Teori Festinger Dissonance Theory Teori Fungsi Landasan Teori

pandang seseorang merasakan sesuatu, dengan demikian bidan akan mempunyai sikap positif dalam pemberian vitamin A, apabila faktor-faktor yang ada di sekitar lingkungan pekerjaan mendukung, atau sesuai dengan kemampuan dan keinginan Yulianti, 2010.

b. Teori Festinger Dissonance Theory

Teori Finger 1957 dalam Notoatmojdo 2007 telah banyak pengaruhnya dalam psikologi sosial. Teori ini sebenarnya sama dengan konsep ‘imbalance’ merupakan keadaan ketidakseimbangan. Hal ini berarti bahwa keadaan ‘cognitive dissonance’ merupakan keadaan ketidakseimbangan psikologis yang diliputi oleh ketegangan diri yang berusaha untuk mencapai keseimbangan kembali. Apabila terjadi keseimbangan dalam diri individu, maka berarti sudah tidak terjadi ketidakseimbangan lagi, dan keadaan ini disebut ‘consonance’ keseimbangan. Dissonance ketidakseimbangan terjadi karena dalam diri individu terdapat dua elemen kognitif yang saling bertentangan. Apabila individu menghadapi suatu stimulus atau objek, dan stimulus tersebut menimbulkan pendapat atau keyakinan yang berbeda dalam diri individu sendiri, maka terjadilah dissonance.

c. Teori Fungsi

Teori ini berdasarkan anggapan bahwa perubahan perilaku individu tergantung kepada keutuhan. Hal ini berarti bahwa stimulus yang dapat mengakibatkan perubahan perilaku seseorang apabila stimulus tersebut dapat dimengerti dalam konteks kebutuhan orang tersebut. Universitas Sumatera Utara Menurut Katz 1906 perilaku dilatarbelakangi oleh kebutuhan individu yang bersangkutan, Katz berasumsi bahwa : 1. Perilaku itu memiliki fungsi instumental, artinya dapat berfungsi dan memberikan pelayanan terhadap kebutuhan. 2. Perilaku dapat berfungsi sebagai ‘defence macanism’ atau sebagai pertahanan diri dalam menghadapi lingkungannya. 3. Perilaku berfungsi sebagai penerima objek dan memberikan arti. Dalam perannya seseorang senantiasa menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui tindakannya. 4. Perilaku berfungsi sebagai nilai ekspresif dari diri seseorang dalam menjawab suatu situasi. Perilaku dapat merupakan layar, dimana segala ungkapan diri orang dapat dilihat. 2.4 Faktor-faktor yang Memengaruhi Pemberian Vitamin A kepada Ibu Nifas 2.4.1 Umur Umur adalah rentang kehidupan yang diukur dengan tahun, dikatakan masa awal dewasa adalah usia 18 tahun sampai 40 tahun, dewasa madya adalah 41 sampai 60 tahun, dewasa lanjut 60 tahun. Umur adalah lamanya hidup dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan Harlock, 2004. Umur berkaitan erat dengan tingkat kedewasaan. Berdasarkan Lubis 2009 yang mengutip pendapat Ericson 1950, umur usia produktif pada usia dewasa muda 20-40 tahun, usia dewasa matang 40-60 tahun pada usia ini diharapkan usia telah Universitas Sumatera Utara mapan dan tingkat kedisiplinan terhadap pekerjaan baik, dan usia lanjut pada usia 60 tahun. Robbins 2008 mengungkapkan bahwa ada kualitas positif pada pekerja yang berusia tua, meliputi pengalaman, pertimbangan, etika kerja yang kuat, dan komitmen terhadap mutu. Menurut Yatino 2005 umur yang masih muda diharapkan dapat membuat contoh memiliki kinerja yang bagus dan semangat untuk bekerja serta berprestasi. Bila ditinjau dari segi umur, bidan yang belum lama menyelesaikan pendidikan kebidanannya, diharapkan dapat melaksanakan semua tugas dan tanggung jawab yang pernah didapatkan di bangku pendidikan dibandingkan dengan bidan yang sudah lama menyelesaikan pendidikan. Menurut penelitian Mardhiah 2011, terdapat hubungan yang tidak bermakna antara umur dengan kinerja bidan dalam mendukung program Inisiasi Menyusui Dini IMD di Pekanbaru dengan p 0,05 yang dikarenakan bidan yang sudah tua hanya mengandalkan ilmu yang sudah didapat di bangku sekolah dulu, meskipun bidan sudah tua, namun belum pernah mengikuti pelatihan, kinerjanya tidak akan sebaik bidan yang pernah mengikuti pelatihan.

