Agama dan politik : studi kasus pada dewan pimpinan pusat (DPP) Partai Amanat Nasional

(1)

أ

AGAMA DAN POLITIK

Studi Kasus Pada Dewan Pimpinan Pusat (DPP)

Partai Amanat Nasional

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Sosiologi Agama

Pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disusun Oleh:

Nama : Uswah

NIM : 101032221724

Program Studi : Sosiologi Agama (S1)

JURUSAN SOSIOLOGI AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2007


(2)

ب

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Agama dan Politik ( Studi Kasus pada Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional )”, telah diujikan pada sidang munaqasah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 9 Maret 2007. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosiologi Program Strata 1 ( S1 ) pada jurusan Sosiologi Agama.

Jakarta, 9 Maret 2007 Sidang Munaqasah

Anggota Ketua merangkap Anggota

Dra. Ida Rosyidah, M.A 150 243 267

Sekretaris merangkap Anggota

Joharotul Jamilah, S.Ag.,M.Si 150 288 401

Penguji I

Drs. Masri Mansoer, M.A. 150 244 493

Penguji II

Joharotul Jamilah, S.Ag.,M.Si 150 288 401

Pembimbing I

Dr. Ahzami Samiun Jazuli, M.A 150 311 252

Pembimbing II

Drs. Yusron Razak, M.A 150 216 359


(3)

ج

KATA PENGANTAR

Dengan nama Allah SWT, Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sosiologi Agama pada Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Dalam skripsi ini, penulis mengambil judul "Agama dan Politik" Studi Kasus: Pada DPP Partai Amanat Nasional.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih, khususnya penulis sampaikan mama dan papa, serta kakak dan adik-adikku (Khaulah, Balqis dan F. Kemal) atas dorongan moral serta do'a kepada penulis. Selain itu pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, MA., selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menempuh jenjang pendidikan di Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

2. Dra. Ida Rosida, MA., selaku Ketua Jurusan Sosiologi Agama, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat yang bukan hanya sebagai fasilitator tetapi juga sebagai motivator bagi penulis.

3. Ibu Joharotul Jamilah, S.Ag., M.Si., selaku Sekretaris Jurusan Sosiologi Agama Fakultas Ushuluddin dan Filsafat dan Penasihat Akademik yang selalu membantu penulis dalam setiap kesulitan dari awal saya masuk di jurusan


(4)

د

hingga selesainya pendidikan. Perhatian yang ibu berikan tidak akan pernah penulis lupakan. Ibu bukan hanya dosen buat saya, tetapi ibu adalah orang tua bagi saya.

4. Drs. Masri Mansoer, MA., selaku penguji I yang telah membantu memberikan perhatian dalam penyelesaian skripsi ini

5. Kepada Pimpinan dan Karyawan Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan DPP Partai Amanat Nasional dan Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Jakarta. Terima kasih atas kesempatan dan bantuannya mencari referensi buku-bukunya.

6. Dra. Hermawati, MA., selaku Penasehat Akademik Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah

7. DR. Ahzami Sami'un, MA., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan waktu dan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Drs. Yusron Razak, MA., selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan waktu dan bimbingannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Drs. Ismail, S.Ag., yang telah banyak membantu memberikan saran dalam penulisan skripsi ini.

10.Teman-teman Jurusan Sosiologi Agama angkatan 2001, semoga Allah SWT senantiasa memberi kemudahan untuk mencapai apa yang diharapkan.

11.Kepada Keluarga Besar Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional yang telah memberikan waktu kepada penulis dalam wawancara.


(5)

12.Hariansyah sekeluarga, atas dorongan yang selalu diberikan, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

13.Keluarga Besar tercinta dari mama dan papa yang membantu penyelesaian skripsi ini dalam memberikan semangat moril dan materil.

Semoga segala budi baik dari semua pihak, diterima oleh Allah SWT dan mendapat pahala yang berlipat ganda dari-Nya, Amin.

Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan semua pihak yang memerlukannya. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehubungan dengan keterbatasan penulis, baik kemampuan akademik maupun kemampuan tekhik penulisan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun, demi penyempurnaan skripsi ini. Terima kasih.

Jakarta, Februari 2007 Penulis,


(6)

و

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Semua umat manusia baik individu maupun kelompok memiliki keyakinan keagamaan. Namun keyakinan keagamaan seseorang itu berbeda-beda, karena telah dipengaruhi oleh kondisi masyarakat. Hal ini menjadi persoalan menarik untuk dikaji sebab agama menjadi faktor yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat, karena agama adalah salah satu bentuk konstruksi sosial.

Bagi masyarakat yang tidak memiliki komitmen dan pemahaman keagamaan, agama bukanlah merupakan satu-satunya faktor yang menentukan dalam kehidupan mereka. Namun bagi masyarakat yang memiliki pemahaman keagamaan, maka agama memiliki peran penting dalam tatanan sosial.

Faktor peran dan pengaruh agama memang menjadi hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Agama adalah refleksi atas wujud rohaniah yang ada pada diri manusia, dipandang mampu menjadi pedoman yang memberikan ketenangan hidup. Oleh karena itu, menurut Zakiah Daradjat, agama mempunyai peran penting dalam pengendalian seseorang.1

Sedangkan bagi Wilson, agama tidak saja memberi arti pada diri manusia itu sendiri. Tetapi lebih jauh, berdampak dan berfungsi pada tatanan kehidupan bermasyarakat, salah satu contoh, ketika agama memberi solusi

1

Zakiah Daradjat, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta; PT.Bulan Bintang, 1993), cet.ke-14, h. 2


(7)

ز

pada kohesi kepentingan sosial atau dalam rangka melegitimasi status sosial.2 Landasan inilah yang menjadi peran dan pengaruh agama tidak bisa diremehkan.

Hal senada juga diungkapkan oleh Emile Durkheim bahwa, agama merupakan kontrol terhadap manusia, dengan cara menetapkan aturan-aturan yang pada akhirnya akan menciptakan keteraturan natural perekatan hubungan sosial.3

Lebih lanjut, Zakiah Daradjat mengungkapkan bahwa, agama dengan ketentuan-ketentuan dan hukum-hukumnya telah dapat membendung terjadinya gangguan jiwa, yaitu dengan dihindarinya segala kemungkinan-kemungkinan sikap, perasaan dan kelakuan yang membawa kegelisahan. Maka, jika terjadi kesalahan yang akhirnya membawa penyesalan pada orang yang bersangkutan, Pada akhirnya agama dianggap mampu memberi jalan utama, untuk mengembalikan ketenangan batin dengan meminta ampun kepada Tuhan.4

Dari pandangan tersebut diatas, agama yang diakui sebagai pedoman hidup, juga sering ditempatkan tidak seyogyanya. Mereka berpaling, lebih bepedoman terhadap materi yang bertujuan untuk memenuhi kepentingan dunia. Sehingga, apa yang mereka alami adalah kekosongan spiritual. Hal ini, sering kali tidak disadari bahwa pada dasarnya setiap manusia menginginkan keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan lahiriah dan rohaniyah. Ajaran tentang keseimbangan ini, sering diserukan bahkan dianjurkan oleh agama.

2

Bryan S. Turner, Agama dan Teori Sosial, (Yogyakarta;IRCisoD, 2003), cet. I, h.189

3

Turner, Agama dan Teori Sosial, h. 85

4


(8)

ح

Atas dasar itu, maka yang menjadi perhatian penting dalam penelitian disini adalah, bagaimana agama mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi seseorang berperilaku, dalam hal ini agama telah mengajarkan pola perilaku, baik yang berhubungan dengan Tuhan atau pun dengan sesama manusia.

Oleh karena itu, berangkat dari pokok-pokok pikiran diatas, maka penelitian ini bermaksud melakukan kajian terhadap perilaku keagamaan dari para politisi Partai Amanat Nasional. Adapun alasan menjadikan hal tersebut sebagai bahasan penelitian adalah: a). Partai Amanat Nasional adalah partai baru yang lahir dari percaturan politik di Indonesia era Reformasi, terutama selama berakhirnya Orde Baru. b). Selama era Orde Baru terutama diakhir kepemimpinan Soeharto, intensitas kehidupan beragama terasa mengalami peningkatan yang sangat signifikan. c). Sekalipun PAN bukan partai agamais tetapi para politisi Partai Amanat Nasional pada umumnya menunjukkan komitmen untuk mengembangkan kehidupan beragama.

Partai Amanat Nasional (PAN) adalah sebuah lembaga atau organisasi yang dibentuk dengan tujuan yang disepakati bersama berdasarkan situasi dan kondisi. Kelahiran Partai Amanat Nasional dibidani oleh Majelis Amanat Rakyat (MARA), Salah satu organ gerakan reformasi pada era pemerintahan Soeharto. Majelis Amanat Rakyat dideklarasikan pada 14 Mei 1998 di Jakarta oleh 50 tokoh nasional, diantaranya Prof. Dr. H. Amien Rais, mantan ketua umum Muhammadiyah, Goenawan Moehammad, Dr. Rizal Ramli, Dr. Albert Hasibuan, Toety Heraty, Prof. Dr. Emil Salim, Drs. Faisal Basri MA,


(9)

ط

A.M.Fatwa, Zoemratin, Alvin Lie Ling Piao, dan lain sebagainya. Akhirnya pada pertemuan tanggal 5-6 Agustus 1998 di Bogor, Mereka sepakat membentuk Partai Amanat Bangsa (PAB) yang kemudian berubah menjadi Partai Amanat Nasional. Sehingga PAN menegaskan dirinya sebagai partai politik pada tanggal 23 Agustus 1998 di Istora Senayan Jakarta. Partai Amanat Nasional merupakan rekomendasi dari sidang Tanwir Muhammadiyah dan MARA (Majelis Amanat Rakyat).

Partai Amanat Nasional merupakan proses ijtihad politik dari tanwir Muhammadiyah sebagai forum musyawarah tertinggi dibawah muktamar. Posisi dan hubungan antara Muhammadiyah dan PAN tidak ada hubungan organisatoris antar keduanya, karena masing-masing independen dan otonom. Hubungan diantara keduanya hanyalah sebatas hubungan aspiratif-historis. Sejalan dengan tuntutan zaman, yang menginginkan transparansi dan perbaikan total yang dikenal dengan era reformasi itu, partai PAN melakukan konsolidasi internal dan eksternal, demi untuk membentuk masyarakat indonesia baru.

Oleh karena itu, sejak dideklarasikannya Partai Amanat Nasional dengan dasar pemikiran nya adalah semangat perjuangan dalam pembentukan format Indonesia baru, yakni semangat inklutif, modern dan kesediaan para tokoh-tokoh muslim untuk hidup saling mewadahi antara golongan satu dengan lainnya. Paradigma baru ini terbentuk atas inisiatif Prof. Dr. H. M. Amin Rais, yang berupaya untuk ikut serta membina kehidupan bersama yang beradab, bermanfaat, dan saling menghargai.


(10)

ي

Dengan semangat juang, Partai Amanat Nasional dengan para politisinya melakukan mobilisasi mencoba membangun program yang mesti menyentuh kepentingan rakyat.

Salah satu cara/strategi Partai Amanat Nasional mendapat kepercayaan masyarakat adalah, mengedepankan wawasan keagamaan, dengan tetap menjaga intensitas beragama yang telah terbangun sejak era orde baru. Hal ini ditandai dengan terbentuknya organisasi sayap yang berafiliasi kepada bidang keagamaan seperti, Muhammadiyah, Aisiyah, dan Nasyatul Aisyah.

