Faktor Eksternal Mekanisme Konversi Lahan.

Sulit mengatakan faktor dominan terjadinya konversi, secara legalitas hukum dan tataruang bahwa desa Batujajar termasuk kawasan pertambangan. Disisi lain sebagian besar petani atau warga masyarakat pun secara implisit ingin menjual lahannya, karena alasan-alasan tertentu pula, meski ada juga sebagian warga yang tidak menginginkan proses konversi tersebut terlaksana.

6.2 Faktor Eksternal

Ada tiga pelaku yang terkait dengan penggunaan dan penguasaan tanah yakni pemerintah, swasta dan masyarakat. Pemerintah melalui proyek pembangunan membutuhkan sejumlah tanah, begitu pula dengan kapital asing dan kapital domestik dalam mereakumulasi modalnya juga membutuhkan sejumlah tanah. Sedangkan dipihak masyara kat sendiri yakni petani sebagai pemakai tradisional harus rela terdesak menyerahkan tanah untuk pembangunan dan reakumulasi kapital dan ganti rugi yang terlalu rendah adalah instrumen pokok alih pemakaian. Sebagaimanan kasus Batujajar bukit-bukit yang dinilai kurang produktif, dibeli oleh perusahaan untuk ditambang, hal ini dapat dipahami bahwa arti penting tanah sudah mengarah kepada kepentingan akumulasi modal dan peningkatan surplus.

6.3 Mekanisme Konversi Lahan.

Pembebasan lahan di daerah Batujaja r dilaksanakan dalam beberapa tahun yakni mulai tahun 1978 sampai tahun 2005. Adapun mekanisme pelaksanaan konversi lahan pada tahap pembebasan sampai proses ganti rugi tanah dapat dilihat pada gambar dibawah ini. - -P Gambar 2. Mekanisme Pelaksanaan Konversi lahan. Sampai tahun 2005 penguasaan lahan oleh pihak pertambangan terlihat pada tabel 16. Tabel 16. Tahun Pembelian dan Luas Lahan Yang Di Kuasai Perusahaan di Desa Batujajar No Nama Perusahaan Tahun Pembelian Lokasi Luas Lahan ha 1 PT.Manik Jaya 2 1982 Dukuh Wakaf 42 2 PT.Indocement 1977 TiparBolang 31,5 3 PT.Batutama 1982 Wakaf 82 4 PT.Silkar 1990 Wakaf 10 5 PT.SumoBotang 1992 Curug 9 6 PT.Antasari Raya 1984 Pasir Kalong 98 7 Perkebunan - Wakaf 147 Sumber : Data monografi Desa BatujajarTahun 2004 Berdasarkan hasil penelitian bahwa pendekatan yang dilakukan oleh pihak pengembang dalam mendapatkan tanah masyarakat adalah salah satunya melalui calo diselingi paksaan meskipun pihak pertambangan mengaku telah melakukan rapat terlebih dahulu dengan pihak masyarakat. Namun dalam pelaksanaan rapat dan negosiasi, responden bersifat pasif, artinya hanya bisa mengatakan persetujuan dengan ketentuan yang dilakukan oleh perusahaan dan calo. Hal ini karena kurangnya pengetahuan tentang konversi lahan dan rendahnya tingkat pendidikan penduduk Pemerintah Konversi lahan Pengembang Masyarakat. 1. Pendekatan 2. Pembebasan tanah 3. ganti rugi lahan yang menjual lahan sebagai mana yang diuangkap kan oleh responden: Pak Sarhan 65 tahun “...Masyarakat memang diajak rapat, tapi pada waktu rapat tersebut masyarakat tidak semuanya mau menjual lahannya. Tapi tiba-tiba ada panggilan dari pihak desa, pada waktu itu kepala desanya Pak Muhammad, untuk ngambil uang hasil penjualan. Padahal saya dan masyarakat lainnya tidak merasa menjual lahan yang ada di bukit. Mau tidak mau uang itu saya ambil...” Tabel 17. Proses Pendekatan dalam Pembebasan Lahan Responden. Jenis Frekwensi Responden 1. Diajak Rapat 2. Negosiasi harga 1 1 20 100 15 75 Sumber: Data Primer,2005 Peranan pemerintah dalam proses konversi lahan dari tegalan ke pertambangan batu di desa Batujajar tidak berperan aktif, seperti membuat peraturan perundangan yang berkaitan dengan konversi lahan, menetapkan lokasi dan luas areal untuk kawasan pertambangan. Pada proses pembebasan tanah dan ganti rugi pemerintah menciptakan kondisi yang mempermudah pengembang untuk mempermainkan harga lahan dengan merugikan pihak penjual dalam hal ini masyarakat. Pada proses pembebasan lahan secara umum terjadi masalah antara pihak penjual masyarakat dan pihak perusahaan, antara lain ganti rugi yang murah, pembayaran yang tidak tepat waktu dan juga karena adanya pembelian yang dipaksakan, namun masyarakat tidak bisa menuntut lebih karena pihak pemerintah desa berada di pihak pengembang. Banyak petani yang merasa di tipu dengan proses jual beli lahan di bukit, terutama Perusahaan Manik Jaya 2 sebagaimana yang diungkapkan oleh Informan Pak Ngadiman : “...Masyarakat lebih mengenal Manik Jaya 2 dengan nama Bonen. Bonen itu singkatan dari Rabu dan Senin. Dulu waktu proses jual beli sudah disepakati, masyarakat dijanjikan untuk segera mengambil uang ganti rugi, namun pihak Perusahaan sering ingkar janji, katanya senin, setelah didatangi ..eh...katanya rabu. Be gitu seterusnya. Sehingga masyarakat akhirnya pasrah saja. Dan sampai saat ini masayakat lebih mengenal PT Manik jaya 2 dengan nama Bonen..” Dalam hal ganti rugi lahan pihak perusahaan membayar dengan harga yang bervariasi dari tahun ke tahun sebagai ma na yang tercantum dalam tabel di bawah ini. Tabel.18 Besarnya Ganti Rugi Lahan Responden Tahun pembebasan dan Harga Lahan per m2 Jenis lahan 1978 1987 1996 1998 2003 Ladang Rp50- 70 Rp750-1 650 Rp2 000-3 000 Rp3 000-3 500 4 500-5 000 Sumber: Data Pri mer, 2005

BAB VII DAMPAK KONVERSI LAHAN DI DESA BATUJAJAR