4.2. Pembahasan
4.2.1. Analisis tahap awal nilai pre-test
Analisis tahap awal dilakukan terhadap nilai pre-test yang diperoleh di kelas eksperimen maupun kelas kontrol. Analisis tahap awal meliputi uji
normalitas dan uji homogenitas. Hasil uji normalitas menunjukkan X
2
hitung kelas eksperimen 5,07 dan kelas kontrol 6,88, sedangkan X
2
tabel 7,81 Tabel 6. Data tersebut menunjukkan bahwa kedua sampel berdistribusi normal karena X
2
hitung kurang dari X
2
tabel. Pengujian homogenitas kedua kelas tersebut menggunakan uji F. Setelah
melakukan perhitungan, diperoleh F
hitung
1,10 F
tabel
2,19 Tabel 7. Hal ini menunjukkan bahwa homogenitas antara kelas VII A dan VII B tidak berbeda
secara signifikan, sehingga dapat dinyatakan bahwa kondisi awal kedua kelas tersebut sebelum proses pembelajaran adalah sama. Kondisi awal yang sama
merupakan syarat awal dapat dilakukannya penelitian dengan memberikan perlakuan tertentu pada satu kelas dan kelas yang lain sebagai pembanding.
4.2.2. Analisis tahap akhir
Analisis tahap akhir meliputi analisis terhadap nilai post-test, ketuntasan klasikal siswa, uji Gain, dan uji perbedaan dua rata-rata uji t. Post-test dilakukan
pada pertemuan ketiga, setelah pembelajaran materi Vertebrata selesai disampaikan. Nilai post test pada kelas eksperimen menunjukkan hasil yang lebih
tinggi dibandingkan kelas kontrol. Rata-rata nilai post-test pada kelas eksperimen adalah 75,32, sedangkan rata-rata nilai post-test pada kelas kontrol adalah 64,69.
Hasil post-test digunakan untuk melakukan uji normalitas dan uji homogenitas. Uji normalitas menunjukkan bahwa data pada kelas eksperimen dan
kelas kontrol terdistribusi normal, yaitu X
2
hitung masing-masing sebesar 5,36 dan 3,24, kurang dati X
2
tabel 7,81 Tabel 8. Uji homogenitas menunjukkan bahwa kedua kelas tersebut bersifat homogen yang dibuktikan dengan X
2
hitung sebesar 0,26, kurang dari X
2
tabel sebesar 2,19 Tabel 9. Data kedua kelas berdistribusi normal dan bersifat homogen, sehingga pengujian hipotesis
menggunakan uji parametrik, yaitu uji t t-test.
Hasil post-test yang diakumulasikan dengan nilai LDS digunakan untuk menghitung ketuntasan belajar siswa. Nilai tertinggi dan nilai terendah hasil
belajar akhir siswa di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol. Nilai tertinggi di kelas eksperimen adalah 85,75, sementara nilai terendahnya adalah
69,35. Nilai tertinggi kelas kontrol adalah 84,38, sementara nilai terendahnya adalah 63,75. Nilai rata-rata kelas eksperimen sebesar 77,05, sedangkan di kelas
kontrol nilai rata-ratanya sebesar 76,22 Tabel 10. Selisih nilai rata-rata kedua kelas relatif sedikit disebabkan nilai LDS di kelas kontrol sebesar 87,43, lebih
baik dibandingkan kelas eksperimen sebesar 78,89. Tingginya nilai LDS di kelas kontrol disebabkan soal-soal di LDS lebih sederhana dan tidak memerlukan
pemahaman yang lebih mendalam, sehingga siswa tidak memerlukan banyak waktu dan tidak mengalami kesulitan saat menjawab soal. Walaupun selisih kedua
nilai rata-rata antara kelas eksperimen dan kelas kontrol relatif sedikit, namun nilai rata-rata di kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan di kelas kontrol.