Didalam mengembangkan wawasan keagamaan, Partai Amanat Nasional mengalami peningkatan. Hal ini tergambar dengan meningkatnya volume pertemuan pengajian Muhammadiyah dan Aisiyah, baik itu tingkat lokal maupun nasional. Selain itu masjid yang ada di lingkungan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) sendiri, digunakan sebagai wadah dakwah yang melibatkan masyarakat luas.

Intensitas keberagamaan di atas tetap terjaga sampai sekarang. Hal ini pun terjaga karena didorong oleh tokoh-tokoh Partai Amanat Nasional yang lahir dari arus seperti Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Muhammadiyah dan lain-lain.

Dipandang dapat memberikan konstribusi positif kapada para politisi, kehidupan beragama semakin dikokohkan dengan dibentuknya Departemen Keagamaan. Walaupun Partai Amanat Nasional bukan partai agamis, namun karena mayoritas politisinya beragama Islam, maka secara tidak langsung pola perilaku yang sangat jelas kelihatan adalah hiruk pikuk kegiatan agama Islam.


(11)

ك

Adapun asas pancasila sila pertama, “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Diakui Partai Amanat Nasional sebagai dasar wawasan keagamaan. Ini diinterpretasikan sebagai komitmen terhadap kehidupan beragama, artinya kebebasan menjalankan kehidupan beragama sesuai dengan keyakinan masing-masing. Hal ini tergambarkan dalam AD/ART Partai Amanat Nasional. Disana disebutkan menghargai perbedaan pendapat dan menerima kemajemukan tanpa membeda-bedakan. Partai Amanat Nasional sangat menghargai perbedaan pendapat, suku, agama, ras, dan golongan. Hal ini, sebagai bukti dari kehidupan beragama di lingkungan Partai Amanat Nasional.

Oleh karena itu, perilaku keagamaan dari para politisi Partai Amanat Nasional, sesuai dengan tuntutan agama masing-masing, saling toleransi dan menghargai satu sama lain. Sekaligus juga mengedepankan kebersamaan mengakui pluralisme, terlihat dalam setiap kegiatan yang dilakukan di lingkungan DPP. Pola interaksi satu sama lain, terlihat mereka saling mengedepankan asas Partai Amanat Nasional, yakni “PANCASILA” yang dapat mempersatukan kepentingan – kepentingan lainnya. 2

Penulisan memilih judul "Agama dan Partai Politik" adalah 2 hal yang dalam fase tertentu yang saling melengkapi. Agama sebagai ruh parpol dan parpol sebagai sarana fisik/tubuh untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama. Partai Amanat Nasional memang parpol dengan ruh agama. Karena itulah penulis tertarik untuk mengangkat judul ini, dalam meneliti perilaku

2


(12)

ل

keagamaan dan perilaku politik pada Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Amanat Nasional.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

Kekhasan penelitian ini adalah, bahwa penelitian ini terkait dengan amalan dan refleksi atas agama. Hal ini ditentukan oleh tipe riset, metode penelitian kualitatif dan objek.

Yang dimaksud dengan kehidupan keagamaan dalam pembahasan ini, terbatas pada pemahaman konsep tentang agama, yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk perilaku keagamaan.

Dan yang dimaksud dengan politik demokratis dalam pembahasan ini, terbatas pada pemahaman konsep tentang sistem politik, yang kemudian diaplikasikan dalam bentuk perilaku politik.

Kehidupan keagamaan dalam kaitannya dengan para politisi Partai Amanat Nasional dilihat dari bagaimana mereka berperilaku keagamaan, bagaimana sistem politik berperan dan mempengaruhi mereka dalam berperilaku politik dilingkungan DPP Partai Amanat Nasional.

Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka rumusan masalah penelitiannya adalah “Bagaimanakah kehidupan keagamaan dan perilaku politik para fungsionaris di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian


(13)

م

a. Untuk mendeskripsikan kehidupan perilaku keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional.

b. Untuk memahami lebih jauh perilaku politik di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi masyarakat luas yang diharapkan memberikan pemahaman yang memadai tentang keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi pedoman atau referensi inovatif bagi lembaga-lembaga yang membutuhkan sebagai bahan masukan (input bagi kegiatan akademika, khususnya bidang sosial keagamaan).

D. Metodologi Penelitian 1. Pendekatan Penelitian

Untuk mendapatkan hasil penelitian yang diharapkan, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analitis induksi, yaitu untuk menggambarkan bagaimana gambaran kehidupan perilaku keagamaan dan perilaku politik para politisi Partai Amanat Nasional dengan menggunakan metode wawancara, lalu baru ditarik kesimpulannya.

Lebih spesifik lagi, pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini akan mengambil bentuk studi kasus. Hal itu antara lain karena, agama seseorang dan perilaku politik pada dasarnya bersifat


(14)

ن

sangat pribadi dan subjektif. Selain itu, penggunaan studi kasus ini dipilih karena seperti yang dikemukakan oleh Yin, peneliti tidak memiliki kontrol atas kejadian-kejadian yang telah berlangsung. Studi kasus dapat juga memberi nilai tambah pada pengetahuan seseorang secara unik tentang fenomena individual dan dapat digeneralisasikan ke-proposisi teoritis.3

Dalam penelitian ini keseluruhan fungsionaris DPP Partai Amanat Nasional yang masuk dalam kepengurusan periode 2004-2009 berjumlah 674.000 orang dan yang menjadi subjek penelitian sebagai kasus penulis memilih 4 orang fungsionaris DPP Partai Amanat Nasional. Dengan spesifikasi sebagai berikut: 3 (tiga) orang beragama Islam dan 1 (satu) orang beragama Kristen Protestan.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan 3 macam teknik dalam pengumpulan data yaitu:

a. Observasi

Observasi adalah, mengamati dan mendengar dalam rangka memahami, mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena sosial-keagamaan (perilaku, kejadian-kejadian, keadaan, benda dan simbol-simbol tertentu) selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang diobservasi, dengan mencatat, merekam, memotret,

3


(15)

س

fenomena tersebut guna penemuan data analitis.4 Penelitian yang penulis lakukan untuk mencari bukti terhadap fenomena sosial keagamaan di lingkungan DPP PAN menggunakan observasi dengan cara mengamati, mencatat, dan merekam.

b. Interview / Wawancara

Interview yaitu, mengadakan wawancara atau wawancara tidak berstruktur dan bersifat luwes, sehingga susunan pertanyaan dan susunan kata-kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat wawancara, termasuk karakteristik sosial budaya informan yang penulis wawancarai.5 Penulis melakukan wawancara secara berstruktur dan bersifat luwes, sehingga susunan pertanyaan dan kata – kata dalam setiap pertanyaan dapat diubah pada saat wawancara termasuk karakteristik sosial budaya ke empat informan fungsionaris DPP PAN selama 2 hari penulis wawancarai.

c. Studi Kepustakaan

Selain kedua metode penelitian di atas, peneliti juga melakukan penelitian dengan membaca literatur-literatur baik berupa jurnal, artikel-artikel dokumentasi, buku-buku, majalah serta surat kabar yang ada kaitannya dengan permasalahan dalam penelitian. Adapun teknik penulisannya, penulis menggunakan tehnik penulisan makalah

4

Imam Suprayogo, dan Drs. Tobroni, M.SI., Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 167

5

Deddy Mulyana, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2002), cet-11, h.181.


(16)

ع

dan skripsi, yang terdapat dalam buku pedoman Akademik tahun 2003/2004, Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN SYAHID Jakarta, 2003.

3. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data dalam penelitian ini adalah, pedoman wawancara, tape radio, dan buku catatan. Pedoman wawancara digunakan agar lebih fokus menggali apa yang menjadi sasaran penelitian, sedangkan tape recorder digunakan untuk merekam subjek yang dituju,dan buku catatan untuk mencatat hal-hal yang tak terekam.

4. Analisa Data

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif, berdasarkan jawaban dari ke empat informan fungsionaris DPP PAN yang diperoleh melalui wawancara dan pengamatan akan diolah dan dianalisis secara deskriptif untuk kemudian ditarik kesimpulannya.

E. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan meliputi lima bab sebagai berikut:

Bab I, berisi pendahuluan yang meliputi, latar belakang masalah, yang mengungkapkan hal-hal yang berkenaan dengan apa yang mendasari penulis, memilih dan menulis kajian ini. Dilanjutkan, pembatasan dan perumusan masalah, yang memberi titik fokus atas masalah yang ingin diutarakan. Kemudian, metode penelitian, metode yang dimaksud di sini adalah, sebagai kerangka analitif dan operasional. Selanjutnya, penulis akan memberikan kontribusi pada point tujuan dan manfaat penelitian.


(17)

ف

Bab II berisi, Kajian Pustaka meliputi, perilaku keagamaan dalam perspektif sosiologi, penulis mengungkapkan beberapa pengertian-pengertian yang tentunya, ditinjau dari pandangan para ahli sosiologi, sehingga kajian ini mempunyai patokan. Kedua adalah, perilaku politik dan partai politik, juga menerangkan pengertian, dan dilanjutkan, agama dan masalah perilaku politik, dalam kajian ini penulis mengungkapkan beberapa masalah-masalah perilaku politik yang dihubungkan dengan agama sebagai dasar pijakan, untuk menjelaskan keterkaitannya.

Bab III berisikan, Deskripsi Partai Amanat Nasional meliputi, latar belakang berdirinya Partai Amanat Nasional, yang mengungkapkan secara singkat perjalanan, Proses berdirinya Partai Amanat Nasional, selanjutnya, landasan filosofi (Platform) Partai Amanat Nasional, Kemudian, visi dan misi Partai Amanat Nasional, dilanjutkan, Tentang AD/ART Partai Amanat Nasional, kemudian, struktur organisasi Partai Amanat Nasional, dan terakhir, program umum Partai Amanat Nasional, semua uraian diatas mencoba menggambarkan secara umum kondisi DPP Partai Amanat Nasional.

Bab IV berisi, Kehidupan keagamaan para politisi DPP Partai Amanat Nasional, dalam hal ini, meliputi gambaran perilaku keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional, secara utuh uraian disini mencoba mengungkapkan temuan hasil penelitian yang telah diamati, ditemukan dan dianalisis.

Bab V berisi, penutup yang meliputi, kesimpulan dan saran. Bab ini, penulis mengungkapkan dan menguraikan pandangan dan pendapat, yang dirangkum dalam sebuah kesimpulan atas kajian dan hasil penelitian tersebut, kemudian, dilanjutkan memberi saran dengan pertimbangan dari hasil kesimpulan yang telah terangkum, yang tentunya, bagi penulis dapat memberikan kontribusi positif dan bermanfaat.


(18)

ص

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Agama dan Perilaku Keagamaan

Agama dari segi bahasa, yang dimaksud di dalam “Kamus Besar Bahasa Indonesia”6 adalah sesuatu yang berhubungan dengan ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan), dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.

Sedangkan, agama dalam kenyataannya untuk membuatkan suatu definisi memang tidaklah mudah. Hal ini lebih di karenakan definisi yang diajukan oleh para ahli sosiologi tersebut sangat ditentukan oleh sudut pandang dari masing-masing agama dan latar belakangnya.

Kesulitan ini lebih disebabkan karena agama itu merupakan hal yang bersifat abstrak, karena agama menyangkut system kepercayaan, sistem nilai/norma dan sistem ritus, di mana setiap agama mempunyai pola dan komponen yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya. Sehingga ada beberapa alasan mengapa kemudian istilah agama ini menjadi sulit untuk didefinisikan. Beberapa alasan tersebut, antara lain:

1. Karena pengalaman keagamaan itu adalah soal batiniyah dan sangat subjektif serta bersifat individualistis.

2. Tidak ada orang yang berbicara begitu bersemangat dan emosional lebih dari pada membicarakan soal agama, maka dalam membahas arti agama

6

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta ; Balai Pustaka, 1990)


(19)

ق

selalu ada emosi yang kuat sehingga sulit memberikan arti kata agama itu.7

3. Konsepsi tentang agama dipengaruhi oleh tujuan orang yang memberikan pengertiaan agama sehingga kerapkali ada perbuatan tujuan diantara para ahli tentang makna agama itu.

Di samping itu, agama juga dikenal dengan Istilah din dan religi yang pada umumnya dianggap memiliki pengertian yang sama dengan agama. Dalam terminologi Arab, agama biasa disebut dengan kata Din atau al-Millah. Sebagaimana agama, kata al-Din mengandung berbagai arti. Al-Din atau al-Millah yang berarti “mengikat”, maksudnya adalah mempersatukan segala pemeluknya dan mengikat dalam satu ikatan yang erat.8 Al-Din juga berarti undang-undang yang harus dipatuhi. Namun al-Din yang biasa diterjemahkan dengan “agama”, menurut Guru Besar Al-Azhar Syaikh Muhammad Abdullah Badran, adalah menggambarkan suatu hubungan antara dua pihak di mana pihak yang pertama mempunyai kedudukan lebih tinggi daripada yang kedua. Dengan demikian, agama merupakan hubungan antara manusia dan tuhannya. Hubungan ini terwujud dalam sikap batin serta tampak dalam praktik ibadah/ritual yang dilakukannya, untuk kemudian tercermin dalam sikap dan perbuatan keseharian individu tersebut.9 Al-Din yang berarti agama itu bersifat umum, artinya tidak ditujukan kepada salah satu agama tertentu.10 Selain itu kata agama juga dapat disamakan dengan kata religion

7

Mukti Ali, Agama dan pembangunan di Indonesia, (Depag-RI, 1972), h.48 8 Hasbi Ash-Shiddieqy, Al-Islam, (Jakarta; Bulan Bintang), 1952, h.50

9 Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam masyarakat, (Bandung; mizan,1997), h.210


(20)

ر

(Inggris), atau religie (Belanda) yang keduanya berasal dari bahasa latin, religio, dari akar kata religare yang memiliki arti “mengikat”.11

Bahkan menurut Kamus sosiologi, pendekatan terhadap pengertian agama (religion) mencangkup tiga aspek yakni:

1. Menyangkut kepercayaan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual.

2. Merupakan seperangkat kepercayaan dan praktik-praktik spiritual yang dianggap sebagai tujuan tersendiri.

3. Ideologi mengenai hal-hal yang bersifat supranatural.12

Dengan mengacu pada beberapa pengertian di atas maka, dapat dicermati bahwa, agama yang dipercaya sebagai sebuah sistem kepercayaan dan praktik memiliki potensi untuk membentuk sebuah masyarakat yang etis, yang diikat oleh norma-norma dan nilai-nilai yang dianut bersama.

Maka ketika pengertian agama mendapatkan awalan ke dan akhiran an, yang menjadi penekanan adalah; agama yang setelah mendapatkan awalan ke dan akhiran an mempunyai fungsi dan arti tersendiri. Agama yang proses turunannya setelah di tambah ke dan an berubah menjadi “keagamaan”, secara kebahasaan proses pengimbuhannya menunjukkan pertalian makna.13 Dalam kaidah Bahasa Indonesia konflik ke dan an hanya biasa diletakkan pada kata dasr tunggal. Konflik ke dan an juga diletakkan pada kata berimbuhan maupun pada frasa. Pemanfaatan ke dan an artinya, pemanfaatan tenaga/kekuatan yang ada pada kata atau kalimat bahasa itu. Sehingga

11

Kahmad, Sosiologi Agama, h. 6

12

Soerjono Soekanto, “Kamus Sosiologi”, (Jakarta : CV. Rajawali press, 1993), hlm. 430 13 Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Depdiknas RI, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempuranakan dan Pedoman Umum pembentukan istilah, (Bandung; CV. Pustaka Setia, cet., ke-V, 1996), h. 146


(21)

ش

imbuhan ke-an mempunyai fungsi dan arti sebagai berikut: fungsinya membentuk kata benda (nominal), artinya tergantung kepada konteksnya, dapat berarti hal, atau semua yang bersangkut paut dengan apa yang disebut oleh kata dasarnya.

Perilaku adalah suatu tindakan rutin yang dilakukan oleh seseorang dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan motivasi atau pun kehendak untuk mencapai suatu tujuan yang diinginkannya, dan hal itu mempunyai arti. Sebagaimana yang telah diungkapkan oleh Weber, bahwa yang dimaksud dengan perilaku adalah pelaku hendak mencapai suatu tujuan atau ia terdorong oleh motivasi, entah itu berupa perenungan, perencanaan, pengambilan keputusan, dan kelakuan itu terdiri dari intervensi positif ke dalam suatu situasi positif atau sikap pasif yang sengaja tidak mau terlibat.14

Di dalam “Kamus Umum Bahasa Indonesia” perilaku dapat juga dikatakan dengan kata tingkah laku. Prof. Dr.Singgih D. Gunarsa menyatakan bahwa, perilaku adalah setiap cara reaksi atau respon manusia, respon mahluk hidup terhadap lingkungannya, perilaku adalah aksi, reaksi, terhadap rangsangan dari luar.15 Selanjutnya Singgih D. Gunarsa menyatakan pula bahwa, perilaku manusia dengan segala tindakannya ada yang mudah untuk dilihat, tetapi ada juga yang sulit untuk dilihat dan hanya biasa diketahui dari hasil atau akibat dari perbuatan. Kecuali itu, perilaku ada yang tertutup atau terselubung dan ada perilaku terbuka. Yang termasuk perilaku tertutup antara lain; aspek-aspek mental meliputi persepsi, ingatan, dan perhatian. Sedangkan

14

K. J. Veeger, Realitas Sosial, (Jakarta; Gramedia Pustaka Utama, 1993), cet., Ke-4, h.171

15

Prof, Dr. Singgih D. Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, (Jakarta; BPK Gunung Mulia, 1995), h. 5


(22)

ت

perilaku terbuka adalah perilaku yang langsung dapat dilihat seperti; jalan, lari, tertawa dan lain-lain.16

Di lain pihak, Talcott Parson juga mengungkapkan, bahwa perilaku manusia digairahkan dari dalam batin oleh tujuan-tujuan tertentu yang didasarkan atas nilai-nilai dan norma-norma yang dibagi bersama dengan orang lain.17 Jadi, segala perilaku manusia sangat berhubungan dengan lingkungan dan kehidupannya, karena apapun bentuknya perilaku dibentuk berdasarkan kesadaran dan motivasi yang ingin dituju.

Selain itu juga Weber mengklasifikasikan perilaku sebagai berikut: a. Perilaku yang diarahkan secara rasional kepada tercapainya tujuan. Baik

tujuan itu sendiri maupun segala tindak yang diambil dalam rangka tujuan itu dan akibat-akibat sampingan yang akan timbul, dipertimbangkan dengan otak sehat.

b. Perilaku yang berorientasi kepada suatu nilai, seperti keindahan, kemerdekaan, persaudaraan, dan seterusnya.

c. Perilaku yang menerima orientasinya dari perasaan atau emosi seseorang, contohnya, orang yang merasa didorong melampiaskan hawa nafsu, membalas dendam, mengabdikan diri kepada seorang tokoh atau suatu cita-cita, atau mereka yang bertindak di bawah pengaruh ketegangan emosional.

d. Perilaku yang menerima arahnya dari tradisi, sehingga disebut “perilaku tradisional”, sebagai contoh, banyak hal yang dilakukan tiap hari tanpa

16

Gunarsa, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, h.34

17


(23)

ث

memikirkan tujuan atau latar belakang motivasinya. Hal ini menjadi rutin dan bersifat kebiasaan.18

Dengan demikian perilaku merupakan ekspresi dan manifestasi dari gejala-gejala hidup yang bersumber dari kemampuan-kemampuan psikis yang berpusat adanya kebutuhan, sehingga segala perilaku manusia diarahkan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagai mahluk individu, mahluk sosial dan mahluk yang berketuhanan. Jadi perilaku mengandung sebuah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap) bukan saja badan atau ucapan.19 Setelah digabungkan perilaku dan keagamaan, maka definisinya secara kebahasaan adalah, segala tingkah laku, aksi, reaksi yang termotivasi oleh rangsangan dan semua indikasi tersebut berhubungan dengan agama.

Sedangkan, pemahaman perilaku keagamaan yang ingin disampaikan disini bagaimanapun adanya harus mengikutsertakan aspek-aspek sosiologisnya. Ketika dihubungkan perilaku dan keagamaan yang ditinjau dalam sudut pandang sosiologi. Sosiologi akan memberikan gambaran yang mengungkapkan apa yang dimengerti dan dialami pemeluk-pemeluknya.20 Jika dijabarkan secara terinci perilaku keagamaan mengandung penjelasan sebagai suatu tanggapan atau reaksi individu terhadap ajaran agama yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja melalui badan ataupun ucapan. Hal ini menunjukkan bahwa, perilaku keagamaan mencerminkan sikap kesalehan hidup berdasarkan nilai-nilai

18

Veeger, Realitas Sosial, h.200

19

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1990), Cet.,ke-3, h. 671

20


(24)

خ

ketuhanan dan kemanusiaan, yang mengarah kepada pengalaman dan penghayatan sikap hidup seseorang berdasarkan nilai-nilai keagamaan yang diyakininya.

Lebih lanjut, menurut buku pengantar sosiologi karangan kamanto sunarto bagi Emile Durkheim mengatakan bahwa perilaku keagamaan adalah, ”suatu sistem yang telah mendapatkan kepercayaan untuk kemudian dipraktekkan, baik yang berhubungan dengan hal yang suci. Bahwa kepercayaan dan perilaku tersebut mempersatukan semua orang yang beriman kedalam suatu komunitas yang bermoral”.21 Perilaku keagamaan yang suci dapat memberikan solusi dan sanggup menolong manusia membawa pada ketenangan batin di dalam berinteraksi, berhubungan dengan manusia lainnya.

Senada dengan Durkheim, Ligh Keller dan Calhoun, memilih memusatkan perhatiannya tentang perilaku keagamaan melalui pendekatan sosiologi, mereka mengatakan ada lima aspek yang mendasari hal tersebut, yakni: Pertama, kepercayaan agama. Kedua, Praktik agama. Ketiga, Praktik agama,. Keempat, Umat agama. Kelima, Pengalaman Keagamaan.22

Hal itu pula yang membuat perilaku keagamaan mempunyai tingkat dalam praktiknya. Karena menurut, J. P. Williams tingkat perilaku keagamaan seseorang sangatlah beragam ia mengatakan, bahwa ada empat tipe yang dianut oleh seseorang/individu dalam beragama.

21

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi ; Edisi Kedua, (Jakarta ; FEUI), h. 69

22


(25)

ذ

1. Tingkat Rahasia, yakni tingkat seseorang memegang ajaran agama yang dianut dan diyakininya itu, untuk dirinya sendiri dan tidak untuk di diskusikan dengan atau dinyatakan kepada orang lain.

2. Tingkat Privat/Pribadi, yakni tingkat dia mendiskusikan dengan, atau menambah atau menyebarkan pengetahuan dan keyakinan keagamaannya, dari dan kepada sejumlah orang tertentu yang digolongkan sebagai orang yang secara pribadi amat dekat hubungannya dengan dirinya.

3. Tingkat Denominasi, yakni tingkat individu mempunyai keyakinan keagamaan yang sama dengan yang dipunyai oleh individu-individu lainnya dalam suatu kelompok besar, dan karena itu bukan merupakan sesuatu yang rahasia atau privat.

4. Tingkat Masyarakat, yakni tingkat individu memiliki keyakinan keagamaan yang sama dengan keyakinan keagamaan dari warga masyarakat tersebut.23

Fenomena keagamaan dalam masyarakat yang majemuk ini, jika di perhatikan banyak ditimbulkan oleh ekspresi pelaku agama itu sendiri, hal ini tentu sangat bervariasi dan banyak diasumsikan bahwa dengan adanya perbedaan ini agama justru memiliki kepanutannya masing-masing.

Sesuai dengan beragam cara dan tingkatan keagamaan diatas, niat agama dalam praktiknya muncul ingin mencipyakan suatu ikatan bersama dalam menjalankan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ajaran agama

23

Parsudi Suparlan, “Kata Pengantar”, dalam Roland Robertson, ed., “Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis”, (Jakarta ; PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. XII-XIII.


(26)

ض

yang diyakini. Yang selanjutnya dapat mempersatukan mereka, dengan dilandasi semangat nilai-nilai dan sistem-sistem kebenaran universal yang diakui bersama. Hal ini menjamin adanya kombinasi bersama, oleh karena nilai-nilai kesakralan yang terkandung di dalamnya.

B. Politik dan Partai Politik

Politik dalam bahasa Arabnya disebut “Siyasah” atau dalam bahasa Inggrisnya “Politics”. Politik itu sendiri berarti cerdik atau bijaksana.24 Memang dalam pembicaraan sehari-hari, kita seakan-akan mengartikan politik sebagai suatu cara yang dipakai untuk mewujudkan tujuan, tetapi sebenarnya para ahli ilmu politik sendiri mengakui bahwa sangat sulit memberikan definisi tentang politik.

Ilmu politik pada dasarnya mempunyai ruang lingkup negara. Membicarakan politik pada galibnya adalah membicarakan negara, karena teori politik menyelidiki negara sebagai lembaga politik yang mempengaruhi hidup masyarakat. Selain itu, ilmu politik juga menyelidiki ide-ide, issue, asas-asas, sejarah pembentukan negara, hakikat negara serta bentuk dan tujuan negara, disamping menyelidiki hal-hal seperti pressure group, interst group, elit politik, pendapat umum (public opinion), peranan partai politik dan pemilihan umum. 25

Ilmu politik adalah, ilmu yang mempelajari asal mula, bentuk-bentuk, proses negara-negara dan pemerintahan-pemerintahan.26 Menurut Taqiyyuddin Ibnu Taimiyah. Siyasah Syariyah sesungguhnya merupakan dakwah seruan sistemik (manhajiyah) yang berbalik dari hukum buatan

24

Drs. Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik , (Jakarta;PT. Rieneka Cipta, Cet.,1,1997), h.18

25

Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik, h. 18

26


(27)

غ

manusia menuju pada hukum kransendental dari Allah Swt, yang didalamnya berisikan pula rincian terhadap penerapan hukum ini dalam kehidupan manusia. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari berbagai Sanad, dari Shahih Imam Muslim dan Perawi lain tentang kepemimpinan dengan bentuk perwakilan yang bercorak kenabian ( Inabah Nabawiyah ) :

“Sesungguhnya Allah rela atas kalian dalam 3 perkara : Hendaklah kalian menyembah Allah dan tidak menyekutukan – Nya dengan sesuatu, hendaklah kalian berpegang teguh dengan tali (agama) Allah dan jangan berpecah belah, dan hendaklah kalian saling menasehati dengan orang yang diangkat Allah untuk memegang perkara kalian ( pemimpin ). “ (HR.Muslim dan Ahmad ). 27

Bagi Gilchrist, ilmu politik adalah, ilmu tentang negara dan pemerintahan. Sedangkan Adolf Grabowsky mengatakan bahwa, ilmu politik menyelidiki negara dalam keadaan bergerak.

Asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata “Polis” yang berarti “Negara Kota” dengan politik berarti ada hubungan itu khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan, dan

27


(28)

ظ

akhirnya kekuasaan. Politik bisa juga dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, kekuasaan, pemerintahan, konflik dan pembagian atau kata-kata yang serumpun (Hoogerwerf).28

Sedangkan Islam politik adalah Islamisasi politik / menerima politik, atau memasukkan politik didalam Islam dan fakta Islam politik ini harus tertuang dalam pasal-pasal yang jelas, yang menegaskan bahwa kedudukan rakyat diatas penguasa sebab pemimpin sebuah kaum adalah pelayan bagi rakyatnya.

Pengawasan terhadap penguasa ini tidak akan berjalan tanpa peran paratai-partai. Sementara pembentukan partaipun diperintahkan oleh Al-Qur’an :

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung. ( QS. Ali Imron : 104 ). 29

Bagi DR. Fahmi Asy – Syannawi, ” kaum muslim akan berdosa jika diantara mereka tidak terdapat golongan atau partai. Sebab, tuntutan untuk menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang munkar tidak ditujukan kepada setiap individu, melainkan dibebankan kepada “umat” diantara kalian atau kepada sebagian golongan atau partai, Dengan demikian pembentukan partai

28 Inu Kencana Syafiie, Ilmu Politik,h.19 29


(29)

أ أ

untuk menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar bukan merupakan hak semata, melainkan sebagai perintah langsung dari Tuhan ”. 30

Sedangkan partai politik secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama tujuannya untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik.31 Dan biasanya, partai politik untuk mendapatkan itu, melalui jalur konstitusionil demi untuk mengimplementasikan kebijakan-kebijakan partai tersebut.

Partai politik pertama lahir di negara-negara Eropa Barat. Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat merupakan faktor yang perlu diperhitungkan serta diikutsertakan dalam proses politik, maka partai politik telah lahir secara spontan dan berkembang menjadi penghubung antara rakyat disatu pihak dan pemerintahan di pihak lain. Partai politik umumnya dianggap sebagai manifestasi dari suatu sistem politik yang sudah modern atau yang sedang dalam proses memodernisasikan diri. Maka dari itu, dewasa ini di negara-negara baru pun partai sudah menjadi lembaga politik yang biasa dijumpai.

Partai politik, adalah alat yang sangat ampuh untuk mencapai stabilitas politik karena didasari oleh pandangan bahwa rakyat perlu dibimbing dan dibina untuk mencapai tujuan politik yang langgeng.

Basis partai politik mula-mulanya dipusatkan pada kelompok-kelompok politik dalam parlemen. Seiring dengan perkembangannya

30

DR. Fahmi Asy – Syannawi, Fiqih Politik. h. 17 31 Haryanto, Sistem Politik: Suatu Pengantar, h.88


(30)

ب ب

kegiatan-kegiatan partai politik mengalami pergeseran dengan meluasnya hak pilih, sehingga kegiatan politik juga berkembang diluar parlemen dengan terbentuknya panitia-panitia, organisasi sayap, dan organisasi-organisasi kader dan lain sebagainya.

Kegiatan dalam partai politik merupakan suatu bentuk aplikasi program untuk menunjang tujuan yang akan dicapai.

Sedangkan partisipasi politik mencangkup semua kegiatan sukarela, di mana seseorang turut serta dalam proses pemilihan pemimpin-pemimpin politik dan turut serta secara langsung atau tak langsung dalam pembentukan kebijakan-kebijakan umum.

Partai politik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya harus mempertimbangkan kelompok-kelompok yang terdapat di dalamnya dan tujuan-tujuan yang akan dicapainya. Oleh karena itu, partai politik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya tentu akan menempuh cara-cara yang berbeda dengan cara-cara yang ditempuh oleh partai politik lainnya. Tentu sesuai dengan target dan sasaran, situasi dan kondisi, untuk mewujudkan kekuatan politik yang solid.

Di bawah ini akan diketengahkan fungsi-fungsi yang diselenggarakan oleh partai politik: Pertama, sebagai sarana komunikasi politik. Kedua, sebagai saran artikulasi dan agregasi kepentingan. Ketiga, sebagai sarana sosialisasi politik. Keempat, sebagai sarana rekruitmen politik. Kelima, sebagai sarana pembuatan kebijakan. Keenam, sebagai sarana pengatur konflik.32

32


(31)

ج ج

Dari fungsi-fungsi yang disebutkan di atas setidaknya pendekatan ini secara umum banyak di lakukan oleh partai politik. Oleh karena itu untuk mengklasifikasikan partai politik ke dalam berbagai macam ciri, dapat dilihat dari segi komposisi dan fungsi keanggotaannya, secara umum dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu, partai massa dan partai kader. Apabila pengklasifikasian tersebut dilakukan dari segi sifat dan orientasinya, partai dapat dibagi menjadi dua jenis pila; yaitu, partai lindungan dan partai ideologi/partai asas.33

Ciri-ciri partai tersebut adalah:

1. Partai Massa, ciri utamanya adalah, jumlah anggota atau pendukungnya yang banyak.

2. Partai Kader, ciri utamanya tidak mempunyai anggota atau pendukung sebanyak yang dipunyai partai massa. Partai kader lebih mementingkan disiplin anggota-anggota dan ketaatan dalam organisasi, doktrin dan idiologi selalu tetap terjamin.

3. Partai Lindungan, ciri utamanya partai ini biasanya aktif pada saat-saat menjelang dilangsungkan pemilihan umum saja.

4. Partai Idiologi/partai asas, ciri utamanya mempunyai disiplin yang kuat dan mengikat diantara anggota-anggotanya, dan penyeleksiaan anggotanya melalui rekruitmen yang ketat.34

Hal lain yang dikemukakan oleh Maurice Duverger, yang diketengahkan dalam bukunya yang berjudul “Political Parties”, ia

33 Prof. Meriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, (Jakarta; PT.Gramedia Pustaka Utama, 1995), h. 96

34


(32)

د د

mengemukan pendapatnya bahwa partai politik dapat diklasifikasikan atau dibedakan menjadi tiga bentuk yaitu; Pertama, sistem partai tunggal (one party system) yakni sistem di mana suatu negara hanya terdapat satu partai politik saja yang sangat berperan atau dominant. Kedua, sistem dwi partai yakni sistem yang dianut oleh suatu negara di mana dua partai politik yang memainkan peran yang sangat dominant dibidang kehidupan politik. Ketiga, sistem multi partai sering pula disebut dengan sistem banyak partai, pada umumnya ini dianut suatu negara di mana negara tersebut terdapat beberapa partai politik dan diantara partai-partai politik yang ada itu memiliki kekuatan yang seimbang.35

C. Agama dan Perilaku Politik

Agama sebagai pengatur hubungan antar manusia dan juga hubungannya dengan tuhan, pada dasarnya sudah berbekas pada seseorang/individu, bagaimanapun dalam masyarakat yang sudah mapan atau belum, agama merupakan salah satu struktur institusional mempunyai nilai dan norma penting yang melengkapi keseluruhan sistem sosial.

Agama yang menyangkut kepercayaan beserta dengan ritual-ritualnya yang menjadi pengalaman dalam masyarakat sehingga menimbulkan kekuatan tersendiri.

Penelaahan terhadap agama merupakan hal yang mesti dilakukan, karena pemahaman bagi pemeluknya sangat beragam dan bermacam-macam, menurut Abdullah, sebagaimana dikutip oleh Imam Suprayogodan Tobroni, agama merupakan landasan terbentuknya suatu masyarakat yang kognitif. Artinya, agama merupakan awal dari terbentuknya suatu komunitas atau


(33)

ﻩ ﻩ

kesatuan hidup yang diikat oleh keyakinan akan kebenaran hakiki yang sama, yang memungkinkan berlakunya suatu patokan pengetahuan yang sama.36 Untuk itu dapat dikatakan bahwa pada umumnya orang percaya pada agama yang bersifat holistic sebagai sebuah alat untuk mencerna kehidupan. Bahwa, agama memberi panduan, nilai, moral, dan etika perilaku dalam bentuknya yang universal.

