Sektor Informal Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kota Surabaya

perlu diperlakukan yang manusiawi oleh para petugas, akan tetapi di pihak lain yang tidak kalah penting adalah konsistensi pengaturan yang perlu diterapkan. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa aktivitas-aktivitas program kebijakan penataan PKL dapat dilakukan dengan mendorong sektor informal menjadi formal, meningkatkan kemampuan dalam usaha sektor informal, serta menyediakan lokasi baru bagi para PKL.

2.2.9. Sektor Informal

Menurut Sathuraman dalam Alisjahbana 2003:10, bahwa sektor informal terdiri dari unit usaha kecil yang menghasilkan dan mendistibsikan barang dan jasa dengan tujuan pokok menciptakan kesempatan kerja dam pendapatan bagi diri sendiri dan dalam usahanya sangat dihadapkan berbagai kendala seperti faktor modal fisik, faktor pengetahuan dan faktor ketrampilan. Pendapat yang dikemukakan oleh Wirosardjono dalam Alisjahbana 2003:13, bahwa sektor informal adalah suatu kondisi nyata dari berbagai kegiatan sejumlah tenaga kerja yang umumnya berpendidikan rendah, tidak mempunyai ketrampilan dan bekerja di sektor ekonomi marginal atau informal. Sedangkan menurut Hidayat dalam Alisjahbana 2003, sektor informal mempunyai cirri-ciri sebagai berikut : a. Kegiatan usahanya tidak terorganisir secara baik karena timbulnya unit usaha tidak mempergunakan fasilitas atau kelembagaan yang tersedia di sektor informal. b. Pada umumnya tidak mempunyai ijin usaha. c. Pola usaha tidak teratur, baik lokasi maupun jam kerja. d. Tidak terkena langsung kebijaksanaan pemeritah untuk membantu ekonomi lemah. e. Unit usaha mudah beralih antar sub sektor. f. Berteknologi rendah. g. Skala operasinya kecil karena modal dan perputaran usahanya juga relative kecil. h. Tidak memerlukan pendidikan formal, karena hanya dibantu pekerja keluarga yang tidak dibayar. i. Mereka bermodal dari tabungan sendiri atau dari lembaga keuangan yang tidak resmi. j. Pada umumnya bekerja sendiri atau hanya dibantu pekerja keluarga yang tidak dibayar. k. Ebagian besar hasil produksi atau jasa mereka hanya dinikmati masyarakat berpenghasilan rendah serta sebagian kecil masyarakat golongan menengah.

2.2.10. Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Penataan dan Pemberdayaan PKL di Kota Surabaya

Peningkatan jumlah PKL yang terjadi di kota-kota besar, seperti Surabaya telah bedampak pada terganggunya kelancaran lalu lintas, ketertiban dan kebersihan kota serta fungsi prasarana kota. Selain mengganggu berbagai aktivitas kota, PKL yang merupakan usaha perdagangan sektor informal perlu dilakukan penataan untuk menunjang pertumbuhan perekonomian masyarakat dan sekaligus sebagai salah satu pilihan dalam penyediaan barang dagangan yang dibutuhkan oleh masyarakat dengan harga yang relative terjangkau. Sehubungan dengan hal tersebut, maka Pemerintah Kota Surabaya mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor. 17 Tahun 2003 Tentang Penataan dan Pemberdayaan Pedagang Kaki Lima. Dalam Perda No. 17 Tahun 2003 pasal 2 menjelaskan tentang : 1. Kegiatan usaha Pedagang Kaki Lima dapat dilakukan di daerah; 2. Kepala Daerah berwenang untuk menetapkan, memindahkan dan menghapus lokasi PKL; 3. Penetapan, pemindahan dan penghapusan lokasi PKL sebagaimana dimaksud pada ayat 2, diatur dengan memperhatikan kepentingan sosial, ekonomi, ketertiban dan kebersihan lingkungan sekitarnya; 4. Kepala derah berwenang melarang penggunaan lahan fasilitas umum tertentu untuk tempat usaha PKL; 5. Setiap orang dilarang melakukan transaksi perdagangan dengan PKL pada fasilitas umum yang dilarang digunakan untuk tempat usaha PKL. Selain itu Perda No. 17 Tahun 2003 pasal 3 menjelaskan bahwa Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang : 1. menetapkan dan mengatur waktu kegiatan usaha PKL; 2. menetapkan dan mengatur jumlah PKL pada setiap lokasi PKL; 3. menetapkan jenis barang yang diperdagangkan; 4. mengatur alat peraga PKL. Pada dasarnya Perda No. 17 Tahun 2003 dibuat untuk mengatur secara umum tentang penataan dan pemberdayaan PKL di semua sudut kota Surabaya. Dalam pelaksanaannya Perda No. 17 Tahun 2003 mengatur tentang Penetapan Waktu Kegiatan, Jumlah PKL, Jenis Barang Dagangan dan Alat Peraga. Sedangkan ketentuan Tanda Daftar Usaha diatur pada pasal 4 yang berisi : 1. setiap orang dilarang melakukan usaha PKL pada fasilitas umumyang dikuasai oleh Kepala Daerah tanpa memiliki Tana Daftar Usaha yang dikeluarkan Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk; 2. untuk memperoleh Tanda Daftar Usaha yang bersangkutan harus mengajukan permohonan secara tertulis kepada Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk; 3. permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat 2, harus dilampiri : a. Kartu Tanda Penduduk KTP Surabaya; b. Rekomendasi dari Camat yang wilayah kerjanya meliputi lokasi PKL yang dimohon; c. Gambar alat peraga PKL yang akan dipergunakan; d. Surat pernyataan yang berisi : 1 Tidak akan memperdagangkan barang illegal; 2 Tidak akan membuat bangunan permanent semi permanent di lokasi tempat usaha; 3 Mengosongkan mengembalikan menyerahkan lokasi PKL kepada Pemerintah daerah apabila likasi dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan oleh Pemerintah Daerah, tanpa syarat apapun. 4 Tata cara permohonan dan pemberian Tanda Daftar Usaha ditetapkan lebih lanjut oleh Kepala Daerah. 5 Jangka waktu Tanda Daftar Usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, adalah 6 enam bulan dan dapat diperpanjang. Selain itu juga diatur dalam Perda No. 17 Tahun 2003 pasal 5 mengenai kewajiban dan larangan pemegang Tanda Daftar Usaha PKL, yaitu : 1. memelihara kebersihan, keindahan, ketertiban, keamanan dan kesehatan lingkungan tempat usaha; 2. menempatkan sarana usaha dan menata barang dagangan dengan tertib dan teratur; 3. menempati sendiri tempat usaha sesuai Tanda Daftar Usaha yang dimiliki; 4. mengosongkan tempat usaha apabila Pemerintah Daerah mempunyai kebijakan lain atas lokasi tempat usaha tanpa meminta ganti rugi; 5. mematuhi ketentuan penggunaan lokasi PKL dan ketentuan usaha PKL yang ditetapkan oleh Kepala Daerah; 6. mematuhi semua ketentuan yang ditetapkan dalam Tanda Daftar Usaha PKL; 7. mengosongkan tempat usaha dan tidak meninggalkan alat peraga di luar jam operasional yang telah ditentukan oleh Kepala Daerah atau pejabat yang ditunjuk. Yang dijelaskan pula dalam Perda No. 17 Tahun 2003 pasal 6 yang berisi : 1. mendirikan bangunan permanensemi permanen di lokasi PKL ; 2. mempergunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal ; 3. menjual barang dagangan yang dilarang untuk diperjualbelikan ; 4. melakukan kegiatan usaha di lokasi PKL selain yang telah dinyatakan dalam Tanda Daftar Usaha; 5. mengalihkan Tanda Daftar Usaha PKL kepada pihak lain dalam bentuk apapun. Sedangkan pengawasan dan penertiban diatur dalam Perda No. 17 Tahun 2003 BAB V pasal 9, yaitu : 1. Kepala Daerah atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pengawasan atas pelaksanaan Peraturan Daerah ini ; 2. Dinas Polisi Pamong Praja atau Instansi lain yang mempunyai tugas untuk menegakkan Peraturan Daerah berwenang melaksanakan penertiban atas pelanggaran Peraturan Daerah ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku ; 3. Ketentuan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dan ayat 2 ditetapkan oleh Kepala Daerah. Sanksi administrtif diatur dalam Perda No. 17 Tahun 2003 pasal 10, yaitu : Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 2 ayat 5, Pasal 4 ayat 1, Pasal 5 dan Pasal 6, Kepala Dawrah berwenang memberikan peringatan-peringatan dan atau membongkar sarana usaha atau mengeluarkan barang dagangan yang dipergunakan untuk usaha PKL dari fasilitas umum yang dikuasai oleh Pemerintah Daerah lokasi PKL.

2.2.11. Kebersihan Lingkungan