PENDAHULUAN Pengaruh Konversi Lahan Terhadap Pola Nafkah Rumahtangga Petani

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang. Batujajar merupakan satu komunitas pertanian yang terbentuk sejak masa pemerintahan kolonial. Pola kehidupan masayarakatnya adalah bercocok tanam terutama padi, selain itu mereka juga berdagang, menjadi buruh di pertambangan maupun buruh tani. Banyaknya masyarakat yang bekerja disektor pertanian, yang mencapai 87 persen menunjukkan ba hwa kehidupan mereka sangat tergantung pada sumberdaya lahan. Sebagian besar penduduk memanfaatkan lahan sawah dan ladang dengan menanami padi dan kacang tanah, satu sampai dua kali musim tanam. Padi biasanya ditanam di sawah sedangkan ladang di perbukita n ditanami ketela pohon, pisang maupun durian. Banyaknya bukit yang mengandung batu yang sangat potensial untuk pertambangan, mendorong pihak luar desa investor untuk mengincar lahan masyarakat di perbukitan untuk dijadikan pertambangan. Proses pembebasan lahan sudah dimulai sejak tahun 1978 sampai saat ini tahun 2005. Sehingga hampir 272,5 ha lahan di perbukitan kepemilikannya sudah dikuasai oleh pihak luar desa. Berdasarkan luas kepemilikan lahan masyarakat petani desa Batujajar dapat dibedakan menjadi 4 lapisan: petani lapisan atas, menengah, bawah dan tunakisma. Bagi masyarakat agraris tanah tidak hanya menjadi salah satu faktor produksi, tetapi juga memiliki arti penting lainnya, baik menyangkut aspek sosial maupun politik. Oleh karena itu, masalah tanah tidak semata-mata merupakan masalah hubungan antar manusia dan tanah lebih dari itu secara normatif merupakan hubungan manusia dengan manusia. Tanah dalam sistem sosial ekonomi apapun, dianggap sebagai faktor produksi utama. Hal yang membedakan hanyalah bagaimana fungsi, mekanisme pengaturan dan cara pandang terhadap tanah itu sendiri Suhendar dan Winarni,1998 Berkembangnya kepentingan atas tanah pada akhirnya menyebabkan kebutuhan atas tanah pun menjadi semakin bertambah. Sementara jumlah tanah yang tersedia tidak bertambah. Kondisi inilah yang kemudian menyebabkan terjadinya proses alih fungsi lahan pertanian kepenggunaan non pertanian. Fenomena konversi atau alih fungsi lahan pertanian kepenggunaan non pertanian dibeberapa wilayah Indonesia terjadi dengan pesat terutama di pulau Jawa. Fenomena alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian mendapat perhatian dari banyak pihak karena berkaitan dengan dimensi persoalan yang luas, baik dalam skala makro maupun mikro Kustiawan, 1997 Dalam banyak hal pembangunan memang sulit menghindari resiko, baik lingkungan fisik maupun pada lingkungan komunitas sosial. Pertumbuhan penduduk yang pesat berakibat pada upaya penyediaan lahan, baik untuk pemukiman, perkantoran, maupun untuk infrastruktur pendukung. Dalam konteks makro, sesungguhnya fenomena ini merupakan dampak proses transformasi struktur ekonomi dari pertanian keindustri dan demografis dari perdesaan ke perkotaan. Namun yang kemudian menjadi masalah adalah bahwa konversi lahan tersebut dalam prosesnya tidak selalu menguntungkan petani sebagai pemilik lahan 1 . Sebagai gambaran konversi lahan yang terjadi di Indonesia dapat kita lihat bahwa pada tahun 1997 luas lahan sawah kurang lebih 8,5 juta hektar sedangkan tahun 2000 luasnya menurun me njadi 7.8 juta hektar, sehingga dapat dihitung bahwa dalam waktu tiga tahun telah terjadi penyusutan 0.7 juta hektar atau rata-rata 230 ribu hektar pertahun 2 . Sedangkan sensus pertanian tahun 1983 menunjukkan bahwa rata-rata penguasaan lahan pertanian untuk seluruh Indonesia adalah 0,98 hektar perkeluarga 1 Sebagai contoh kasus kedung Ombo, waduk nipah,dan jenggawah di Jember, dimana untuk kasus yang terakhir tidak ada proses ganti rugi .Pemerintah menetapkan tanah sengketa sebagai HGU PTP XXVII yang akibatnya memicu perlawanan Petani. 