2.4.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan, mempunyai hubungan yang berbanding lurus dengan tingkat kesehatan, semakin tinggi pendidikan maka individu lebih mudah menerima konsep tentang kesehatan. Apabila pendidikan seseorang tinggi maka akan berpengaruh terhadap pengetahuannya, pengetahuannya akan lebih baik serta Universitas Sumatera Utara tindakannya juga akan lebih baik karena didasari oleh pengetahuan yang baik Notoatmodjo,2003. Pendidikan adalah upaya persuasi atau pembelajaran kepada masyarakat agar masyarakat mau melakukan tindakan-tindakan praktik untuk memelihara mengatasi masalah, dan meningkatkan kesehatannya. Perubahan atau tindakan pemeliharan dan peningkatan kesehatan dihasilkan oleh pendidikan kesehatan, ini di dasarkan kepada pengetahuan dan kesadarannya melalui proses pembelajarannya Notoatmodjo, 2010. Status pendidikan bidan berpengaruh terhadap pelaksanaan pemberian vitamin A pada ibu nifas, karena status pendidikan mempengaruhi kesadaran dan pengetahuan bidan tentang manfaat vitamin A pada ibu nifas. Hal yang sering menjadi penghambat bidan dalam pemberian kapsul vitamin A bagi ibu nifas diantara adalah kurangnya kesadaran dan pengetahuan bidan tentang manfaat vitamin A dan juga dengan rendahnya pendidikan menjadikan pengetahuan bidan kurang dalam hal pemberian dan manfaat vitamin A pada ibu nifas. Menurut hasil penelitian Yatino 2005 menyatakan bahwa pendidikan yang lebih tinggi belum tentu mempunyai kinerja yang baik. Secara statistik tidak terdapat hubungan antara pendidikan dengan kinerja bidan desa p0,05. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Nurani 2000 mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kinerja Tenaga Pelaksana Gizi TPG di Kabupaten Cirebon, yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pendidikan dengan kinerja TPG. Universitas Sumatera Utara

2.4.2 Masa Kerja

Lama kerja adalah jangka waktu yang telah dilalui seseorang sejak menekuni pekerjaan. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seseorang dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya, petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya sedikit. Menurut Ranupendoyo dan Saud 1990, semakin lama seseorang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik. Masa kerja adalah rata-rata masa kerja responden yang dihitung setelah dia menyelesaikan pendidikannya dan mulai bekerja pertama kalinya sebagai tenaga penolong persalinan khususnya dalam pemberian Vitamin A pada ibu nifas. Lamanya bekerja berkaitan erat dengan pengalaman-pengalaman yang telah didapat selama menjalankan tugas. Pengalaman seseorang dalam melakukan tugas tertentu secara terus menerus dalam waktu yang cukup lama dapat meningkatkan kedewasaan teknisnya. Semakin lama masa kerja kecakapan seseorang semakin baik karena sudah menyesuaikan dengan pekerjaannya. Menurut Winarni 2008, bidan dengan masa kerja ≥ 4 tahun melaksanakan pelayanan kebidanan khususnya menolong persalinan umumnya mempunyai pengalaman yang lebih banyak dibandingkan dengan bidan yang mempunyai masa kerja 4 tahun. Dengan kondisi demikian umumnya bidan desa yang banyak melakukan pertolongan persalinan dan masa kerja yang cukup lama tentunya mampu memahami dan melaksanakan perannya sebagai bidan desa. Universitas Sumatera Utara Menurut hasil penelitian Yatino 2005 yang menyatakan bahwa masa kerja secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kinerja bidan desa p0,05. Ini diduga penyebabnya karena merasa jenuh sehingga kegiatan mereka laksanakan hanya merupakan kegiatan rutin dan sekedar melaksanakan tugas serta sering meninggalkan tugas karena apabila dilihat dari asal daerah.

2.4.4 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport 1954 dalam Notoatmodjo 2003 menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok yaitu : kepercayaan keyakinan, ide dan konsep tentang sesuatu objek, kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek dan kecendrungan untuk bertindak tend to behave. Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh total atitude. Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Menurut Dewi dkk 2003 sebagian besar sikap bidan di desa tidak mendukung dalam mencapai cakupan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas sebesar 62,90 dan sikap yang mendukung hanya 37,10. Sikap bidan di desa yang tidak mendukung dan yang mendukung tidak berpengaruh terhadap pencapaian cakupan pemberian kapsul vitamin A pada ibu nifas. Azwar 2012 berpendapat bahwa sikap terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu sehingga pembentukan sikap dipengaruhi oleh berbagai faktor 1 pengalaman pribadi baik yang telah ada maupun yang sedang kita alami ikut Universitas Sumatera Utara membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus interaksi sosial, 2 pengaruh orang lain yang dianggap penting akan sangat mempengaruhi pembentukan sikap kita seperti orang tua, teman dekat, sahabat guru, teman kerja, istri maupun suami, 3 pengaruh kebudayaan tanpa kita sadarai kebudayaan telah menanamkan pengaruh sikap kita terhadap berbagai permasalahan, 4 media massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang, 5 lembaga pendidikan dan lembaga agama sangat mempengaruhi pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu serta 6 faktor emosional seseorang yang berfungsi sebagai penyalur frustasi dan pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap yang demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih per sistem dan tahan lama. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapatpernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan – pernyataan hipotesis kemudian ditanyakan kembali pendapat responden melalui kuesioner Notoatmodjo, 2007 Menurut Mardiah 2011, hubungan sikap dan kinerja bidan menunjukkan hubungan yang tidak bermakna dengan p 0,05. Walaupun bidan sudah bersikap baik, namun belum tentu dalam tindakan bidan juga berperilaku baik, karena sikap merupakan perilaku tertutup yang artinya walaupun bidan berperilaku positif dalam Universitas Sumatera Utara mendukung program inisiasi menyusui dini IMD namun dalam kenyataannya bisa jadi perilaku bidan yang bersikap negatif lebih baik dibandingkan dengan bidan yang bersikap positif.

2.4.5 Pengetahuan

Bloom 1974 dalam Notoatmodjo 2010, menyatakan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang overt behaviour. Penelitian Naibaho dkk 2011 menunjukkan hasil diantara ke-9 penolong persalinan ada 4 penolong persalinan 44,4 yang mengetahui pemberian dan mamfaat vitamin A untuk ibu nifas yang diberikan dua kali. Hanya 1 dari 9 ibu nifas 11,1 yang mengetahui tentang pemberian dan mamfaat pemberian kapsul vitamin A untuk ibu nifas. Menurut Mardiah 2011, hubungan tingkat pengetahuan dengan kinerja bidan menunjukkan hubungan yang bermakna dengan p 0,05. Bidan yang memiliki tingkat pengetahuan kurang mempunyai peluang 3,62 kali memiliki kinerja kurang dibandingkan dengan yang memiliki tingkat pengetahuan baik. Universitas Sumatera Utara

2.4.6 Ketersediaan Vitamin A

Ketersediaan alat adalah tersedianya sarana dan peralatan untuk mendukung tercapainya tujuan pelayanan kebidanan sesuai beban tugasnya dan fungsi institusi pelayanan. Menurut Heni 2009, prosedur ketersediaan alat meliputi: tersedia peralatan sesuai dengan standar, ada mekanisme keterlibatan, ada buku inventaris peralatan yang mencerminkan jumlah barang dan kualitas barang, ada pelatihan khusus untuk bidan tentang penggunaan alat tertentu, ada prosedur permintaan dan penghapusan alat. Menurut Depkes 2009, ketersediaan Kapsul vitamin A di Kabupaten kota diharapkan dapat memenuhi kebutuhan 100 sasaran. Pengadaan kapsul vitamin A dilakukan oleh Tim Pengadaan Dinas Kesehatan kabupatenkota menggunakan dana APBD. Kapsul vitamin A harus sudah tersedia di Puskesmas minimal 1 bulan sebelum pelaksanaan bulan vitamin A. Petugas gizi Puskesmas mengambil kapsul vitamin A ke kabupatenkota. Menurut Purwati 2003, sebanyak 60 penolong persalinan tenaga kesehatan dan 78,6 dukun bayi tidak mempunyai persediaan kapsul vitamin A dosis tinggi, sebanyak 86,6 ibu mempunyai tingkat pengetahuan kurang dan sebanyak 71,7 ibu nifas tidak mendapat kapsul vitamin A pada masa nifas.

2.4.7 Dukungan Dinas Kesehatan

Dukungan Dinas Kesehatan juga mempengaruhi dalam pencapaian cakupan vitamin A pada ibu nifas. Tenaga kesehatan yang bertanggungjawab atas sosialisasi dan pencapaian program distribusi vitamin A adalah pengelola program kesehatan Universitas Sumatera Utara Promkes dan Gizi. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan di posyandu sampai Dinas Kesehatan KabupatenKota. Hasilnya dilaporkan secara berjenjang dan disertai umpan balik. Kegiatan ini dibutuhkan untuk mengatur kegiatan suplementasi vitamin A agar berjalan sesuai dengan rencana, sehingga bila ada masalah dapat ditemukan dan ditangani sejak dini Depkes, 2009. Menurut Sarfino yang dikutip oleh Niven 2002, dukungan petugas kesehatan merupakan dukungan sosial dalam bentuk dukungan informatif, dimana perasaan subjek bahwa lingkungan petugas kesehatan memberikan keterangan yang cukup jelas mengenai hal-hal yang diketahui. Pemerintah meningkatkan akses pelayanan kesehatan gizi yang bermutu, melalui penempatan bidan di desa dan peningkatan kemampuan tenaga kesehatan dalam mendeteksi, menemukan dan menangani kasus gizi buruk sedini mungkin. Selain itu pemerintah juga membentuk Tim Asuhan Gizi yang terdiri dari dokter, perawat, bidan, ahli gizi, serta dibantu oleh tenaga kesehatan lain. Diharapkan dapat memberikan penanganan yang cepat dan tepat pada kasus gizi buruk baik di Puskesmas maupun di rumah sakit.

2.5 Landasan Teori

Perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh mahluk hidup, baik yang diamati secara langsung atau tidak langsung perilaku manusia dapat dilihat dari 3 aspek yaitu: aspek fisik, psikis dan sosial yang secara terinci merupakan refleksi dari berbagai gejolak kejiwaan seperti pengetahuan, motivasi, persepsi, sikap dan sebagainya, yang Universitas Sumatera Utara ditentukan dan dipengaruhi oleh faktor pengalaman, keyakinan, sarana fisik dan sosial budaya masyarakat. Bahkan kegiatan internal seperti berpikir, berpersepsi dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Sejalan dengan batasan perilaku menurut Skinner, maka perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respons seseorang organisme terhadap stimulus yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, serta lingkungan. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk mewujudkan kesehatan seseorang diselenggarakan dengan empat macam pendekatan yaitu pemeliharaan dan peningkatan kesehatan promotive, pencegahan penyakit preventive, penyembuhan penyakit curative dan pemulihan kesehatan rehabilitative. Respon atau reaksi manusia dibedakan menjadi dua kelompok yaitu yang bersifat pasif dan bersifat aktif. Bersifat pasif pengetahuan, persepsi dan sikap, bersifat aktif tindakan yang nyata atau practice. Perilaku terhadap pelayanan kesehatan adalah respon seseorang terhadap pelayanan kesehatan baik pelayanan kesehatan yang modern maupun pelayanan kesehatan yang tradisional. Perilaku ini menyangkut respon terhadap fasilitas pelayanan, cara pelayanan, petugas kesehatan, dan obat-obatannya, yang terwujud dalam pengetahuan, persepsi, sikap dan pengguna fasilitas, petugas, dan obat-obatan. Perilaku seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari dalam dan dari luar individu itu sendiri. Faktor-faktor tersebut antara lain ; susunan saraf pusat, persepsi, motivasi, emosi, proses belajar, lingkungan dan sebagainya Notoatmodjo, 2010. Universitas Sumatera Utara Menurut Lawrence Green 1980 dalam Notoatmodjo 2010 yang menentukan perilaku terbentuk sehingga menimbulkan perilaku yang positif terdiri dari 3 faktor yaitu : a. Faktor-faktor Predisposisi Predisposing Factors Merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi dasar atau motivasi bagi perilaku mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Sebagai contoh : perilaku ibu hamil dalam minum kapsul vitamin A akan termotivasi apabila ibu hamil tersebut tahu manfaat akan tablet Fe. Kepercayaan ibu hamil terhadap tablet Fe dapat mencegah terjadinya anemi akan bertambah apabila ibu tersebut sudah punya pengalaman dari kehamilan yang pertama. b. Faktor-faktor Pemungkin Enabling Factors Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana yang termasuk dalam faktor pemungkin ini mencakup ketersedian sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung untuk mewujudkan perilaku kesehatan, maka faktor ini disebut dengan faktor pendukung atau faktor pemungkin. Misalnya termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit. Universitas Sumatera Utara c. Faktor-faktor Penguat Reinforcing Factors Faktor-faktor penguat merupakan faktor penyerta perilaku atau yang datang sesudah perilaku itu ada. Faktor penguat meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan, dan undang-undang, peraturan-peraturan baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Demikian juga halnya dengan partisipasi pria dalam keluarga berencana perlu dukungan istri, dan dukungan petugas kesehatan, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mendukung pria berpartisipasi dalam keluarga berencana. Sebagai contoh dalam partisipasi ibu nifas dalam program pemberian vitamin A yang menjadi penguat adalah dukungan sosial yang meliputi dukungan suami, mertua, dan tenaga kesehatan. Universitas Sumatera Utara Gambar 2.2 Landasan Teori Lawrence Green 1980 Faktor Predisposing : - Pengetahuan - Sikap - Nilai - Kepercayaan - Demografi Faktor Reinforcing : - Dukungan keluarga - Dukungan tenaga kesehatan - Dukungan Tokoh Masyarakat Perilaku Kesehatan Faktor Enabling : - Sumber-sumber yang tersedia ketersediaan fasilitas - Keterampilan lain - Fasilitas Universitas Sumatera Utara

2.6 Kerangka Konsep