Pelatihan Kerja Kerangka Konsep Hipotesis Penelitian

 Dengan penutup di ujung jarum, putar semprit tegak lurus sehingga jarum dan semprit mengarah ke atas.  Akhirnya, dengan sumbat yang sekarang ini menutup ujung jarum sepenuhnya, peganglah semprit ke arah atas dengan pangkal dekat pusat di mana jarum itu bersatu dengan semprit dengan satu tangan, dan gunakan tangan lainnya untuk menyegel tutup itu dengan baik. 4

2.9 Pemrosesan Alat

Menurut Nystrom 1981 yang dikutip Tietjen 2004, dekontaminasi adalah langkah pertama dalam memroses instrumen bedahtindakan, sarung tangan dan peralatan lainnya yang kotor terkontaminasi, terutama jika akan dibersihkan dengan tangan. Umpamanya merendam barang-barang yang terkontaminasi dalam larutan klorin 0,5 atau disinfektan lainnya yang tersedia dengan cepat dapat membunuh HBV dan HIV. Dengan demikian, menjadikan instrumen lebih aman ditangani sewaktu pembersihan. Setelah instrumen dan barang-barang lain didekontaminasi, kemudian perlu dibersihkan, dan akhirnya dapat disterilisasi atau didisinfeksi tingkat tinggi. Proses yang dipilih untuk pemrosesan akhir bergantung pada apakah instrumen ini akan bersinggungan dengan selaput lendir yang utuh atau kulit yang terkelupas atau jaringan di bawah kulit yang biasanya steril. 4

2.10 Pelatihan Kerja

Pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali, meningkatkan, dan mengembangkan keterampilan dan keahlian kerja guna meningkatkan kemampuan, produktivitas dan kesejahteraan tenaga kerja. 19 Universitas Sumatera Utara Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 13 disebutkan bahwa pelatihan di bidang kesehatan wajib memenuhi persyaratan tersedianya 20 : a. Calon peserta pelatihan b. Tenaga kepelatihan c. Kurikulum d. Sumber dana yang tetap untuk menjamin kelangsungan penyelenggaraan pelatihan e. Sarana dan prasarana. Kemudian pada pasal 9 disebutkan bahwa 20 : 1 Pelatihan di bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan keterampilan atau penguasaan pengetahuan di bidang teknis kesehatan. 2 Pelatihan di bidang kesehatan dapat dilakukan secara berjenjang sesuai dengan jenis tenaga kesehatan yang bersangkutan. Selanjutnya pada pasal 10 disebutkan bahwa 20 : 1 Setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya. 2 Penyelenggara danatau pimpinan sarana kesehatan bertanggung jawab atas pemberian kesempatan kepada tenaga kesehatan yang ditempatkan Sesuai standard patogen yang ditularkan melalui darah dari OSHA pelatihan awal dan tahunan yang berhubungan dengan standard harus tersedia untuk setiap pekerja yang secara potensial terpapar selama jam-jam kerja, dan biaya tidak Universitas Sumatera Utara dibebankan pada pekerja pelatihan tahunan harus dilakukan dalam 12 bulan dari pelatihan awal. Catatan harus tetap dipertahankan untuk sesi-sesi pelatihan. 17

2.11 Determinan Perilaku

Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus faktor eksternal dengan respon faktor internal dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Dengan perkataan lain, perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor-faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan. 21 Menurut Green yang dikutip Notoadmodjo 2003, perilaku dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yakni 21 : 1. Faktor-faktor predisposisi predisposing factor Yaitu faktor-faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang. Faktor-faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. 2. Faktor-faktor pemungkin enabling factor Yaitu faktor-faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan. Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut juga faktor-faktor pendukung. Misalnya Puskesmas, Posyandu, Rumah Sakit, tempat pembuangan air, tempat pembuangan sampah, dan sebagainya. Universitas Sumatera Utara 3. Faktor-faktor penguat reinforcing factor Adalah faktor-faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku. Kadang-kadang meskipun orang mengetahui untuk berperilaku sehat, tetapi tidak melakukannya. Faktor-faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat toma, tokoh agama toga, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun dari pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.11.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. 21 Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden. 21 Indikator-indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pengetahuan atau kesadaran terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 21 : a Pengetahuan tentang sakit dan penyakit meliputi : 1. Penyebab penyakit 2. Gejala atau tanda-tanda penyakit 3. Bagaimana cara pengobatan, atau kemana mencari pengobatan 4. Bagaimana cara penularannya 5. Bagaimana cara pencegahannya termasuk imunisasi, dan sebagainya Universitas Sumatera Utara b Pengetahuan tentang cara pemeliharaan kesehatan dan cara hidup sehat, meliputi : 1. Jenis-jenis makanan yang bergizi 2. Manfaat makanan yang bergizi bagi kesehatan 3. Pentingnya olah raga bagi kesehatan 4. Penyakit-penyakit atau bahaya-bahaya merokok, minum-minuman keras, dan sebagainya. 5. Pentingnya istirahat cukup, relaksasi, rekreasi, dan sebagainya bagi kesehatan c Pengetahuan tentang kesehatan lingkungan 1. Manfaat air bersih 2. Cara-cara pembuangan limbah yang sehat, termasuk pembuangan kotoran yang sehat, dan sampah. 3. Manfaat pencahayaan dan penerangan rumah yang sehat. 4. Akibat polusi polusi air, udara, dan tanah bagi kesehatan, dan sebagainya.

2.11.2 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. 21 Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, Universitas Sumatera Utara akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih merupakan suatu rekasi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu pengahayatan terhadap objek. 21 Menurut WHO yang dikutip Notoadmodjo 2003, sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek. Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau dari orang lain yang paling dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau objek lain. Sikap positif terhadap nilai-nilai kesehatan tidak selalu terwujud dalam suatu tindakan nyata. Hal ini disebabakan beberapa alasan, antara lain 21 : 1. Sikap akan terwujud dalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu. 2. Sikap akan diikuti atau tidak diikuti oleh tindakan yang mengacu kepada pengalaman orang lain. 3. Sikap diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasarkan pada banyak atau sedikitnya pengalaman seseorang. 4. Nilai value, di dalam suatu masyarakat apapun selalu berlaku nilai-nilai yang menjadi pegangan setiap orang dalam menyelenggarakan hidup bermasyarakat. Dalam bagian lain Allport 1954 menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok. 21 1. Kepercayaan keyakinan, ide, dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional dan evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecendrungan untuk bertindak tend to behave. Universitas Sumatera Utara Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh total attitude. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan dan emosi memegang peranan penting. 21 Indikator untuk tingkat sikap kesehatan sejalan dengan tingkat pengetahuan kesehatan seperti 21 : a Sikap terhadap sakit dan penyakit Adalah bagaimana penilaian atau pendapat seseorang terhadap gejala atau tanda- tanda penyakit, penyebab penyakit, cara penularan penyakit, cara pencegahan penyakit, dan sebagainya. b Sikap cara pemeliharaan dan cara hidup sehat Adalah penilaian atau pendapat seseorang terhadap cara-cara memelihara dan cara-cara berperilaku hidup sehat. Dengan perkataan lain pendapat atau penilaian terhadap makanan, minuman, olahraga, relaksasi istirahat atau istirahat cukup, dan sebagainya bagi kesehatannya. c Sikap terhadap kesehatan lingkungan Adalah pendapat atau penilaian seseorang terhadap lingkungan dan pengaruhnya terhadap kesehatan.

2.12 Perawat

Menurut PPNI Persatuan Perawat Nasional Indonesia perawat adalah seorang yang telah menempuh serta lulus pendidikan formal dalam bidang keperawatan yang program pendidikanya telah disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia. 22 Universitas Sumatera Utara Perawat adalah tenaga profesional di bidang perawatan kesehatan yang terlibat dalam kegiatan perawatan. Perawat bertanggung jawab untuk perawatan, perlindungan, dan pemulihan orang yang luka atau pasien penderita penyakit akut atau kronis, pemeliharaan kesehatan orang sehat, dan penanganan keadaan darurat yang mengancam nyawa dalam berbagai jenis perawatan kesehatan. Perawat juga dapat terlibat dalam riset medis dan perawatan serta menjalankan beragam fungsi non-klinis yang diperlukan untuk melaksanakan fungsi perawatan kesehatan. 22

2.12.1 Fungsi Perawat

Dalam praktik keperawatan fungsi perawat terdiri dari tiga fungsi yaitu fungsi independen, interdependen, dan dependen. 23

1. Fungsi independen

Dalam fungsi ini tindakan perawat tidak memerlukan perintah dokter. Tindakan perawat bersifat mandiri, berdasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan. Contoh tindakan perawat dalam menjalankan fungsi independen adalah : 1. Pengkajian seluruh sejarah kesehatan pasienkeluarga dan menguji secara fisik untuk menentukan status kesehatan. 2. Mengidentifikasi tindakan keperawatan yang mungkin dilakukan untuk memelihara atau memperbaiki kesehatan. 3. Membantu pasien dalam melakukan kegiatan sehari-hari, mendorong pasien untuk berperilaku wajar.

2. Fungsi interdependen

Tindakan perawat berdasar pada kerjasama dengan tim perawatan atau tim kesehatan. Fungsi ini tampak ketika perawat bersama tenaga kesehatan lain Universitas Sumatera Utara berkolaborasi mengupayakan kesembuhan pasien. Mereka biasanya tergabung dalam sebuah tim yang dipimpin oleh seorang dokter.

3. Fungsi dependen

Dalam fungsi ini perawat bertindak membantu dokter dalam memberikan pelayanan medik. Perawat membantu dokter memberikan pelayanan pengobatan dan tindakan khusus yang menjadi wewenang dokter dan seharusnya dilakukan dokter, seperti pemasangan infus, pemberian obat, melakukan suntikan.

2.12.2 Pelayanan Perawatan

Pelayanan perawatan memegang peranan penting dalam menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan di rumah sakit. Pelayanan keperawatan adalah berupa bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang sakit untuk dapat memenuhi kebutuhannya sebagai makhluk hidup dan beradaptasi terhadap stres dengan menggunakan potensi yang tersedia pada individu itu sendiri. 24 Lingkup pelayanan keperawatan adalah pemberian terhadap pemenuhan kebutuhan dasar manusia secara bio-psiko-sosio-spritual yang mencakup 13 komponen, yaitu 24 : 1. Memenuhi kebutuhan oksigen 2. Memenuhi kebutuhan nutrisi dan keseimbangn cairanelektrolit 3. Memenuhi kebutuhan eliminasi 4. Memenuhi kebutuhan keamanan 5. Memenuhi kebutuhan kebersihan dan kenyamanan 6. Memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur 7. Memenuhi kebutuhan gerak dan kegiatan jasmani Universitas Sumatera Utara 8. Memenuhi kebutuhan spritual 9. Memenuhi kebutuhan komunikasi 10. Memenuhi kebutuhan emosional 11. Mencegah dan mengatasi reaksi fisiologi tubuh 12. Memenuhi kebutuhan pengobatan dan proses penyembuhan 13. Memenuhi kebutuhan penyuluhan dan rehabilitasi Pelayanan medisperawatan dilakukan di unit rawat jalan, unit gawat darurat, unit rawat inap, unit perawatan intensif, unit bedah, kamar bersalin. Pelayanan ini akan prima bila sarana disiapkan sedemikian rupa hingga membuat suasana kerja yang nyaman dan memungkinkan kelancaran kerja. 24

2.12.3 Merawat di Bangsal Penyakit Dalam

Pasien-pasien di bangsal penyakit dalam jarang menjalani operasi, walaupun kadang-kadang demikian, yang setelah pemeriksaan dilakukan, tindakan bedah ditetapkan. Perawatan medis tidak hanya menyangkut pemberian obat untuk menyembuhkan penyakit, akan tetapi pasien mungkin harus menjalani berbagai jenis tes dan kajian, yang beberapa dari ini akan mengikutsertakan perawat dalam pengumpulan spesimen atau sediaan pasien. Pengkajian sederhana mencakup spesimen darah, air kemih pertengahan buang air kecil atau pengumpulan urin 24 jam, sputum, atau tinja untuk darah samar atau penaksiran lemak. 25 Ikhtisar ciri-ciri bangsal penyakit dalam 25 : 1. Penderita sering sakit kronik dan oleh karena itu tidak sembuh dari penyakit mereka. 2. Mereka jarang menjalani operasi. Universitas Sumatera Utara 3. Sebagian besar penderita kurang persiapan untuk masuk rumah sakit karena mereka masuk dalam keadaan darurat. 4. Mereka sedang sakit atau sangat sakit ketika masuk. 5. Perawatan mencakup memenuhi kebutuhan fisik, psikologis, sosial, dan spritual penderita. 6. Penderita lazimnya berumur pertengahan atau tua.

2.13 Rumah Sakit

Menurut American Hospital Association 1974, rumah sakit adalah suatu organisasi yang melalui tenaga medis profesional yang terorganisir serta sarana kedokteran yang permanen menyelenggarakan pelayanan kedokteran, asuhan keperawatan yang berkesinambungan, diagnosis serta pengobatan penyakit yang diderita oleh pasien. Sedangkan Association of Hospital Care 1987 dalam Azwar 1996 menyatakan bahwa rumah sakit adalah pusat di mana pelayanan kesehatan masyarakat, pendidikan serta penelitian kedokteran diselenggarakan. 26 Fungsi rumah sakit adalah menyelenggarakan pelayanan spesialistikmedik sekunder dan pelayanan subspesialistikmedik tersier. Oleh karena itu, produk utama core product rumah sakit adalah pelayanan medik. 27 Rumah sakit sebagai suatu institusi pelayanan kesehatan juga melakukan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. 27 Pengembangan rumah sakit menjadi suatu organisasi yang sehat melalui pemberian penyuluhan kesehatan kepada pasien, karyawan rumah sakit, dan masyarakat, telah menghasilkan reorientasi rumah sakit menjadi rumah sakit Universitas Sumatera Utara promotor kesehatan Health Promoting Hospital. Salah satu alasan mengapa rumah sakit dianggap perlu melaksanakan penyuluhan atau promosi kesehatan karena rumah sakit sebagai suatu organisasi yang memiliki relatif banyak karyawan dan sebagai pusat sumber daya untuk wilayahnya, maka rumah sakit mempunyai tanggung jawab moral untuk meningkatkan dan menjaga kesehatan karyawannya. 27

2.13.1 Jenis Rumah Sakit

Ditinjau dari kemampuan yang dimiliki, Rumah Sakit di Indonesia dibedakan atas lima macam yakni 26 : 1. Rumah Sakit Kelas A Rumah sakit kelas A adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis luas. Oleh pemerintah, rumah sakit kelas A ini telah ditetapkan sebagai tempat pelayanan rujukan tertinggi top referral hospital atau disebut pula sebagai Rumah Sakit Pusat. 2. Rumah Sakit Kelas B Rumah Sakit Kelas B adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan dokter spesialis luas dan subspesialis terbatas. Direncanakan rumah sakit kelas B didirikan di setiap ibukota Propinsi provincial hospital yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit Kabupaten. Rumah Sakit pendidikan yang tidak termasuk kelas A juga diklasifikasikan sebagai Rumah Sakit kelas B. 3. Rumah Sakit Kelas C Rumah sakit kelas C adalah rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan kedokteran spesialis terbatas. Pada saat ini ada empat macam pelayanan spesialis ini yang disediakan yakni pelayanan penyakit dalam, pelayanan bedah, pelayanan Universitas Sumatera Utara kesehatan anak, serta pelayanan kebidanan dan kandungan. Direncanakan rumah sakit kelas C ini akan didirikan di setiap ibu kota Kabupaten regency hospital yang manampung pelayanan rujukan dari Puskesmas. 4. Rumah Sakit kelas D Rumah Sakit kelas D adalah rumah sakit yang bersifat transisi karena pada satu saat akan ditingkatkan menjadi rumah sakit kelas C. Pada saat ini kemampuan rumah sakit kelas D hanyalah memberikan pelayanan kedokteran umum dan kedokteran gigi. Sama halnya dengan Rumah Sakit kelas C, Rumah Sakit kelas D ini juga menampung pelayanan rujukan yang berasal dari Puskesmas. 5. Rumah Sakit kelas E Rumah sakit kelas E adalah rumah sakit khusus special hospital yang menyelenggarakan hanya satu pelayanan kedokteran saja. Pada saat ini banyak rumah sakit kelas E yang telah ditemukan. Misalnya rumah sakit jiwa, rumah sakit kusta, rumah sakit paru, rumah sakit kanker, rumah sakit jantung, rumah sakit ibu dan anak, dan lain sebagainya yang seperti ini.

2.13.2 Kegiatan di Rumah Sakit

Menurut depkes RI 1992 yang dikutip oleh Nurasiah 2007 kegiatan rumah sakit terdiri dari 10 : 1. Rawat jalan, seperti poliklinik, kesejahteraan ibu dan anak, keluarga berencana, pemeriksaan periodik general check-up, gigi. 2. Rawat inap, seperti rawat inap interne, anak, mata, bedah, kebidanan, paru, jantung, kulit, kelamin, telinga hidung dan tenggorokan, neurologi, mulut, gigi, rawat intensif, dan lain-lain. Universitas Sumatera Utara 3. Unit gawat darurat. 4. Pelayanan medik, seperti ruang operasi, dan ruang bersalin. 5. Pelayanan penunjang non-medik, yakni ruang cuci, dapur, administrasi. 6. Pendidikan dan latihan.

2.13.3 Potensi Bahaya di Rumah Sakit

Menurut Depkes RI 1992 yang dikutip oleh Nurasiah, sebagai sarana pelaksana kesehatan untuk umum, salah satu faktor yang menjadi penyebab potensi bahaya Penyakit Akibat Kerja PAK di rumah sakit yaitu faktor biologi. Sebagai pelaksanaan kesehatan untuk umum, rumah sakit merupakan tempat berkumpulnya orang sakit maupun orang sehat. Berbagai jenis penyakit terdapat di rumah sakit, salah satunya adalah penyakit infeksi yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus, parasit, jamur, infeksi ini dapat menular dari satu orang ke orang lain termasuk kepada petugas kesehatan dan karyawan yang bekerja di rumah sakit. Di samping itu berbagai peralatan yang berasal dari penderita seperti darah, sputum, feces, dan peralatan medis yang tercemar oleh mikroorganisme, sanitasi lingkungan rumah sakit yang kurang memenuhi syarat, dan limbah rumah sakit dapat pula menjadi sumber penularan penyakit. Untuk menghindari terjadinya penularan tersebut, perlu dilakukan upaya pencegahan. 10 Universitas Sumatera Utara

2.14 Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian dapat digambarkan sebagai berikut :

2.15 Hipotesis Penelitian

Ho diterima : Tidak ada pengaruh pengetahuan perawat terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. Ho ditolak : Ada pengaruh pengetahuan perawat terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. H1 Faktor Pemudah Predisposing Factor - Pengetahuan - Sikap Pencegahan Risiko Tertular Hepatitis B Faktor Pemungkin Enabling Factor - Ketersediaan Fasilitas dan APD - Pelatihan Faktor Penguat Reinforcing Factor - Kebijakan Rumah Sakit Karakteristik perawat - Umur - Jenis Kelamin - Pendidikan - Masa Kerja Universitas Sumatera Utara Ho diterima : Tidak ada pengaruh sikap perawat terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. Ho ditolak : Ada pengaruh sikap perawat terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. Ho diterima : Tidak ada pengaruh pelatihan terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. Ho ditolak : Ada pengaruh pelatihan terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. Ho diterima : Tidak ada pengaruh ketersediaan fasilitas dan APD terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. Ho ditolak : Ada pengaruh ketersediaan fasilitas dan APD terhadap pencegahan risiko tertular Hepatitis B. Ho diterima : Tidak ada pengaruh kebijakan rumah sakit terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B. Ho ditolak : Ada pengaruh kebijakan rumah sakit terhadap pencegahan risiko tertular hepatitis B. H2 H3 H4 H5 Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian survey yang bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan disain cross sectional.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Ruang Rawat Inap Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Pusat RSUP H. Adam Malik Medan selama Juni 2008 sampai Desember 2008. Adapun pertimbangan pelaksanaan penelitian di tempat tersebut adalah karena ruang rawat inap penyakit dalam merupakan tempat perawatan bagi pasien hepatitis B dengan berbagai manifestasi kliniknya sehingga perawat yang bertugas di ruangan ini berisiko tertular hepatitis B. Selain itu, RSUP H. Adam Malik memiliki pelayanan pengendalian infeksi, pelayanan K3RS Keselamatan Kerja, Kebakaran Dan Kewaspadaan Bencana Rumah Sakit yang memperhatikan keselamatan kerja karyawan rumah sakit.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh perawat pada ruang rawat inap terpadu A Rindu A penyakit dalam di RSUP H. Adam Malik Medan, yaitu sebanyak 40 orang.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah total populasi yakni seluruh perawat pada ruang rawat inap terpadu A Rindu A penyakit dalam dengan pertimbangan bahwa jumlah Universitas Sumatera Utara