Apa yang diungkapkan tentang definisi perilaku, bahwasannya perilaku tidaklah akan tetap, dan pada suatu saat dapat mengalami pergerakan atau perubahan, bahkan pergerakan/perubahan yang kira-kira sama akan terlihat seiring dengan kondisi sosio-kulturalnya dan perkembangan seseorang tersebut.

Ada beberapa unsur-unsur pokok tujuan politik untuk mendapatkan kekuasaan. Yang dapat dijumpai pada interaksi sosial antar manusia ataupun antara kelompok: Pertama, adanya unsur rasa takut. Kedua, adanya unsur rasa cinta. Ketiga, adanya unsur pemujaan. Keempat, adanya unsur kepercayaan.37

Dari keempat unsur inilah yang mendasari berbagai tindak perilaku politik seseorang atau suatu kelompok untuk mencapai tujuannya yaitu “kekuasaan’.

Jadi perilaku politik adalah tingkah laku yang terorganisir dalam upaya mencapai tujuan politik dengan unsur-unsur yang sistematis, bagi David Easton, perilaku politik pertama-tama terdiri dari alokasi nilai-nilai yang

36

Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, (Bandung; PT. Remaja Rosdakarya, 2001), h. 16

37


(34)

و و

kemudian pengalikasiannya tersebut bersifat mengikat/paksaan terhadap kelompok masyarakat secara keseluruhan.38

Identifikasi perilaku politik yang menyangkut proses penentuan tujuan-tujuan adalah sebagai berikut:

1. Pengambilan Keputusan

2. Skala Prioritas dalam menentukan kebijakan-kebijakan umum. 3. Pengaturan dan pembagian alokasi sumber-sumber yang ada.39

Dari ketiga tipe di atas, untuk melaksanakannya di perlukan sebuah kekuasaan (power) dan kewenangan (authority), untuk membina kerja sama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin dalam proses itu akan terjadi. Bahkan banyak cara yang dilakukan seseorang yang telah berkecimpung dalam dunia politik. Di dalam berprilaku, untuk mewujudkan suatu tujuannya, cara-cara yang dipakai dapat bersifat persuasi (meyakinkan), dan jika perlu bersifat paksaan. Karena tanpa paksaan kadang-kadang kebijakan itu, hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.40

Bagaimanapun agama selalu membayang-bayangi proses kehidupan seseorang, agama sangat berarti ketika masing-masing pemeluk menghadapi suatu masalah. Masing-masing pemeluk suatu agama dapat mempraktikan dalam kehidupan sehari-hari, ketika dirundung masalah atau sedang menghadapi masalh, maka agama bias menjadi “Rem” wujud dari menjaga

38

Drs. Haryanto, Sistem Politik; Suatu Pengantar, h. 2

39

Prof. Meriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik, h. 8

40


(35)

ز ز

atau mengingatkan umatnya agar tidak jatuh ke dalam perbuatan yang menyimpang.

Namun yang menjadi sorotan penting disini adalah gejala-gejala yang timbul dalam penguasaan dari sekelompok orang yang berkuasa terhadap berbagai kelompok rakyat banyak, yang dipandang sebagai usaha penataan masyarakat.

Dalam hal ini perlu dilihat peranan para elit politik yang mempunyai tanggung jawab dan tugas sangat mulia untuk meluruskan kekuasaan. Loyalitas mereka kepada bangsa dan negara itu, harus diatasi dari loyalitas mereka kepada partai. Sejauh mana mereka mampu berprilaku politik merebut kekuasaan tersebut untuk kemudian dapat menggunakannya dengan baik. Dalam kaitannya dengan Partai Amanat Nasional, Partai Amanat Nasional yang mengatsnamakan dirinya adalah, Partai Kader, atau Partai Ideologi yang berpegang teguh pada asas PANCASILA, mengedepankan perilaku politiknya pada aturan-aturan hukum yang berlaku.


(36)

ح ح

BAB IV

KEHIDUPAN KEAGAMAAN PARA POLITISI

DPP PARTAI AMANAT NASIONAL

A. Gambaran Kehidupan Keagamaan di Lingkungan DPP Partai Amanat Nasional.

Dalam memaparkan gambaran kehidupan keagamaan di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional. Sejauh ini, yang menjadi siklus di lingkungannya adalah kehidupan yang berusaha mewujudkan para anggotanya meningkatkan iman dan takwa. Melalui basis dakwah dan pengajian hal ini ditangani organisasi-organisasi sayap yang berafiliasi kepada bidang keagamaan. Jika diperhatikan, ekspresi agama yang dianut oleh manusia sangatlah bervariasi dan berbeda antara satu dengan yang lainnya, hal ini tentunya mengasumsikan bahwa agama-agama yang ada, memiliki perbedaan pula dalam kepanutannya dan bentuk pelaksanaannya. Karena, fenomena sosial banyak ditimbulkan oleh agama, diantaranya berupa struktur sosial, pranata sosial, dan dinamika masyarakat yang sangat majemuk.

Partai Amanat Nasional bermaksud menciptakan wawasan keagamaan dan menyadarkan bahwa kader Partai Amanat Nasional dalam berpolitik harus berani menghukum parpolnya sendiri, seandainya menghianati prinsip-prinsip keorganisasian Partai Amanat Nasional. Dengan cara mengaktualkan kegiatan-kegiatan tersebut, PAN selalu melibatkan masyarakat luas.

Partai Amanat Nasional mengaktualkan kegiatan-kegiatan tersebut, dengan melibatkan masyarakat secara luas. Pola keagamaan yang diperhatikan


(37)

ط ط

Partai Amanat Nasional untuk menciptakan kerukunan beragama adalah, dengan menjadikan nilai agama menjadi tujuan pokok di dalam menggerakkan organisasi dan programnya.41

Partai Amanat Nasional melalui mekanisme kompetitif berkomitmen membangun kehidupan-kehidupan keberagamaan, membuka kesempatan secara luas kepada para anggota untuk mengaktualkan diri dalam bentuk kegiatan-kegiatan positif. Sebagai bagian integral dari realitas politik, daya jangkau hati nurani para politisi Partai Amanat Nasional masih dihantui oleh dosa politik orde baru, yang secara umum orientasinya kini, artinya jabatan dan harta menjadi lebih menarik untuk mencapai kekuasaan. Namun, dengan pola kehidupan keagamaan seperti di atas, sekarang ini sekiranya dapat memberikan sumbangsih cukup signifikan untuk menghilangkan penyakit politik orde baru. Agama-agama yang ada, mengajarkan nilai-nilai positif dan mampu menjadi rem terhadap praktek-praktek politik menyimpang. Sehingga, tercipta perilaku politik yang bersandar pada ajaran-ajaran agama.

Secara umum para politisi Partai Amanat Nasional, mengungkapkan bahwa yang diajarkan dalam agama-agama, sesuatu hal yang pada prinsipnya mengantarkan umatnya kepada yang baik. Artinya pemahaman keagamaan seseorang di sini, seolah-olah tidak bisa diukur secara eksak tetapi dapat dilihat secara empirik.

Secara empirik setelah dianalisa, pemahaman keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional memiliki sejumlah pengetahuan mengenai

41

Ali Taher Parasong, WK. Sekjen Badan Hubungan antar lembaga DPP Partai Amanat Nasional, Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Juni 2006.


(38)

ي ي

dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci dan tradisi-tradisi keagamaan, hal ini tercermin dalam hasil wawancara, yang diungkapkan Ir. Muhammad Najib, M.Sc.:

“Bahwa agama itu hal yang sangat pribadi dalam kehidupan seseorang, agama memberikan spirit dan motivator kepada manusia untuk memudahkan manusia mencintai Tuhannya hingga mencapai tujuan”.42 Oleh karena itu, para politisi Partai Amanat Nasional yang berkecimpung di dunia politik memahami agama bukan saja hubungan vertikal dengan Tuhan, tetapi juga hubungan horizontal dengan manusia. Agama yang dipahami oleh mereka mengajarkan untuk berbuat baik, kasih mengasihi antar sesama manusia sebagai bentuk ibadah kepanutannya. Hal ini senada diungkapkan Lilly Walandha dalam wawancara penulis, bahwa:

“Agama yang ada pada ajaran Kristen Protestan adalah cinta kasih, yang dimaksud cinta kasih di sini adalah mengasihi sesama manusia dalam arti kehidupan vertikal, dan ke atas mengasihi Tuhan dengan segenap hati. Memang dalam agama yang saya anut diajarkan untuk mengasihi sesama manusia bukan hanya mengasihi saudara, keluarga dan mengasihi orang seiman saya. Tetapi mengasihi sesama manusia seperti mengasihi diri kita sendiri.43

Menganalisa hal ini, mereka para politisi Partai Amanat Nasional memiliki pemahaman keagamaan yang memahami agama tidak kaku, dan tidak menimbulkan fanatisme agama.

Apa yang dipahami para politisi Partai Amanat Nasional tentang agama, dilatarbelakangi oleh pendidikan yang berjenjang, lingkungan sosial dan lingkungan keluarga yang kondusif. Mereka menganggap, bahwa

42

Ir. Muhammad Najib, Ketua MPP DPP Partai Amanat Nasional, Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Juni 2006.

43

Lilly Walandha, Ketua Bidang Buruh Tani dan Nelayan, Wawancara Pribadi, Jakarta 29 Juni 2006.


(39)

ك ك

berpolitik juga sebagai gerakan moral yang dituntut oleh agama, dan partai sebagai wadah untuk memperjuangkan agama tersebut.

B. Praktik Keagamaan Para Politisi Partai Amanat Nasional

Teori dan praktik sering tidak sejalan dalam aplikasi di lapangan, bahwa apa yang dipahami oleh para politisi tentang keagamaan tersebut, tidak selamanya sesuai dengan praktiknya.

Untuk mengidentifikasi praktik keagamaan yang dilakukan oleh para politisi Partai Amanat Nasional dalam hal ini, penulis menekankan kepada aspek ritual, seperti pelaksanaan ibadah wajib dan sunnah dan praktik yang sifatnya ketaatan seperti kontemplasi dan persembahan.

Aspek ritual seperti pelaksanaan ibadah wajib, penulis menempatkannya sebagai syarat seseorang beragama. Artinya, ibadah wajib inilah yang dapat memperlihatkan secara empirik bahwasannya seseorang itu beragama, karena melakukan tuntunan agama.

Praktik ritual yang digolongkan ke dalam ibadah wajib, merupakan konsensus formalistik yang dipraktikan para politisi setiap harinya. Salah satu contoh ketika seseorang itu beragama Islam maka, yang menjadi penekanan adalah hal-hal yang berkaitan dengan rukun Islam yang telah diwajibkan sepeti: sholat, puasa, zakat dan haji, sejauhmana kelengkapan dan ketepatannya.

Pertama, sholat wajib yang dilakukan oleh politisi Partai Amanat Nasional, menurut 3 informan beragama Islam menyebutkan bahwa mereka kebanyakan melakukannya di mushola sebuah ruangan kecil yang telah tersedia di gedung DPP sendiri dan bukannya di mesjid kecuali sholat Jum’at.


(40)

ل ل

Sedangkan mengenai ketepatan waktu sangat banyak yang mematuhinya dan sedikit pula yang tidak mematuhinya. Kedua, puasa wajib, yang melakukannya dengan total sangat banyak (hampir semuanya). Ketiga, zakat wajib para politisi yang menunaikan ibadah tersebut sangat banyak. Keempat, ibadah haji yang diwajibkan bagi yang mampu, politisi Partai Amanat Nasional yang melakukannya hampir semuanya sudah menunaikannya.

Dari hasil tersebut di atas, secara umum Partai Amanat Nasional mempunyai politisi mayoritas beragama Islam. Hal ini tercermin dalam hasil wawancara, seperti yang diungkapkan M. Junaedi, SE, “Dalam Praktek keagamaan yang secara rukun Islam seperti; shalat, puasa, zakat dan pergi haji sudah saya lakukan dan Insya Allah hal-hal lain saya pun lakukan”.44 Tampaknya praktik keagamaan yang terjadi seperti disebutkan di atas, para politisi DPP Partai Amanat Nasional secara keseluruhan mereka sudah menunaikannya. Untuk ibadah sunnah para politisi Partai Amanat Nasional selalu menempatkannya sebagai pengimbang ibadah wajib artinya selalu menambah nilai ibadahnya dan biasa melakukannya, hal itu akan menjadi inspirasi dan motivator tersendiri dan perbuatan tersebut tidak dipaksakan.

Sedangkan untuk agama non-Islam, dari hasil wawancara dilapangan maka ditemukan hasil hanya beberapa orang saja yang beragama non-Islam. Praktik keagamaan yang dilakukan oleh mereka, yang berkenaan dengan ritual seperti sembahyang. Untuk agama non Islam pun tercermin dalam hasil wawancara, seperti yang diungkapkan Lilly Walandha, “Dalam melakukan

44

M. Junaedi, SE, Anggota MPP DPP Partai Amanat Nasional, Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Juni 2006.


(41)

م م

praktek keagamaan saya sembahyang ke gereja karena sibuk dan jarang ke gereja untuk sembahyang, sekarang saya berprinsip idealnya lebih menjadi tuntutan untuk berbuat baik seperti apa yang diajarkan agama”.45 Dari hasil wawancara dilapangan penulis menemukan, mereka yang melakukan sangat banyak, sedangkan tempat peribadatan masing-masing agama yang keberadaanya dekat lingkungan tempat tinggal mereka sendiri tetapi kadang-kadang mereka ketempat lain.

Penunjang dalam merealisasikan kegiatan-kegiatan keagamaan, ditangani langsung oleh bidang keagamaan Partai Amanat Nasional. Sesuai dengan garis program umum yang dicanangkan oleh Partai Amanat Nasional, bahwasanya untuk memenuhi tuntutan reformasi, bidang agama Partai Amanat Nasional bertekad berperan aktif dan mendukung upaya-upaya peningkatan keimanan dan ketakwaan, serta kerukunan hubungan umat seagama, antar umat beragama, dan umat beragama dengan pemerintah. Untuk meningkatkan kualitas sarana peribadatan dan kualitas pendidikan guru agama dengan cara mengatasi demoralisasi seperti: memerangi pornografi, pornoaksi, dan perdagangan wanita.46

Upaya dalam memberdayakan masyarakat dibidang keagamaan yang dilakukan para politisi Partai Amanat Nasional, menjadi kepedulian tersendiri agar dapat melibatkan masyarakat lebih jauh. Praktik keagamaan seperti ini, masuk dalam kategori ketaatan sebagai bentuk kebaktian. Hal ini sangat memberi makna pada seseorang dalam kehidupan beragama.

45

Lilly Walandha, Ketua Badan Buruh, Petani dan Nelayan DPP Partai Amanat Nasional,

Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Juni 2006.

46


(42)

ن ن

Mengenai praktik yang sifatnya ketaatan dan mempunyai kekhasan tersendiri, sebagai upaya mewujudkan kerukunan beragama, yang menghargai perbedaan dan tanpa mambeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan. Partai Amanat Nasional memberi peluang yang sangat terbuka, untuk mengaktualkan diri. Misalnya, agama non-Islam, walaupun mereka minoritas namun mereka dilingkungan DPP Partai Amanat Nasional tidak pernah merasa tertindas atau terdiskriminatifkan, menurut mereka. Warga negara Indonesia mempunyai hak yang sama dan di Partai Amanat Nasional sangat peduli dengan hal tersebut, yang dikedepankan oleh mereka adalah persatuan dan kesatuan secara utuh.47

Praktik keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional, yang beragama non-Islam, berupaya menciptakan suasana saling toleransi antar umat seagama dan antara umat beragama, walaupun dilingkungan DPP Partai Amanat Nasional tersebut, tempat peribadatan seperti gereja tidak ada. Namun mereka saling berpartisipasi ketika ada kegiatan-kegiatan keagamaan dari agama lain.

Bagaimanapun wujudnya agama itu, bagi para politisi Partai Amanat Nasional, pengaruh agama selalu memberikan inspirasi dan motivasi tersendiri. Baik itu melalui ritualitas maupun ketaatan yang relatif spontan, informasi dan khas pribadi masing-masing pemeluk agama.

C. Fungsi agama bagi para politisi Partai Amanat Nasional

Fungsi agama tidak dapat dilepaskan dari tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakat. Berdasarkan pengalaman dan pengamatan

47

Lihat lampiran hasil wawancara dengan Lily Walandha, Wawancara Pribadii, 29 Juni 2006


(43)

س س

analitis dapat disimpulkan bahwa tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dikembalikan pada tiga hal, yakni; ketidakpastian, ketidakmampuan dan kelangkaan. Untuk mengatasi itu semua agama menjadi solusi, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat bahwa agama memiliki kesanggupan yang definitif dalam memberikan solusi terhadap manusia.

Sebelum lebih jauh menjelaskan fungsi agama bagi para politisi Partai Amanat Nasional, penulis akan mengetengahkan terlebihan dahulu bahwa agama mempunyai fungsi sebagai berikut:

Pertama, Fungsi Edukatif, dalam hal ini manusia mempunyai bahwa agama mempunyai tugas mengajar dan membimbing. Agama menyampaikan ajarannya dengan perantaraan petugas-petugasnya, baik dalam bentuk upacara keagamaan, khutbah, renungan dan pendalam rohani.48

Kedua, Fungsi Penyelamatan, yakni setiap manusia menginginkan

keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati, jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama. Terutama karena agama mengerjakan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai titik kebahagian yang mutlak.49

Ketiga, Fungsi Pengendalian Sosial, yakni agama menjadikan seseorang lebih kuat sehingga agama dapat memberika pengendalian untuk menggerakkan dan membantu seseorang menjalin kehidupan ini. Secara

48

Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 38

49


(44)

ع ع

berkala agama dapat menegakkan dan memperkuat perasaan dan ide sesuai dengan ajaran agama tersebut.50

Keempat, Fungsi Memupuk Persaudaraan, dalam hal ini, agama mempunyai peranan membina kerukunan antara umat seagama, antar umat beragama dan antara pemerintah menjalin satu kesatuan yang diungkapkan atas dasar persamaan sebagai makhluk Tuhan.51

Kelima, Fungsi Tansformatif, merupakan fungsi yang mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama ke dalam bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru dengan harapan membentuk kepribadian manusia yang ideal.52

Senada dengan menganut faham fungisonalisme, yang memberikan sorotan dan tekanan khusus atas apa yang ia lihat dari agama, jelasnya ia melihat agama dari fungsinya. Agama dipandang sebagai suatu institusi yang lain mengemban tugas agar masyarakat berfungsi dengan baik, baik dalam lingkup lokal, regional maun nasional. Maka dalam tinjaun teroi fungsional, yang dipentingkan ialah daya guna dan pengaruh agama terhadap individu, atau masyarakat sehingga berkat eksistensi dan fungsi agama, apa yang dicita-citakannya, terciptanya suatu kedamaian, keadilan, dan kesejahteraan jasmani dan rohani dapat terwujud.53

Agama berfungsi bagi individu atau kelompok, fungsi agama dalam diri individu memenuhi kebutuhan batiniah serta pemeliharaan masyarakat,

50

Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 45

51

Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 53

52

Hendropuspito, Sosiologi Agama, h. 56

53


(45)

ف ف

artinya bahwa dalam mengatur kehidupan sosial, agama memiliki kekuatan untuk memaksa dan mengikat masyarakat untuk mau mengorbankan kepentingan-kepentingan pribadinya demi kepentingan bersama.

Di lain pihak, agama pun berfungsi dalam membantu menciptakan sistem-sistem nilai sosial yang tepadu dan utuh dengan cara memberikan nilai-nilai yang berfungsi menyalurkan sikap-sikap para individu/masyarakat.

Dalam hal ini, fungsi agama bagi politisi sangat penting dalam menjalankan kehidupan sosial kemasyarakatan, karena disadari atau pun tidak, agama merupakan kekuatan aktif dalam menjaga keutuhan dan kelestarian hidup umat manusia khususnya dari penyelewengan-penyelewengan yang ada. Dalam setiap agama apa pun akan berisi ajaran-ajaran doktrin dan peraturan mengenai bagaimana tata cara hidup yang baik. Artinya secara fungsional, agama sama saja.

Mengharapkan hilangnya perilaku politik yang menyimpang seperti berkurangnya atau hilangnya para politisi yang senang korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dan mengaharapkan terciptanya kehidupan yang harmonis dan saling tolong menolong satu sama lain, semata-mata bergantung pada perbaikan pola hidup beragama.

Penyalahgunaan agama yang dilakukan kerapkali dituduhkan kepada politisi menjadi sorotan penting bagi masyarakat. Sehingga bagi politisi Partai Amanat Nasional fungsi agama yang sangat dominan dalam dunia politik adalah sebagai kontrol. Dengan mematuhi agama memiliki fungsi sebagai


(46)

ص ص

kontrol maka, menumbuhkan rasa sungkan untuk melakukan penyelewengan-penyelewengan dan konflik dengan sendirinya akan berkurang bahkan hilang. Dengan demikian fungsi agama bagi para politisi Partai Amanat Nasional adalah untuk memberi rahmat, menebar kasih sayang antar sesama bukan saling menyalahkan, menafikkan dan mematikan satu sama lain. Hal ini diungkapkan Ali Taher Parasong, SH. MH., dalam wawancara penulis bahwa “Agama berfungsi mengantarkan kita pada jalan kebenaran, keteraturan hidup dan kebahagiaan”.54 Politisi itu memang mutlak harus mempunyai latar belakang moralitas agama yang dituntun oleh agama tertentu, karena agama sebagai perilaku (religion in action), terutama untuk mengurangi kegelisahaan, memantapkan kepercayaan kepada pribadi sendiri dan yang paling penting memelihara keadaan manusia agar siap menghadapi realitas.55

Hal senadapun telah diungkapkan oleh para politisi Partai Amanat Nasional seperti apa yang telah diungkapkan oleh M. Junaedi, SE., dalam wawancara bahwa “Di setiap saya kegelisahan, saya berdo’a dan sholat kepada Tuhan yang saya anut, dan Alhamdulillah semuanya hilang, hingga memang benar disetiap agama selalu menjadi obat penenang kita’.56

D. Pengalaman Keagamaan Para Politisi Partai Amanat Nasional

Sesuatu yang diperankan dalam agama memberikan sumbangan yang positif terhadap individu atau masyarakat. Banyak hal-hal yang berkaitan dengan pengalaman keagamaan, Durkheim, mengkajinya dengan membuat

54

Ali Taher Parasong, Wakil Sekretaris Jendral DPP PAN Badan Hubungan Antar Lembaga,

Wawancara Pribadi, Jakarta, 29 Juni 2006

55

Dadang Kahmad, Sosiologi Agama,(Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2000), h. 121

56


(47)

ق ق

permisalan yang menggolongan semua pengalaman manusia ke dalam dua kategori yang mutlak bertentangan, yakni pengalaman yang suci dan profan. Pengalaman yang profan adalah pengalaman rutin yang samapai tingkat tertentu sajalah dan merupakan bagian dari perilaku penyesuaian.

Sedangakan pengalaman yang suci ini lebih tinggi martabatnya dan mengandung sifat serius yang lebih tinggi. Jadi lewat pengalaman yang suci ini lahir suatu sifat dan seperangkat praktik keagamaan yang lebih mempunyai kekuatan (power).57 Pengalaman keagamaan yang sifatnya dapat memberikan inspirasi, jelas merupakan hal yang cukup berarti.

Untuk mengalami hal tersebut yang dapat menyatukan dia dan aku, sehingga apa yang dimaknai dalam hidup ini, seperti mencari ketenangan hidup, menemukan jalan keluar dari permasalahan atau melihat fenomena kehidupan meneguhkan hati pada moral keagamaan.

Dari hasil analisis penulis, pengalaman seperti disebutkan di atas adalah, pengalaman yang pernah dialami oleh para politisi Partai Amanat Nasional semua pernah mengalami pengalaman keagamaan tersebut, karena dalam setiap kejadian yang pernah dialami merupakan pengalaman religius terlebih jika kita punya niat baik pasti tuhan akan memberi jalan hingga menggapai cita-cita.58 Sehingga bagi para politisi Partai Amanat Nasional, ketika pengalaman keagamaan itu berarti padamu, maka berprinsiplah kamu sesuai dengan ajaran agama, maka kamu akan menempatkan jalan yang sangat luas.

57

Thomas F. O’dea, Sosiologi Agaam; Suatu Pengenalan Awal,(Jakarta: Rajawali Press, Cet. 1, 1987), h. 35

58


(48)

ر ر

E. Konsekuensi Keagamaan bagai Para Politisi Partai Amanat Nasional Kalau semua dimensi di atas dapat terpenuhi sadar tidak sadar individu atau masyarakat tersebut mendapatkan kecerdasan spiritual/emosi yang lebih dewasa.

Para politisi mempunayi konsekuensi dalam beragama mereka yang ingin menciptakan kondisi yang demokratis dalam tatanan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), salah satu persyaratannya adalah dipupuknya semangat hidup ke-Bhineka Tunggal Ika-an sesuai dengan ajaran agama.

Dalam membangun semangat persatuan inilah salah satu unsur yang sangat penting adalah pluralisme agama-agama, maka yang diperlukan adalah kerjasama berbagai pihak terutama para pemeluk agama. Konsekuensi keagamaan bagi politisi adalah semuanya inklud di dalam frame kerukuanan beragama yang dapat menciptakan kehidupan beragama dengan tenang, damai dan aman yang disertai dengan kesediaan membangun dialog antara umat beragama.

Menumbuhkan sikap menghargai kemajemukan agama, adalah kenyataan setelah reformasi digulirkan. Para Politisi Partai Amanat Nasional mengibarkan kembali makna yang tekandung dalam Pancasila dan UUD 1945 yang diakui oleh mereka sebagai asas dan perjuangan Partai Amanat Nasional menghormati kebebasan politik masyarakat dewasa ini, yang dilain pihak tidak merugikan keutuhan dan persatuan bangsa dan negara.

Tidaklah mudah bagi para politisi Partai Amanat Nasional menjadikan kerukunan beragama sebagai jalan hidup yang modern, oleh karena pilihan


(49)

ش ش

jalan hidup ini mengandung konsekuensi yang tidak ringan, seperti kesedihan mendengar kebenaran yang sangat mungkin terkandung dalam ajaran agama lain, seperti kesediaan belajar dari pengalaman umat beragama sendiri dalam menyelesaikan berbagai masalah-masalah dan konflik yang muncul dalam kehidupan keseharian.

Hal ini tercermin pula dalam hasil wawancara pribadi dengan Ali Taher Parasong, SH.MH “Jadilah tauladan dalam berpolitik karena agamalah yang bisa mengantarkan kita untuk berperilaku politik yang baik”.59

Adapun konsekuensi ada dalam agama non Islam tercermin pula dalam hasil wawancara pribadi dengan Lilly Walandha “Konsekuensi kalau kita harus mempelajari tata cara/kebiasaan dari agama lain missal orang muslim nah kita kadang-kadang berbuat salah tanpa kita tahu menurut muslim misal : saat puasa tanpa kita tahu kita menawari makan, jadi saya berusaha untuk mencari tahu dengan begitu mendekatkan saya agar lebih bertoleransi dalam agama sehingga tidak terjadi konflik”.60

59

Wawancara Pribadi dengan Ali Taher Paransong, SH., MH, Jakarta, 29 Juni 2006

60


(50)

ت ت

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Dari kajian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Perilaku Keagamaan Para Politisi DPP Partai Amanat Nasional tampak dalam beberapa faktor:

1. Pola kehidupan keagamaan di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional dalam menciptakan kerukunan beragama adalah dengan menjadikan nilai agama menjadi tujuan pokok di dalam menggerakkan organisasi dan programnya. Partai ini menganut prinsip non sectarian dan non diskriminatif dan partai diikat oleh cita-cita politik dan landasan etika sosial. Partai Amanat Nasional pun sangat mempedomani asas Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar perjuangan, yang kemudian, diinterpretasikan ke dalam nilai-nilai yang menghargai perbedaan dan menunjang berlangsungnya kehidupan keberagamaan.

2. Kehidupan keagamaan di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional, karena mayoritas politisinya beragama Islam, maka tampak kehidupan keagamaan, yang penuh dengan kegiatan-kegiatan keagamaan bernuansa Islam. Namun bagi penganut non Islam toleransinya kurang menyeluruh hanya sebagian orang saja terbukti dalam setiap kegiatan bertatap muka dijalan.


(51)

ث ث

3. Perilaku keagamaan para politisi DPP Partai Amanat Nasional adalah perilaku yang mayoritas mempraktikkan agama sebagai tuntunan, jalan kehidupan atau titik tolak menuju tujuan (Tuhan).

4. Perilaku keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional dalam menafsirkan ajaran-ajaran agama, tidak kaku. Artinya, nilai-nilai agama yang diakui mempunyai kebenaran universal, dan hal itu mereka jadikan perekat kebersamaan. Hal ini tergambarkan dalam peraturan Partai Amanat Nasional dan peraturan organisasi.

B. Saran

1. Para politisi DPP Partai Amanat Nasional harus mampu memberikan manfaat yang luas, baik kepada pengurus, simpatisan dan konstituen pendukung partai.

2. Dalam bidang keagamaan para politisi Partai Amanat Nasional, disarankan memperbanyak pendekatan yang bersifat spiritual (Siraman Rohani). Karena agama bisa menjadi pembisik / pengingat terhadap politisi. Sehingga, mereka tidak terjerumus dalam perilaku menyeleweng / menyimpang.

3. Para politisi dalam berperilaku hendaknya selalu menjaga citra Partai Amanat Nasional yang bersifat terbuka dan mandiri. Para politisipun harus mengedepankan aspirasi masyarakat dalam nilai-nilai demokrasi, yang sesuai dengan tuntunan agama. Dan para politisi harus mampu menjaga kerukunan hidup seagama, antara agama dan antar pemerintah, dengan


(52)

خ خ

cara ini komitmen terhadap kehidupan beragama dengan mengaktualkan secara total wawasan kebangsaan dan keagamaan. Dan hal ini harus didukung nilai-nilai kejujuran dan keadilan dalam bersikap dan berperilaku.


(53)

ذ ذ

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mukti, Agama dan Pembangunan di Indonesia, Jakarta: Depag RI, 1972 Ashiddieqy, Hasbi, Al-Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1952

Asy – Syannawi, Fahmi, Politik, Bandung ; Pustakasetia, 2006

Budiarjo, Meriam, Dasar-dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1995

Darajat, Zakiyah, Ilmu Jiwa Agama, Jakarta: Bulan Bintang, 1990. ________ , Peran Agama dan Kesehatan Mental, Jakarta: Agung, 1969

Fatwa, AM., Partai Amanat Nasional Mengangkat Harkat dan Martabat Bangsa, Jakarta: Intrans, 2003

________ , Dari Cipinang ke Senayan ; Catatan Gerakan Reformasi dan Aktifitas Legislatif hingga ST MPR 2002, Jakarta : Intrans, 2003

Gunarsa, D. Singgih, Psikologi Praktis Anak, Remaja dan Keluarga, Jakarta BPK Gunung Mulia, 1995

Haryanto, Sistem Politik, Suatu Pengantar, Yogyakarta: Liberty, 1982 Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: PT. Kanisius, 1983

Isjwara, F. S. H. LLM, Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Dhiwantara, 1987 Kahmad, Dadang, Sosiologi Agama, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000 Madjid, Nurcholis, Masyarakat Religius, Jakarta: Paramadina, 1997

Mulyana, Deddy, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2002

Najib, Muhammad, Sejarah Berdirinya Partai Amanat Nasional, Jakarta: Copyright DPP, 2006.

________, Melawan Arus Pemikiran dan Langkah Politik Amien Rais, Jakarta: Serambi, 2001

Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1990


(54)

ض ض

________, Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah, Banding: CV. Pustaka Setia, 1996 Sekretariat Jendral, Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional, Buku

Platform Partai Amanat Nasional 2005-2010

Shihab, Quraish, Membumikan Al-Qur’an; Fungsi dan Peran Wahyu dalam Masyarakat, Bandung: Mizan, 1997.

Soekanto, Soerjono, Kamus Sosiologi, Jakarta: CV. Rajawali Press, 1993 Sunarto, Kamanto, Pengantar Soisologi, Edisi Kedua, Jakarta: FEUI, 2000

Suparlan, Parsudi, Kata Pengantar, dalam Roland Robertson, ed., “Agama dalam Analisa dan Interpretasi Sosiologis, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993

Suparyogo, Imam, dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2001

Syafiie, Inu Kencana, Ilmu Poilitik, Jakarta: PT. Rineka Cipta, cet. I, 1997 Turner, S. Baryan, Agama dan Teori Sosial, Yogyakarta: IRCiSoD, 2003

Taimiyah, Ibnu, Siyasah Syariyah ”Etika Politik Islam”, Surabaya ; Risalah Gusti, 1995

Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, UIN Jakarta Press, 2002.

Veeger, K.J., Realitas Sosial, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1993 Yin, K., Robert, Studi Kasus, Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2001

www.PartaiAmanatNasional-Wikipedia.com www.kpu.go.id


(55)

غ غ

HASIL WAWANCARA

Profil Identitas Informen/Responden

Nama : Lilly Walandha

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 38 Tahun

Status : Single

Agama : Kristen Protestan

Jabatan : Ketua Badan Buruh/Pekerja, Tani dan Nelayan Tingkat Pendidikan : S2 Ekonomi

Tempat Tinggal : Kondominium Taman Anggrek Tower 6 No. 19A Asal Daerah : Manado

1. Pen: Bagaimana pemahaman Ibu tentang agama?

Res: Agama itu adalah sebuah hubungan vertikal antara individu dengan Tuhan, individu dengan individu, yang dimaksud adalah saling mengasihi sesama manusia dalam arti kehidupan vertikal, dan ke atasnya mengasihi Tuhan. Pada dasarnya semua agama itu baik kemudian dan semua orang yang beragama pun pasti orang baik tetapi di dunia politik agama selalu dipermainkan/dimanipulasi untuk mendapatkan konsituer. Dilihat menguntungkan dipakai agama, padahal itu adalah satu wadah untuk bagaimana kita membantu orang lain dan tidak berbuat semena-mena. Jadi keselamatan itu ada di masing-masing individu tidak ada satu orang pun yang bisa mempengaruhi.

2. Pen: Bisakah ibu gambarkan kehidupan keagamaan di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional?

Res: Toeransi agama di kehidupan DPP ini ada cuma belum menyeluruh antar sesama pemeluk agama lain (hanya sebagian orang saja yang menghormati), namun Partai Amanat Nasional sangat mengedepankan sistem persatuan dan kesatuan secara utuh. Hingga agama non-Islam


(56)

ظ ظ

tidak merasa tertindas atau terdiskriminatifkan, karena di DPP ini mayoritas 67% dari Muhammadiyah dan kemudian yang lain-lain muslimnya 90% lebih maka memang sangat kental nuansa islamiyahnya, hanya saja memang ada beberapa sebagian orang yang kalau menyapa itu selalu menggunakan dan menghormati. Misalnya mengucapkan “salam sejahtera” atau apalah yang bukan muslim, ada beberapa orang termasuk Pa Amien Rais, Pa Sayuti dan Pa. M. Najib.

3. Pen: Bagaimana ibu memperoleh pengetahuan keagamaan?

Res: Pada awalnya agama dari orang tua adalah Kong Hu Cu, akan tetapi agama tersebut tidak diakui maka di KTP agama saya dan orang tua Budha dan kebetulan saya dari kecil sampai dewasa bersekolah di Katholik maka dari sekolah itulah saya memperoleh agama Katholik hingga saya pun pindah agama dari Buhda, karena saya tidak mengetahui pengetahuan agama Budah, maka saya menjadi Katholik hingga sekarang.

4. Pen: Apakah pengetahuan itu dapat menambah keyakinan agama yang ibu anut?

Res: Iya, kalo dibilang agama yah kalau kita ngga percaya maksudnya itu ngga masuk logika jadi itu abstrak yang penting kita percaya aja, sehingga kalau kita percaya kita ingin berbuat apa yang sudah diajarkan dan itu semua baik. Bagaimana di dalam 10 hukum itu kan ada menghormati orang tua, jangan mencuri, jangan berbuat cabul, jangan ingin memiliki hak orang lain secara tidak adil, nah itu yang membuat hidup kita lebih baik, saya berusaha untuk menerapkan dalam kehidupan sehari-hari.

5. Pen: Praktek keagamaan apa yang pernah ibu lakukan?

Res: Dulu umur sepuluh tahun nenek saya mengajak ke Wihara dan sekarang ini saya sibuk jadi jarang ke Gereja Cuma saya berprinsip idelanya lebih


(1)

ح ح ح

Terlebih ditunjang oleh pendidikan mulai SD, SMP, SMA dan Universitas saya yang bernuansa agamis.

4. Pen: Apakah pengetahuan itu dapat menambah keyakinan agama yang bapak anut?

Res: Tentu, di setiap pengetahuan agama yang saya anut selalu dapat menambah keyakinan agama, terlebih agama Islam itu sudah diakui oleh pemerintah sebagai agama pertama yang mengajarkan hal-hal baik yah walaupun semau agam itu juga mengajarkan hal-hal baik tetapi secara keseluruhan Islam-lah yang terbaik. Pemerintah saja mengakui bahwa agama Islam yang terbaik begitu pun saya sangat percaya akan agama yang saya anut.

5. Pen: Praktek keagamaan apa yang pernah bapak lakukan?

Res: Iya, seperti apa yang sudah diajarkan agama sejak dulu, yaitu 1. Syahadat

2. Sholat 3. Puasa 4. Zakat

5. Haji, saya sudah lakukan dan insya Allah hal-hal lain saya pun lakukan.

6. Pen: Bagaimana bapak melaksanakan ibadah wajib dan sunah dalam agama yang bapak anut?

Res: Dalam setiap kegiatan saya selalu mengutamakan sholat wajib, tetapi jika ada waktu saya akan melaksanakan sholat sunnah.

7. Pen: Apa peran atau fungsi agama bagi bapak dalam kehidupan?

Res: Fungsi agama bagi saya sebagai pengontrol hidup kita dalam segala hal agar selalu berbuat baik pada orang lain terlebih pada diri sendiri.


(2)

ط ط ط

8. Pen: Apakah agama itu menjadi pedoman bagi bapak?

Res: Tentu, agama yang saya anut selalu saya jadikan pedoman tuntunan hidup saya dalam melakukan hal-hal baik.

9. Pen: Apakah agama itu bisa menjadi penenang ketika bapak dilanda kegelisahan?

Res: Di setiap saya kegelisahan saya selalu berdo’a dan sholat kepada Tuhan yang saya anut dan alhamdulillah semuanya hilang, hingga memang benar di setiap agama selalu menjadi obat penenang kita.

10.Pen: Apakah agama itu berguna dalam mengambil keputusan-keputusan yang bapak jalani baik dalam politik maupun kehidupan sehari-hari?

Res: Sebelum saya mengambil keputusan dalam politik dan sehari-hari insya Allah saya selalu berusaha menjalaninya sesuai ajaran-ajaran agama yang saya anut.

11.Pen: Bisakah bapak menceritakan pengalaman religius yang bapak alami dalam kehidupan ini?

Res: Saya tidak punya pengalaman yang begitu menarik, tetapi saya sangat bersyukur atas apa saya minta alhamdulillah Tuhan pasti memberi jalan hingga saya menjadi seorang anggota DPR RI.

12.Pen: Bagaimana konsekuensi bapak sebagai seorang politisi yang beragama? Res: Sebagai konsekuensinya atas apa yang Tuhan beri saya akan melakukan

hal yang terbaik dalam sehari-hari terlebih dalam politik, sehingga saya lebih mendekatkan diri pada Tuhan dan masyarakat.


(3)

ي ي ي

HASIL WAWANCARA

Profil Identitas Informen/Responden

Nama : Ali Taher Parasong, SH, MH Jenis Kelamin : Laki-laki

Status : Menikah

Agama : Islam

Jabatan : Wakil Sekjen Badan Hubungan antar Lembaga Tingkat Pendidikan : S2 (SarjanaHukum)

Tempat Tinggal : Singosari Raya No.23 Perumnas III Tangerang Asal Daerah : Ambon

1. Pen: Bagaimana pemahaman bapak tentang agama?

Res: Agama itu dalam konteks sejarah adalah merupakan ajaran yang diturunkan oelh Allah SWT melalui para Nabi dan Rasul-Nya yang dibekali wahyu yang menjadi rahmat bagi sekalian alam khususnya untuk manusia agar mereka mendapat kebahagiaan duniawi dan kebahagiaan ukhrawi baik materil maupun spiritual, mulai sejak Nabi Adam as sampai Muhammad SAW dan agama itu harus ada unsurnya. Ada unsur agama itu dikatakan agama apabila memenuhi 4 unsur: 1) Agama harus mengajarkan konsep ketuhanan yang satu, 2) Mengajarkan tentang wahyu sebagai risalah diberikan kepada Nabi dan Rasul, 3) harus ada Nabi dan Rasul, 4) Untuk masyarakat tertentu kalau Muhammad untuk manusia.

2. Pen: Bisakah bapak gambarkan kehidupan keagamaan di lingkungan DPP Partai Amanat Nasional?

Res: Kalau menggambarkan ada 3 istilah:

1. Aspek normative : Partai ini dilandasi dengan moral agama

2. Aspek sosiolgi : Kehidupan social di PAN lebih akrab kepada suasana keagamaan.


(4)

ك ك ك

3. Nilai Filosofis : Bahwa PAN ini menjadi partai yang plure tetapi menempatkan moral agama sebagai alat perjuangan, maka persoalan yang menjadi pokok adalah bahwa memang PAN harus menjadikan nilai agama menjadi tujuan pokok di dalam menggerakkan organisasi dan programnya.

3. Pen: Bagaimana bapak memperoleh pengetahuan keagamaan?

Res: Saya belajar agama secara otodidak dari majalah, Koran dan TV. Contoh mendengarkan ceramah di waktu sholat Jum’at itu akan menambah pengetahuan kita tentang keagamaan. Saya sendiri pun bukanlah seorang agamawan yang bersekolah di sebuah sekolah Islam.

4. Pen: Apakah pengetahuan itu dapat menambah keyakinan agama yang bapak anut?

Res: Sangat menambaha keyakinan, karena dalam perjalanan hidup ternyata interaksi saya sejak kecil hingga kini bahwa agama yang saya anut itu adalah agama semakin menyakinkan pada saya yang benar. Agama yang mengatur dalam hubungan antara Tuhan dengan manusia, manusia dengan manusia dan manusia dengan alam semesta, dan juga manusia dengan dirinya sendiri.

5. Pen: Praktek keagamaan apa yang pernah bapak lakukan? Res: Praktek agama itu tidak jauh dari rukun Islam.

1. Syahadat 2. Sholat 3. Puasa 4. Zakat dan

5. Haji, Semua itu sudah dikerjakan semua dan semua itu adalah praktek agama yang bersifat formal dalam rukun Islam.


(5)

ل ل ل

Dalam praktek agama di luar rukun Islam itu juga ada, yaitu: 1. Baik pada semua orang

2. Baik pada tetangga

3. Baik pada lingkungan dimana kita bekerja

4. Dan saya selalu berbaik sangka pada setiap orang

6. Pen: Bagaimana bapak melaksanakan ibadah wajib dan sunah dalam agama yang ibu anut?

Res: Alhamdulillah saya dalam melaksanakan ibadah wajib saya selalu melaksanakan dan tidak boleh ketinggalan juga sholat-sholat sunnah diusahakan tepat pada waktunya karena menghantarkan kita pada ketenangan. Insya Allah sekali-kali sholat tahajud dan dhuha insya Allah setiap hari membuka pintu rezeki dan kebahagiaan.

7. Pen: Apa peran atau fungsi agama bagi bapak dalam kehidupan?

Res: Fungsi agama itu mengantarkan kita pada jalan kebenaran, keteraturan hidup dan kebahagiaan.

8. Pen: Apakah agama itu menjadi pedoman bagi bapak?

Res: Agama itu menjadi pedoman karena dia mampu mengarahkan kemana kita pergi karena agama adalah cahaya kebenaran.

9. Pen: Apakah agama itu bisa menjadi penenang ketika bapak dilanda kegelisahan?

Res: Saya merasa sangat tengan dengan dengan agama yang saya anut, karena saya merasakan betul duku sekolah saya Kristen dan lingkungan pun beragama Kristen tapi Allah telah memberikan saya pada hidayah dalam keadaan Islam.

10.Pen: Apakah agama itu berguna dalam mengambil keputusan-keputusan yang ibu jalani baik dalam politik maupun kehidupan sehari-hari?


(6)

م م م

Res: Setiap dalam mengambil keputusan baik input dan output itu selalu saya landasi dengan agama.

11.Pen: Bisakah bapak menceritakan pengalaman religius yang ibu alami dalam kehidupan ini?

Res: Dulu saya pernah minta mati lebih awal, karena kehidupan saya sangat susah karena saya tukang sapu di Jakarta keluarga jauh ibu meninggal dan bapak petani saya benar-benar tidak kuat menanggung cobaan ini tapi kemudian pada waktu malam hari ada seorang laki-laki membangunkan saya untuk sholat tahajud dan mengaji padahal saya belum bias mengajai tapi tiba-tiba malam itu saya langsug bisa mengaji.

12.Pen: Bagaimana konsekuensi ibu sebagai seorang politisi yang beragama? Res: Alhamdulillah jadilah tauladan dalam kehidupan berpolitik. Perkataan

kita, hati kita, perbuatan kita menunujukkan bahwa agamalah yang bisa mengantarkan kita untuk berperilaku politik yang baik. Dan politik itu indah bagi orang yang memahami betapa indahnya politik itu, juga politik bukanlah ingin meraih kekuasaan tetapi di situ adalah ibadah dan silaturahim.