Pembahasan 1. Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Kawasan Jumlah PKL

Hal senada juga dikatakan oleh Pak Pardi, pedagang bakso yang mengatakan bahwa : “Kalo gerobak ini punya kami sendiri mas, kan kami dulunya berdagang di depan trus masuk kesini. Gak ada bantuan dari pemerintah buat gerobak kami ini.” wawancara 07 juni 2010 Hal yang sama disampaikan oleh Ibu Pujiati pedagang nasi campur, beliau mengatakan bahwa : “Kalo yang ini punya saya sendiri mas, belum ada bantuan dari luar mas.” wawancara 07 juni 2010 Berdasarkan pernyataan-pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa para pedagang menggunakan rombong berjualan yang pengadaannya dibiayai oleh pedagang sendirisecara swadaya. 4.3. Pembahasan 4.3.1. Implementasi Kebijakan Penataan Pedagang Kaki Lima Kawasan Dharmawangsa Surabaya Menurut Fredrickson dan Hart dalam Tangkilisan 2003:19, mengatakan kebijakan adalah suatu tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-hambatan tertentu sambil mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau mewujudkan sasaran yang diinginkan. Sedangkan menurut Easton dalam Tangkilisan 2003:2, mengemukakan kebijakan merupakan pengalokasian nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang keberadaannya mengikat. Sehingga cukup pemerintah yang dapat melakukan sesuatu tindakan kepada masyarakat dan tindakan tersebut merupakan bentuk dari sesuatu yang dipilih oleh pemerintah yang merupakan bentuk dari pengalokasian nilai kepada masyarakat. Metode yang digunakan dalam pelaksanaan implementasi kebijakan penataan PKL Dharmawangsa Surabaya merupakan metode yang mengarah pada pengembangan PKL yang ada untuk dapat menjadi suatu kelompok informal dalam kehidupan di masyarakat. Hal ini sesuai dengan penndapat Suherman 1998:35, menyebutkan bahwa dalam kebijakan penataan PKL harus diarahkan untuk menciptakan kemandirian PKL dari segi modal melalui pengkoordinasian PKL yang diarahkan untuk membentuk suatu paguyuban hingga koperasi. Sehingga PKL bisa berubah menjadi usaha yang memiliki pertokoan dan tidak lagi berjualan di tepi jalan. Dari hasil di lokasi penelitian tentang implementasi kebijakan penataan di Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya dilakukan analisa bahwa pelaksanaan implementasi kebijakan penataan di Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya dikelompokkan menjadi 3 tiga bagian, yaitu jumlah PKL, jenis barang yang diperdagangkan, dan alat peraga.

a. Jumlah PKL

Dalam hal ini PKL yang berada di dalam Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya hanya boleh berdagang di tempat yang telah ditentukan yaitu di Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya dan menjadi anggota paguyuban Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya. Untuk jumlah PKL disesuaikan dengan luas tempat atau area Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya. Sedangkan yang disekitarnya bukan termasuk anggota paguyuban Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya, disebabkan mereka berjualan di luar area Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya. Seperti yang diungkapkan Anderson dalam Tangkilisan 2003:19, bahwa kebijakan merupakan arah tindakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau suatu perubahan. Menurut pengamatan penulis, untuk jumlah PKL belum terimplementasi dengan baik, meskipun para pedagang kaki lima sudah mematuhi aturan yang ditentukan antara pihak paguyuban dengan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Pemerintah Kota Surabaya, yaitu tidak berdagang di luar area yang telah disediakan. Hal tersebut disebabkan masih adanya stand-stand yang masih kosong. Menurut data yang diperoleh, jumlah PKL yang berjualan di Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya sebanyak 48 PKL dan semuanya telah tergabung di dalam paguyuban Sentra PKL Dharmawangsa Surabaya. Jumlah tersebut dapat bertambah dikarenakan ada tempat yang masih kosong.

b. Jenis Barang Dagangan