1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kemajuan zaman serta arus globalisasi sangatlah mempengaruhi kehidupan setiap individu di Indonesia maupun di negara-negara lainnya baik
ditinjau dari teknologi, gaya hidup dan lain sebagainya. Perkembangan teknologi yang begitu pesat memungkinkan manusia mengerjakan segala
sesuatunya dengan praktis dan instan sehingga kebanyakan pekerjaan dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus mengeluarkan tenaga yang besar.
Keadaan yang serba praktis tentunya akan menyebabkan penurunan aktivitas fungsional sehingga seiring berjalannya waktu akan menimbulkan sedentary
life style atau kurangnya aktivitas fisik yang dilakukan. Kurangnya aktivitas fisik dan tingginya asupan makanan padat energi seperti lemak dan gula, akan
menyebabkan peningkatan indeks massa tubuh salah satunya overweight atau kelebihan berat badan.
Overweight merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama dimana kelebihan berat badan ini
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara energi yang dikonsumsi dengan energi yang dikeluarkan Sulistyoningsih, 2011.
Sekitar sepertiga dari seluruh orang dewasa dan 17 anak-anak di negara maju seperti
Amerika Serikat mengalami overweight atau kelebihan berat badan. Di kawasan Asia Pasifik kejadian kelebihan berat badan meningkat tajam, sebagai contoh,
20,5 dari penduduk Korea Selatan tergolong overweight dan 1,5 tergolong obese. Di Thailand, 16 penduduknya mengalami overweight dan 4 mengalami
obese. Di daerah perkotaan Cina, prevalensi overweight adalah 12 pada laki-laki dan 14,4 pada perempuan, sedang di daerah pedesaan prevalensi overweight pada
laki-laki dan perempuan masing-masing adalah 5,3 dan 9,8
Vichuda, et al., 2011. Secara nasional berdasarkan data dari RISKESDAS tahun 2013,
prevalensi kelebihan berat badan pada penduduk dewasa 18 tahun cenderung mengalami peningkatan pada rentang tahun 2007-2013. Prevalensi penduduk
laki-laki dewasa obesitas pada tahun 2013 sebanyak 19,7 persen, lebih tinggi dari tahun 2007 13,9 dan tahun 2010 7,8. Prevalensi obesitas perempuan
dewasa sebesar 32,9, naik 18,1 dari tahun 2007 13,9 dan 17,5 dari tahun 2010 15,5. Di provinsi Bali terdapat perbedaan prevalensi
berdasarkan wilayah. Di wilayah pedesaan angka prevalensi overweight sebesar 11,2 dan 11,9 mengalami obesitas sedangkan di wilayah perkotaan sebesar
14,6 mengalami overweight dan 17,7 obesitas. Remaja khususnya mahasiswa merupakan salah satu kalangan yang
yang dapat mengalami overweight. Hal ini disebabkan karena telah terjadi perubahan pola makan seperti rendahnya konsumsi buah dan sayur, tingginya
konsumsi garam dan meningkatnya konsumsi makanan yang tinggi lemak serta berkurangnya aktivitas olahraga pada sebagian masyarakat terutama di
perkotaan Sandjaja Sudikno, 2006. Menurut Misnadiarly 2007 remaja yang mengalami overweight akan menimbulkan dampak fisik dan psikologis.
Salah satu dampak fisik yang ditimbulkan ialah penurunan kebugaran fisik.
Ditinjau dari sudut ilmu faal kebugaran fisik dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1 Sistem respirasi sebagai organ penyedia oksigen terbatasnya
pergerakan dinding dada, berkurangnya daya kembang paru, terjadi peningkatan kerja pernafasan akibat dari penumpukan lemak pada otot-otot
diafragma dan abdomen 2 Sistem cardiovascular dengan isinya darah, dalam hal ini hemoglobin sebagai pengangkut oksigen, 3 sistem otot dalam
menggunakan oksigen, 4 sistem metabolisme energi sebagai penyedia energi 5 status gizi indeks masa tubuh, serta 6 tergantung pada umur, jenis
kelamin, program aktivitas fisik dan latihan. Keenam faktor tersebut secara fisiologis dan biologis harus berfungsi normal dan ditingkatkan secara simultan
Sarwono, 2008. Kebugaran tubuh dipengaruhi oleh beberapa komponen dimana daya tahan kardiorespirasi merupakan komponen utama yang paling
mempengaruhi. Daya tahan kardiorespirasi merupakan kemampuan untuk melakukan aktivitas terus-menerus dalam jangka waktu yang lama dan dalam
keadaan aerobik Nala, 2011. Salah satu cara untuk mengukur kebugaran kardiorespirasi ialah dengan Cooper Test 12 minutes run test.
Cooper Test 12 minutes run test adalah tes yang sering digunakan untuk mengukur daya tahan kardiorespirasi berdasarkan VO
2
maks. Dalam mengukur VO
2
maks dengan menggunakan tes lari 12 menit, yaitu dengan cara berlari atau berjalan tanpa henti selama 12 menit. Tujuan dari tes lari 12 menit
untuk mengukur kapasitas aerobik VO
2
maks dengan metode mengukur jarak tempuh yang dapat dicapai selama berlari atau berjalan 12 menit dengan tanpa
henti. Cooper Test 12 minutes run test memiliki tingkat validitas serta
reliabilitas mencapai 95 r=0.95 berdasarkan penelitian Wilcox pada tahun 2011 tentang Validity and Reliability Analysis of Co
oper’s 12-Minute Run and the Multistage Shuttle Run in Healthy Adults.
Dalam melakukan aktivitas sehari-hari tentunya harus didukung dengan kebugaran kardiorespirasi yang baik. Menurut American College of Sport
Medicine, Burpee Interval Training dan latihan aerobik intensitas ringan merupakan salah satu bentuk latihan untuk meningkatkan kebugaran
kardiorespirasi. Burpee Interval Training merupakan jenis latihan interval yang
melibatkan serangkaian otot tubuh dengan intensitas tinggi dengan diselingi waktu istirahat atau bantuan Heyward, Vivian H, 2006. Burpee Interval
Training merupakan bentuk adaptasi dari metode latihan Sprint Interval Training, dimana dengan memberikan variasi intensitas latihan pada otot
jantung dapat meningkatkan sistem kerja kardiovaskuler, meningkatkan kapasitas aerobik dan memungkinkan seseorang untuk berolahraga lebih lama
atau lebih intens. Burpee Interval Training dapat dilakukan hingga intensitas maksimal 150 dari puncak VO
2
maks dengan durasi 6 interval dengan total waktu latihan selama 3 menit. Satu interval terdiri dari 30 detik
burpee ‘all out’ dan 4 menit istirahat. Latihan dilakukan sebanyak 3 kali seminggu selama 2-6
minggu Gibala, et al., 2006; Burgosmaster, et al., 2008. Latihan aerobik dengan intensitas ringan merupakan salah satu bentuk
latihan yang sudah menjadi standar dalam meningkatkan kebugaran kardiorespirasi. Pemberian latihan aerobik yang dilakukan secara teratur dan
dengan durasi yang cukup akan memperbaiki kerja jantung, paru dan pembuluh darah dalam meningkatkan daya tahan kardiorespirasi. Hal tersebut diperkuat
berdasarkan penelitian Palar pada tahun 2015, bahwa pemberian latihan aerobik secara teratur akan meningkatkan aliran darah dan mempercepat pembuangan
zat-zat sisa metabolisme sehingga pemulihan berlangsung dengan cepat, dan seseorang tidak akan mengalami kelelahan setelah melaksanakan tugas, serta
masih dapat melakukan aktivitas lainnya. Menurut American College of Sport Medicine, High Intensity Interval
Training dalam waktu yang singkat sama baiknya dalam meningkatkan kebugaran kardiorespirasi dengan latihan aerobik dengan intensitas ringan
dalam waktu yang lama. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan Kraemer 2004 yang menyatakan bahwa latihan dengan intensitas tinggi dan durasi
latihan pendek menimbulkan respon tubuh yang sama dengan latihan dengan intensitas yang rendah dengan durasi yang lama.
Burpee Interval Training dan Latihan aerobik dengan intensitas ringan sama
– sama dapat meningkatkan kebugaran kardiorespirasi karena memiliki konsep yang sama melalui pembebanan pada sistem kardiorespirasi. Namun,
Burpee Interval Training lebih meningkatkan kebugaran kardiorespirasi daripada latihan aerobik dengan intensitas ringan dikarenakan Burpee Interval
Training memberikan pembebanan yang lebih optimal daripada latihan aerobik dengan intensitas ringan dimana lebih banyak otot yang terlibat pada gerakan
Burpee Interval Training daripada latihan aerobik dengan intensitas ringan.
Melihat adanya permasalahan kebugaran kardiorespirasi pada individu dengan kategori overweight serta kurangnya data mengenai pengaruh Burpee
Interval Training dan Latihan Aerobik Intensitas Ringan terhadap individu overweight, maka dilakukan sebuah penelitian mengenai pemberian Burpee
Interval Training lebih meningkatkan kebugaran kardiorespirasi daripada aerobik intensitas ringan pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Udayana dengan kategori IMT overweight.
1.2. Rumusan Masalah