Arman Saputra Sinaga : Analisis Perbedaan Proksi Agency Cost Antara Perusahaan Dengan Kepemilikan Manajerial Dan Tanpa Kepemilikan Manajerial Pada Sektor Manufaktur Dan Properti Di Bursa Efek Indonesia,
2009. USU Repository © 2009
BAB II URAIAN TEORITIS
A. Penelitian Terdahulu
Penelitian tentang kepemilikan manajerial dilakukan oleh Putra dan Ratnadi 2007, dengan judul “Pengaruh Kebijakan Dividen dan Kepemilikan
Manajerial terhadap Kos Keagenan”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui perbedaan biaya keagenan variabel terikat antara perusahaan dengan
kepemilikan manajerial dan tanpa kepemilikan manajerial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya keagenan agency cost pada perusahaan dengan
kepemilikan manajerial lebih kecil dibandingkan biaya keagenan pada perusahaan tanpa kepemilikan manajerial.
Pradessya 2006 meneliti pengaruh kepemilikan manajerial terhadap kebijakan deviden. Hasil penelitian menyatakan bahwa kepemilikan manajerial
berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen. Hasil penelitian tersebut sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Taswan 2003 yang
menemukan bahwa insider ownership kepemilikan pihak dalam atau kepemilikan manajerial berhubungan positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen.
Sukartha 2005, melakukan penelitian tentang kepemilikan manajerial dengan judul “Pengaruh Manajemen Laba dan Kepemilikan Manajerial pada
Kesejahteraan Pemegang Saham Perusahaan Target Akuisisi”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kesejahteraan pemegang saham prinsipal. Ini berarti, semakin besar
proporsi kepemilikan pihak manajer maka akan semakin meminimalkan masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham investor.
B. Teori Keagenan Agency Theory
Teori agensi muncul sebagai akibat konflik kepentingan antara manajer perusahaan, pemegang saham dengan pemberi utang Erlina, 2008. Para manajer
mungkin memiliki tujuan–tujuan pribadi yang bersaing dengan tujuan memaksimalkan kekayaaan pemegang saham. Para manajer diberi kekuasaan oleh
para pemilik perusahaan, yaitu pemegang saham, untuk membuat keputusan, dimana hal ini menciptakan potensi konflik kepentingan yang dikenal sebagai
teori keagenan agency theory Brigham dan Houston, 2006: 26. Agen adalah orang–orang atau organisasi yang diotorisasi atau diberi
wewenang oleh orang lain, yang disebut sebagai prinsipal, untuk betindak atas nama orang tersebut Horne dan Wachowicz, 2005: 7. Jika kedua belah pihak
tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan utilitas, maka diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan
prinsipal. Teori keagenan yang menjelaskan hubungan prinsipal dan agen menganalisis susunan kontraktual di antara dua atau lebih individu, kelompok,
atau organisasi. Salah satu pihak principal membuat suatu kontrak, baik secara implisit maupun eksplisit, dengan pihak lain agent dengan harapan bahwa agen
akan bertindakmelakukan pekerjaan seperti yang diinginkan oleh prinsipal. Masalah keagenan ditandai dengan adanya perbedaan kepentingan
conflict of interest dan informasi yang tidak lengkap asimetry information antara pemilik perusahaan dengan manajer. Akibatnya, akan timbul suatu biaya
yang dinamakan biaya keagenan agency cost yang meliputi: monitoring costs, bonding costs, dan residual losses Meythi, 2005: 4.
Monitoring costs adalah biaya yang timbul dan ditanggung oleh prinsipal untuk memonitor perilaku agen, yaitu untuk mengukur, mengamati, dan
mengontrol perilaku agen. Contoh biaya ini adalah biaya audit untuk menetapkan rencana kompensasi manajer, pembatasan anggaran, dan aturan-aturan operasi.
Bonding costs adalah biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk
kepentingan prinsipal, misalnya biaya yang dikeluarkan oleh manajer untuk menyediakan laporan keuangan kepada pemegang saham. Pemegang saham hanya
akan mengizinkan bonding cost terjadi jika biaya tersebut dapat mengurangi monitoring cost. Sedangkan residual loss timbul dari kenyataan bahwa tindakan
agen kadang kala berbeda dari tindakan yang memaksimumkan kepentingan prinsipal.