Ketuntasan hasil belajar siswa kelas eksperimen juga lebih baik dibandingkan kelas kontrol. Ketuntasan hasil belajar siswa diukur dari dua aspek
sumber penilaian, yaitu rata-rata nilai LDS dan nilai post-test. Jumlah siswa yang tuntas pada kelas eksperimen mencapai 85,71, sedangkan pada kelas kontrol
lebih kecil, yaitu 72,41. Pada kelas eksperimen masih ada empat siswa yang belum memenuhi KKM. Hasil belajar siswa yang tidak tuntas di kelas eksperimen
disebabkan siswa cenderung pasif saat kegiatan pembelajaran. Hal tersebut berpengaruh terhadap nilai post-test yang rendah. Pernyataan yang disampaikan
didukung hasil observasi dan hasil belajar salah satu siswa yang tidak melampaui KKM di kelas eksperimen. Salah satu siswa tersebut memiliki aktivitas belajar
pada kategori cukup aktif, dan hasil belajarnya sebesar 70,75, belum mencapai ketuntasan belajar.
Ketidaktuntasan hasil belajar siswa di kelas kontrol dipengaruhi banyak faktor. Berdasarkan hasil observasi, aktivitas siswa di kelas kontrol cenderung
pasif. Saat diskusi, hanya beberapa orang dalam satu kelompok yang mengerjakan LDS, sedangkan anggota kelompok yang lain cenderung mengobrol, bahkan ada
yang berjalan-jalan di kelas. Saat presentasi pun hanya sedikit siswa yang mengajukan pertanyaan. Saat guru memberikan pertanyaan, siswa hanya diam dan
tidak merespon pertanyaan guru. Kurang aktifnya siswa mengakibatkan informasi yang diperoleh siswa tidak maksimal, sehingga saat mengerjakan evaluasi, nilai
yang diperoleh pun rendah. Keberhasilan pemanfaatan Album Vertebrata Taman Margasatwa
Semarang dalam pembelajaran terjadi karena album ini menarik bagi siswa. Album ini memberikan gambaran visual bagi siswa. Selain itu, album ini berisi
ciri-ciri spesifik berbagai spesies yang termasuk golongan Vertebrata, sehingga siswa dapat mendeskripsikan makhluk hidup berdasarkan ciri-ciri yang dimiliki.
Akibatnya, berbagai kompetensi yang ditetapkan dapat tercapai. Hal ini dibuktikan dengan hasil belajar siswa yang meningkat dibandingkan sebelum
menggunakan album ini. Album ini juga dapat menimbulkan rasa ingin tahu siswa mengenai Vertebrata, sehingga siswa ingin mengunjungi objek nyata dengan
berkunjung ke Taman Margasatwa Semarang. Saat siswa berkunjung, album ini berfungsi sebagai pemberi informasi awal bagi siswa yang dapat diaplikasikan
saat mengamati satwa di Taman Margasatwa Semarang. Album ini berisi berbagai contoh spesies dari semua kelas yang ada dalam Vertebrata, sehingga
memudahkan siswa dalam membandingkan antara kelas yang satu dengan kelas yang lain. Penggunaan album ini tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, sehingga
dapat digunakan kapan saja dan di mana saja. Berbeda saat sebelum menggunakan Album Vertebrata Taman
Margasatwa Semarang. Saat guru menggunakan Buku Sekolah Elektronik sebagai sumber belajar pada materi yang sama, hasil belajar siswa belum mencapai KKM
68. Hal ini terjadi karena isi buku tersebut masih sangat umum, penjelasan mengenai Vertebrata sangat sedikit. Informasi dalam buku terbatas, hanya
memberikan keterangan mengenai ciri-ciri suatu kelas dalam Vertebrata. Di dalam buku juga tidak terdapat gambar atau foto yang dapat memberikan gambaran
visual bagi siswa mengenai berbagai spesies yang termasuk Vertebrata.
Pada analisis tahap akhir juga dilakukan uji selisih antara post-test dan pre-test menggunakan uji Gain. Berdasarkan hasil analisis uji Gain, diperoleh
hasil siswa yang memperoleh Gain tinggi pada kelas eksperimen sebesar 14,26, sedangkan kelas kontrol sebesar 3,45. Jumlah siswa yang memperoleh nilai
Gain sedang di kelas eksperimen sebesar 85,71 dan kelas kontrol sebesar
79,31. Pada kelas eksperimen tidak ada siswa yang memperoleh nilai Gain rendah, sedangkan pada kelas kontrol terdapat 17,24 Tabel 11. Semakin tinggi
nilai Gain, maka semakin baik pula pemahaman terhadap materi yang diajarkan, sehingga nilai hasil belajar kognitifnya juga akan tinggi.
