Sejarah Agraria Lokal STRUKTUR AGRARIA DESA BATUJAJAR

5.2.4 Aturan Sewa-Menyewa

Di desa penyewa membayar sewa kepada pemilik lahan yang besarnya sudah ditentukan sebelum pengolahan tanah.Kasus yang terjadi di Batujajar adalah pembayaran sewa ada yang dilakukan menjelang tanah diolah, ada yang dilakukan setelah atau waktu panen dan ada pula pembayaran dilakukan jauh sebelum masa pengolahan. Bentuk pembayaran ada yang dengan uang ada pula dalam bentuk hasil panen. Besarnya sewa antara daerah dusun satu dengan lainnya berbeda meskipun dalam desa yang sama. Hal ini tergantung kesuburan lahan, keadaan pengairan dan juga lokasi. Daerah pinggiran jalan lebih mahal dibandingkan lahan yang jauh dari jalan. Besarnya sewa akan dipengaruhi pula oleh harga -harga hasil pertanian yang dapat dihasilkan diatas tanah tersebut.

5.3 Sejarah Agraria Lokal

Menurut Kartodiharjo 1992, sejarah merujuk pada cerita sejarah, gambaran sejarah dalam arti subyektif. Subyektif dalam hal ini terkait dengan pemahaman penulis dalam menggambarkan suatu peristiwa dalam wujud penggambaran suatu peristiwa dalam wujud uraian atau cerita. Cerita atau uraian menggambarkan fakta -fakta yang terangkai yang berisi suatu gejala sejarah, baik proses maupun struktur. Selanjutnya sejarah dalam arti obyektif adalah menunjuk pada kejadian atau peristiwa itu sendiri yaitu proses sejarah dalam aktualisasinya. Sejarah juga dapat dipahami sebagai sejarah prosesual yaitu sejarah yang menggambarkan peristiwa dalam bentuk cerita untuk merekontruksi keingintahuan terhadap suatu peristiwa cenderung menampilkan yang terjadi diluar permukaan selanjutnya sejarah struktural adalah mencakup jangka penjang dan perubahan struktur masyarakat dan lingkungan yang terjadi secara lambat laun. Penelusuran tentang sejarah agraria di Batujajar hanya bisa dilihat setelah tahun 1970-an ke atas. Ini terkait dengan responden yang bisa ditanyai tentang kondisi pada saat tersebut. Kesenjangan kepemilikan lahan sebenarnya sudah terjadi pada waktu itu, hanya saja pada tahun 1970-an kebanyaakan kepemilikan lahan masih berada ditangan warga Batujajar asli. Bukit-bukit yang hampir seluas 272,5 ha, masih dipunyai warga desa asli Batujajar. Di bukit tersebut biasanya warga menanami dengan kelapa, pisang, kopi dan durian. Lahan sawah juga masih terbatas hanya daerah dengan irigasi yang baik bisa memanfaatkan sawahnya dengan maksimal. Sedangkan lahan-lahan lainnya hanya merupakan lahan tegalan yang bisa dimanfaatkan untuk menanam kacang tanah suuk, terong, dan ubi ketika musim penghujan tiba. Tahun 1990-an dibangun irigasi teknis, sehingga luas lahan sawah bertambah menjadi sekitar 3 Ha. La han sawah pada tahun 1990-an sampai sekarang merupakan ukuran kekayaan yang penting. Namun kepemilikan sawah rata -rata tidak banyak berubah sampai sekarang. Tahun 1978 muncullah perusahaan yang ingin membeli bukit di dusun Wakap dan Bolang. Dengan alasan akan ditambang, ada warga yang setuju dan ada yang tidak setuju. Menurut responden kepala desa waktu itu sering memaksa warga agar melepas tanahnya di bukit yang akan ditambang. Warga kebanyakan tertarik dengan tawaran tersebut namun ada juga yang tidak terlalu tertarik karena lahan tersebut adalah warisan dari orang tuanya selain itu penawaran yang terlampau murah. Menurut Pak Tohir, kepala desa dan aparatnya sering memberi ancaman kepada warga agar segera melepas tanahnya, dan akhirnya pada tahun 1987-an bukit di kampung Bolang Batujajar kepemilikannnya berpindah dari warga desa keperusahaan. Sebagaimana yang diuangkapka oleh informan Pak Tohir 67 tahun “ Jamannya kepala desa Pak Ahmad, warga yang tidak mau menjual tanahnya akan terus ditakut -takuti. Padahal warga banyak yang tidak berniat menjual lahannya. Saya yakin pihak desa waktu itu kebagian upah untuk pembebasan lahan dari pengusaha . Tahun 1978 harga tanah di bukit Dusu Bolang hanya dihargai Rp 50-75,00m2.” Namun menurut kesepakatan sebelum beroperasinya pertambangan warga diijinkan untuk menanami bekas lahannya dengan berbagai tanaman yang menguntungkan seperti bambu, pisang atau sayuran, namun masyarakat tidak diijinkan untuk menanam tanaman tahunan. Selain perusahaan pada tahun 1990-an muncul kepemilikan sawah dari warga di luar Batujajar, karena proses penjualan dari warga desa Batujajar sendiri. Untuk tahun 2005 ada sekitar 13 warga desa lain yang mempunyai sawah di desa Batujajar hal ini merupakan akibat dari mendesaknya ekonomi warga sehingga sawah terpaksa dijual. Tabel.12 Penjualan Lahan Bukit Oleh Warga Batujajar No Nama Perusahaan Tahun Pembelian Lokasi Harga Lahanm2 Rp Luas Lahan ha 1 PT.Manik Jaya 2 1982 Dukuh Wakaf 1 650 42 2 PT.Indocement 1978 TiparBolang 50 31,5 3 PT.Batutama 1982 Wakaf 1 650 82 4 PT.Silkar 1978 Wakaf 1 500 10 5 PT.SumoBotang 1992 Curug 2 000 9 6 PT.Antasari Raya 1984 Pasir Kalong 700 98 7 Perkebunan - Wakaf 147 Dengan masuknya perusahaan, serta masuknya pembeli lahan dari luar batujajar maka perbandingannya kepemilikan lahan adalah 53 persen kepemilikan orang luar dan 47 persen kepemilikannya dikuasai oleh orang Batujajar sendiri 5.4 Tanah Absentia Penguasaan dan pemilikan lahan di desa Batujajar menggambarkan munculnya tanah guntay, yaitu pemilikan dan penguasaan tanah yang dimiliki oleh orang di luar desa Batujajar. Maraknya perusahaan yang ingin menanamkan investasinya di pertambangan batu, mendorong pelaku-pelaku oknum untuk memanfaatkan kesempatan guna menaikkan harga lahan. Sebelum tahun 1978 yakni ketika pertama kali perusahaan pertambangan mulai proses pembebasan lahan, kepemilikan absentia belum terlalu menggejala, namun disaat perusahaan yang semakin berminat untuk membeli lahan di bukit-bukit di daerah Batujajar, muncullah calo-calo dari luar maupun dari masyarakat Batujajar sendiri yang sengaja membeli lahan dari masyarakat dengan harga yang murah, dengan rencana dijual lagi ke pihak perusahaan. Tidak menutup kemungkinan keterlibatan aparat desa yang lebih berpihak kepada pengusaha memudahkan proses alih kepemilikan lahan di Batujajar berjalan sangat cepat. Dalam proses tersebut terjadi pelanggaran terhadap ketentuan tentang batas- batas pemilikan. Batas maksimum dilanggar oleh pihak atau golongan atau kalangan yang saling bersaing mendapatkan tanah untuk kebutuhan investasi dan spekulasi. Dalam kasus Batujajar pihak pembeli mempunyai kedudukan yang jauh lebih kuat dari pemilikpetani kecil yang sering terdesak oleh kebutuhan akan uang tunai.

BAB VI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI