BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Petani Dalam perspektif sejarah, masyarakat petani lahir sekitar 10.000 tahun sebelum
masehi. Pada saat itu ditandai dengan munculnya kemampuan domistikasi tanaman dan hewan. Sebelumnya manusia hidup dari berburu dan meramu, mereka hanya bisa
berburu binatang liar dan mengumpulkan bahan makanan yang tersedia di alam bebas. Kemampuan bertani dapat dipandang sebagai suatu revolusi besar dalam kehidupan
umat manusia, karena ia dapat berkembang di permukaan bumi ini dalam waktu yang relatif singkat.
Wolf 1985 memberikan gambaran tiga tingkatan perkembangan kehidupan masyarakat, yaitu bercocok tanam primitif, petani peasant dan farmer. Dia menyatakan
secara tegas bahwa petani peasant bukan pencocok tanam primitif dan bukan pula pencocok tanam untuk tujuan komersial farmer. Menurutnya perbedaan utama antara
petani peasant dengan pencocok tanam primitif terletak pa da orientasi dan distribusi hasil, dimana pada pencocok tanam primitif sebagian besar dari hasil produksi
dipergunakan untuk penghasilnya sendiri atau untuk memenuhi kewajiban-kewajiban kekerabatan, bukan untuk dipertukarkan dengan tujuan memperoleh barang-barang lain
yang tidak dihasilkannya sendiri. Sistem pertukaran di pasar belum dikenal pada kebudayaan mereka, sehingga
orientasi produksinya dikenal dengan istilah production for use atau cenderung membatasi produksi pada barang-barang yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh
produsen-produsennya. Sebaliknya perbedaan yang utama dengan farmer terletak pada tujuan produksinya, di mana farmer berorientasi bisnis, pasar dan mencari laba dalam
mengelola usaha taninya. Penulisan ini membatasi arti petani pada petani “peasant”
Petani adalah penduduk yang secara eksistensial terlibat dalam pengelolaan tanah dan membuat keputusan otonomi mengenai proses pengelolaan tanah. Kategori
ini dengan demikian meliputi para penyewa dan pemanen bagi hasil seba gaimana kategori untuk pemilik – pengelola sepanjang mereka dalam suatu posisi membuat
keputusan yang relevan mengenai bagaimana tanaman mereka dibudidayakan
3
. Petani
peasant , tidaklah melakukan usaha tani dalam arti ekonomi, sebab yang mereka
kelola adalah sebuah rumahtangga, bukan sebuah perusahaan bisnis. Tujuan kegiatan produksi hanya untuk pemenuhan kebutuhan pangan keluarga subsisten, sedangkan
surplus produksi dipergunakan untuk kepentingan dana pengganti replacement fund, untuk dana seremonial ceremonial fund dan dana untuk sewa tanah membayar pajak
dan sejenisnya. Dalam kehidupan masyarakat petani, pasar dan struktur atas desa secara relatif telah menjadi bagian yang mempengaruhi tingkah laku sosial dan ekonomi
mereka.
4
Shanin 1971, mencirikan empat karakteristik utama petani. Pertama, petani adalah pelaku ekonomi yang berpusat pada usaha milik keluarga family farm. Kedua,
selaku usaha tani mereka menggantungkan hidupnya kepada tanah. Bagi petani lahan pertanian adalah sega lanya yakni sebagai sumber yang yang diandalkan untuk
menghasilkan bahan pangan keluarga, harta benda yang bernilai tinggi, dan ukuran terpenting bagi status sosial. Ketiga petani memiliki budaya yang spesifik yang
menekankan pemeliharaan tradisi dan konformitas, solidaritas sosial mereka kental dan bersifat meanistik. Keempat, cenderung sebagai pihak yang selalu kalah tertindas
namun tak gampang ditaklukkan oleh kekuatan ekonomi, budaya dan politik eksternal yang mendominasi mereka.
3
Wolf, Perang Petani yogyakarta : Insist Press,2004 Hal.8
4
Redfield 1963 dalam bukunya mengatakan masyarakat tani sebagai masyarakat yang terbelah Part Society
Dari rumusan kedua ahli tersebut Shanin dan Wolf di atas maka secara umum petani peasant mempunyai ciri yang membedakan dengan komunitas lainnya yakni
i Petani tidak dapat dilihat sebagai pengusaha pertanian atau pebisnis dibidang pertanian ii Usaha yang dilakukan petani adalah usaha keluarga atau usaha
rumahtangga yang menghasilkan produk subsisten, serta menghasilkan kewajiban yang dibayarkan pada kekuatan politik yang mengklaim sebagian dari hasil petani iii
Rumahtangga petani berfungsi sebagai unit ekonomi, sosial serta religius yang utama. Hal ini berpengaruh pada keputusan untuk produksi dan juga investasi yang dilakukan
dengan keputusan dari anggota keluarga iv Fungsi produksi dan konsumsi tidak dapat dipisah, dalam artian bahwa kebanyakan peta ni berproduksi sekaligus untuk
kebutuhannya sendiri maupun untuk pasar v Petani dalam berproduksi tidak selalu didasari oleh prinsip mencari keuntungan namun lebih mengarah pada keinginan untuk
mengurangi resiko vi Adanya dominasi oleh kekuatan dari luar dalam bentuk ekonomi, politik maupun sosial budaya. Dengan kata lain petani selalu berada dalam
hubungan yang asimetris.
5
Kalau melihat kondisi petani di Indonesia maka pola hidup petani cenderung subsisten. Namun subsisten dalam pengertian ini buka n berarti makan secukupnya dari
suatu usaha tertentu dan bekerja hanya untuk memenuhi kebutuhan makan, melainkan harus pula melihat pandangan petani terhadap orientasi kerjanya. Suhendar dan Yohana
1998 merumuskan tiga indikator untuk memahami pola subsistensi petani : 1. Adalah sikap atau cara petani memperlakukan faktor -faktor produksi yakni
tanah dan sumber agraria. Jika bersikap tidak komersial, tidak eksploitatif terhadap tanah dan sumberdaya agraria, mengangap peningkatan produksi
tidak perlu da n hanya memproduksi sebatas kebutuhan keluarganya
5
Satyawan Sunito –{ Dinamika Pembangunan Desa } Rangkuman dari Theodore Shanin,Eric R Wolf,Hayami dan Kikuchi.Asymetris berarti bentuk hubungan yang tidak setara antara petani dengan dunia luar hubungan eksploitasi
sekalipun dengan penguasaan lahan luas, petani tersebut termasuk petani subsisten. Sebaliknya, jika sikapnya didasari oleh orientasi surplus produksi
dan maksimalisasi produksi, mereka termasuk petani komersial. 2.
Besar kecilnya skala usaha petani. Sekalipun hanya menguasai lahan dalam skala usaha kecil, jika didasari pemikiran yang cenderung berorientasi pasar
mengejar surplus petani itu dapat disebut sebagai petani komersial. Sebaliknya petani yang berlahan sempit dengan skala usaha terbatas
termasuk berpola hidup subsisten apabila dalam usahanya itu tidak ada kemungkinan bagi mereka untuk memaksimalkan produksi karena
keterbatasan skala usaha dan kemampuan berproduksi. 3.
Jenis komoditas yang dibudidayakan petani. Walaupun mengusahakan komoditas komersial, jika hanya digunakan sebatas keperluannya, seorang
petani disebut petani subsisten. Apabila mengusahakan tanaman komersial dengan tujuan memperoleh surplus, walaupun tanah yang dikuasainya sangat
terbatas, petani itu bukanlah seorang petani subsisten, melainkan petani komersial.
Jika pola subsistensi petani tersebut diterapkan dengan kondisi petani di Indonesia saat ini, maka dapatlah dikatakan bahwa petani Indonesia dapat dikatakan
hampir tid ak ada petani dengan pola subsisten mutlak. Akan tetapi apabila digunakan indikator kecilnya skala usaha dan kemampuan petani berproduksi, jelas bahwa
sebagian besar petani di Indonesia hidup dalam pola subsisten. Penelitian Husken 1974 di desa Gondongsari, Pati, Jawa Tengah bisa
dijadikan rujukan tentang ciri-ciri petani Indonesia saat ini, yaitu i Petani bermata pencaharian ganda. Selain bertani masyarakat juga bekerja “sampingan” semisal sebagai
sopir, membuka warungtoko, tukang batu dan seba gainya. Melihat kenyataan,
pekerjaan yang dikatakan sampingan tersebut dalam arti di luar usaha tani ternyata merupakan pekerjaan pokoknya.
ii Tanaman yang diproduksi adalah tanaman yang tidak beresiko tinggi artinya teknologinya dapat dikuasai serta secara ekonomi menguntungkan. Serta yang menjadi
pertimbangan lain adalah, petani paham ke mana pasar bagi tanaman yang diusahakan iii Motif berusaha adalah mencari keuntungan, yang dilakukan dengan
mengintensifkan penggunaan lahan yang hasilnya akan dijual untuk mendapatkan uang tunai iv Petani adalah bagian dari sistem politik yang lebih besar, yang ditunjukkan
dengan adanya partai-partai politik yang berpengaruh juga terhadap kepemimpinan di desa v Petani subsisten secara mutlak tidak ada tetapi petani mempunyai hubungan
yang kuat terhadap pasar tempat menjual hasil pertaniannya atau bahkan membeli barang di pasar untuk dijual di desanya dengan harapan memperoleh keuntungan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ciri petani Indonesia saat ini berbeda dengan ciri-ciri petani menurut Shanin ataupun Wolf. Yang membedakan antara lain: i
Mengusahakan lahan yang sempit ii Produk yang dihasilkan cenderung untuk kebutuhan pasar, dengan tujuan dijual dan hasil penjualannya digunakan untuk
memenuhi kebutuhan pokoknya. iii Penerapan teknologi modern sudah dilakukan didalam usaha taninya panca usaha tani iv Berpenghasilan ganda tidak selalu
menggantungkan sumber nafkahnya disektor ekonomi saja. v Fungsi lahan pertanian lebih sebagai penenang ekonomi
6
mereka dan bukan sebagai sumber ekonomi satu- satunya sebagaimana yang dicirikan Shanin 1971
2.2 Penguasaan lahan.