Peningkatan nilai Gain pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol, sehingga dapat diartikan perlakuan yang diberikan pada kelas
eksperimen mampu meningkatkan hasil belajar kognitif siswa. Kriteria hasil belajar pada kelas eksperimen termasuk kategori sangat baik, sedangkan kelas
kontol termasuk kriteria baik. Hal ini menunjukkan pembelajaran dengan memanfaatkan Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang sebagai sumber
belajar dengan model Group Investigation yang efektif dilakukan karena mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan, yaitu siswa mencapai hasil
belajar individual ≥ 72, ketuntasan klasikal ≥ 70 dan ≥ 70 siswa pada kelas
eksperimen memperoleh nilai Gain 0,3. Tingginya hasil belajar di kelas eksperimen disebabkan penggunaan model
Group Investigation yang menuntut siswa untuk aktif dikombinasikan dengan sumber belajar berupa media visual dalam bentuk Album Vertebrata Taman
Margasatwa Semarang. Album ini diharapkan dapat menarik perhatian siswa untuk lebih ingin memahami materi Vertebrata dengan mengunjungi Taman
Margasatwa Semarang. Informasi dari album dapat digunakan sebagai informasi awal bagi siswa sebelum mengunjungi Taman Margasatwa Semarang. Model
pembelajaran di kelas eksperimen mampu membuat siswa bekerja sama, berkomunikasi, dan mengemukakan pendapat selama pembelajaran, sehingga
hasil belajarnya lebih baik dibandingkan hasil belajar di kelas kontrol. Data tersebut didukung penelitian Yasemin dkk 2010 bahwa
pembelajaran model Group Investigation dan Jigsaw lebih efektif untuk meningkatkan hasil belajar siswa daripada pembelajaran tradisional. Pembelajaran
dengan model Group Investigation dan Jigsaw menuntut siswa untuk mengkoordinir pembagian tugas dan menyampaikan ide siswa, serta bekerja sama
dengan teman sekelompok. Begitu pula dengan pernyataan Jatmika 2005 bahwa pembelajaran
pendidikan jasmani dengan memanfaatkan media visual memudahkan
penyampaian materi atau pesan dari guru kepada peserta didik. Media visual pada penelitian tersebut disejajarkan dengan Album Vertebrata Taman Margasatwa
Semarang yang digunakan pada kelas eksperimen. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian dari Cahyanti 2007 yang menyatakan bahwa kegiatan belajar
mengajar akan lebih efektif dan mudah bila dibantu dengan sarana visual, dimana 11 dari yang dipelajari terjadi lewat indera pendengaran, sedangkan 83 lewat
indera penglihatan.
4.2.3. Aktivitas siswa Aktivitas belajar siswa merupakan salah satu hal yang diperlukan pada
kegiatan belajar mengajar agar terjadi interaksi antara guru dan siswa. Aktivitas siswa yang diamati pada penelitian ini diantaranya perhatian terhadap penjelasan
guru, keaktifan dalam bertanya, kemampuan dalam menjawab pertanyaan, mengemukakan pendapat dalam kegiatan diskusi maupun pembelajaran,
partisipasi dalam diskusi kelompok, melaksanakan presentasi, mencatat materi ajar atau hasil diskusi, menyimpulkan materi, dan pola interaksi siswa.
Hasil observasi aktivitas siswa pada kelas kontrol dan eksperimen menunjukkan perbedaan yang signifikan. Perbedaan tersebut terlihat dari
perbedaan persentase tiap pertemuan, hingga persentase aktivitas siswa secara klasikal. Persentase rata-rata aktivitas siswa di kelas eksperimen pada pertemuan I
dan II, yaitu 82,14 dan 92,86. Peningkatan aktivitas siswa ini terjadi karena pemanfaatan Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang sebagai sumber
belajar dengan model Group Investigation menuntut siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran diantaranya aktif dalam kegiatan diskusi
kelompok untuk memperoleh informasi dari Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang. Informasi-informasi tersebut diperoleh saat siswa
menjawab beberapa pertanyaan dalam LDS yang telah disediakan. Pembelajaran ini membuat siswa memiliki tanggung jawab atas jawaban kelompoknya masing-
masing karena nantinya akan dipilih beberapa siswa secara acak untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok yang telah dilakukan. Pembelajaran
juga membuat siswa aktif bekerja sama dengan kelompoknya, sehingga informasi yang diperoleh seorang siswa lebih banyak berasal dari siswa lain. Berbeda
dengan pembelajaran ceramah yang semua informasinya diperoleh dari guru. Aktivitas siswa pada pertemuan I termasuk kategori tinggi. Tingginya
aktivitas siswa di kelas eksperimen terjadi karena adanya istilah baru yang diperoleh, sehingga banyak siswa yang mengajukan pertanyaan. Berdasarkan hasil
observasi awal dengan guru, pada pembelajaran sehari-hari sebelum menggunakan Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang dengan model
Group Investigation, siswa cenderung pasif saat berdiskusi. Pada pertemuan pertama, beberapa siswa terlihat kurang nyaman dengan anggota kelompok yang
dipilih secara acak. Aktivitas siswa pada pertemuan II meningkat karena siswa mulai akrab dan terbiasa dengan anggota kelompok yang dibentuk secara acak,
sehingga siswa tidak malu lagi saat mengutarakan pendapat. Hal ini sesuai dengan penelitian Wahyuningsih dkk 2012 yang menyatakan bahwa penerapan model
kooperatif Group Investigation dapat memacu aktivitas dan motivasi siswa. Siswa dituntut aktif dalam pembelajaran dengan bekerja sama dengan kelompoknya
untuk melakukan Group Investigation sebagai usaha dalam memecahkan masalah. Penelitian yang dilakukan peneliti tidak hanya menggunakan model Group
Investigation, namun dikombinasikan dengan Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang. Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang
membuat siswa mempelajari materi Vertebrata menggunakan foto-foto spesies yang diambil langsung dari Taman Margasatwa Semarang yang membuat
pembelajaran menjadi nyata. Pertemuan I dan II pada kelas kontrol masing-masing persentase rata-rata
aktivitasnya adalah 55,17 dan 82,76. Aktivitas siswa kelas kontrol pada pertemuan I dan II juga mengalami peningkatan. Peningkatan terjadi karena
pembelajaran ini berbeda dengan pembelajaran sebelumnya yang menggunakan metode ceramah. Metode baru ini membuat siswa tertarik dengan metode diskusi.
Persentase aktivitas siswa secara klasikal pada kelas eksperimen dan kelas kontrol juga memperoleh hasil yang berbeda, yakni 89,29 untuk kelas
eksperimen dan 51,72 untuk kelas kontrol. Data tersebut menunjukkan aktivitas klasikal siswa di kelas eksperimen lebih baik dibandingkan aktivitas klasikal
siswa di kelas kontrol. Hasil tersebut menunjukkan bahwa siswa pada kelas eksperimen termasuk siswa yang sangat aktif dan siswa pada kelas kontrol
termasuk siswa yang cukup aktif. Hal ini berarti, pada kelas eksperimen ≥ 70
siswa memiliki aktivitas belajar dengan kriteria aktif dan sangat aktif. Hal ini sesuai dengan penelitian Hasan dkk 2011 yang mengutarakan
model Group Investigation dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa. Aktivitas belajar peserta didik pada proses pembelajaran perawatan dan perbaikan sistem
refrigerasi dengan model cooperative learning tipe Group Investigation, menuntut peserta didik untuk lebih aktif dengan pengembangan kegiatan pembelajaran.
Dewi 2012 juga menyatakan bahwa aktivitas siswa meningkat setelah menerapkan
model Group Investigation pada materi bahan kimia di SMP.
Aktifitas siswa kelas eksperimen 71 aktif lebih tinggi dibandingkan kelas kontrol 55 cukup aktif.
Apabila dilihat dari setiap aspek aktivitas belajar siswa yang telah diobservasi Tabel 15, aspek kondisi siswa selama pembelajaran mencapai
persentase yang sangat tinggi pada kelas eksperimen yaitu 83,33 dan kelas kontrol, yaitu 82,76. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar siswa
memperhatikan dan mendengarkan penjelasan guru, baik pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol, tetapi persentase pada kelas ekperimen lebih tinggi karena
guru pada kelas eksperimen lebih sering memunculkan informasi-informasi nyata yang baru bagi siswa, sehingga siswa lebih tertarik dalam mendengarkan
penjelasan dari guru. Selain itu, guru juga tidak panjang lebar dalam menyampaikan materi karena menggunakan Album Vertebrata Taman
Margasatwa Semarang, sehingga siswa tidak bosan dan mengantuk saat pembelajaran.
