D. Kebiasaan Makan dan Pola Konsumsi Makanan Tradisonal
Kebiasaan makan adalah tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makanan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan
makanan Khumaidi, 1989. Menurut Suhardjo 1989 kebiasaan makan merupakan suatu istilah untuk menggambarkan kebiasaan dan perilaku yang
berhubungan dengan makan atau makanan seperti frekuensi pangan seseorang, pola makan yang digunakan, kepercayaan terhadap makanan, distribusi pangan di
antara anggota keluarga, penerimaan terhadap makanan sukatidak dan cara pemilihan makanan yang hendak dimakan.
Kebiasaan makan merupakan cara-cara individu atau kelompok masyarakat dalam memilih, mengonsumsi dan menggunakan makanan yang
tersedia, yang didasarkan kepada latar belakang sosial budaya tempat dia atau mereka hidup den Hertog dan van Staveren, 1983.
Kebiasaan makan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi distribusi pangan Khumaidi, 1989. Kebiasaan makan seseorang atau keluarga
sangat menentukan jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi karena kebiasaan makan tersebut bersifat menyatu dengan perilaku konsumsi. Keragaan pada
pangan lokal dari studi mengenai kebiasaan pangan pada 11 golongan etnik yang
dominan di Indonesia yaitu suku-suku : Jawa, Madura, Batak, Aceh, Mandailing,
Minangkabau, Banjar, Bugis, Kaili, Manado, Seram dan Sikka, pada penduduk yang tinggal di wilayah pedesaan dan pinggiran kota masih tergantung pada
komoditi pangan yang dibudidayakan sendiri atau yang tersedia dalam lingkungan alam setempat, sedangkan penduduk yang tinggal di perkotaan menggantungkan
sumber pangan pada setempat Roestamsjah dkk, 1989. Terdapat 2 faktor utama yang mempengaruhi kebiasaan makan manusia, yakni faktor ekstrinsik
lingkungan alam, lingkungan sosial, lingkungan budaya dan agama, dan lingkungan ekonomi serta faktor intrinsik emosional, jasmani, dan penilaian
terhadap mutu makanan. Kebiasaan makan jagung ditemukan pada beberapa daerah di Indonesia.
Dengan kondisi
agroekologi lahan
yang kering,
masyarakat NTT
mempertahankan hidupnya dengan mengkonsumsi jagung sebagai makanan pokok utama Hosang, 2006. Akan tetapi, hasil produksi jagung di Nusa
Tenggara Timur NTT menjadi semakin menurun beberapa tahun terakhir akibat dari menurunnya etos kerja masyarakat. Pergeseran nilai dan kebudayaan
masyarakat yang melihat beras sebagai komoditas utama, juga menjadi faktor utama penyebab menurunnya produktivitas tanaman itu Anonim, 2007. Di
Madura, makanan pokok masyarakat semula adalah jagung. Akan tetapi, beberapa tahun terakhir ini, ada pergeseran pola konsumsi dari nonberas ke beras.
akibat gencarnya penyuluhan tentang swasembada beras. Hal ini mampu mengubah pola pikir masyarakat yang sebelumnya tidak mengonsumsi beras
menjadi pengonsumsi beras Siagian, 2003. Meskipun begitu, sebagian masyarakat Madura masih ada yang tetap mengonsumsi jagung hingga saat ini.
Susanto et al. 1992 mengemukakan bahwa pola konsumsi makanan tradisional sebagai bagian dari kebisaan makan dipengaruhi oleh beberapa faktor
di luar sistem sosial keluarga seperti iklan-iklan beragam makanan dan minuman “modern”, meningkatnya alokasi waktu yang digunakan anggota keluarga untuk
melakukan kegiatan di luar rumah dan kecenderungan perubahan pola pikir yang mengarah pada segi kepraktisan dan efisiensi dalm pemilihan pangan sehari-hari
serta berkembangnya kuantitas pedagang makanan dn minuman kaki lima yang relatif pesat.
Program penganekaragaman pangan perlu dilakukan melalui proses identifikasi makanan tradisional yang meliputi tidak hanya kebiasaan dan
kesukaan konsumen tetapi juga produsen termasuk usaha tani yang beraneka ragam, pengelola dan pedagang Susanto, 1993.
Menurut Winarno 1993, makanan tradisional merupakan makanan yang berasal dari tempat dimana kita lahir dan dibesarkan sesuai dengan tradisi daerah
setempat. Pernyataan ini dipertegas oleh Suhardjo 1989 yang mengemukakan bahwa makanan tradisional secara harfiah artinya adalah adanya hubungan antara
pangan dengan tradisi kelompok penduduk atau masyarakat di suatu daerah tertentu.
E. Preferensi Terhadap Makanan