Populasi di Indonesia Suku-suku Tionghoa di Indonesia

37 Republik Indonesia. Tionghoa atau tionghwa, adalah istilah yang dibuat sendiri oleh orang keturunan Cina di Indonesia, yang berasal dari kata zhonghua dalam Bahasa Mandarin. Zhonghua dalam dialek Hokkian dilafalkan sebagai Tionghoa. Sekelompok orang asal China yang anak-anaknya lahir di Hindia Belanda, merasa perlu mempelajari kebudayaan dan bahasanya. Pada tahun 1900, mereka mendirikan sekolah di Hindia Belanda, di bawah naungan suatu badan yang dinamakan Tjung Hwa Hwei Kwan, yang bila lafalnya diindonesiakan menjadi Tiong Hoa Hwe Kwan THHK. THHK dalam perjalanannya bukan saja memberikan pendidikan bahasa dan kebudayaan Cina, tapi juga menumbuhkan rasa persatuan orang-orang Tionghoa di Hindia Belanda, seiring dengan perubahan istilah China menjadi Tionghoa di wilayah Hindia Belanda

2.1.1 Populasi di Indonesia

Berdasarkan volkstelling sensus di masa Hindia Belanda, populasi Tionghoa-Indonesia mencapai 1.233.000 2,03 dari penduduk Indonesia di tahun 1930.Tidak ada data resmi mengenai jumlah populasi Tionghoa di Indonesia dikeluarkan pemerintah sejak Indonesia merdeka. Namun ahli antropologi Amerika, G.W. Skinner, dalam risetnya pernah memperkirakan populasi masyarakat Tionghoa di Indonesia mencapai 2.505.000 2,5 pada tahun 1961. Universitas Sumatera Utara 38 Dalam sensus penduduk pada tahun 2000, ketika untuk pertama kalinya responden sensus ditanyai mengenai asal etnis mereka, hanya 1 dari jumlah keseluruhan populasi Indonesia mengaku sebagai Tionghoa. Perkiraan kasar yang dipercaya mengenai jumlah suku Tionghoa-Indonesia saat ini ialah berada di antara kisaran 4 - 5 dari seluruh jumlah populasi Indonesia. Gambar 1. Peta distribusi daerah asal leluhur suku Tionghoa-Indonesia Universitas Sumatera Utara 39 Ramainya interaksi perdagangan di daerah pesisir tenggara Cina, menyebabkan banyak sekali orang-orang yang juga merasa perlu keluar berlayar untuk berdagang. Tujuan utama saat itu adalah Asia Tenggara. Karena pelayaran sangat tergantung pada angin musim, maka setiap tahunnya para pedagang akan bermukim di wilayah-wilayah Asia Tenggara yang disinggahi mereka. Demikian Universitas Sumatera Utara 40 seterusnya ada pedagang yang memutuskan untuk menetap dan menikahi wanita setempat, ada pula pedagang yang pulang ke Cina untuk terus berdagang.

2.1.2 Suku-suku Tionghoa di Indonesia

Orang-orang Tionghoa di Indonesia, umumnya berasal dari tenggara China. Mereka termasuk suku-suku: a Hakka, b Hainan, c Hokkien, d Kantonis, e Hokchia, dan f Tiochiu. Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena dari sejak zaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara Cina memang telah menjadi bandar perdagangan yang ramai. Quanzhou pernah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk di dunia pada zaman tersebut. Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerah-daerah lain di mana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah: Sumatra Utara, Bangka-Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat, Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Hakka tersebar di Aceh, Sumatra Utara, Batam, Sumatra Selatan, Bangka- Belitung, Lampung, Jawa, Kalimantan Barat,Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Manado, Ambon dan Jayapura. Hainan tersebar di Riau Pekanbaru dan Batam, dan Manado. Suku Hokkien tersebar di Sumatra Utara, Pekanbaru, Padang, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Jawa, Bali terutama di Denpasar dan Singaraja, Banjarmasin, Kutai, Universitas Sumatera Utara 41 Sumbawa, Manggarai, Kupang, Makassar, Kendari, Sulawesi Tengah, Manado, dan Ambon. Kantonis tersebar di Jakarta, Makassar dan Manado. Hokchia tersebar di Jawa terutama di Bandung, Cirebon, Banjarmasin dan Surabaya. Tiochiu tersebar di Sumatra Utara, Riau, Riau Kepulauan, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat khususnya di Pontianak dan Ketapang. Di Tangerang Banten, masyarakat Tionghoa telah menyatu dengan penduduk setempat dan mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit mereka terkadang lebih gelap dari Tionghoa yang lain. Istilah buat mereka disebut Cina Benteng. Keseniannya yang masih ada disebut Cokek, sebuah tarian lawan jenis secara bersama dengan iringan paduan musik campuran Cina, Jawa, Sunda dan Melayu Menurut penjelasan Monalisa Agustinus, orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya terdiri dari berbagai suku bangsa etnik yang ada di Negeri China. Umumnya merea berasal dari dua provinsi yaitu Fukien dan Kwantung, yang sangat terpencar daerah-daerahnya. Menurut seorang antropolog ternama, Puspa Vasanty, setiap imigran Tionghoa ke Indonesia membawa kebudayaan suku bangsanya masing-masing bersama dengan bahasanya. Para imigran Tionghoa yang tersebar di Indonesia ini mulai datang sekitar abad keenam belas sampai kira- kira pertengahan abad kesembilan belas, asal dari suku bangsa Hokkian. Mereka berasal dari Provinsi Fukien bagian selatan. Daerah ini merupakan daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan dagang orang China ke seberang lautan. Orang Hokkian dan keturunannya telah banyak berasimilasi dengan orang Indonesia, yang Universitas Sumatera Utara 42 sebagian besar terdapat di Indonesia Timur, Jawa Tengah, Jawa Timur dan pantai barat Sumatera Vasanty 1990:353. Imigran Tionghoa lainnya adalah suku bangsa Teo-Chiu yang berasal dari pantai selatan Negeri China di daerah pedalaman Swatow di bagian timur Provinsi Kwantung. Orang Teo-Chiu dan Hakka Khek disukai sebagai pekerja di perkebunan dan pertambangan di Sumatera Timur, Bangka, dan Biliton. Walaupun orang Hakka merupakan suku bangsa China yang paling banyak merantau ke seberang lautan, mereka bukan suku bangsa maritim. Pusat daerah mereka adalah Provinsi Kwangtung yang terutama terdiri dari daerah gunung-gunung kapur yang tandus. Orang Hakka merantau karena terpaksa atas kebutuhan mata pencaharian hidup. Selama berlangsungnya gelombang-gelombang imigrasi dari ahun 1850 samai 1930, oran Hakka adalah orang yang paling miskin di antara para perantau Tionghoa. Mereka bersama orang Teo-Chiu dipekerjakan di Indonesia untuk mengeksploitasi sumber-sumber mineral, sehingga sampai sekarang orang Hakka mendominasi masyarakat Tionghoa di distrik tambang-tambang emas lama di Kalimantan Barat, Sumatera, Bangka, dan Biliton. Sejak akhir abad kesembilan belas, orang Hakka mulai migrasi ke Jawa Barat, karena tertarik dengan perkembangan kota Jakarta dan karena dibukanya daeah Priangn bagi pedagang Tionghoa Vasant 1990:353-354. Di sebelah barat dan selatan daerah asal orang Hakka di Provinsi Kwantung tinggallah orang Kanton Kwong Fu. Serupa dengan orang Hakka, orang Kanton terkenal di Asia Tengara sebagai buruh pertambangan. Mereka bermigrasi pada Universitas Sumatera Utara 43 abad kesembilan belas ke Indonesia. Sebahagian besar tertairk oleh tambang- tambang timah di Pulau Bangka. Mereka umumnya datang dengan modal yang lebih besar dibanding orang Hakka—dan mereka datang dengan keterampilan tenis dan pertukangan yang tinggi. Di Indonesia mereka dikenal sebagai ahli dalam pertukangan, pemilik toko-too besi, dan industri kecil. Orang Kanton ini lebih tersebar merata di seluruh kepulauan Indonesia dibanding orang Hokkian, Teo- Chiu, atau Hakka. Jadi orang Tionghoa perantau di Indonesia ini paling sedikitnya ada empat suku bangsa seperti terurai di atas.

2.2 Kebudayaan