Aspek aktivitas yang sangat tinggi juga ditunjukkan pada sikap siswa selama diskusi kelompok yaitu mencapai 85,63 pada kelas eksperimen dan
77,01 pada kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena suasana pembelajaran yang berbeda dari pembelajaran sehari-hari yang menggunakan metode ceramah.
Kedua kelas melakukan pembelajaran dengan menggunakan LDS. Persentase pada aspek ini di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol karena
dalam LDS kelas eksperimen terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum pernah diketahui sebelumnya, sehingga meningkatkan rasa ingin tahu siswa. Akibatnya,
siswa duduk tenang dan menempatkan diri dalam kelompoknya untuk berusaha
menjawab pertanyaan yang ada di LDS. Selain kedua aspek di atas, aspek aktivitas siswa yang persentasenya juga
sangat tinggi adalah sikap siswa ketika ada siswa lain yang memberikan pendapat yang mencapai 88,51 di kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol hanya
74,14. Meskipun persentase di kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol, namun keduanya masih pada kategori sangat tinggi dan tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa siswa, baik di kelas eksperimen maupun kelas kontrol sebagian besar siswa mampu menimbulkan suasana pembelajaran yang nyaman
dengan menghargai pendapat siswa lain. Aspek aktivitas yang lain adalah aktivitas siswa saat memperhatikan dan
mendengarkan penjelasan guru serta mencatat hasil diskusi. Persentase aspek ini pada kelas eksperimen pada kategori tinggi sebesar 66,09, sedangkan pada kelas
kontrol hanya 59,20. Aspek ini persentasenya menurun jika dibandingkan dengan aspek sebelumnya karena penelitian ini dilakukan di kelas VII, sehingga
ada kebiasaaan-kebiasaan saat SD yang terbawa hingga SMP, misalnya siswa akan mencatat jika disuruh oleh guru. Hal itulah yang terjadi, baik pada kelas
eksperimen maupun kelas kontrol, hanya ada beberapa siswa yang mencatat hasil diskusi.
Aspek lain yang tidak kalah penting adalah aktivitas bertanya dan mengemukakan pendapat. Pada aspek bertanya, persentase kelas eksperimen
sebesar 58,62, sedangkan kelas kontrol sebesar 64,94. Pada aspek mengemukakan pendapat, persentase kelas eksperimen sebesar 59,20,
sedangkan kelas kontrol sebesar 50,00. Kedua aspek ini termasuk kategori cukup aktif. Hanya beberapa siswa yang bertanya ataupun mengemukakan
pendapat. Hal ini terjadi karena masih banyak siswa yang tidak memiliki keberanian untuk bertanya kepada guru dan mengalami kesulitan untuk
mengutarakan pendapat agar dapat dipahami dengan baik oleh siswa lain. Aspek yang mempunyai persentase terendah adalah sikap bertanya dan
mengemukakan pendapat yaitu hanya mencapai rata-rata 57,47 pada kelas eksperimen dan 64,08 pada kelas kontrol. Persentase aspek ini sangat
bergantung pada aspek bertanya dan mengemukakan pendapat. Apabila siswa bertanya dan mengemukakan pendapat, observer dapat mengetahui bagaimana
sikap siswa saat bertanya atau mengemukakan pendapat. Apabila siswa tidak bertanya atau mengemukakan pendapat, maka penilaian terhadap aspek sikap
bertanya dan mengemukakan pendapat akan rendah. Zakaria dan Zanaton 2007 mengutarakan bahwa aktivitas belajar siswa
dalam pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar yang diperoleh siswa. Pada kelas eksperimen, siswa dengan nilai akhir 85,75 dan 82,25 memiliki kriteria
aktivitas sangat aktif. Siswa dengan nilai akhir belum mencapai batas tuntas, hanya 70,75 pada kategori cukup aktif, meskipun nilai terendah siswa sebesar
69,25 aktivitasnya pada kategori aktif. Begitu pula pada kelas kontrol, siswa yang memperoleh nilai akhir 86,63 dan 85,75 juga memiliki aktivitas pada kategori
sangat aktif, meskipun ada pula siswa yang memperoleh nilai 86,63 yang aktivitasnya hanya pada kategori cukup aktif saja. Siswa yang memiliki nilai
terendah 65,88 kriteria keaktifannya pada kategori cukup aktif saja. Nilai akhir yang tinggi, tetapi aktivitasnya rendah dapat terjadi karena nilai
akhir ini didukung dengan nilai LDS, tidak hanya nilai evaluasi post-test saja, sehingga nilai LDS yang baik dapat meningkatkan nilai akhir hasil belajar siswa.