2 Tempo, 23 Desember 2003 petani. Rata– rata penguasaan lahan tersebut menunjukan kecenderungan yang terus mengecil. Pada tahun 1993 rata-rata nasional penguasaan lahan perkeluarga petani adalah 0,83 hektar, dimana rata-rata di Jawa 0,47 hektar dan di luar Jawa 1,27 hektar perkeluarga petani. Perubahan peruntukan lahan masyarakat petani desa Batujajar terjadi ketika ada investor yang masuk untuk melakukan kegiatan penambangan di bukit sebagai hasil pembelian lahan dari masyarakat. Proses alih fungsi lahan yang terjadi tidak selamanya berjalan dengan baik, masyarakat lebih banyak dirugikan dengan adanya proses konversi, pencemaran udara, suara, dan air akibat proses pertambangan, serta ganti rugi lahan yang tidak memadai merupakan faktor -faktor yang mendorong masyarakat menilai bahwa adanya pertambangan batu di Batujajar tidak menguntungkan masyarakat setempat. Uang ganti rugi lahan antara petani juga berbeda karena perbedaan luasan lahan yang dijual. Begitu juga dengan alokasi penggunaan uang hasil konversi, antara lapisan atas, menengah, dan bawah cenderung terjadi perbedaan alokasi. Lapisan atas lebih mengarah ke penggunaan produktif sedangkan pada lapisan tengah dan bawah lebih cenderung ke arah penggunaan konsumtif. Berkurangnya lahan yang dimiliki atau bahkan habisnya lahan garapan, ditambah lagi terbatasnya akses rumahtangga karena tingkat pendidikan yang rendah dalam hal ini petani lapisan bawah terhadap sumberdaya ekonomi modal maka banyak diantara mereka memanfaatkan lahan-lahan milik perusahaan untuk ditanami tanaman musiman, selain itu mereka juga melakukan pola nafkah ganda. Hal itu mendorong rumahtangga untuk mengkonsolidasikan seluruh sumberdaya keluarga untuk bekerja guna mencukupi kebutuhan rumahtangganya.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka persoalan dapat diringkas sebagai berikut. 1. Apa dampak konversi lahan terhadap struktur rumahtangga petani? 2. Bagaimana penggunaan uang hasil konversi oleh petani lapisan atas menengah, dan bawah?

1.3 Tujuan Penelitian

Mengacu kepada ruang lingkup permasalahan yang dirumuskan di atas, maka tujuan penulisan adalah sebagai berikut : 1. Mempelajari dampak konversi lahan terhadap struktur rumahtangga petani. 2. Mempelajari penggunaan uang hasil konversi oleh petani berbagai lapisan, yaitu petani lapisan atas, menengah dan bawah.

1.4 Kegunaan Penelitian

Rumusan yang dihasilkan dari penelitian ini diharapkan bermanfaat secara akademis maupun praktis. Secara akademis penulisan ini akan memiliki arti penting dalam melengkapi literatur bagi kalangan akademik serta menambah khazanah pengetahuan untuk memahami konsep-konsep pola adaptasi masyarakat petani terhadap perubahan lingkungannya, dan secara praktis dapat memberikan infor masi penting kepada masyarakat, swasta dan pemerintah sebagai pengambil kebijakan dibidang pertanian bahwa proses pembangunan, langsung atau tidak langsung menjadi ancaman perubahan terhadap kekuatan-kekuatan fungsional yang lama berakar pada tradisi masyarakat dan melahirkan gejala -gejala marginalisasi dikalangan masyarakat asli terutama kaum tani.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA