Pandangan Umum tentang Formatio (pembinaan) para novis kongregasi suster dina keluarga suci dari Pangkal Pinang berdasarkan spiritualitas keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef

36 pembinaan disesuaikan dengan cita-cita semula didirikan serikat religius tersebut. Sebagaimana telah menjadi harapan dan cita-cita sejak semula didirikannya serikat religius disadari bahwa, manfaaat dari formatio dalam sebuah tarekat adalah membantu para calon religius mencapai suatu perkembangan yang seimbang baik dari segi jasmani maupun dari segi rohani, sehingga pembinaan dapat menguatkan para novis serta mendorongnya untuk mengambil dan melaksanakan salah satu cara yang terbaik guna mencapai tujuan dan sasaran hidup dan kerjanya Mangunhardjana, 1986: 14.

4. Tahap-tahap

F ormatio pada Umumnya Pembinaan religius dalam setiap kongregasi pada umumnya dilaksanakan melalui tahap-tahap formatio berdasarkan konstitusi dari masing-masing tarekat. Berdasarkan situasi dan perkembangan zaman, kebanyakan kesulitan yang dihadapi dalam pembinaan para novis dewasa ini biasanya disebabkan oleh kenyataan bahwa ketika mereka diterima mereka tidak memiliki kematangan yang diperlukan. Memang tidak dituntut bahwa seorang calon harus mampu secara langsung memikul semua kewajiban hidup religius namun dia harus dipandang mampu melakukannya tahap demi tahap. Inilah tujuan tahap-tahap persiapan untuk novisiat, apapun nama yang diberikan kepadanya, nama postulat atau pra-novisiat, adalah sepenuhnya menjadi hak lembaga yang bersangkutan untuk menentukan cara yang dilaksanakannya PPDLR, art. 42 . Mardi Prasetyo 1992: 42-62 menjelaskan pentingnya proses pembinaan mengingat demi pertumbuhan dan perkembangan hidup para calon religius. Menurutnya setiap calon perlu mengenali pertumbuhan pribadinya melalui proses 37 pembinaan sesuai tahap-tahap pembinaan yang harus dijalani sehingga setiap tahapan yang dilalui dalam seluruh proses pembinaan mampu membentuk disposisi masing-masing dari yang kurang dewasa menuju kedisposisi yang semakin dewasa. Mengingat pentingnya proses pembinaan yang lebih intensif, maka proses pembinaan dapat dilaksanakan melalui beberapa tahap berdasarkan kekhasan dari masing-masing kongregasi. Dalam KHK, kan. 660 dikatakan bahwa pembinaan yang dilakukan hendaknya bersifat sistematis, disesuaikan dengan daya tangkap calon, baik spiritual, apostolis, maupun doktrinal sekaligus praktis. Menurut Mardi Prasetyo 2001a: 78 pembinaan bagi para calon religius memiliki beberapa tahap yang perlu dilalui selama dalam proses pembinaan antara lain masa pra-novisiat postulat, masa novisiat, masa yuniorat, masa pembinaan terus menerus On Going Formation dan pembinaan integral.

a. Masa Pra-novisiat

Mardi Prasetyo 2001a: 78 mendefinisikan masa pra-novisiat atau disebut juga dengan masa postulat merupakan masa persiapan dengan jangka waktu sesuai kebutuhan, dengan tujuan agar tidak hanya dimungkinkan penilaian sikap dan panggilan tetapi juga bukti hidup rohani. Salah satu dokumen Gereja mendefinisikan bahwa masa postulat merupakan masa dimana seorang calon tidak dituntut memiliki kematangan religius namun dipandang mampu melakukannya tahap demi tahap dan tidak seorang pun diterima tanpa persiapan yang memadahi KHK, kan. 597. Penekanan utama dalam masa postulat ini adalah apakah calon memenuhi prasyarat kedewasaan afektif dan manusiawi yang memungkinkan calon mampu menyangga tugas hidup religius, dan apakah calon mempunyai 38 kemampuan untuk semakin bertumbuh dalam kedewasaan yang lebih lengkap. Untuk itu pada tahap persiapan ini para calon perlu dibantu dalam mematangkan keputusannya untuk menjadi religius. Selain itu mereka juga perlu ditolong dalam upaya melengkapi pengetahuannya tentang agama.

b. Masa Novisiat

Hidup dalam sebuah lembaga hidup bakti dimulai di novisiat selama dua tahun. Tahun pertama disebut tahun kanonik, sedangkan tahun kedua disebut tahun eksperimen, tujuannya ialah agar para novis lebih memahami panggilan Ilahi, khususnya yang khas dari lembaga yang bersangkutan, mengalami cara hidup tarekat, mengenal spiritualitas, kharisma dan identitas tarekat serta membentuk budi dan hati dengan semangatnya, agar terbuktilah niat serta kecakapannya PPDLR, art. 45. Pada tahap ini para novis dibimbing untuk mengembangkan keutamaan-keutamaan manusiawi dan kristiani dengan doa dan ingkar diri dan masuk dalam jalan kesempurnaan dengan membaca dan merenungkan Kitab Suci, merayakan ibadat dalam liturgi, mempelajari cara menghayati hidup yang dibaktikan kepada Allah dan manusia melalui ketiga nasehat injil KHK, kan. 652.

c. Masa Yuniorat

Profesi pertama meresmikan suatu tahap pembinaan yang baru, yang memperoleh keuntungan dari dinamisme dan stabilitas yang berasal dari profesi. Mereka yang menjalani masa yuniorat adalah yang sudah mengikrarkan kaul sementara dalam biara, mereka itu biasa disebut yunior. Lamanya masa yuniorat 39 berlangsung antara 3 tiga sampai 9 sembilan tahun KHK, kan. 657-658. Masa yuniorat bercirikan keterlibatan dalam karya perutusan supaya dapat menghayati hidup khas lembaga secara lebih penuh dan dapat melaksanakan perutusan secara lebih baik. Masa yuniorat berarti masa pembentukan kualitas diri atas dasar kualitas tarekat yaitu beriman kepada Tuhan untuk menjadi hamba Tuhan yang sederhana, taat, dan siap sedia membawa terang seperti Keluarga Kudus Nasaret. Untuk dapat mencapai kualitas diri yang lebih maka diperlukan suatu latihan dan pengalaman kesatuan dengan Tuhan dan dengan segala tuntutan yang bersifat professional maupun dalam kenyataan penghayatan hidup panggilan untuk mengabdi Tuhan dan sesama sekaligus menghayati hidup sebagai anggota tarekat melalui tugas perutusan Tim Formator, 2001: 11.

d. Pembinaan Terus menerus

On-Going F ormation Pembinaan terus menerus merupakan suatu proses pembaharuan yang menyeluruh mencakup semua segi kehidupan religius dan seluruh lembaga itu sendiri. Pembinaan ini biasa disebut dengan istilah On-Going Formation yang diperuntukan bagi mereka yang sudah mengikrarkan kaul kekal. Menurut Mardi Prasetyo 2001b: 55 penekanan pembinaan pada masa ini adalah: “usaha untuk terus menerus membaharui diri sesuai dengan tuntutan zaman dan tuntutan spiritualitas, dengan konsekuensi tidak mau mandeg dalam pembaharuan, terus menerus memperkembangkan kemampuan dan keterampilannya dalam membatinkan nilai-nilai religius, dan mewujudkan cita-cita tarekat, mewujudkan pengabdiannya sebagai ungkapan iman bersama sesuai dengan karisma tarekat, kemudian terus berusaha memberi bentuk kesaksian hidup bakti dalam Gereja dan masyarakat sesuai dengan tempat dan kemampuannya ”. Dengan demikian nampak bahwa menjadi seorang religius tidak terjadi 40 dengan sendirinya, melainkan melalui tahap-tahap pembinaan yang telah direncanakan. Maka pada tahap On Going Formation para religius akan memperoleh pengenalan yang mendalam akan Kristus, supaya sebagai religius semakin terbuka dan berani untuk mempercayakan diri dan hidupnya dalam pengabdian kepada Kristus.

e. Pembinaan Integral

Gaudium et Spes art. 61 menjelaskan konteks pembinaan manusia kristiani yang integral, penting juga dengan memanfaatkan ilmu-ilmu manusia terlebih sosiologi dan psikologi dalam kerjasama interdisipliner untuk semakin membangun hidup iman. Demikian pula dalam GS, art. 62 secara tegas juga dinyatakan “dalam reksa pastoral hendaknya jangan hanya asas-asas teologi, melainkan juga dengan penemuan-penemuan ilmu pengetahuan profan terutama sosiologi dan psikologi yang digunakan untuk dapat menghantar umat beriman kepada kehidupan iman yang lebih murni dan dewasa.” Pembinaan integral bertujuan mendampingi pendewasaan pribadi yang mencakup kedewasaan manusiawi dan kristiani agar semakin mampu menghayati apa yang mau diwartakan dan melaksanakan apa yang dipelajari. Menjadi religius yang baik diperlukan pembinaan yang integral dan kepribadian yang seimbang serta terbuka melalui 4 empat aspek pembinaan sebagaimana dirumuskan dalam pedoman pembinaan bagi para novis Tim Formator, 2001: 53-54. Pertama, pembentukan manusiawi yang mencakup kedewasaan pribadi terutama kedewasaan emosional yang diandaikan demi pertumbuhan dan penghayatan hidup religius. 41 Kedua, pembentukan manusia kristiani: mencakup kedewasaan hidup beriman yang mampu melihat yang ilahi dalam hidup manusiawi dalam rangka penghayatan hidup religius yang terfokus pada inti jiwa KKS. Ketiga, pembentukan intelektual: mencakup kedewasaan pengembangan daya intelektual, pembangunan cara berpikir yang mendukung hidup rohani, hidup berkomunitas dan hidup tanggungjawab akan tugaskaryastudi demi perkembangan kongregasi. Keempat, pembentukan apostolik: mencakup kedewasaan pribadi berjiwa sebagai hamba yang sederhana, taat dan siap sedia melayani, peka terhadap masalah-masalah aktual dalam masyarakat, terutama keluarga. Berdasarkan empat aspek pembentukan tersebut, pembinaan integral akan dapat terwujud melalui langkah-langkah pembatinan nilai-nilai dan melalui pembentukan kualitas-kualitas manusiawi, kristiani, religius dan tarekat hidup bakti secara bijak dan memungkinkan para calon dan religius memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri. B. F ormatio Pembinaan menurut Konstitusi Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang Formatio diletakkan pada konteks pendampingan pribadi secara intensif sesuai dengan tuntutan integritas psiko-spiritual sebagai sarana untuk menyiapkan disposisi kedewasaan demi pertumbuhan panggilan agar para novis memiliki kemampuan membatinkan nilai tanpa dirintangi oleh cacat pusaka atau inkonsistensi sentral, sekurang-kurangnya sampai level sadar bahwa dalam dirinya hidup psikodinamika dengan segala akibatnya dalam kerapuhan diri sebagai manusia. Titik berat pada proses formatio adalah penyiapan disposisi untuk memilih secara benar dan kemampuan untuk menghayati nilai panggilan dalam level eksistensial hidup rohani, hidup bersama dan tanggung jawab sosial. Penyiapan disposisi bagi para novis dalam proses pembinaan, dibutuhkan suatu 42 dasar yang kuat untuk melaksanakan proses pembinaan sesuai dengan kharisma dan spiritualitas kongregasi. Dasar pokok dalam setiap proses formatio bagi para calon adalah dengan adanya visi dan misi formatio dari masing-masing tarekat Konst 2003, art. 75-77.

1. Visi-Misi

F ormatio Novis Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang Pada umumnya visi diartikan sebagai gambaran keadaan dan karakteristik yang ingin dicapai oleh suatu lembaga di masa yang akan datang. Misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dikerjakan oleh Kongregasi atau lembaga dalam usaha mewujudkan visi. Baik visi maupun misi merupakan sarana untuk mencapai tujuan dari organisasi tersebut yang akhirnya akan mencapai gambaran yang sesuai atau ideal dari organisasi tersebut Heuken, 1993: 164-165.

a. Visi

F ormatio Novis Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang Berdasarkan hasil musyawarah Tim Spiritualitas Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang dirumuskanlah visi formatio adalah “calonanggota memiliki semangat hidup kristiani yang kuat pada Tuhan seperti Keluarga Kudus Nasaret yang berpusat pada Bapa” Tim Formator, 2001: 7. Visi ini dimaksudkan agar suster novis demi bertumbuhnya daya hidup cinta, terbuka untuk belajar mencintai, menciptakan suasana hening dalam rumah dan lingkungan novisiat sesuai dengan tuntuan kongregasi. Dengan demikian setiap suster novis perlu terus menerus mempelajari cara menghayati hidup yang 43 dibaktikan kepada Allah dan manusia dalam Kristus Yesus di Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang Konst 2003, art. 92.

b. Misi

F ormatio Novis Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang Tim Spiritualitas KKS merumuskan bahwa misi formatio dalam Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang adalah “membentuk sikap hidup beriman seturut teladan Keluarga Kudus Nasaret yang berpusat pada Bapa, agar tidak mudah dipengaruhi dan terbawa arus tawaran-tawaran dunia yang bertentangan dengan nilai panggilan ”. Misi tersebut memberikan makna bahwa Kongregasi dalam persekutuannya dengan Gereja selalu memupuk dan menghayati semangat missioner dalam pelayanan dan pewartaannya bahwa Yesus K ristus adalah “Terang yang sesungguhnya yang menerangi setiap orang, sedang datang kedalam d unia” Konst 2003, art. 4.

2. Tujuan

F ormatio Novis menurut Konstitusi Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang Tujuan formatio novis sebagaimana dirumuskan dalam konstitusi adalah mengantar para calon dalam pengalaman akan Allah dan membantu mereka menyempurnakan secara bertahap dalam hidup mereka Konst 2003, art. 77. Untuk mencapai taraf kedewasaan seorang religius muda, baik dari segi rohani maupun jasmani diperlukan suatu proses pembinaan. Proses pembinaan tergantung dari tarekatkongregasiordo karena isi dari suatu pembinaan disesuaikan dengan cita-cita semula serikat religius didirikan, namun dalam proses pembinaan perlu 44 juga diperhatikan apa yang menjadi tujuan umum dari formatio religius untuk memperkenalkan mereka dengan hidup religius dan membuat mereka menyadari ciri khas di dalam Gereja, terutama ditujukan untuk membantu para religius pria dan wanita menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh PPDLR, art. 1. Pembinaan yang tepat dalam sebuah kongregasi pertama-tama bergantung pada para calon dan para anggota tarekat yang bersangkutan. Hidup bakti menghimpun murid Kristus yang harus dibantu untuk menerima kurnia Ilahi yang diterima oleh Gereja dari Tuhan dan selalu dipelihara dengan bantuan rahmat-Nya. Bertolak dari rumusan-rumusan yang ada mengenai tujuan pembinaan, Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang merumuskan bahwa tujuan formatio adalah membantu para sustercalon agar menyadari kesatuan hidup mereka dalam Kristus melalui Roh, dengan memadukan secara harmonis unsur-unsur spiritual, teologi, kitab suci, serta apostolik, doktrin dan praktis dan bertujuan memperkenalkan kepada para novis tentang hidup bakti, sekaligus membuat mereka menyadari ciri khasnya dalam Gereja Konst 2003, art. 76 .

3. Tahap-tahap

F ormatio menurut Konstitusi Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang Paus Yohanes Paulus II dalam Vita Consecrata art. 65 menekankan pentingnya tahap- tahap pembinaan yatiu “hendaklah disediakan waktu secukupnya bagi pembinaan dasar dalam arti proses perkembangan yang melalui tahap pematangan pribadi, dari segi psikologi dan rohani samp ai teologi dan pastoral”. Adapun tekanan yang diberikan dalam formatio baik dimensi kultural, intelektual 45 dan dimensi rohani bagi calon religius maupun mereka yang sudah menjadi religius adalah untuk membantu dan mengantar mereka kepada pengalaman akan Allah dalam kehidupan sehari-hari. Setiap tahap-tahap pembinaan dalam seluruh proses formatio bertujuan agar melalui proses pembinaan para calon dapat menyerupai Tuhan Yesus dalam penyerahan diri seutuhnya. Mengingat pentingnya tahap-tahap pembinaan bagi para calon religius, maka Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang menyiapkan sarana pendampingan untuk orang-orang yang ingin membaktikan diri seutuhnya kepada Allah melalui tahap pembinaan yaitu tahap aspirat, tahap postulat, tahap novisiat, tahap yuniorat, dan pembinaan terus menerus On Going Formation .

a. Tahap Aspirat

Seorang calon religius yang sedang menjalani masa pembinaan di Aspirat di sebut aspiran . Aspiran adalah orang yang sedang berada pada taraf mencari keterangan dan pengertian tentang arti panggilan religius, sekaligus mengenal secara dekat kongregasi yang dipilihnya. Selama masa aspirat seorang calon berada dalam pergumulan antara cita-cita dan kenyataan, antara nilai-nilai rohani dan yang kodrati Konst 2003, art. 78. Oleh karena itu aspiran sendiri diharapkan memiliki keterbukaan dan kemauan untuk menjernihkan sekaligus mempertegas keinginannya untuk bergabung dalam kongregasi dengan kehendak yang bebas Konst 2003, art. 81. Tujuan pembinaan di masa aspirat adalah menemukan pemahaman yang jelas tentang kongregasi yang dipilih, dan berani mengambil keputusan hendak bergabung bersama dalam kongregasi yang dipilih atau mencari kemungkinan lain yang cocok bagi dirinya. 46

b. Tahap Postulat

Menurut Tim Spiritualitas KKS, calon yang dinyatakan diterima pada tahap ini disebut postulan Konst 2003, art. 84. Dengan diterimanya masuk dalam tahap pendidikan dan pembentukan di masa postulat, seorang calon diterima untuk mempersiapkan diri secara lebih intensif untuk masuk dan bergabung dalam kongregasi dengan fokus pembinaan pengetahuan iman, membangun kebiasaan hidup berkomunitas, mengembangkan keutamaan-keutamaan, memperkenalkan visi misi, tuntutan cara hidup kongregasi, latihan dasar hidup rohani yang menegaskan mereka bergabung dalam kongregasi Konst 2003, art. 83. Tujuan pembinaan pada tahap ini tidak lain untuk mencapai kedewasaan hidup beriman ingkar diri, disiplin hidup, hirarki nilai, tuntutan cara hidup kongregasi dan memilih hal-hal yang mendukung kemajuan hidup mereka. Oleh karena itu para calon perlu ditolong dalam mematangkan keputusannya untuk menjadi religius. Tiga bulan terakhir masa postulat pihak postulan mengajukan permohonan untuk melanjutkan ke masa novisiat setelah mengadakan pertimbangan-pertimbangan secukupnya. Postulan yang pada akhirnya menyatakan sendiri atau oleh kongregasi dinyatakan bahwa hidup religius bukan jalan hidupnya dipersiapkan untuk meninggalkan postulat dengan baik. Masa postulat tidak diperpanjang lebih dari satu tahun dengan tujuan agar postulan menyadari kejelasan panggilan sebagai tawaran dari Allah yang dijawab dengan tulus dan rela, keluar dari hati, kemudian mulai menghayati dalam kegembiraan hidup, tekun melaksanakan kehendak Allah, berani menanggung resiko karena didorong oleh motivasi yang murni untuk mengikuti Kristus lewat kongregasi Konst 2003, art. 86. 47

c. Tahap Novisiat

Novisiat adalah istilah untuk masa pendidikan awal bagi seorang religius. Dalam KHK, kan. 646 disebutkan bahwa seluruh kehidupan religius seseorang dimulai di novisiat. Masa novisiat pada umumnya ditandai dengan penerimaan jubah ke biaraan dalam upacara sederhana atau dalam istilah lain “ Inkleding ”. Calon yang dinyatakan diterima pada masa ini selanjutnya disebut novis. Masa novisiat dijalankan selama dua tahun. Tahun pertama merupakan tahun kanonik waktu untuk novis lebih melatih diri hidup dalam pengalaman akan Allah yang akan membuahkan benih-benih spiritualitas Keluarga Suci atau waktu untuk melatih diri dalam dimensi kontemplatif hidup religius hidup yang mengarah kehadirat Tuhan. Tahun kedua merupakan waktu para novis dilatih untuk hidup menurut kharisma dan spiritualitas kongregasi melalui latihan pembatinan nilai kerohanian kongregasi dalam kenyataan hidup sehari-hari. Selain itu mereka juga diberi kesempatan untuk hidup dan mengalami kehidupan komunitas dan karya pelayanan kongregasi. Oleh karena itu selama dalam masa pembinaan di novisiat para novis diharapkan semakin memiliki kerinduan untuk bersatu dalam relasi dengan Allah yang menghidupkan dan tidak akan menyia-nyiakan anugerahkarunia yang diberikan kepadanya serta memiliki kemauan untuk berubah Konst 2003, art. 88-95.

d. Tahap Yuniorat

Masa yuniorat adalah kelanjutan dari masa eksperimen untuk menjadi anggota agar semakin mampu mencintai dan terlibat dalam tarekat, yang disertai pembentukan kualitas diri berdasarkan kualitas KKS, sehingga KKS mempunyai 48 cukup bukti untuk menerimanya secara definitif sebagai anggota kaul kekal Tim Formator, 2001: 52. Masa yuniorat berlangsung selama 3-6 tahun, dapat diperpanjang tidak lebih dari 9 tahun KHK, kan. 655. Proses masa yuniorat terjadi di komunitas apostolik secara konkrit dan berada di tengah kehidupan masyarakat dengan berbagai macam tugas serta tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Bentuk komunitas dapat berupa komunitas karya dan komunitas studi. Pada masa ini yunior diajak untuk masuk kedalam kenyataan real kongregasi dengan segala tuntutannya, baik yang bersifat professional maupun kenyataan penghayatan panggilan. Melalui pengalaman yang diperoleh dalam komunitas karya maupun studi, yunior diajak melatih diri mengembangkan kemampuannya untuk berkurban demi pengabdian yang tulus sebagai hamba Tuhan yang siap sedi a menerangi „identitas diri KKS‟ dan belajar lebih menghayati hidup religius dalam kenyataan manusia yang ditandai oleh dosa. Oleh karena itu masa yuniorat perlu dipikirkan secara sungguh-sungguh agar dapat membantu dan mengarahkan mereka untuk semakin mampu hidup beriman dan mampu melihat „Kehadiran Yang Ilahi bers embunyi dalam hidup manusiawi‟ dan bersandar pada rahmat Tuhan, siap mengambil keputusan secara personal dan realistis untuk kaul kekal atau tidak Tim Formator, 2001: 51-52.

e. Pembinaan Diri Terus Menerus

On Going F ormation Konstitusi merupakan norma arah yang menuntun hidup religius dalam menghayati kharisma pendiri dan tarekat menurut pengarahan Gereja. Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang memiliki konstitusi yang diperbaharui pada tahun 2003 dengan salah satu bab berbicara mengenai 49 pembinaan terus menerus On Going Formation . Sebagaimana tertulis dalam konstitusi Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang, suster yang sudah berkaul kekal dengan tekun mengikuti dan berusaha mengembangkan hidup rohani, agar dapat menghayati pembaktian dirinya sendiri kepada Allah dalam seluruh kepenuhannya sesuai dengan perutusan kongregasi yang dipercayakan kepadanya dengan memperhatikan tiga pokok dasar pembinaan sebagaimana dirumuskan dalam konstitusi Konst 2003, art. 107-108 sebagai berikut: Pertama, hidup religius didalam Gereja memainkan peranan yang bercorak karismatis dan eskatologis yang mengandaikan para suster secara khusus menaruh perhatian kepada kehidupan Roh, baik dalam diri sendiri, dan sesama dalam suka dan duka. Kedua, tantangan-tantangan yang muncul bagi iman kristiani dalam dunia yang senantiasa berubah cepat. Ketiga, masa depan kongregasi sebagian tergantung pada pembinaan yang berkelanjutan bagi anggotanya. Berdasarkan ketiga pokok pembinaan tersebut, masa pembinaan yang berkelanjutan On Going Formation memiliki fokus utama pada tahap-tahap tertentu. Tahap pertama disebut tahap Medior , tahap ini merupakan tahap pematangan cinta akan panggilan dan hidup religius sebagai anggota kongregasi beserta misinya sebagai wujud tetap tinggal dalam inti jiwa tarekat. Tahap Medior terdiri dari Medior balita bawah lima tahun, Medior basepta bawah sepuluh tahun dan medior di bawah usia 60 tahun. Tahap kedua disebut tahap Senior, yaitu tahap pematangan cinta akan hidup panggilan sebagai anggota kongregasi agar tetap setia dengan kegembiraan dan jiwa besar menyerahkan diri secara total dan radikal kepada Tuhan Tim Formator, 2001: 11-12. Maka dari itu proses formatio pada tahap ini membutuhkan kesadaran diri dari setiap religius untuk mengembangkan kemampuannya mencinta sampai dapat mengalami mistik cinta 50 dengan jalan rela berkurban demi visi dan misi kongregasi. Pengikraran kaul baik sementara maupun kekal bagi religius bukanlah menjadi tanda bahwa masa pembinaan selesai, sebaliknya pengikraran kaul membuka lembaran baru dalam hidup religius untuk memulai hidup sebagai religius yang sesungguhnya. Setiap religius terpanggil untuk memperkembangkan diri melalui berbagai macam cara antara lain lewat doa-doa yang teratur, rekoleksi, retret tahunan, kursus-kursus, seminar, lokakarya, pertemuan-pertemuan, studi lanjut, dan mengadakan kontak dengan peristiwa-peristiwa dunia dan masyarakat Darminta, 1982: 106-107.

4. Pelaku

F ormatio Pembinaan Novis menurut Konstitusi Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang Pada prinsipnya semua kaum religius sendiri secara individual memiliki tanggung jawab terhadap panggilan hidupnya masing-masing. Oleh karenanya seorang yang terpanggil tiada henti-hentinya diajak untuk memberikan perhatian terhadap proses formatio dan akhirnya ikut bertanggung jawab dalam seluruh proses formatio selanjutnya. Sebagaimana dikutip dalam salah satu dokumen Gereja PPDLR, art. 33 “bahwa para religius dan para pembina memiliki peranan untuk menyaring keaslian panggilan untuk hidup religius dalam tahap dasar pembinaan, dan membantu para religius menentukan jalan yang sekiranya dikehendaki Allah ”. Dalam konstitusi dirumuskan bahwa pelaku pembina bagi para calon religius Kongregasi Suster Dina Keluarga Suci dari Pangkalpinang dipilih oleh dewan pemimpin umum dengan pertimbangan bahwa mereka dituntut untuk memiliki ketulusan batin, kesediaan, kesabaran, pengertian dan kasih sayang sejati kepada para calon juga memiliki kriteria-kriteria sebagai berikut: 51 Pertama, memiliki wawasan yang luas dan kemampuan untuk mendengarkan. Kedua, memiliki pengetahuan akan Allah dan doa yang diperoleh dari pengalaman hidupnya Ketiga, memiliki kebijaksanaan yang diperoleh dari mendengarkan dengan penuh perhatian dan terus menerus akan sabda Allah. Keempat, memiliki pemahaman dan cinta akan peranan liturgi dalam pembinaan rohani dan gerejawi. Kelima, memiliki pemahaman yang luas dan mendalam dalam hal budaya. Keenam, memiliki waktu yang cukup dan kemampuan yang baik untuk membantu para calon secara individual, dan bukan hanya secara berkelompok. Ketujuh, upaya peningkatan kualitas hidup rohani dan professional dengan studi, kursus-kursus dan lain Konst 2003, art 113. Dari kriteria diatas, penting bahwa dalam proses formatio membutuhkan kerja sama antara mereka yang bertanggung jawab atas pembinaan dan juga dengan para calon agar memperoleh keterpaduan dan keseimbangan mengidentifikasi sikap dasar manusiawi dan kristiani dalam seluruh peta perjalanan panggilan sebagai religius. Meskipun demikian perlu disadari bahwa pelaku pembinaan yang utama adalah Roh Kudus. Roh Kudus inilah yang mengajar, mengingatkan, dan yang membimbing serta membantu di saat mengalami lemah, mendukung dan menganugerahi semangat keputusan Mardi Prasetyo, 1992: 50-51.

C. Spiritualitas Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef sebagai Daya

Penggerak dalam Proses F ormatio Suster-suster KKS dari Pangkalpinang Spiritu alitas berasal dari kata lain “Spiritus” yang memiliki makna Ilham, sukma, jiwa, hati dan Roh yang bila diterjemahkan secara harafiah berarti: “kerohanian” Harjawiyata. 1979: 6. Spiritualitas berarti cara orang menyadari, memikirkan dan menghayati hidup rohani, yang digerakkan oleh semangat Roh 52 Kudus itu sendiri. Setiap kongregasi akan bertumbuh dan berkembang karena dipengaruhi oleh berbagai banyak unsur antara lain: bentuk kehidupan, kebudayaan dan perkembangan sejarah. Sutrisnaatmaka 1999: 239-249 memberi arti spiritualitas merupakan penghubung antara Roh Kudus dengan ketiga Pribadi Allah Tritunggal. Dalam artikel yang sama ia juga mengungkapkan bahwa secara umum spiritualitas berpusat pada Allah sendiri, dan secara khusus terungkap nyata melalui pribadi Yesus Kristus yang menjadi utusan-Nya. Dengan kata lain spiritualitas dapat diartikan sebagai perwujudan semangat kristiani yang bersifat pribadi dan khususpengejawantahan dari panggilan dan hubungan antara Yesus dengan kedua belas murid-Nya Sutrisnaatmaka, 1999: 239-249. spiritualitas Keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef sungguh menjadi daya penggerak dalam seluruh proses formatio sebab Yesus sendiri tumbuh, hidup dan berkembang juga melalui proses formatio dalam Keluarga Kudus Nasaret.

1. Unsur-unsur Spiritualitas Yesus, Maria dan Yosef yang menjadi Daya

Penggerak dalam F ormatio Novis KKS Proses pembinaan religius sejak awal dalam suatu tarekat mendasarkan pada semangat hidup kongregasi yang menjadi kekhasan dalam suatu tarekat tertentu. Kekhasan yang dimiliki oleh suatu tarekat disebut spiritualitas. Spritualitas KKS yang menjadi kekhasan hidup tarekat tersirat dalam motto Kongregasi yaitu “Yang Ilahi bersembunyi dalam hati manusia” bdk. Yoh 1:14. Kongregasi menangkap bahwa kehadiran Allah tidak hanya melalui peristiwa-peristiwa yang besar, sebaliknya melalui kehadiran orang-orang yang dilayani itulah Allah juga hadir. Sebagai hamba Tuhan dalam hidup sehari-hari maupun dalam karya dan 53 pelayanan para suster maupun calon berusaha beriman,taat,setia, mencintai tugas perutusan Kongregasi dengan membawa warta keselamatan, khususnya dalam keluarga-keluarga dengan menanamkan nilai-nilai iman kristiani. yang mampu melihat kehadiran Ilahi dalam hidup manusia. Sebagaimana yang dilakukan Keluarga Kudus Nasaret yang mampu memandang, mencari, dan mendengarkan kehendak Allah, meskipun dalam mewartakan dan memperjuangkan nilai-nilai kerajaan Allah tidak luput dari berbagai macam kesulitan, penolakan, tantangan dan penderitaan, dalam pelayanan dan perbuatan kasih, namun semua peristiwa yang dialami dilihatnya sebagai kehendak Allah dan dari peristiwa tersebut mampu menangkap “Kehadiran yang Ilahi dalam hidup manusia”. Kongregssi percaya bahwa Allah senantiasa menyertai perjuangan para suster KKS pada saat yang paling gelap dalam hidup dan senantiasa menyerahkan diri sepenuhnya kepada Allah yang menyelamatkan. Oleh karena itu unsur-unsur spiritualitas sungguh merupakan daya penggerak bagi para pembina juga bagi para calon agar semakin tanggap terhadap gerak Allah yang telah memanggil dan yang telah memilihnya. Sebagai anggota Kongregasi Suster Dina keluarga Suci diharapkan juga memiliki komitmen dalam menghayati unsur-unsur spiritualitas yang hidup dalam Keluarga Kudus. Para suster KKS sadar bahwa menanamkan nilai-nilai iman dalam keluarga hingga perlu kesadaran bahwa Allah sungguh hadir dalam hati manusia. maka spiritualitas Yesus Maria dan Yosef merupakan daya penggerak dalam seluruh dimensi kehidupan baik kultural maupun intelektual dan amat berpengaruh dalam proses formatio dengan unsur-unsur yang terkandung didalamnya antara lain iman, doa, ketaatan, kesediaan melayani, kesederhanaan dan penderitaan Konst 2003, art. 12-26. 54

a. Iman

Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang diharapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak dilihat. Iman juga diartikan sebagai bentuk penyerahan total kepada Allah yang menyatakan diri tidak karena terpaksa, melainkan dengan sukarela KWI, 1996: 128-131. Iman menuntut suatu kesetiaan yang bebas dari pihak manusia, tetapi pada saat yang sama iman juga mesti diberikan kepadanya, sebab mereka adalah orang yang berhak mengetahui kekayaan Kristus, karena itu setiap pribadi yang mengharapkan apa yang tak kelihatan membutuhkan suatu ketekunan. Dalam iman manusia menyadari dan mengakui bahwa Allah yang tak terbatas berkenan memasuki hidup manusia yang serba terbatas, menyapa dan memanggilnya. Berdasarkan pengalaman hidup sebagai orang beriman, para suster KKS sebagai hamba Tuhan dalam hidup sehari-hari, dan dalam karya pelayanan, berusaha beriman, taat, setia mencintai tugas perutusan Kongregasi dengan membawakan warta keselamatan. Dalam perjalanan waktu, semua nilai kehidupan baik nilai iman yang berhubungan dengan eskatologis maupun nilai moral mengatur baik buruknya proses pembinaan bagi calon religius KKS secara keseluruhan, sebagaimana dirumuskan dalam konstitusi sebagai berikut: Maria dan Yusuf mendampingi Yesus dalam perkembangan iman, mencari kehendak Allah, dalam terang gelap, dalam keterbukaan bagi Allah dan Sabda-Nya melalui renungan dan semangat iman. Oleh karena itu Iman menjadi dasar dan kekuatan kita dalam melaksanakan kegiatan, pekerjaaan, gaya kerasulan, melalui hidup sehari-hari Konst 2003, art. 15. Proses perkembangan iman Keluarga Kudus Nasaret menolong religius KKS untuk semakin belajar menghayati hidup dan karya dalam terang dan gelap iman. Karena itu perkembangan iman para calon suster KKS pada dasarnya dimaknai

Dokumen yang terkait

Formatio (pembinaan) para novis kongregasi suster dina keluarga suci dari Pangkal Pinang berdasarkan spiritualitas keluarga Kudus Yesus Maria dan Yosef.

1 30 146

Pembinaan masa yuniorat Bruder Msc untuk menghayati spiritualitas hati kudus Yesus.

0 0 124

Upaya kontekstualisasi spiritualitas pendiri implikasinya bagi pembinaan suster-suster yunior Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi.

1 11 224

Penanaman nilai-nilai spiritualitas St. Magdalena sebagai salah satu proses pertumbuhan dan perkembangan panggilan para novis kongregasi suster FDCC - USD Repository

0 3 178

KARYA PELAYANAN PARA SUSTER CINTA KASIH DARI MARIA BUNDA YANG BERBELAS KASIH DI PANTI LANSIA SANTA ANNA, TELUK GONG, JAKARTA BERDASARKAN SPIRITUALITAS PENDIRI

0 0 181

Spiritualitas Hati Kudus Yesus dan Maria sebagai sumber pelayanan suster-suster FCIM di Indonesia - USD Repository

0 1 182

Makna spiritualitas cinta kasih bagi para suster yunior Kongregasi Suster Cinta Kasih Putri Maria dan Yosef Provinsi Indonesia tahun 2011 - USD Repository

0 0 179

Pembinaan hidup religius para suster yunior kongregasi suster-suster Fransiskanes Sibolga dalam proses pematangan pribadi berdasarkan nilai-nilai spiritualitas Santo Fransiskus Asisi - USD Repository

0 5 142

Upaya kontekstualisasi spiritualitas pendiri implikasinya bagi pembinaan suster-suster yunior Kongregasi Suster Fransiskan Sukabumi - USD Repository

0 0 222

PERANAN SPIRITUALITAS KONGREGASI SUSTER-SUSTER SANTA PERAWAN MARIA (SPM) AMERSFOORT DALAM MENINGKATKAN PROFESIONALITAS PARA GURU PERKUMPULAN DHARMAPUTRI SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Il

0 4 250