Perbandingan nilai akhir dan aktivitas siswa tersebut menunjukkan bahwa siswa yang memiliki keaktifan pada kategori cukup aktif belum tentu pemahaman
terhadap materinya tidak lebih baik dibandingkan siswa yang aktivitasnya pada kategori aktif atau sangat aktif. Begitu pula sebaliknya, siswa yang kriteria
keaktifannya pada kategori aktif atau sangat aktif, belum tentu pemahamannya lebih baik dibandingkan siswa yang aktivitasnya pada kategori cukup aktif.
4.2.3. Tanggapan siswa Anggapan siswa merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan proses pembelajaran. Angket tanggapan siswa diberikan di akhir pembelajaran untuk mengetahui respon siswa terhadap keseluruhan proses
pembelajaran yang dilakukan oleh guru di kelas eksperimen. Angket tanggapan siswa hanya diberikan di kelas eksperimen, sedangkan di kelas kontrol tidak
diberi angket karena penelitian dititikberatkan terhadap kegiatan pembelajaran di kelas eksperimen. Kelas kontrol digunakan sebagai pembanding. Penelitian ini
membandingkan hasil belajar dan aktivitas siswa di kelas eksperimen dan kelas
kontrol, sehingga di kelas kontrol tidak perlu diberi angket. Berdasarkan data tanggapan siswa kelas eksperimen setelah mengikuti
pembelajaran, sebagian besar siswa 91,76 memberikan respon positif terhadap pemanfaatan Album Vertebrata Taman Margasatwa sebagai sumber belajar
dengan model Group Investigation Tabel 16. Hal ini disebabkan siswa merasa tertarik dan lebih senang dalam mengikuti pembelajaran materi Vertebrata.
Pernyataan ini didukung dengan lembar tanggapan siswa pada poin satu dan dua yang menyatakan semua siswa beranggapan pembelajaran menarik perhatian dan
membuat siswa lebih semangat untuk belajar. Banyaknya siswa yang tertarik mengikuti pembelajaran materi Vertebrata
dengan memanfaatkan Album Vertebrata Taman Margasatwa sebagai sumber belajar dengan model Group Investigation karena dapat mempermudah siswa
dalam mempelajari materi. Siswa menjadi lebih banyak melakukan aktivitas dan suasana saat pembelajaran pun lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Hal
ini karena siswa bekerja secara kelompok untuk menemukan sendiri pengetahuan yang diperlukan dari Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang. Guru
hanya sebagai fasilitator dan motivator bagi siswa serta sebagai pengawas dalam setiap kemajuan dari setiap kelompok dalam menemukan pengetahuan siswa.
Semua siswa setuju bahwa pembelajaran ini menarik perhatian siswa, membuat siswa lebih bersemangat, membuat siswa lebih menghargai makhluk
ciptaan Tuhan, membuat siswa menjadi aktif, serta menambah kekompakan kelompok. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan akumulasi jawaban siswa dari
angket yang telah diberikan. Berdasarkan angket yang dianalisis, sebanyak 25 siswa mengalami kesulitan untuk memahami informasi yang terdapat di dalam
Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang, sedangkan 75 siswa menyatakan bahwa album ini mudah dipahami Tabel 16. Hal ini terjadi karena
ada beberapa istilah tertentu yang baru diketahui oleh siswa setelah membaca dan memahami album tersebut. Sebesar 96,43 siswa setuju jika pembelajaran ini
berlangsung menyenangkan, mempererat hubungan antar teman, dan membuat materi menjadi lebih nyata. Selain itu, sebanyak 92,86 siswa setuju jika
pembelajaran ini membuat siswa lebih berani mengemukakan pendapat atau jawaban atas suatu pertanyaan. Sebanyak 89,29 siswa juga setuju bahwa
pembelajaran ini membuat siswa berani bertanya kepada guru atau siswa. Persentase yang paling rendah adalah pernyataan mengenai pembelajaran
dengan kelompok kecil. Sebanyak 53,57 siswa tidak setuju pembelajaran yang dilakukan dengan pembagian kelompok kecil, sedangkan yang setuju hanya
46,43 siswa. Siswa tidak setuju dengan pembagian kelompok kecil disebabkan pembagian kelompok dilakukan secara heterogen sesuai kemampuan siswa,
sehingga dalam satu kelompok ada siswa yang kurang akrab dan membuat siswa tidak bekerja sama dengan baik bersama anggota kelompoknya. Selain itu, siswa
memiliki karakter belajar yang berbeda satu sama lain. Ada siswa yang lebih nyaman belajar secara individu karena sulit mengutarakan pendapat jika belajar
secara kelompok. Ada pula yang menyukai belajar secara kelompok karena merasa lebih nyaman berinteraksi dengan teman dibandingkan dengan guru. Di
kelas ini sebagian besar siswa lebih menyukai pembelajaran secara individu.