Berbagai konflik kepentingan dalam perusahaan baik antara manajer dengan pemegang saham, manajer dengan kreditor atau antar pemegang saham,
kreditor dan manajer disebabkan adanya hubungan keagenan atau agency relationship. Pihak prinsipal dapat membatasi perbedaan kepentingannya dengan
memberikan tingkat insentif yang layak kepada agen dan harus bersedia mengeluarkan biaya pengawasan atau monitoring cost untuk mencegah
penyimpangan hazard dari agen. Hal tersebut dinamakan dengan biaya keagenan atau agency cost Horne dan Wachowicz, 2005: 8.
Menurut Meythi, 2005, ada delapan cara untuk mengurangi konflik kepentingan dan biaya keagenan atau agency cost.
1. Meningkatkan Kepemilikan Manajerial.
Kepemilikan ini akan mensejajarkan kepentingan manajemen dengan kepentingan pemegang saham sehingga manajemen dapat bertindak sesuai dengan
keinginan pemegang saham. Dengan peningkatan persentase kepemilikan, manajer termotivasi meningkatkan kinerja dan bertanggung jawab meningkatkan
kemakmuran pemegang saham. Pada kepemilikan menyebar, masalah keagenan terjadi antara pihak manajemen dengan pemegang saham. Sedangkan pada
kepemilikan terkonsentrasi, masalah keagenan disebabkan oleh hubungan antara pemegang saham dan kreditor.
2. Kepemilikan Institusional Sebagai Agen Pengawas Monitoring Agents.
Konflik kepentingan mendasari adanya biaya keagenan, dengan asumsi rasionalitas ekonomi dimana orang akan memenuhi kepentingannya terlebih
dahulu sebelum pemenuhan kepentingan orang lain. Demikian juga halnya dengan manajemen perusahaan. Kepemilikan institusional dapat digunakan sebagai cara
untuk mengurangi konflik keagenan antara pemegang saham dan manajer. Kepemilikan institusional didefinisikan sebagai proporsi kepemilikan saham pada
akhir tahun yang dimiliki oleh lembaga, seperti asuransi, bank atau institusi lain. Peningkatan kepemilikan institusional menyebabkan kinerja manajer diawasi
secara optimal dan terhindar dari perilaku oportunistik. Dengan melibatkan kepemilikan institusional, manajer bertindak sesuai keinginan pemegang saham
sehingga mengurangi biaya keagenan.
3. Meningkatkan Pendanaan Melalui Utang.
Peningkatan utang akan menurunkan skala konflik antara pemegang saham dan manajemen. Apabila perusahaan memerlukan kredit, maka harus siap
untuk dievaluasi dan dimonitor oleh pihak eksternal dan akan mengurangi konflik antara manajemen dengan pemegang saham. Disamping itu, utang juga dapat
mengurangi kelebihan aliran kas atau excess cash flows yang ada dalam perusahaan sehingga menurunkan kemungkinan pemborosan yang dilakukan oleh
manajemen.
4. Meningkatkan Rasio Dividen Terhadap Laba Bersih Atau Dividend Payout Ratio.
Dengan demikian akan memperkecil jumlah aliran kas bebas atau free cash flow sehingga manajemen harus mencari sumber dana eksternal untuk
pembiayaan investasi. Pengertian free cash flow itu sendiri adalah ketersediaan dana dalam jumlah yang melebihi kebutuhan untuk pendanaan investasi yang
menguntungkan. Apabila laba yang diperoleh dibagi sebagai dividen, maka kebutuhan investasi harus dicari dari sumber dana eksternal. Pembiayaan
eksternal ini akan meningkatkan pengawasan oleh pihak eksternal seperti pengawas pasar modal, banker investasi atau investment banker dan investor.
5. Tingkat Risiko
Dalam kerangka konflik keagenan, risiko digunakan sebagai dasar untuk menetukan kepemilikan manajerial, kebijakan utang dan kebijakan dividen. Pada
tingkat risiko tinggi perusahaan kesulitan mengawasi kondisi eksternal sehingga meningkatakan kepemilikan manajerial sebagai cara untuk mengawasi kondisi
internal.
6. Kebijakan Insentif
Dengan insentif yang menarik, manajer termotivasi meningkatkan kemakmuran pemilik dan memperketat pengawasan terhadap perusahaan.
Masalah keagenan tidak sepenuhnya diatasi melalui kebijakan insentif, tetapi diperlukan kebijakan baru melalui peningkatan kepemilikan manajerial.
Keterlibatan manajer dalam kepemilikan saham dapat memotivasi untuk meningkatkan nilai perusahaan dan kemakmuran pemegang saham. sebaliknya
apabila ditetapkan persentase kepemilikan manajerial kecil, maka manajer terfokus pada pengembangan kapasitas atau ukuran perusahaan. Tujuan manajer
melakukan tindakan ini yaitu untuk mempertahankan posisi manajerial dari ancaman hostile takeover pengambilalihan, meningkatkan status, kekuasaan,
gaji atau memberi kesempatan pada manajer bawah dan menengah untuk berkembang.
7. Menggunakan Aliansi Dengan Kreditor Atau Bentuk Kerjasama Lainnya Sesuai Dengan Kesepakatan Bersama
Penggunaan aliansi dengan kreditor atau bentuk kerjasama lainnya sesuai dengan kesepakatan bersama dapat mengurangi konflik keagenan. Jika beraliansi,
manajer bisa memperoleh dananya dari pihak kreditor tanpa harus membayar bunga dan utang, jika pihak kreditor bisa memperoleh pendapatan dari
keuntungan earning per share atau laba perusahaan, serta kemungkinan kreditor menjadi owner pemilik. Kelemahan dari aliansi adalah sulit mencari investor
yang ingin bekerjasama dengan pihak perusahaan karena biasanya investor atau kreditor jarang sekali mau menanggung risiko tapi ingin mendapat keuntungan
yang besar.
8. Manajer Memahami Bagaimana Peran-perannya
Manajer mengetahui dan paham bagaimana peran-perannya sebagai manajer dapat mengurangi konflik keagenan. Peran manajer adalah :
a. Mengambil keputusan keuangan dalam perusahaan, antara lain: keputusan
pendanaan, keputusan investasi, pendistribusian keuntungan. b.
Mempertimbangkan risiko dari setiap keputusan yang diambil dan return yang akan diperoleh dari setiap investasi tersebut. Oleh karena itu sebagai
pengambil keputusan dalam perusahaan yang akan mensejahterakan para pemilik saham, sebaiknya manajer memahami betul konsep-konsep
mengenai risk and return, capital structure struktur modal, capital budgeting penganggaran modal.
C. Kepemilikan Manajerial
Kepemilikan manajerial adalah situasi dimana manajer memiliki saham perusahaan atau dengan kata lain manajer tersebut sekaligus sebagai pemegang
saham perusahaan Christiawan, 2005. Dalam laporan keuangan, keadaan ini ditunjukkan dengan besarnya persentase kepemilikan saham perusahaan oleh
manajer. Karena hal ini merupakan informasi penting bagi pengguna laporan keuangan maka informasi ini akan diungkapkan dalam catatan atas laporan
keuangan. Adanya kepemilikan manajerial menjadi hal yang menarik jika dikaitkan dengan agency theory.
Dalam kerangka agency theory, hubungan antara manajer dan pemegang saham digambarkan sebagai hubungan antara agent dan principal Schroeder et
al., 2001 dalam Christiawan, 2005. Agent diberi mandat oleh principal untuk menjalankan bisnis demi kepentingan principal. Manajer sebagai agent dan
pemegang saham sebagai principal. Keputusan bisnis yang diambil manajer adalah keputusan untuk mamaksimalkan sumber daya utilitas perusahaan. Suatu
ancaman bagi pemegang saham jikalau manajer bertindak untuk kepentingannya sendiri, bukan untuk kepentingan pemegang saham. Dalam konteks ini
masingmasing pihak memiliki kepentingan sendiri-sendiri. Inilah yang menjadi masalah dasar dalam agency theory yaitu adanya konflik kepentingan.
Pemegang saham dan manajer masing-masing berkepentingan untuk mamaksimalkan tujuannya. Masing-masing pihak memiliki risiko terkait dengan
fungsinya, manajer memiliki resiko untuk tidak ditunjuk lagi sebagai manajer jika gagal menjalankan fungsinya, sementara pemegang saham memiliki resiko
kehilangan modalnya jika salah memilih manajer. Kondisi ini merupakan konsekuensi adanya pemisahan fungsi pengelolaan dengan fungsi kepemilikan.
Situasi tersebut di atas tentunya akan berbeda, jika kondisinya manajer juga sekaligus sebagai pemegang saham atau pemegang saham juga sekaligus manajer
atau disebut juga kondisi perusahaan dengan kepemilikan manajerial. Keputusan dan aktivitas di perusahaan dengan kepemilikan manajerial
tentu akan berbeda dengan perusahaan tanpa kepemilikan manajerial. Dalam perusahaan dengan kepemilikan manajerial, manajer yang sekaligus pemegang
saham tentunya akan menselaraskan kepentingannya dengan kepentingannya sebagai pemegang saham. Sementara dalam perusahaan tanpa kepemilikan
manajerial, manajer yang bukan pemegang saham cenderung hanya mementingkan kepentingannya sendiri.
D. Hubungan Keagenan