimbing penulis yang telah banyak membimbing dan memberikan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Isfenti Sadalia SE, ME selaku Dosen Penguji I penulis yang telah banyak memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.

6. Bapak Syafrizal Helmi Situmorang SE. M.Si selaku Dosen Penguji II penulis yang telah banyak memberikan saran untuk perbaikan skripsi ini.


(4)

7. Ibu Dra. Adja Safinat selaku Dosen Wali penulis yang telah membantu dan memotivasi penulis untuk meningkatkan prestasi belajar pada setiap semester selama penulis aktif dalam perkuliahan.

8. Kepada seluruh Pegawai Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Pegawai Departemen Manajemen: Bang Jumadi, Kak Dani, Kak Susi, Kak Vina yang telah banyak membantu penulis baik dalam perkuliahan maupun dalam penulisan skripsi ini.

9. Kepada Ibunda tersayang Sumahwati Br. Sirait dan Ayahanda tercinta (Alm) Bachtiar Sinaga, yang telah memberikan motivasi, do’a dan dukungan dalam segala hal sejak penulis dilahirkan hingga saat penyelesaian skripsi ini.

10.Buat seluruh Abang-abangku (Bang Awis, Bang Rudi, Bang Iwan), Kakak-kakak iparku (Ka’ Jeki, Ka’ Ida) dan Adik-adikku (Nita, Ferryansyah) yang telah memberikan dukungan penuh kepada penulis sejak masa perkuliahan hingga saat penyelesaian skripsi ini.

11.Buat sahabatku: Muhadi, Aan, Wulan, Ripai, thanks a lot uda bantuin aku waktu seminar. U’re great guys.

12.Buat Sahabatku Jufri ’Bajai’, Sandy ’Biatch’, Amin, Q2 ’cousin’, Evi ”Friend”, Usman ’4C’, Hery (my roommate yang uda banyak kasih informasi tentang skripsi), Jerry, Wahyu (Mr. Master IT), Nilla Fadiel (yang smart), Sheila (yang cute), Asih (yang rame), Fitri Andri, Aida (the girl power), Tika, Dahlia, Tania, Amel, Dhani, Dewi, Dian, Irma, Ira, Yanie, Denson, Fakhrur Rozy, Emon, Aron, Fredy, Josua, Reza, Leo Juntak, Leo Guntur, Syahroni, yang telah mendoakan, membantu, dan memberikan semangat yang tak henti kepada penulis selama perkuliahan hingga selesai mengerjakan skripsi ini.


(5)

13.Buat Teman-teman Kost Gang Kamboja 27 yang banyak menghibur dan memberikan dukungan kepada penulis hingga penulisan skripsi ini selesai (Sendy, Rozy, Irsan, Evan, Asrul, Adri, Gilang, Poetra, Andre, Evan, Dhani, Nanang, Ryo, Arief, Heru, Leo).

14.Buat semua teman-teman Jurusan Manajemen, Akuntansi, dan Ekonomi Pembangunan serta semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna mengingat keterbatasan penulis. Dengan demikian penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Medan, Maret 2009 Penulis


(6)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Perumusan Masalah ... 7

C. Kerangka Konseptual ... 8

D. Hipotesis ... 9

E. Tujuan Dan Manfaat Penelitian ... 10

1. Tujuan Penelitian ... 10

2. Manfaat Penelitian ... 10

F. Metode Penelitian ... 11

1. Batasan Operasional ... 11

2. Definisi Operasional Variabel ... 11

3. Populasi Sasaran ... 13

4. Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

5. Jenis Data ... 19

6. Teknik Pengumpulan Data ... 19

7. Metode Analisis Data ... 20

BAB II URAIAN TEORITIS A. Penelitian Terdahulu ... 22

B. Teori Keagenan ... 23

C. Kepemilikan Manajerial ... 28

D. Hubungan Keagenan ... 30

E. Ketidaksamaan Informasi ... 33

F. Teori Sinyal ... 34

G. Tata Kelola Perusahaan ... 35

BAB III GAMBARAN UMUM PASAR MODAL A. Perkembangan Pasar Modal Indonesia ... 37

B. Sejarah Bursa Efek Indonesia ... 38

C. Profil Perusahaan ... 41

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Deskriptif Rata-Rata Agency Cost ... 45

B. Analisis Data ... 49

1. Pengujian Hipotesis dengan SGA ... 49

2. Pengujian Hipotesis dengan FCF ... 59


(7)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 70

DAFTAR PUSTAKA ... viii


(8)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1.1 Jumlah Populasi Sasaran Berdasarkan

Karakteristik Penarikan Populasi Sasaran ... 14

Tabel 1.2 Populasi Sasaran (dengan kepemilikan manajerial) ... 15

Table 1.3 Populasi Sasaran (tanpa kepemilikan manajerial) ... 17

Tabel 3.1 Profil Populasi Sasaran Penelitian ... 40

Tabel 4.1 Rata-Rata SGA Perusahaan dengan Kepemilikan Manajerial dan tanpa Kepemilikan Manajerial pada Sektor Manufaktur ... 46

Tabel 4.2 Rata-Rata SGA Perusahaan dengan Kepemilikan Manajerial dan Tanpa Kepemilikan Manajerial pada Sektor Properti ... 46

Tabel 4.3 Rata-Rata FCF Perusahaan dengan Kepemilikan Manajerial dan tanpa Kepemilikan Manajerial pada Sektor Manufaktur ... 46

Tabel 4.4 Rata-Rata FCF Perusahaan dengan Kepemilikan Manajerial dan tanpa Kepemilikan Manajerial pada Sektor Properti ... 47

Tabel 4.5 Group Statistic SGA ... 48

Tabel 4.6 Independent Sample T-test ... 49

Tabel 4.7 Group Statistic Sektor Manufaktur ... 51

Tabel 4.8 Independent Sample T-test Manufaktur ... 52

Tabel 4.9 Group Statistic Sektor Properti ... 54

Tabel 4.10 Independent Sample T-test Properti ... 55

Tabel 4.11 Group Statistic FCF ... 58

Tabel 4.12 Independent Sample T-test ... 59

Tabel 4.13 Group Statistic Sektor Manufaktur ... 61

Tabel 4.14 Independent Sample T-test Manufaktur ... 62

Tabel 4.15 Group Statistic Sektor Properti ... 64


(9)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1.1 Kerangka Konseptual ... 9


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perusahaan yang listing atau go public di Bursa Efek Indonesia dikelola dengan memisahkan fungsi kepemilikan dengan fungsi pengelolaan atau manajerial. Pengelolaan perusahaan pada umumnya bertujuan untuk memakmurkan pemiliknya. Untuk mencapai tujuan tersebut, para pemilik modal (sebagai pemilik modal) bisa mempercayakan kepada para profesional atau (manajerial) atau indisers atau sering juga disebut agen (Taswan, 2003).

Dampak dari pemisahan fungsi kepemilikan dengan fungsi pengelolaan ini adalah bahwa pengelola mempunyai wewenang untuk mengurus jalannya perusahaan seperti mengelola dana dan mengambil keputusan perusahaan lainnya untuk dan atas nama pemilik. Dengan wewenang yang dimiliki tersebut, mungkin saja pengelola (manajer) tidak bertindak yang terbaik untuk kepentingan pemilik karena adanya perbedaan kepentingan (conflict of interest).

Pada suatu perusahaan, konflik kepentingan ini terjadi antara manajemen dan pemegang saham atau stock holders. Konflik kepentingan tersebut dapat timbul dari adanya kelebihan aliran kas atau excess cash flow. Kelebihan arus kas cenderung akan diinvestasikan melebihi tingkat yang optimum dan sering digunakan untuk konsumsi secara berlebihan yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama perusahaan atau excessive perquisites. Konflik tersebut juga dapat disebabkan oleh perbedaan antara pemegang saham yang lebih menyukai investasi yang berisiko tinggi dengan harapan memperoleh return yang tinggi,


(11)

sementara manajemen lebih memilih investasi dengan resiko lebih rendah untuk melindungi posisinya (Keown, 2000: 609).

Informasi yang dimiliki manajer membuat manajer bisa bertindak yang hanya menguntungkan dirinya sendiri, dengan mengorbankan kepentingan principal (pemilik). Manajer selaku pengendali perusahaan pasti memiliki informasi yang lebih baik dibandingkan pemilik perusahaan (Sukartha, 2005). Seperti informasi mengenai situasi pasar modal dan segala aktivitas yang ada di dalam pasar modal tersebut. Prinsipal khawatir bahwa informasi yang disampaikan manajer bukanlah informasi yang menggambarkan situasi pasar modal yang sebenarnya. Asimetri informasi umumnya akan menguntungkan pihak manajer, karena manajer semakin leluasa dalam mengambil keputusan atau bertindak yang hanya untuk kepentingannya saja.

Pemisahan fungsi kepemilikan dengan fungsi pengelolaan juga akan menimbulkan dampak negatif yaitu keleluasaan manajer selaku pengelola perusahaan untuk memaksimalkan laba. Hal ini akan mengarah pada proses memaksimalkan kepentingan manajemen sendiri dengan biaya yang harus ditanggung oleh pemilik perusahaan. Padahal, manajer (agent) mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan (utility) mereka. Penyatuan kepentingan pihak prinsipal dengan manajer sering kali menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan (agency conflict).

Masalah keagenan ini timbul karena adanya kecenderungan dari manajemen untuk melakukan moral hazard dalam memaksimalkan


(12)

kepentingannya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak prinsipal. Konflik keagenan dalam perusahaan dapat terjadi pada hubungan antara: (1) pemegang saham dan manajer, (2) manajer dan kreditor, (3) manajer, pemegang saham dan kreditor (Brigham dan Gapenski, 1999 dalam Almilia dan Silvy, 2006). Sedangkan biaya yang timbul atau dikeluarkan oleh perusahaan untuk mengatasi konflik keagenan disebut biaya keagenan.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pemegang saham untuk mengurangi kekhawatiran atas besarnya sumber daya perusahaan yang berada di bawah kendali manajemen. Salah satu cara yang digunakan oleh pemegang saham adalah dengan mengikutsertakan manajemen sebagai pemegang saham. Kinerja perusahaan akan lebih baik jika saham perusahaan dimiliki oleh manajer. Manajer merasa lebih memiliki perusahaan dan bertanggung jawab atas segala tindakan atau keputusan yang berhubungan dengan eksistensi perusahaan. Manajer tidak lagi sebagai tenaga profesional yang digaji tetapi juga sebagai pemilik perusahaan. Menurut Putra dan Ratnadi (2007), masalah keagenan akan semakin kecil apabila manajemen juga sebagai pemegang saham (owner manager).

Kepemillikan manajerial adalah proporsi saham biasa yang dimiliki oleh para manajemen (direksi dan komisaris) (Sutanto, 2007). Kepemilikan manajerial yang dimaksud adalah ada tidaknya kepemilikan saham perusahaan oleh manajer perusahaan. Variabel ini diukur dengan skala nominal, yaitu hanya dibedakan antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial atau tanpa kepemilikan manajerial, dengan tidak melihat berapa besar persentase kepemilikan manajerialnya di masing-masing perusahaan tersebut. Ada tidaknya kepemilikan


(13)

manajerial dilihat dari catatan atas laporan keuangan, khususnya pengungkapan atas modal saham perusahaan. Jumlah persentase kepemilikan manajerial tidak diperhitungkan dalam penelitian ini, karena penelitian ini hanya ingin melihat perbandingan agency cost (biaya keagenan) yang diproksikan dengan Selling and general administrative (SGA) dan Free cash flow (FCF) antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial.

Menurut Hin (2008: 27), saham-saham yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) dikelompokkan ke dalam 9 sektor menurut klasifikasi industri yang telah ditetapkan, yaitu:

1. Pertanian 2. Pertambangan

3. Industri dasar dan kimia 4. Aneka Industri

5. Industri barang konsumsi 6. Properti dan real estate

7. Infrastruktur, utilitas dan transportasi 8. Keuangan

9. Perdagangan, jasa dan investasi

Dari sembilan sektor di atas, empat sektor diantaranya yaitu: pertanian, industri dasar dan kimia, aneka industri, dan industri barang konsumsi tergabung dalam satu sektor yang dikenal dengan sektor manufaktur. Karena industri manufaktur merupakan gabungan dari empat sektor utama, maka sudah jelas bahwa industri manufaktur merupakan sektor yang emitennya paling banyak dan paling bervariasi di BEI.


(14)

Sektor properti merupakan salah satu sektor yang menjadi indikator seberapa efektifnya kegiatan ekonomi secara umum. Perkembangan sektor properti ikut menstimulasi perkembangan sektor lain, yakni dengan berkembangnya sektor properti akan mendorong serangkaian aktivitas sektor ekonomi lainnya. Sebagai contohnya, kegiatan produksi maupun perkebunan/pertanian (yang merupakan sektor manufaktur) akan selalu membutuhkan produk properti sebagai sarana kegiatannya. Seperti pemilik perkebunan yang membutuhkan perumahan sebagai sarana tempat tinggal bagi tenaga kerja atau karyawannya. Keterkaitan dua sektor ini menarik perhatian peneliti untuk menjadikannya sebagai objek penelitian.

Masalah keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan (conflict of interest) antara pemilik perusahaan dengan manajer. Fenomena konflik kepentingan dapat dilihat pada kepemilikan saham Sofyan Djalil, Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (Menneg BUMN), di PT. Bumi Resorces, Tbk. "Ia pejabat negara, tapi juga pemilik saham Bumi, jadi di sini jelas terjadi konflik kepentingan, karena Sofyan berwenang membuat kebijakan yang menguntungkan Bumi. Apalagi di berbagai kesempatan, Sofyan sering menyatakan bahwa saham Bumi adalah barang bagus yang layak dibeli," kata pengamat Pasar Modal Yanuar Rizky. Yanuar juga mengatakan, Sofyan memiliki satu juta lembar saham pada Bumi Resources yang kepemilikannya dikendalikan Aburizal Bakrie. Sebagai pemilik saham, menurut Yanuar, akan sulit bagi Sofyan untuk mengambil keputusan yang objektif atas Bumi Resources (www.tempointeraktif.com). Pengamat ekonomi, Faisal Basri berpendapat konflik kepentingan pada PT Bumi jelas sekali terlihat. Menurut dia, Sofyan punya akses


(15)

informasi yang sangat kuat terhadap kebijakan negara yang mempengaruhi nilai saham BUMI (www.inilah.com). Hal ini disebabkan posisi rangkap yang dimiliki Sofyan, yaitu sebagai Menteri Negara BUMN dan pemegang saham PT Bumi Resources, Tbk. Pada umumnya, konflik kepentingan terjadi karena salah satu pihak, manajer atau pemegang saham mempunyai wewenang atau kekuasaan. Pemegang saham cenderung melakukan apapun yang menguntungkan dirinya, apalagi jika pemegang saham itu punya kekuasaan.

Pemegang saham mengikutsertakan manajer sebagai pemegang saham dengan tujuan untuk menyejajarkan kedudukan manajer (agent) dengan pemegang saham (principal) sehingga manajer bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan memberikan proporsi kepemilikan saham, manajer termotivasi untuk meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Dengan demikian, owner manager tidak terlalu terbebani dengan aktivitas manjemen laba, karena laba atau rugi mempunyai dampak yang relatif sama antara manajemen dan pemegang saham.

Manajer selaku pengelola sekaligus pemilik perusahaan cenderung memikirkan risiko dari setiap keputusan yang diambilnya dibandingkan manajer perusahaan yang perannya hanya sebagai pengelola saja. Perusahaan yang manajernya hanya sebagai pengelola saja tanpa ikut memiliki perusahaan tersebut dinamakan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Pada perusahaan ini, para manajer umumnya mempunyai kecenderungan untuk menggunakan kelebihan keuntungan untuk konsumsi dan perilaku oportunistik (Taswan, 2003). Tindakan manajer ini jelas merugikan pihak prinsipal, karena manajer yang menerima manfaat dari setiap tindakan atau keputusan yang diambilnya, tetapi kerugian atau


(16)

biaya-biaya yang timbul sebagai konsekuensi dari pengambilan keputusan ditanggung oleh pemegang saham.

Untuk mengurangi perilaku oportunistik tersebut, para pemegang saham harus rela mengeluarkan biaya pengawasan (monitoring) atau yang disebut dengan agency cost. Pihak prinsipal terpaksa mengeluarkan biaya keagenan sebagai upaya untuk melindungi asset nya dari tindakan moral hazard yang cenderung dilakukan oleh manajer. Menurut Putra dan Ratnadi (2007), biaya keagenan akan semakin kecil pada perusahaan dengan kepemilikan manajerial.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang biaya keagenan dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial dengan mengambil judul penelitian

“Analisis Perbedaan Proksi Agency Cost (Biaya Keagenan) antara Perusahaan dengan Kepemilikan Manajerial dan tanpa Kepemilikan Manajerial pada Sektor Manufaktur dan Properti di Bursa Efek Indonesia”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang ada, maka perumusan masalah pada penelitian ini adalah: Apakah terdapat perbedaan agency cost (biaya keagenan) yang diproksikan dengan SGA (selling and general administrative) dan free cash flow (arus kas bebas) antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial pada sektor manufaktur dan properti di Bursa Efek Indonesia?


(17)

C. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah pondasi utama dimana sepenuhnya proyek penelitian ditujukan, dimana hal ini merupakan jaringan hubungan antar variabel yang secara logis diterangkan, dikembangkan, dan elaborasi dari perumusan masalah yang telah diidentifikasi melalui proses wawancara, observasi dan survei literatur (Kuncoro, 2003: 44).

Menurut Sutanto (2007), kepemilikan manajerial adalah proporsi kepemilikan saham biasa yang dimiliki oleh manajemen (direktur dan komisaris). Dengan mengikutsertakan manajemen sebagai pemegang saham, maka akan terdapat persamaan kepentingan antara kedua belah pihak (agen dan prinsipal). Dalam kondisi seperti ini owner manager tidak terlalu terbebani dengan kewajiban untuk mengatur laba (yang bersifat moral hazard) karena laba ataupun rugi akan memiliki dampak yang relatif sama antara manajemen dan pemegang saham. Prinsipal tidak lagi terbebani oleh anggapan bahwa agen hanya akan memprioritaskan pemenuhan utilitasnya dengan mengorbankan utilitas prinsipal. Sehingga biaya keagenan seperti biaya monitoring menjadi lebih rendah.

Berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, dimana manajemen hanya sebagai pengelola, tidak memiliki proporsi kepemilikan saham atas perusahaan yang dikelolanya. Dengan kata lain, terjadi pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan. Menurut Putra dan Ratnadi (2007), adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan menimbulkan masalah keagenan (agency problem). Masalah ini timbul karena adanya kecenderungan dari manajemen untuk melakukan moral hazard dalam memaksimalkan kepentingannya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak


(18)

prinsipal. Untuk mengatasi masalah keagenan ini, prinsipal harus mengeluarkan biaya yang disebut biaya keagenan (agency cost). Menurut Putra dan Ratnadi, biaya keagenan pada perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih kecil dibandingkan biaya keagenan pada perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dengan demikian, kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Sumber: Putra dan Ratnadi (2007) Dimodifikasi (2009)

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual

D. Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas rumusan masalah yang masih harus diuji kebenarannya secara empiris. Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah diuraikan maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Terdapat perbedaan agency cost (biaya keagenan) yang diproksikan dengan SGA (selling and general administrative) dan free cash flow (arus kas bebas) antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial pada sektor manufaktur dan properti di Bursa Efek Indonesia.

Agency Cost dengan

Kepemilikan Manajerial

Agency Cost tanpa

Kepemilikan Manajerial


(19)

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan bahwa agency cost (biaya keagenan) yang diproksikan dengan SGA (selling and general administrative) dan free cash flow (arus kas bebas) pada perusahaan dengan kepemilikan manajerial berbeda dengan biaya keagenan pada perusahaan tanpa kepemilikan manajerial pada sektor manufaktur dan properti di Bursa Efek Indonesia periode 2007. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi perusahaan dalam mengurangi masalah keagenan (agency problem) di masing-masing perusahaan.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

a. Bagi investor, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan masukan dalam meminimalisasi konflik antara investor dengan manajer perusahaan.

b. Bagi perusahaan, hendaknya penelitian ini dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan agar dapat meminimalkan biaya keagenan dan mensejahterakan investornya.

c. Bagi mahasiswa dan kalangan akademis, informasi ini dapat digunakan untuk menambah bahan referensi yang telah ada, sebagai sumbangan pemikiran untuk penelitian selanjutnya dan meningkatkan kemampuan dalam menganalisis suatu peristiwa yang berhubungan dengan masalah keagenan.


(20)

d. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan penulis tentang biaya keagenan (agency cost).

F. Metode Penelitian 1. Batasan Operasional

Batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Proksi agency cost yang digunakan dalam penelitian ini adalah SGA (Selling

and general administrative) dan free cash flow (arus kas bebas).

b. Sektor yang dijadikan sebagai objek penelitian adalah sektor manufaktur dan

properti.

c. Data yang digunakan adalah data laporan keuangan per 31 Desember periode

2007.

2. Definisi Operasional Variabel

Berdasarkan pada permasalahan dan hipotesis yang akan diuji, parameter yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Kepemilikan Manajerial (variabel bebas) adalah proporsi kepemilikan

saham biasa yang dimiliki manajemen, termasuk direktur dan dewan komisaris. Variabel ini diukur dengan skala nominal, yaitu hanya dibedakan antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial atau tanpa kepemilikan manajerial, dengan tidak melihat berapa besar persentase kepemilikan manajerialnya di masing-masing perusahaan tersebut (Putra dan Ratnadi, 2007).


(21)

b. Biaya Keagenan (agency cost) (variabel terikat) merupakan biaya yang harus

dikeluarkan oleh para pemegang saham (prinsipal) untuk mengawasi (monitoring) seluruh tindakan dan keputusan yang diambil oleh manajer (agent). Biaya keagenan diproksikan dengan selling and general administrative/SGA dan free cash flow (arus kas bebas). SGA merupakan proksi dari operating expense (beban operasi). Variabel ini mengukur biaya keagenan berdasarkan selling and general administrative, yaitu rasio beban operasi terhadap total penjualan. Beban operasi merefleksikan diskresi manajerial dalam membelanjakan sumber daya perusahaan. Semakin tinggi beban diskresi manajerial maka semakin tinggi biaya keagenan yang terjadi. (Putra dan Ratnadi, 2007).

Rumus:

Selling and General Administrative (SGA) =

Penjualan Total

Operasi Beban

Sedangkan free cash flow adalah arus kas yang benar-benar tersedia untuk didistribusikan kepada seluruh investor setelah perusahaan menempatkan seluruh investasinya pada aktiva tetap, produk-produk baru, dan modal kerja yang dibutuhkan untuk mempertahankan operasi yang sedang berjalan (Brigham dan Houston, 2006: 65). Free cash flow (FCF) diwakili oleh rasio free cash flow dibagi dengan total aktiva.

Rumus: FCF =

Aktiva Total

Operasi Modal

pada Bersih Investasi

NOPAT


(22)

Keterangan:

NOPAT = Net Operating After Tax (Laba operasi bersih setelah pajak) EBIT = Earning Before Interest and Tax (Laba sebelum pajak)

3. Populasi Sasaran

Menurut Siagian (2008), populasi adalah keseluruhan unit atau individu dalam ruang lingkup yang ingin diteliti. Populasi dibedakan atas populasi sampel (sampling population) dan populasi sasaran (target population). Populasi sampel adalah keseluruhan individu yang akan menjadi unit analisis dan merupakan populasi yang layak serta sesuai dengan kerangka sampelnya untuk dijadikan sampel penelitian. Sedangkan populasi sasaran adalah keseluruhan individu dalam areal/wilayah/lokasi yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan biaya keagenan yang diproksikan dengan SGA (selling and general administrative) dan FCF (free cash flow) antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial dengan tidak melihat berapa besar persentase kepemilikan manajerialnya di masing-masing perusahaan manufaktur dan properti selama tahun 2007. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah semua perusahaan manufaktur dan properti yang data kepemilikannya tercantum dalam laporan keuangan pada tahun 2007. Terdapat dua kelompok populasi sasaran dalam penelitian ini, yaitu populasi sasaran untuk perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial.

Kriteria (pertimbangan) penarikan populasi sasaran yang digunakan oleh peneliti untuk kelompok pertama dan kedua adalah sebagai berikut:


(23)

a. Emiten yang listing di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2007. b. Emiten yang memiliki data tentang kepemilikan manajerial.

c. Emiten yang memiliki laporan keuangan per 31 Desember tahun 2007.

Tabel 1.1. Jumlah Populasi Sasaran Berdasarkan Karakteristik Penarikan Populasi Sasaran

No Karakteristik Populasi Sasaran

Jumlah Manajerial Tanpa

Manajerial 1 Perusahaan manufaktur yang memiliki data

kepemilikan manajerial dan terdaftar di BEI selama periode penelitian

48 79

2 Perusahaan properti yang memiliki data kepemilikan kepemilikan manajerial dan terdaftar di BEI selama periode penelitian

16 12

3 Perusahaan yang tidak memiliki laporan keuangan per 31 Desember 2007

_ _

4 Jumlah populasi sasaran 64 91

Sumber: www.idx.co.id, diolah (2009)

Berdasarkan kriteria penarikan populasi sasaran di atas, maka diperoleh populasi sasaran penelitian untuk kelompok pertama (perusahaan dengan kepemilikan manajerial) sebanyak 64 perusahaan dan untuk kelompok kedua (perusahaan tanpa kepemilikan manajerial) diperoleh populasi sasaran sebanyak 91 perusahaan, sehingga total populasi sasaran menjadi 155 perusahaan.


(24)

Tabel 1.2. Jumlah Populasi Sasaran I (Kepemilikan Manajerial)

No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing

1 AALI Astra Agro Lestari, Tbk. 09 Des 1997 2 AIMS Akbar Indo Makmur Stim., Tbk. 20 Jul 2001 3 AKKU Aneka Kemasindo Utama, Tbk 01 Nov 2004 4 ALMI Alumindo light Metal Inds., Tbk. 02 Jan 1997 5 AMFG Asahimas Flat Glass, Tbk. 08 Nov 1995 6 APLI Asiaplast Industries, Tbk. 01 Mei 2000 7 ASII Astra International, Tbk. 04 Apr 1990

8 AUTO Astra Otoparts, Tbk. 15 Jun 1998

9 BAPA Bekasi Asri Pemula, Tbk. 14 Jan 2006 10 BIPP Bhuwanatala Indah, Tbk. 23 Okt 1995 11 BKDP Bukit Darmo Properti, Tbk. 15 Jun 2007 12 BMSR Bintang Mitra Semesta R., Tbk. 29 Des 1999

13 BRAM Indo Kordsa, Tbk. 05 Sep 1990

14 BRNA Berlina, Tbk. 06 Nov 1989

15 BRPT Barito Pacipic, Tbk. 01 Okt 1993

16 BTON Betonjaya Manunggal, Tbk. 18 Jul 2001

17 BUDI Budi Acid Jaya, Tbk. 08 Mei 1995

18 CMNP Citra Marga Nusaphala, Tbk. 10 Jan 1995 19 COWL Cowell Development, Tbk. 19 Des 2006

20 CTBN Citra Tubindo, Tbk. 28 Nov 1989

21 DGIK Duta Graha Indah, Tbk. 19 Des 2007

22 DILD Intiland Development, Tbk 04 Sep 1991 23 DPNS Duta Pertiwi Nusantara, Tbk. 02 Nov 1994 24 DSUC Dayasakti Unggul Corp., Tbk. 25 Mar 1997

25 DYNA Dynaplast, Tbk. 05 Agu 1991

26 ETWA Eterindo Wahanatam, Tbk. 16 Mei 1997

27 GGRM Gudang Garam, Tbk. 27 Agu 1990

28 HDTX Panasia Indosyntex 06 Jun 1990

29 IKAI Intikeramik Alamasri Inds., Tbk. 04 Jun 1997

30 INAF Indofarma, Tbk. 17 Apr 2001

31 INAI Indal Aluminium Inds., Tbk. 05 Des 1994 32 INCI Intanwijaya International, Tbk. 03 Agu 1990 33 INDF Indofood Sukses Makmur, Tbk. 14 Jul 1994 34 JAKA Jaka Inti Realtindo, Tbk. 02 Agu 2000 35 JIHD Jakarta International Hotel, Tbk. 29 Feb 1984 36 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works, Tbk. 06 Agu 1997

37 JPRS Jaya Pari Steel, Tbk. 04 Agu 1989

38 JRPT Jaya Real Property, Tbk. 29 Jun 1994

39 KAEF Kimia Farma, Tbk. 04 Jul 2001

40 KICI Kedaung Indah Can, Tbk. 28 Okt 1993 41 LAMI Lamicitra Nusantara, Tbk. 18 Jul 2001 42 LCGP Laguna Cipta Griya, Tbk. 13 Jul 2006

43 LION Lion Metal Works, Tbk. 20 Agu 1993


(25)

45 LMPI Langgeng Makmur Plastic, Tbk. 17 Okt 1994 46 MYRX Hanson International, Tbk. 31 Okt 1990 47 MYTX Apac Citra Centertex, Tbk. 20 Okt 1989 48 PBRX Pan Brothers Tex, Tbk. 16 Agus 1990 49 PSDN Prasidha Aneka Niaga, Tbk. 18 Okt 1994 50 PUDP Pudjiadi Prestige Ltd, Tbk. 18 Nov 1994

51 PWON Pakuwon Jati, Tbk. 09 Okt 1989

52 PYFA Pyridam Farma, Tbk. 16 Okt 2001

53 RBMS Ristia Bintang Mahkota Sjt., Tbk. 19 Des 1997 54 RODA Royal Oak Development, Tbk. 22 Okt 2001 55 SIMM Surya Intrindo Makmur, Tbk. 28 Mar 2000

56 SKBM Sekar Bumi, Tbk. 05 Jan 1993

57 SOBI Sorini Agro Asia Corp., Tbk. 03 Agu 1992

58 SRSN Indoacidatama, Tbk. 16 Jul 1990

59 STTP Siantar Top, Tbk. 16 Des 1996

60 TALF Tunas Alfin, Tbk. 12 Feb 2001

61 TBLA Tunas Baru Lampung, Tbk. 15 Feb 2000

62 TCID Mandom Indonesia, Tbk. 30 Sep 1993

63 UNTX Unitex, Tbk. 28 Jun 1982

64 YPAS Yanaprima Hastapersada, Tbk. 12 Jun 1999 Sumber: www.idx.co.id, (diolah) (2009)


(26)

Tabel 1.3. Populasi Sasaran II (Tanpa Kepemilikan Manajerial)

No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing

1 ADES Ades Waters Indonesia, Tbk. 13 Jun 1994 2 ADMG Polychem Indonesia, Tbk. 20 Okt 1993 3 AISA Tiga Pilar Sejahtera Food, Tbk. 11 Jun 1997 4 AKPI Argha Karya Prima Inds., Tbk. 18 Des 1992 5 AQUA Aqua Golden Missisippi, Tbk. 01 Mar 1990

6 ARGO Argo Pantes, Tbk. 07 Jan 1991

7 ARNA Arwana Citra Mulia, Tbk. 15 Agu 2001

8 ARTI Arona Binasejati, Tbk. 30 Apr 2003

9 ASRI Alam Sutera Realty, Tbk. 18 Des 2006

10 BATA Sepatu Bata, Tbk. 24 Mar 1982

11 BATI Bat Indonesia, Tbk. 20 Des 1979

12 BIMA Primarindo Asia, Tbk 30 Agu 1994

13 BISI Bisi International, Tbk. 28 Mei 2007 14 BTEK Bumi Teknokultura Unggul, Tbk. 14 Mei 2004

15 CEKA Cahaya Kalbar, Tbk. 09 Jul 1996

16 CLPI Colorpark Indonesia, Tbk. 30 Nov 2001

17 CNTX Centex, Tbk. 15 Nov 1983

18 CPDW Cipendawa Agroindustri, Tbk. 18 Jun 1990 19 CPIN Charoen Pokphand Ind., Tbk. 18 Mar 199 20 CPRO Central Proteinatama, Tbk. 28 Nov 2006 21 DART Duta Anggada Realty, Tbk. 08 Mei 1990

22 DAVO Davomas Abadi, Tbk. 22 Des 1994

23 DLTA Delta Djakarta, Tbk. 30 Jan 1989

24 DOID Delta Dunia Petroindo, Tbk. 15 Jun 2001

25 DUTI Duta Pertiwi, Tbk. 02 Nov 1994

26 DVLA Darya Varia, Tbk. 30 Nov 2001

27 EKAD Ekadharma International, Tbk. 14 Agu 1990

28 ERTX Eratex Djaja, Tbk. 21 Agu 1990

29 ESTI Evershine Textile Ind., Tbk. 13 Okt 1992 30 FASW Fajar Surya Wisesa, Tbk. 19 Des 1994 31 FMII Fortune Mate Indonesia, Tbk. 27 Jun 2000 32 GDYR Goodyear Indonesia, Tbk. 22 Des 1980 33 GMTD Gowa Makasar Tourism D., Tbk. 11 Des 2000 34 GPRA Perdana Gapura Prima, Tbk. 10 Okt 2006

35 HMSP H M. Sampurna, Tbk. 15 Agu 1990

36 IGAR Kageo Igarjaya, Tbk. 05 Nov 1990

37 INDR Indorama Synthetics 03 Agu 1990

38 INKP Indah Kiat Pulp And Paper, Tbk. 16 Jul 1990 39 INRU Toba Pulp Lestari, Tbk. 18 Jun 1990

40 INTP Indocement P., Tbk. 05 Des 1989

41 ITMA Itamaraya Gold Inds., Tbk. 10 Des 1990 42 JPFA Japfa Comfeed Ind., Tbk 06 Agu 1997 43 JECC Jembo Cable Company, Tbk. 18 Nov 1992 44 KARW Karwell Indonesia, Tbk. 20 Des 1994


(27)

45 KBLI GT Kabel Indonesia, Tbk. 06 Jul 1992

46 KBLM Kabelindo Murni, Tbk. 01 Jun 1992

47 KDSI Keramika Indonesia Ass., Tbk. 29 Jul 1996 48 KIAS Kedawung Setia Ind., Tbk. 29 Jul 1996

49 KLBF Kalbe Farma, Tbk. 30 Jul 1991

50 KPIG Global Land Development, Tbk. 30 Mar 2000 51 LAPD Leyand International, Tbk. 17 Jul 2001

52 LPCK Lippo Cikarang, Tbk. 24 Jul 1997

53 LSIP PP London Sumatera, Tbk. 05 Jul 1996

54 MAIN Malindo Feedmil, Tbk. 10 Feb 2006

55 MBAI Multibreder Adirama Indo, Tbk. 28 Feb 1994

56 MERK Merck, Tbk. 23 Jul 1981

57 MLBI Multi Bintang Ind., Tbk. 15 Des 1981 58 MLIA Mulia Industrindo, Tbk. 17 Jan 1994

59 MRAT Mustika Ratu, Tbk. 27 Jul 1995

60 MYOR Mayora Indah, Tbk. 04 Jul 1990

61 MORE Indonesia Prima Property, Tbk. 22 Agu 1994 62 POLY Polysindo Ekaperkasa, Tbk. 12 Mar 1991 63 PROD Sara Lee Body Care, Tbk. 16 Jun 1989 64 PWSI Panca Wiratama Sakti, Tbk. 10 Mar 1994

65 RDTX Roda Vivatex, Tbk. 14 Mei 1990

66 RYCI Ricky Putra Globalindo, Tbk. 09 Feb 1998 67 SAIP Surabaya Agung Inds, Tbk. 03 Mei 1993 68 SCCO Supreme Cable Manuf., Tbk. 20 Jun 1982 69 SCPI Schering Plough Ind., Tbk. 08 Jun 1990

70 SGRO Sampoerna Agro, Tbk. 18 Jun 2007

71 SIIP Surya Inti Permata, Tbk. 08 Jan 1998

72 SIMA Siwani Makmur, Tbk. 03 Jun 1994

73 SIPD Sierad Produce, Tbk. 27 Des 1996

74 SKLT Sekar Laut, Tbk. 08 Sep 1993

75 SMAR Smart Corp., Tbk. 20 Nov 1992

76 SMCB Holcim Indonesia, Tbk. 10 Agu 1977 77 SMDM Surya Mas Duta Makmur, Tbk. 12 Okt 1995

78 SMGR Semen Gresik, Tbk. 08 Jul 1991

79 SQBI Bristol Myers Squibb Indo., Tbk. 29 Mar 1983 80 SULI Sumalindo Lestari Jaya, Tbk. 21 Mar 1994 81 TBMS Tembaga Mulia Semanan, Tbk. 23 Mei 1990 82 TFCO Teijin Indonesia Fiber, Tbk. 26 Feb 1980 83 TIRT Tirta Mahakam Plywood, Tbk. 07 Des 1999 84 TKIM Pabrik Kertas Tjiwi Kimia, Tbk. 03 Apr 1990 85 TOTO Surya Toto Indonesia, Tbk. 30 Okt 1990

86 TRST Trias Sentosa, Tbk. 02 Jul 1990

87 TSPC Tempo Scan Pacific, Tbk. 17 Jun 1994 88 ULTJ Ultrajaya Milk Inds., Tbk. 02 Jul 1990 89 UNIC Unggul Indah Cahaya, Tbk. 06 Nov 1989 90 UNVR Unilever Indonesia, Tbk. 11 Jan 1982


(28)

91 VOKS Voksel Electric, Tbk. 20 Des 1990 Sumber: www.idx.co.id, (diolah) (2009)

4. Tempat dan Waktu Penelitian a. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui media internet dengan situs www.idx.co.id. b. Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan mulai dari bulan Desember 2008 sampai dengan Maret 2009.

5. Jenis Data

Data yang digunakan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan telah dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data (Kuncoro, 2003: 127). Data sekunder peneliti diperoleh melalui media internet dengan situs www.idx.co.id dan www.google.co.id, jurnal, buku-buku referensi, surat kabar, dan literatur ilmiah lainnya yang berkaitan dengan topik bahasan dalam penelitian.

6. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui studi pustaka berupa literatur, jurnal, penelitian terdahulu, laporan keuangan perusahaan dan laporan-laporan yang dipublikasikan untuk mendapatkan gambaran masalah yang akan diteliti serta melalui data sekunder berupa laporan-laporan yang dipublikasikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI).


(29)

7. Metode Analisis Data

Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif merupakan proses pengumpulan, penyajian, dan peringkasan berbagai karakteristik data dalam upaya untuk menggambarkan data tersebut secara memadai. Statistik deskriptif digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendiskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi. Penelitian tanpa sampel, atau semua populasi diteliti, akan menggunakan statistik deskriptif dalam analisisnya (Sumarni dan Wahyuni, 2006: 106).

b. Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis akan menggunakan program statistik SPSS versi 15.0 untuk mempermudah pelaksanaaan perhitungan. Cara ini dilakukan mengingat pengolahan data dengan program tersebut lebih cepat dan mempunyai tingkat ketelitian dan keakuratan yang tinggi dibandingkan dengan perhitungan secara manual.

Untuk hipotesis komparatif dua sampel menggunakan metode uji beda

dua rata-rata dari dua kelompok observasi independen dengan derajat

signifikansi 5 %. Dalam pengujian ini menggunakan hipotesis:

H0 : Tidak terdapat perbedaan agency cost antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial.


(30)

Hi : Terdapat perbedaan agency cost antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial.

Kriteria penerimaan hipotesis dengan t-Test dua sampel independen dengan derajat signifikansi ( ) 5% adalah:

H0 diterima jika : -t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel

Hi diterima jika : t hitung > t tabel


(31)

Arman Saputra Sinaga : Analisis Perbedaan Proksi Agency Cost Antara Perusahaan Dengan Kepemilikan Manajerial Dan Tanpa Kepemilikan Manajerial Pada Sektor Manufaktur Dan Properti Di Bursa Efek Indonesia, 2009.

USU Repository © 2009

BAB II

URAIAN TEORITIS

A. Penelitian Terdahulu

Penelitian tentang kepemilikan manajerial dilakukan oleh Putra dan Ratnadi (2007), dengan judul “Pengaruh Kebijakan Dividen dan Kepemilikan Manajerial terhadap Kos Keagenan”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui perbedaan biaya keagenan (variabel terikat) antara perusahaan dengan kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya keagenan (agency cost) pada perusahaan dengan kepemilikan manajerial lebih kecil dibandingkan biaya keagenan pada perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.

Pradessya (2006) meneliti pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan deviden. Hasil penelitian menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Taswan (2003) yang menemukan bahwa insider ownership (kepemilikan pihak dalam atau kepemilikan manajerial) berhubungan positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.

Sukartha (2005), melakukan penelitian tentang kepemilikan manajerial dengan judul “Pengaruh Manajemen Laba dan Kepemilikan Manajerial pada Kesejahteraan Pemegang Saham Perusahaan Target Akuisisi”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan pemegang saham (prinsipal). Ini berarti, semakin besar


(32)

proporsi kepemilikan pihak manajer maka akan semakin meminimalkan masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham (investor).

B. Teori Keagenan (Agency Theory)

Teori agensi muncul sebagai akibat konflik kepentingan antara manajer perusahaan, pemegang saham dengan pemberi utang (Erlina, 2008). Para manajer mungkin memiliki tujuan–tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan memaksimalkan kekayaaan pemegang saham. Para manajer diberi kekuasaan oleh para pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai teori keagenan (agency theory) (Brigham dan Houston, 2006: 26).

Agen adalah orang–orang atau organisasi yang diotorisasi atau diberi wewenang oleh orang lain, yang disebut sebagai prinsipal, untuk betindak atas nama orang tersebut (Horne dan Wachowicz, 2005: 7). Jika kedua belah pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan utilitas, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal. Teori keagenan yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok, atau organisasi. Salah satu pihak (principal) membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain (agent) dengan harapan bahwa agen akan bertindak/melakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal.

Masalah keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan (conflict of interest) dan informasi yang tidak lengkap (asimetry information) antara pemilik perusahaan dengan manajer. Akibatnya, akan timbul suatu biaya


(33)

yang dinamakan biaya keagenan (agency cost) yang meliputi: monitoring costs, bonding costs, dan residual losses (Meythi, 2005: 4).

Monitoring costs adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi.

Bonding costs adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Pemegang saham hanya akan mengizinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut dapat mengurangi monitoring cost. Sedangkan residual loss timbul dari kenyataan bahwa tindakan agen kadang kala berbeda dari tindakan yang memaksimumkan kepentingan prinsipal.

Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer dengan pemegang saham, manajer dengan kreditor atau antar pemegang saham, kreditor dan manajer disebabkan adanya hubungan keagenan atau agency relationship. Pihak prinsipal dapat membatasi perbedaan kepentingannya dengan memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan harus bersedia mengeluarkan biaya pengawasan atau monitoring cost untuk mencegah penyimpangan (hazard) dari agen. Hal tersebut dinamakan dengan biaya keagenan atau agency cost (Horne dan Wachowicz, 2005: 8).

Menurut Meythi, 2005, ada delapan cara untuk mengurangi konflik kepentingan dan biaya keagenan atau agency cost.


(34)

1. Meningkatkan Kepemilikan Manajerial.

Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham sehingga manajemen dapat bertindak sesuai dengan keinginan pemegang saham. Dengan peningkatan persentase kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan kemakmuran pemegang saham. Pada kepemilikan menyebar, masalah keagenan terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang saham. Sedangkan pada kepemilikan terkonsentrasi, masalah keagenan disebabkan oleh hubungan antara pemegang saham dan kreditor.

2. Kepemilikan Institusional Sebagai Agen Pengawas (Monitoring Agents).

Konflik kepentingan mendasari adanya biaya keagenan, dengan asumsi rasionalitas ekonomi dimana orang akan memenuhi kepentingannya terlebih dahulu sebelum pemenuhan kepentingan orang lain. Demikian juga halnya dengan manajemen perusahaan. Kepemilikan institusional dapat digunakan sebagai cara untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer. Kepemilikan institusional didefinisikan sebagai proporsi kepemilikan saham pada akhir tahun yang dimiliki oleh lembaga, seperti asuransi, bank atau institusi lain. Peningkatan kepemilikan institusional menyebabkan kinerja manajer diawasi secara optimal dan terhindar dari perilaku oportunistik. Dengan melibatkan kepemilikan institusional, manajer bertindak sesuai keinginan pemegang saham sehingga mengurangi biaya keagenan.

3. Meningkatkan Pendanaan Melalui Utang.

Peningkatan utang akan menurunkan skala konflik antara pemegang saham dan manajemen. Apabila perusahaan memerlukan kredit, maka harus siap


(35)

untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan akan mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham. Disamping itu, utang juga dapat mengurangi kelebihan aliran kas atau excess cash flows yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh manajemen.

4. Meningkatkan Rasio Dividen Terhadap Laba Bersih Atau Dividend

Payout Ratio.

Dengan demikian akan memperkecil jumlah aliran kas bebas atau free cash flow sehingga manajemen harus mencari sumber dana eksternal untuk pembiayaan investasi. Pengertian free cash flow itu sendiri adalah ketersediaan dana dalam jumlah yang melebihi kebutuhan untuk pendanaan investasi yang menguntungkan. Apabila laba yang diperoleh dibagi sebagai dividen, maka kebutuhan investasi harus dicari dari sumber dana eksternal. Pembiayaan eksternal ini akan meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal seperti pengawas pasar modal, banker investasi atau investment banker dan investor.

5. Tingkat Risiko

Dalam kerangka konflik keagenan, risiko digunakan sebagai dasar untuk menetukan kepemilikan manajerial, kebijakan utang dan kebijakan dividen. Pada tingkat risiko tinggi perusahaan kesulitan mengawasi kondisi eksternal sehingga meningkatakan kepemilikan manajerial sebagai cara untuk mengawasi kondisi internal.

6. Kebijakan Insentif

Dengan insentif yang menarik, manajer termotivasi meningkatkan kemakmuran pemilik dan memperketat pengawasan terhadap perusahaan.


(36)

Masalah keagenan tidak sepenuhnya diatasi melalui kebijakan insentif, tetapi diperlukan kebijakan baru melalui peningkatan kepemilikan manajerial. Keterlibatan manajer dalam kepemilikan saham dapat memotivasi untuk meningkatkan nilai perusahaan dan kemakmuran pemegang saham. sebaliknya apabila ditetapkan persentase kepemilikan manajerial kecil, maka manajer terfokus pada pengembangan kapasitas atau ukuran perusahaan. Tujuan manajer melakukan tindakan ini yaitu untuk mempertahankan posisi manajerial dari ancaman hostile takeover (pengambilalihan), meningkatkan status, kekuasaan, gaji atau memberi kesempatan pada manajer bawah dan menengah untuk berkembang.

7. Menggunakan Aliansi Dengan Kreditor Atau Bentuk Kerjasama Lainnya Sesuai Dengan Kesepakatan Bersama

Penggunaan aliansi dengan kreditor atau bentuk kerjasama lainnya sesuai dengan kesepakatan bersama dapat mengurangi konflik keagenan. Jika beraliansi, manajer bisa memperoleh dananya dari pihak kreditor tanpa harus membayar bunga dan utang, jika pihak kreditor bisa memperoleh pendapatan dari keuntungan (earning per share atau laba) perusahaan, serta kemungkinan kreditor menjadi owner (pemilik). Kelemahan dari aliansi adalah sulit mencari investor yang ingin bekerjasama dengan pihak perusahaan karena biasanya investor atau kreditor jarang sekali mau menanggung risiko tapi ingin mendapat keuntungan yang besar.

8. Manajer Memahami Bagaimana Peran-perannya

Manajer mengetahui dan paham bagaimana peran-perannya sebagai manajer dapat mengurangi konflik keagenan. Peran manajer adalah :


(37)

a. Mengambil keputusan keuangan dalam perusahaan, antara lain: keputusan pendanaan, keputusan investasi, pendistribusian keuntungan.

b. Mempertimbangkan risiko dari setiap keputusan yang diambil dan return yang akan diperoleh dari setiap investasi tersebut. Oleh karena itu sebagai pengambil keputusan dalam perusahaan yang akan mensejahterakan para pemilik saham, sebaiknya manajer memahami betul konsep-konsep mengenai risk and return, capital structure (struktur modal), capital budgeting (penganggaran modal).

C. Kepemilikan Manajerial

Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang saham perusahaan (Christiawan, 2005). Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory.

Dalam kerangka agency theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal (Schroeder et al., 2001 dalam Christiawan, 2005). Agent diberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya (utilitas) perusahaan. Suatu


(38)

ancaman bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam konteks ini masingmasing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan.

Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan. Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial.

Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan manajerial, manajer yang bukan pemegang saham cenderung hanya mementingkan kepentingannya sendiri.


(39)

D. Hubungan Keagenan

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal) memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi wewenang kepada agen untuk membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Hubungan keagenan muncul ketika satu atau lebih individu, yang disebut sebagai prinsipal menyewa individu atau organisasi lain, yang disebut sebagai agen, untuk bertindak atas namanya dan mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada agen (Atmadja, 2008: 12). Dalam manajemen keuangan, hubungan keagenan utama terjadi antara (1) pemegang saham dengan manajer dan (2) manajer dengan pemilik utang (kreditor) (Brigham dan Houston, 2006: 26).

1. Pemegang Saham versus Manajer

Potensi konflik keagenan di kebanyakan perusahaan besar, adalah hal yang penting karena para manajer perusahaan besar biasanya hanya memiliki persentase yang kecil dari saham. dalam situasi seperti ini, memaksimalakan kekayaan pemegang saham dapat berada pada urutan kesekian dari sejumlah tujuan–tujuan manajerial lain yang menimbulkan konflik. Banyak yang berpendapat bahwa tujuan utama beberapa manajer adalah untuk memaksimalkan ukuran dari perusahaan mereka. Dengan menciptakan sebuah perusahaan yang besar dan tumbuh dengan pesat, para manajer dapat (a) meningkatkan keamanan jabatan mereka, (b) meningkatakan kekuatan, status dan gaji mereka, (c) memberikan lebih banyak kesempatan untuk manajer tingkat bawah dan menengah.


(40)

Para manajer dapat didorong untuk bertindak demi kepentingan utama para pemegang saham melalui insentif–insentif yang memberikan imbalan atas setiap kinerja yang baik atau hukuman untuk kinerja yang buruk. Menurut Brigham dan Houston (2006: 27) terdapat beberapa mekanisme spesifik yang digunakan untuk memotivasi para manajer untuk bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang saham, antara lain:

a. Kompensasi Manajerial

Kompensasi dirancang untuk menarik dan mempertahankan manajer-manajer yang cakap dan untuk menyelaraskan tindakan manajer-manajer sedekat mungkin dengan kepentingan pemegang saham, yang umumnya berkepentingan dengan memaksimalkan harga saham. Para manajer kemungkinan besar akan memfokuskan perhatian pada memaksimalkan harga saham jika mereka sendiri adalah pemegang saham yang besar. Sering kali, perusahaan memberikan saham kinerja (performance share), dimana eksekutif menerima sejumlah saham tergantung dari kinerja aktual perusahaan dan jasa yang berkelanjutan dari eksekutif tersebut.

b. Intervensi Langsung Pemegang Saham

Para investor, seperti investor institusional dapat menggunakan kekuatannya untuk menerapkan pengaruh yang cukup besar atas operasi sebagian perusahaan. Mereka dapat berbicara dengan manajemen perusahaan dan membuat saran bagaimana bisnis tersebut sebaiknya dijalankan. Dampaknya, investor institusional dapat bertindak sebagai pelobi bagi kelompok pemegang saham.


(41)

c. Ancaman Pemecatan

Penyingkiran manajemen dari sebuah perusahaan besar oleh pemegang sahamnya hanya memiliki kemungkinan kecil, sehingga hanya memberikan sedikit ancaman. Situasi ini terjadi karena saham dari sebagian besar perusahaan telah didistribusikan begitu luasnya, disertai dengan pengendalian manajemen atas mekanisme voting yang begitu kuat, sehingga hampir tidak mungkin bagi para pemegang saham yang tidak setuju mendapatkan suara yang dibutuhkan untuk menggulingkan suatau tim manajemen.

d. Ancaman Pengambilalihan

Pengambilalihan tidak bersahabat (hostile takeover) yaitu ketika manajemen tidak menginginkan perusahaannya diambil alih, kemungkinan besar akan terjadi ketika saham sebuah perusahaan dinilai terlalu rendah relatif terhadap potensinya akibat manajemen yang buruk. Dalam pengambilalihan yang tidak bersahabat, para manajer dari perusahaan yang diakuisisi biasanya dipecat, dan jika ada yang bisa menetap akan mendapat status dan wewenang yang tidak pasti.

2. Pemegang Saham (Melalui manajer) Versus Kreditor

Kreditor memiliki klaim atas sebagian dari arus laba perusahaan untuk pembayaran bunga dan pokok utang, dan mereka memiliki klaim atas aset perusahaan di waktu terjadi kebangkrutan. Akan tetapi, pemegang saham memiliki kendali (melalui manajernya) atas keputusan–keputusan yang mempengaruhi profitabilitas dan risiko perusahaan. Misalnya pemegang saham, yang bertindak melalui manajemen, menyebabkan sebuah perusahaan menjalankan satu proyek baru yang besar dan jauh lebih berisiko dari pada yang diantisipasi oleh para kreditornya. Peningkatan risiko ini akan menyebabkan


(42)

tingkat pengembalian yang diminta dari utang perusahaan ikut meningkat, dan hal ini akan mengakibatkan jatuhnya nilai dari utang yang belum jatuh tempo.

Jika proyek yang berisiko tersebut berhasil, maka seluruh keuntungannya kan diterima oleh pemegang saham,karena pengembalian kreditor ditetapkan pada tingkat risiko rendah yang lama. Namun, jika proyek tersebut tidak berhasil, para pemegang utang mungkin harus ikut menanggung kerugiannya. Hal ini jelas tidak menguntungkan bagi kreditor. Begitu pula jika para manajernya meminjam tambahan dana dan menggunakanya untuk membeli kembali saham perusahaan yang beredar sebagai usaha untuk menaikkan tingkat pengembalian ekuitas pemegang saham (Brigham dan Houston, 2006: 31).

E. Ketidaksamaan Informasi (Asymmetric Information)

Adanya pemisahan kepemilikan dan pengendalian perusahaan akan menyebabkan timbulnya asymmetrc information. Ketidaksamaan informasi adalah situasi dimana manajer memiliki informasi yang berbeda (yang lebih baik) mengenai prospek perusahaan daripada yang dimiliki oleh investor (Brigham dan Houston, 2006: 35). Menurut Scott, 2000 dalam Kiryanto, 2006, ada dua jenis asymmetriy information, yaitu: adverse selection dan moral hazard.

Adverse selection adalah suatu tipe informasi asimetri (asymmetric information) dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku transaksi bisnis atau transaksi-transaksi yang potensial mempunyai informasi lebih atas yang lain. Ketimpangan pengetahuan informasi perusahaan ini dapat menimbulkan masalah dalam transaksi pasar modal karena investor tidak mempunyai informasi yang cukup dalam pengambilan keputusan investasinya.


(43)

Sedangkan moral hazard adalah suatu tipe informasi asimetri (asymmetric information) dimana satu orang atau lebih pelaku-pelaku bisnis atau transaksi-transaksi potensial yang dapat mengamati.kegiatan-kegiatan mereka secara penuh dibandingkan dengan pihak lain. Masalah moral hazard ini terjadi karena pihak-pihak diluar perusahaan (investor) mendelegasikan tugas dan kewenangannya kepada manajer tetapi investor tidak dapat sepenuhnya memantau manajer dalam melaksanakan pendelegasian tersebut.

F. Teori Sinyal

Teori Sinyal menjelaskan mengapa perusahaan (manajer) mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak eksternal (pemegang saham). Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak luar karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang daripada pihak luar (investor dan kreditor). Kurangnya informasi pihak luar mengenai perusahaan menyebabkan mereka melindungi diri mereka dengan memberikan harga yang rendah untuk perusahaan. Perusahaan dapat meningkatkan nilai perusahaan, dengan mengurangi informasi asimetri. Salah satu cara untuk mengurangi informasi asimetri adalah dengan memberikan sinyal pada pihak luar, salah satunya berupa informasi keuangan yang dapat dipercaya dan akan mengurangi ketidakpastian mengenai prospek perusahaan yang akan datang (Brigham dan Houston, 2001).

Teori sinyal mengemukakan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini


(44)

berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik. Sinyal dapat berupa promosi atau informasi lain yang menyatakan bahwa perusahaan tersebut lebih baik daripada perusahaan lain. Laporan keuangan seharusnya memberikan informasi yang berguna bagi investor dan kreditor untuk membuat keputusan investasi, kredit dan keputusan sejenis. Laba merupakan bagian dari laporan keuangan sehingga laba seharusnya juga berguna untuk keputusan kredit. Laba dapat digunakan untuk menilai prospek perusahaan misalnya untuk (a) mengevaluasi performance manajemen, (b) memperkirakan earning power, (c) memprediksikan laba yang akan datang atau (d) menilai risiko investasi atau pinjaman pada perusahaan.

G. Tata Kelola Perusahaan

Tata kelola perusahaan (corporate governance) merujuk pada sistem yang mengharuskan perusahaan dikelola dan dikendalikan. Sistem tersebut melintasi berbagai hubungan antara para pemegang saham perusahaan, dewan direksi serta pihak manajemen senior. Hubungan-hubungan ini memberi kerangka kerja untuk menetapkan tujuan perusahaan dan pengawasan kinerja. Terdapat tiga kategori individu yang menjadi kunci utama keberhasilan tata kelola perusahaan. Pertama, pemegang saham biasa yang memilih dewan direksi; kedua, dewan direksi perusahaan itu sendiri; dan ketiga, para pejabat eksekutif puncak yang dipimpin oleh direktur utama (Chief Executive Officer - CEO).

Dewan direksi (board of directors) yang merupakan penghubung penting antara pemegang saham dengan para manajer, berpotensi menjadi instrumen yang paling efektif untuk tata kelola perusahaan. Tanggung jawab utama mereka adalah


(45)

mengawasi jalannya perusahaan. Dewan direksi, jika beroperasi dengan benar, juga merupakan pemeriksa independen atas manajemen perusahaan untuk memastikan bahwa pihak manajemen bertindak demi kepentingan para pemegang saham (Horne dan Wachowicz, 2005: 10).

Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah: transparansi (transparency), akuntabilitas (accountability), keadilan (fairness), dan responsibilitas (responsibility). Transparency, yaitu dengan meningkatkan kualitas keterbukaan informasi tentang “performance” perusahaan secara akurat dan tepat waktu. Accountability, yaitu dengan mendorong optimalisasi peran dewan direksi dan dewan komisaris dalam menjalankan tugas dan fungsinya secara profesional.

Praktik audit yang sehat dan independen mutlak diperlukan untuk menunjang akuntabilitas perusahaan. Hal ini dapat dilakukan antara lain dengan mengefektifkan komite audit. Fairness, yaitu dengan memaksimalkan upaya perlindungan hak dan perlakuan adil kepada seluruh shareholders tanpa kecuali. Responsibility, yaitu dengan mendorong optimalisasi peran stakeholders dalam mendukung program-program perusahaan (Baridwan dalam Ujiyantho, 2006), dengan menerapkan corporate governance diharapkan dapat mengurangi dorongan untuk melakukan tindakan manipulasi oleh manajer. Sehingga kinerja yang dilaporkan merefleksikan keadaan ekonomi yang sebenarnya dari perusahaan bersangkutan (Jensen dalam Ujiyantho, 2006).


(46)

Arman Saputra Sinaga : Analisis Perbedaan Proksi Agency Cost Antara Perusahaan Dengan Kepemilikan Manajerial Dan Tanpa Kepemilikan Manajerial Pada Sektor Manufaktur Dan Properti Di Bursa Efek Indonesia, 2009.

USU Repository © 2009

BAB III

GAMBARAN UMUM

PASAR MODAL INDONESIA

A. Perkembangan Pasar Modal di Indonesia

Pasar modal (capital market) merupakan pasar untuk berbagai instrumen keuangan jangka panjang yang bisa diperjualbelikan, baik surat utang (obligasi), ekuiti (saham), reksa dana, instrumen derivative maupun instrumen lainnya. Pasar modal merupakan sarana pendanaan bagi perusahaan maupun institusi lain (misalnya pemerintah), dan sebagai sarana bagi kegiatan berinvestasi. Dengan demikian, pasar modal memfasilitasi berbagai sarana dan prasarana kegiatan jual beli dan kegiatan terkait lainnya.

Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal merupakan instrumen jangka panjang (jangka waktu lebih dari 1 tahun) seperti saham, obligasi, waran, right, reksa dana, dan berbagai instrumen derivative seperti option, futures, dan lain-lain. Undang-Undang Pasar Modal No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal mendefinisikan pasar modal sebagai kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek.

Pasar Modal memiliki peran penting bagi perekonomian suatu negara karena pasar modal menjalankan dua fungsi, yaitu pertama sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). Dana yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi, penambahan modal kerja dan lain-lain. Kedua, pasar


(47)

modal menjadi sarana bagi masyarakat untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain. Dengan demikian, masyarakat dapat menempatkan dana yang dimilikinya sesuai dengan karakteristik keuntungan dan risiko masing-masing instrumen.

B. Sejarah Bursa Efek Indonesia

Secara historis, Pasar Modal telah hadir jauh sebelum Indonesia merdeka. Pasar Modal atau Bursa Efek telah ada sejak zaman kolonial Belanda dan tepatnya pada tahun 1912 di Batavia. Pasar Modal ketika itu didirikan oleh pemerintah Hindia Belanda untuk kepentingan pemerintah kolonial atau VOC. Meskipun Pasar Modal telah ada sejak tahun 1912, perkembangan dan pertumbuhan Pasar Modal tidak berjalan seperti yang diharapkan, bahkan pada beberapa periode pasar modal mengalami kevakuman.

Hal itu disebabkan oleh beberapa faktor seperti Perang Dunia I dan Perang Dunia II, pemindahan kekuasaan dari pemerintah kolonial Belanda kepada pemerintah Republik Indonesia, dan berbagai kondisi yang menyebabkan operasi Bursa Efek tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Pemerintah Republik Indonesia mengaktifkan kembali Pasar Modal pada tahun 1977, dan beberapa tahun kemudian pasar modal mengalami pertumbuhan seiring dengan berbagai insentif dan regulasi yang dikeluarkan pemerintah.

Secara singkat, tonggak perkembangan pasar modal di Indonesia adalah sebagai berikut (www.idx.co.id: Februari 2009) :

1. 14 Desember 1912 : Bursa Efek pertama di Indonesia dibentuk di Batavia oleh Pemerintah Hindia Belanda.


(48)

3. 1925 – 1942 : Bursa Efek di Jakarta dibuka kembali bersama dengan Bursa Efek di Semarang dan Surabaya.

4. Awal tahun 1939 : Karena isu politik (Perang Dunia II) Bursa Efek di Surabaya dan Semarang ditutup.

5. 1942- 1952 : Bursa Efek di Jakarta ditutup kembali selama Perang Dunia II. 6. 1952 : Bursa Efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal

1952, yang dikeluarkan oleh Menteri Keuangan (Prof. DR. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang diperdagangakan: Obligasi Pemerintah RI (1950).

7. 1956 : Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa Efek semakin tidak aktif. 8. 1956 – 1977 : Perdagangan di Bursa Efek vakum.

9. 10 Agustus 1977 : Bursa Efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. Bursa Efek Jakarta (BEJ) dijalankan dibawah BAPEPAM (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10 Agustus diperingati sebaagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali Pasar Modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten pertama.

10.1977 – 1987 : Perdagangan di Bursa Efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987 baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrumen perbankan dibandingkan instrumen Pasar Modal.

11.1987 : Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan Penawaran Umum dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.

12.1988 – 1990 : Paket deregulasi dibidang Perbankan dan Pasar Modal diluncurkan. Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas Bursa terlihat meningkat.


(49)

13.2 Juni 1988 : Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya berdiri dari broker dan dealer.

14.Desember 1988 : Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 1988 (PAKDES 88), yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public.

15.16 Juni 1989 : Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh Perseroan Terbatas milik swasta yaitu PT. Bursa Efek Surabaya.

16.13 Juli 1992 : Swastanisasi BEJ. BAPEPAM berubah menjadi Badan Pengawas Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ.

17.22 Mei 1995 : Sistem otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan sistem komputer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).

18.10 November 1995 : Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Undang-Undang ini mulai diberlakukan pada Januari 1996.

19.1995 : Bursa Paralel Indonesia merger dengan Bursa Efek Surabaaya.

20.2002 : BEJ mulai mengaplikasikan sistem perdagangan jarak jauh (remote trading).

21.2007 : Penggabungan Bursa Efek Surabaya (BES) ke Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan berubah nama menjadi Bursa Efek Indonesia (BEI).


(50)

C. Profil Perusahaan

Profil perusahaan sektor manufaktur dan properti yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama periode 2007 yang menjadi populasi sasaran penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1

Profil Populasi Sasaran Penelitian

No Kode Emiten Nama Emiten Tanggal Listing

1 AALI Astra Agro Lestari, Tbk. 09 Des 1997 2 AIMS Akbar Indo Makmur Stim., Tbk. 20 Jul 2001 3 AKKU Aneka Kemasindo Utama, Tbk 01 Nov 2004 4 ALMI Alumindo light Metal Inds., Tbk. 02 Jan 1997 5 AMFG Asahimas Flat Glass, Tbk. 08 Nov 1995 6 APLI Asiaplast Industries, Tbk. 01 Mei 2000 7 ASII Astra International, Tbk. 04 Apr 1990

8 AUTO Astra Otoparts, Tbk. 15 Jun 1998

9 BAPA Bekasi Asri Pemula, Tbk. 14 Jan 2006 10 BIPP Bhuwanatala Indah, Tbk. 23 Okt 1995 11 BKDP Bukit Darmo Properti, Tbk. 15 Jun 2007 12 BMSR Bintang Mitra Semesta R., Tbk. 29 Des 1999

13 BRAM Indo Kordsa, Tbk. 05 Sep 1990

14 BRNA Berlina, Tbk. 06 Nov 1989

15 BRPT Barito Pacipic, Tbk. 01 Okt 1993

16 BTON Betonjaya Manunggal, Tbk. 18 Jul 2001

17 BUDI Budi Acid Jaya, Tbk. 08 Mei 1995

18 CMNP Citra Marga Nusaphala, Tbk. 10 Jan 1995 19 COWL Cowell Development, Tbk. 19 Des 2006

20 CTBN Citra Tubindo, Tbk. 28 Nov 1989

21 DGIK Duta Graha Indah, Tbk. 19 Des 2007

22 DILD Intiland Development, Tbk 04 Sep 1991 23 DPNS Duta Pertiwi Nusantara, Tbk. 02 Nov 1994 24 DSUC Dayasakti Unggul Corp., Tbk. 25 Mar 1997

25 DYNA Dynaplast, Tbk. 05 Agu 1991

26 ETWA Eterindo Wahanatam, Tbk. 16 Mei 1997

27 GGRM Gudang Garam, Tbk. 27 Agu 1990

28 HDTX Panasia Indosyntex 06 Jun 1990

29 IKAI Intikeramik Alamasri Inds., Tbk. 04 Jun 1997

30 INAF Indofarma, Tbk. 17 Apr 2001

31 INAI Indal Aluminium Inds., Tbk. 05 Des 1994 32 INCI Intanwijaya International, Tbk. 03 Agu 1990 33 INDF Indofood Sukses Makmur, Tbk. 14 Jul 1994 34 JAKA Jaka Inti Realtindo, Tbk. 02 Agu 2000 35 JIHD Jakarta International Hotel, Tbk. 29 Feb 1984 36 JKSW Jakarta Kyoei Steel Works, Tbk. 06 Agu 1997

37 JPRS Jaya Pari Steel, Tbk. 04 Agu 1989


(1)

41 KDSI 63.322.557.426 922.556.776.018 0,068638 42 KIAS 32.599.254.520 315.417.827.484 0,103353 43 KLBF 2.422.276.109.762 7.004.909.851.908 0,345797 44 LAPD 4.994.844.840 61.809.340.450 0,080811 45 LSIP 99.099.000.000 2.900.835.000.000 0,034162

46 MAIN 54.587.551 1.085.558.691 0,050285

47 MBAI 182.343.000.000 962.741.000.000 0,1894 48 MERK 194.391.037.000 547.237.994.000 0,355222 49 MLBI 309.419.000.000 978.600.000.000 0,316185 50 MLIA 464.884.237.000 2.775.877.452.000 0,167473 51 MRAT 121.699.468.672 252.122.829.574 0,482699 52 MYOR 389.846.469.140 2.828.440.024.641 0,137831 53 POLY 279.603.306.825 3.639.104.333.989 0,076833 54 PROD 4.608.703.000 125.110.469.000 0,036837 55 RDTX 111.465.222.682 142.015.377.967 0,784881 56 RYCI 51.330.364.524 425.583.534.669 0,120612 57 SAIP 84.030.302.810 673.175.691.968 0,124827 58 SCCO 129.233.660.107 2.281.701.879.435 0,056639 59 SCPI 64.192.436.239 170.351.303.609 0,376824

60 SGRO 90.035.458 1.598.930.908 0,05631

61 SIMA 7.731.530.751 80.822.536.576 0,095661 62 SIPD 109.672.944.328 1.632.453.613.659 0,067183 63 SKLT 42.208.844.205 237.050.125.027 0,178059 64 SMAR 562.006.153.626 8.079.714.530.631 0,069558 65 SMCB 741.638.000.000 3.754.906.000.000 0,197512 66 SMGR 1.603.808.434 9.600.800.642 0,167049 67 SQBI 69.535.674.000 260.247.545.000 0,267191 68 SULI 100.390.213.229 1.073.890.281.326 0,093483 69 TBMS 42.381.869.739 3.862.827.379.473 0,010972 70 TFCO 167.782.390.000 3.056.145.280.000 0,0549 71 TIRT 83.071.654.002 772.315.937.806 0,107562 72 TKIM 1.116.711.040.000 11.548.846.510.000 0,096695 73 TOTO 95.945.723.909 895.261.887.783 0,107171 74 TRST 109.562.324.021 1.496.541.311.101 0,07321 75 TSPC 320.560.299.182 3.124.072.589.811 0,10261 76 ULTJ 248.830.127.390 1.126.799.918.436 0,220829 77 UNIC 221.428.040.000 3.187.166.240.000 0,069475 78 UNVR 3.520.352.000.000 12.544.901.000.000 0,28062 79 VOKS 82.260.301.548 1.358.648.199.613 0,060546


(2)

Lampiran 3. SGA Perusahaan Properti dengan Kepemilikan Manajerial No Emiten Beban Operasi Total Penjualan SGA

1 BAPA 2.098.884.467 11.584.718.850 0,181177 2 BIPP 17.510.000.000 21.036.000.000 0,832383 3 BKDP 7.791.128.363 18.680.853.963 0,417065 4 BMSR 4.434.600.680 11.578.436.000 0,383005 5 CMNP 309.000.000.000 482.000.000.000 0,641079 6 COWL 28.077.000.000 83.456.000.000 0,336429 7 DILD 72.520.895.513 161.144.612.055 0,450036 8 JAKA 1.119.672.233 4.506.069.200 0,248481 9 JIHD 237.508.688.000 485.653.821.000 0,489049 10 JRPT 84.546.591.000 527.358.558.000 0,160321 11 LAMI 34.443.546.000 93.204.412.000 0,369548 12 LCGP 3.371.941.195 13.114.024.647 0,257125 13 PUDP 26.459.489.312 65.849.810.314 0,401816 14 PWON 44.282.033.000 444.376.540.000 0,09965 15 RBMS 11.476.956.517 48.661.458.278 0,235853 16 RODA 2.106.482.144 8.126.046.324 0,259226 Lampiran 4. SGA Perusahaan Properti tanpa Kepemilikan Manajerial No Emiten Beban Operasi Total Penjualan SGA

1 ASRI 74.157.766.636 307.931.687.140 0,240825 2 DART 309.000.000.000 482.000.000.000 0,641079 3 DUTI 449.208.482.380 1.274.545.939.484 0,352446 4 FMII 1.440.995.277 8.117.832.250 0,17751 5 GMTD 14.686.178.201 60.050.803.988 0,244563 6 GPRA 59.721.210.264 409.178.712.272 0,145954 7 KPIG 14.474.547.575 1.226.066.245 11,80568 8 LPCK 39.624.981.508 158.771.324.258 0,249573 9 OMRE 55.574.665.153 212.337.609.891 0,261728 10 PWSI 2.224.800.842 2.436.826.120 0,912991 11 SIIP 5.260.360.334 246.117.276.000 0,021373 12 SMDM 32.738.000.000 159.931.000.000 0,204701


(3)

Lampiran 5. FCF Perusahaan Manufaktur dengan Kepemilikan Manajerial No Emiten NOPAT Investasi Bersih Total Aktiva FCF

1 AALI 2.039.992.500.000 1.345.491.000.000 5.352.986.000.000 0,130 2 AIMS 796.103.814 571.300.387 68.695.859.260 0,003 3 AKKU 712.662.764 117.440.039 53.884.736.781 0,011 4 ALMI 31.906.036.705 60.472.715.231 1.370.927.840.715 -0,021 5 AMFG 153.742.888.200 161.390.434.000 1.759.800.349.000 -0,004 6 APLI 8.573.517.175 -298.580.678 295.233.917.027 0,030 7 ASII 7.975.203.750.000 3.567.046.000.000 63.519.598.000.000 0,069 8 AUTO 467.570.880.000 284.863.000.000 3.454.254.000.000 0,053 9 BRAM 44.072.950.020 55.682.829.000 1.554.863.136.000 -0,007 10 BRNA 13.320.128.111 13.617.610.777 387.272.984.910 -0,001 11 BRPT 44.687.430.000 12.231.068.000.000 16.912.119.000.000 -0,721 12 BTON 8.819.161.256 8.624.250.521 46.469.199.037 0,004 13 BUDI 47.166.600.000 337.543.000.000 1.485.651.000.000 -0,195 14 CTBN 233.790.109.000 94.395.690.000 1.699.824.560.000 0,082 15 DGIK 74.853.730.024 507.492.815.520 1.210.835.379.526 -0,357 16 DPNS 677.260.806 5.621.594.518 156.052.451.747 -0,032 17 DSUC -57.933.507.470 -70.585.288.798 288.943.246.774 0,044 18 DYNA 9.819.811.595 59.286.356.000 1.123.388.423.766 -0,044 19 ETWA 6.655.757.773 15.714.475.493 439.545.959.118 -0,021 20 GGRM 1.455.195.060.000 949.447.000.000 23.928.968.000.000 0,021 21 HDTX 1.385.504.027 183.724.850.086 94.082.044.091 -1,938 22 IKAI 9.685.622.113 112.419.120.659 772.704.222.377 -0,133 23 INAF 11.037.065.446 21.695.353.767 1.009.437.678.208 -0,011 24 INAI 29.313.871.754 -65.917.778.498 482.711.646.072 0,197 25 INCI 2.746.913.820 3.398.548.800 179.761.408.940 -0,004 26 INDF 1.363.051.140.000 -544.047.000.000 29.527.466.000.000 0,065 27 JKSW -35.107.953.756 -9.396.510.162 290.139.653.820 -0,089 28 JPRS 41.412.072.267 41.679.604.607 268.790.167.421 -0,001 29 JRPT 51.956.054.036 53.489.642.859 1.386.739.149.721 -0,001 30 KAEF -6.569.829.717 -42.117.750.621 80.262.032.305 0,443 31 KICI 25.350.276.863 20.227.737.039 216.129.508.805 0,024 32 LION 1.792.852.153 -1.794.323.441 531.756.407.354 0,007 33 LMSH 5.971.614.889 8.489.771.869 6.281.702.399.313 -0,0004 34 LMPI -139.693.925.582 -79.041.635.608 524.778.161.505 -0,1156 35 MYRX 2.384.241.200 -120.898.523.401 2.234.512.527.382 0,0552 36 MYTX 24.828.409.167 92.571.938.223 833.092.974.381 -0,0813 37 PBRX 8.367.716.256 -4.125.652.246 291.723.051.005 0,0428 38 PYFA 1.732.133.293 1.516.217.483 95.157.347.340 0,0023 39 SIMM -6.357.359.928 4.102.933.377 117.679.481.007 -0,0889 40 SKBM -7.376.454.620 7.236.570.153 21.176.377.423 -0,6901 41 SOBI 106.317.123.720 105.177.577.000 842.504.689.000 0,0014 42 SRSN 25.537.973.260 -2.355.952.000 334.128.209.000 0,0835 43 STTP 15.582.245.778 12.399.975.689 517.448.084.688 0,0061 44 TALF 7.738.563.792 8.494.914.063 216.305.085.078 -0,0035 45 TBLA 98.439.878.360 288.035.085.000 2.457.120.118.000 -0,0772 46 TCID 110.925.904.751 69.503.984.520 725.197.057.770 0,0571


(4)

47 UNTX -33.581.575.841 76.591.342.524 150.635.080.269 -0,7314 48 YPAS 13.384.059.682 -11.903.068.992 125.329.783.667 0,2018

Lampiran 6. FCF Perusahaan Manufaktur tanpa Kepemilikan Manajerial

No Emiten NOPAT Investasi Bersih Total Aktiva FCF 1 ADES 148.946.280.000 277.209.000.000 178.761.000.000 -0,7175 2 ADMG 28.925.615.870 -108.689.014.000 4.161.340.040.000 0,0331 3 AISA 15.844.748.872 10.726.508.936 515.609.051.582 0,0099 4 AKPI 16.116.501.960 -144.755.242.000 1.544.670.126.000 0,1041 5 AQUA 67.074.588.025 74.038.963.810 891.529.586.396 -0,0078 6 ARGO -201.379.717.190 432.789.294.000 1.866.001.471.000 -0,3399 7 ARNA 44.161.786.991 107.769.716.112 630.587.291.741 -0,1009 8 ARTI -22.049.976.494 -6.501.550.839 80.242.618.903 -0,1938 9 BATA 34.520.688.640 18.721.783.000 332.080.232.000 0,0476 10 BATI -62.117.370.000 -37.860.000.000 675.726.000.000 -0,0359 11 BIMA 10.292.068.145 13.122.973.595 971.768.415.490 -0,0029 12 BISI 152.388.570.000 285.735.000.000 892.227.000.000 -0,1495 13 BTEK -10.145.996.920 11.562.572.078 94.799.495.170 -0,2290 14 CEKA 24.575.353.608 69.916.798.112 613.679.506.628 -0,0739 15 CLPI 9.806.387.910 9.662.914.970 167.582.612.627 0,0009 16 CNTX -39.040.090.000 -25.240.000.000 424.739.000.000 -0,0325 17 CPDW -4.783.580.384 -3.444.004.671 33.183.558.963 -0,0404 18 CPIN 191.794.680.000 223.017.000.000 4.760.491.000.000 -0,0066 19 CPRO 359.107.560.000 3.192.797.000.000 7.794.496.000.000 -0,3636 20 DAVO 209.217.716.938 1.174.486.147.528 3.868.528.173.315 -0,2495 21 DLTA 48.633.851.220 37.985.405.000 592.359.226.000 0,0180 22 DOID 7.278.390.487 176.294.740.445 1.208.960.319.592 -0,1398 23 DVLA 50.250.595.850 26.846.582.000 560.930.742.000 0,0417 24 EKAD 4.235.481.565 2.212.147.331 84.926.214.500 0,0238 25 ERTX -37.857.454.140 -46.129.441.000 291.758.548.000 0,0284 26 ESTI -27.090.118.396 -65.631.581.183 540.721.878.346 0,0713 27 FASW 121.391.371.680 156.682.342.724 376.588.379.462 -0,0937 28 GDYR 42.202.087.050 26.361.579.000 579.661.339.000 0,0273 29 HMSP 3.634.649.640.000 2.155.585.000.000 15.680.542.000.000 0,0943 30 IGAR 21.145.867.877 21.006.610.656 329.796.879.167 0,0004 31 INDR 22.973.874.800 232.772.390.000 6.237.076.250.000 -0,0336 32 INKP 914.935.057.200 620.527.250.000 54.877.909.890.000 0,0054 33 INRU 118.356.000.000 -180.520.000.000 3.006.050.000.000 0,0994 34 INTP 978.207.280.119 457.893.235.429 10.016.027.529.358 0,0519 35 ITMA 2.329.353.138 -1.083.545.181 24.083.093.993 0,1417 36 JPFA 218.304.000.000 497.438.000.000 4.043.497.000.000 -0,0690 37 JECC 22.824.998.910 13.002.965.000 470.474.609.000 0,0209 38 KARW 6.144.453.633 110.266.796.346 302.516.741.069 -0,3442 39 KBLI 25.741.938.767 220.291.459.458 499.368.089.308 -0,3896 40 KBLM 5.189.151.552 74.039.499.650 432.681.409.048 -0,1591 41 KDSI 14.395.658.744 54.616.080.442 542.059.955.501 -0,0742 42 KIAS -84.272.964.848 -63.351.261.334 801.564.383.624 -0,0261 43 KLBF 811.067.065.963 522.636.098.429 5.138.212.506.980 0,0561


(5)

44 LAPD 148.428.599 -926.582.298 56.521.111.443 0,0190 45 LSIP 567.656.520.000 791.426.000.000 3.938.140.000.000 -0,0568 46 MAIN 28.226.397.440 12.782.774.000 504.826.872.000 0,0306 47 MBAI 67.983.000.000 23.411.000.000 795.566.000.000 0,0560 48 MERK 89.802.723.500 42.788.207.000 331.062.225.000 0,1420 49 MLBI 83.936.640.000 18.289.000.000 621.835.000.000 0,1056 50 MLIA -1.052.624.965.200 -1.016.888.230.000 3.822.944.317.000 -0,0093 51 MRAT 11.065.663.971 14.552.847.754 315.997.722.658 -0,0110 52 MYOR 146.879.552.420 131.434.847.658 1.893.175.019.860 0,0082 53 POLY -1.115.930.021.703 -1.070.658.666.319 5.448.182.115.881 -0,0083 54 PROD 33.547.562.040 27.942.929.000 252.838.798.000 0,0222 55 RDTX 35.036.771.110 38.790.414.492 583.454.291.860 -0,0064 56 RYCI 41.527.992.433 22.836.433.318 574.676.517.444 0,0325 57 SAIP -255.966.934.523 3.918.338.795.334 2.661.804.433.725 -1,5682 58 SCCO 53.646.292.413 55.516.095.376 1.293.677.068.133 -0,0014 59 SCPI 2.583.349.103 7.327.959.386 128.565.403.170 -0,0369 60 SGRO 218.249.083.500 692.836.433.000 2.088.001.645 -0,2273 61 SIMA -7.100.340.097 -8.786.602.711 75.453.380.521 0,0223 62 SIPD 21.074.062.400 97.581.671.198 1.294.772.758.402 -0,0591 63 SKLT -1.611.617.955 65.708.429.356 182.697.462.917 -0,3685 64 SMAR 983.010.238.553 1.357.486.670.215 8.063.168.750.738 -0,0464 65 SMCB 169.716.820.000 -65.741.000.000 7.208.250.000.000 0,0327 66 SMGR 1.792.150.009.300 1.067.803.807.000 8.515.227.431.000 0,0851 67 SQBI 51.924.309.900 28.329.994.000 227.421.924.000 0,1037 68 SULI 24.067.390.046 235.985.651.775 1.895.845.309.043 -0,1118 69 TBMS -3.440.744.783 -9.257.187.962 1.183.990.019.623 0,0049 70 TFCO -354.387.810.000 -292.098.330.000 2.662.271.910.000 -0,0234 71 TIRT 790.701.304 140.442.221.907 533.388.405.827 -0,2618 72 TKIM 65.443.149.700 340.653.250.000 21.672.905.210.000 -0,0127 73 TOTO 56.452.584.580 12.533.095.480 913.995.368.437 0,0481 74 TRST 17.847.716.088 -15.780.780.528 2.138.990.664.786 0,0157 75 TSPC 286.041.499.639 184.496.507.601 2.773.134.866.559 0,0366 76 ULTJ 4.279.240.000 -182.081.000.000 46.786.543.458.932 0,0040 77 UNIC 36.047.440.800 -616.731.700.000 2.785.324.550.000 0,2344 78 UNVR 1.975.008.700.000 194.585.000.000 53.334.060.000.000 0,0334 79 VOKS 54.027.826.451 59.247.790.284 805.073.969.614 -0,0065


(6)

Lampiran 7. FCF Perusahaan Properti dengan Kepemilikan Manajerial

No Emiten NOPAT Investasi Bersih Total Aktiva FCF 1 BAPA 920.441.526 30.561.280.442 57.879.606.201 -0,5121 2 BIPP 913.240.000 10.206.000.000 275.112.000.000 -0,0338 3 BKDP 2.882.786.097 330.347.110.550 730.905.126.449 -0,4480 4 BMSR 2.994.796.972 61.266.500.000 188.287.000.000 -0,3095 5 CMNP 40.298.500.000.000 761.609.000.000.000 2.720.479.000.000 -0,2651 6 COWL 3.363.120.000 49.533.000.000 226.300.000.000 -0,2040 7 DILD 3.363.120.000 34.060.000.000 2.015.697.000.000 -0,0152 8 JAKA 5.083.700.000 9.488.000.000 171.206.335.686 -0,0257 9 JIHD -414.568.834.850 1.613.000.000 5.080.942.511.000 -0,0819 10 JRPT 109.678.913 145.000.000 1.907.357.328.000 0,0000 11 LAMI 3.265.265.500 185.000.000.000 634.587.026.000 -0,2864 12 LCGP 1.155.505.471 25.872.500.000 87.764.926.361 -0,2816 13 PUDP 6.630.643.494 75.858.000.000 254.946.443.644 -0,2715 14 PWON 86.654.854.260 676.594.567.000 3.115.215.408.000 -0,1894 15 RBMS 1.010.978.048 49.436.828.532 220.746.874.587 -0,2194 16 RODA -253.176.123 812.205.106 73.807.393.082 -0,0144

Lampiran 8. FCF Perusahaan Properti tanpa Kepemilikan Manajerial

No Emiten NOPAT Investasi Bersih Total Aktiva FCF 1 ASRI 20.134.924.701 92.876.558.207 2.966.023.591.513 -0,024525 2 DART 100.377.104.075 -688.933.289.177 2.512.971.375.460 0,314094 3 DUTI 100.138.652.145 -126.405.451.170 4.513.453.801.521 0,050193 4 FMII 143.384.532 85.509.725.089 313.032.267.057 -0,272708 5 GMTD 7.894.776.497 -3.030.855.850 278.543.367.878 0,039224 6 GPRA 36.263.701.454 44.547.333.415 1.292.359.319.994 -0,00641 7 KPIG -1.611.261.382 546.803.550.541 900.919.394.787 -0,608728 8 LPCK 11.021.628.677 97.668.497.923 1.284.391.266.356 -0,067461 9 OMRE 14.802.957.942 -22.158.461.339 726.799.648.708 0,050855 10 PWSI -45.258.243.023 158.362.129 295.511.028.326 -0,153688 11 SIIP 109.469.095.778 734.878.562.158 1.570.852.565.423 -0,398134 12 SMDM 375.274.818.971 354.321.366.448 1.997.808.000.000 0,010488


Dokumen yang terkait

Pengaruh Kepemilikan Manajerial Dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Properti Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

2 113 118

Pengaruh Mekanisme Tata Kelola Perusahaan dan Kepemilikan Manajerial Terhadap Agency Cost Pada Perusahaan Property yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Tahun 2012-2014

1 3 90

PENGARUH STRUKTUR MODAL, UKURAN PERUSAHAAN, KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN AGENCY COST SEBAGAI Pengaruh Struktur Modal, Ukuran Perusahaan, Kepemilikan Manajerial Dan Agency Cost Sebagai Variabel Intervening Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Pada Per

0 3 15

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG Pengaruh Kepemilikan Manajerial Dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia.

1 2 14

PENDAHULUAN Pengaruh Kepemilikan Manajerial Dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia.

0 2 12

PENGARUH KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN KEPEMILIKAN INSTITUSIONAL TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG Pengaruh Kepemilikan Manajerial Dan Kepemilikan Institusional Terhadap Kebijakan Hutang Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia.

0 5 13

KEPEMILIKAN MANAJERIAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI).

0 10 93

KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN INSTITUSIONAL PENGARUHNYA TERHADAP KEBIJAKAN HUTANG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA

0 0 11

KEPEMILIKAN MANAJERIAL PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

0 2 23

PERBEDAAN KEBIJAKAN HUTANG, KINERJA DAN NILAI PERUSAHAAN ANTARA PERUSAHAAN DENGAN KEPEMILIKAN MANAJERIAL DAN PERUSAHAAN TANPA KEPEMILIKAN MANAJERIAL DI BEI - repository perpustakaan

0 0 16