4.2.4. Tanggapan guru Tanggapan guru merupakan pendapat guru terhadap pembelajaran yang
telah dilakukan. Tanggapan guru terhadap pemanfaatan Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang sebagai sumber belajar dengan model Group Investigation
pada materi Vertebrata diperoleh berdasarkan hasil wawancara yang telah dilakukan pada akhir pembelajaran setelah melakukan evaluasi terhadap
kemampuan kognitif siswa. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada guru memberikan
kesan yang baik terhadap proses pembelajaran dengan memanfaatkan pemanfaatan Album Vertebrata Taman Margasatwa Semarang dengan model
Group Investigation pada materi Vertebrata. Hal ini disebabkan dengan menerapkan pembelajaran tersebut dapat meningkatkan hasil belajar dan aktivitas
siswa dalam mengikuti proses pembelajaran. Apabila dibandingkan dengan pembelajaran sebelumnya, pembelajaran dengan Album Vertebrata Taman
Margasatwa Semarang dengan model Group Investigation terdapat peningkatan kualitas pembelajaran. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru, penerapan
pembelajaran ini memiliki kelemahan, yaitu kekurangan waktu saat proses pembelajaran karena siswa terlalu asyik dalam berdiskusi, sehingga siswa tidak
memperhatikan waktu. Salah satu cara untuk mengatasi hal tersebut, sebaiknya guru dapat mengelola waktu dengan baik antara kegiatan diskusi, presentasi dan
kegiatan lain.
4.2.5. Kinerja guru Peningkatan keaktifan dan hasil belajar siswa tidak terlepas dari peran
guru. Peran guru dalam proses pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar dan aktivitas siswa siswa. Ketepatan pelaksanaan
pembelajaran menunjang meningkatnya hasil belajar dan aktivitas siswa. Hasil observasi kinerja guru dalam proses pembelajaran pada kelas eksperimen maupun
kelas kontrol menunjukkan rata-rata dari pertemuan I dan pertemuan II yang sangat baik. Persentase kinerja guru sebesar 90,00 pada kelas eksperimen dan
86,67 pada kelas kontrol, keduanya termasuk ke dalam kriteria sangat baik Tabel 17. Secara umum, kegiatan pembelajaran yang dilakukan guru sudah
sangat baik dan dilaksanakan sesuai dengan RPP. Guru menyampaikan pembelajaran dan mengelola kelas dengan baik, dalam proses pembelajaran guru
sudah berperan sebagai motivator dan fasilitator. Ada beberapa aspek kinerja guru yang belum terlaksana dengan baik,
misalnya penyampaian motivasi. Pada kelas eksperimen maupun kelas kontrol guru hanya memberikan motivasi pada pertemuan pertama saja, sedangkan pada
pertemuan kedua tidak memberikan motivasi. Hal ini disebabkan karena guru memberikan motivasi yang bersifat global pada pertemuan pertama, sehingga
pada pertemuan kedua tidak memberikan motivasi lagi. Pada kelas eksperimen guru juga tidak memberikan penguatan pada pertemuan kedua serta tidak
membimbing siswa membuat kesimpulan pada pertemuan pertama karena keterbatasan waktu yang dimiliki saat pembelajaran. Pada kelas kontrol, guru
belum bertindak sebagai fasilitator karena pada kelas kontrol guru lebih banyak bertindak sebagai sumber informasi. Guru juga tidak memberikan penguatan pada
pertemuan pertama, namun kekurangan tersebut diperbaiki dengan menyampaikan penguatan pada pertemuan kedua.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN