Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

22 22

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada periode bulan Oktober hingga bulan November 2010 telah membawa dampak yang luar biasa bagi masyarakat di sekitar puncak Gunung Merapi. Korban yang harus mengungsi karena bencana Gunung Merapi tersebut mencapai 320.090 jiwa. Belum lagi korban meninggal yang mencapai 151 jiwa terdiri atas 135 orang di Daerah Istimewa Yogyakarta DIY dan 16 orang di Jawa Tengah. Erupsi Gunung Merapi juga merusak 291 rumah dan 1 tanggul di desa Ngepos akibat luapan lahar dingin Ketua BPPTK Yogyakarta, Subandriyo dalam Kompas.com 2010. Setelah erupsi merapi, sebagian korban selamat harus tinggal di shelter yang telah didirikan di beberapa wilayah Kecamatan Cangkringan. Shelter-shelter tersebut adalah shelter Plosokerep, Gondang, Banjarsari, Watuadeg, Kuwang dan yang terakhir shelter Ketingan. Shelter yang didirikan dilengkapi dengan fasilitas umum, seperti jalan lingkungan, bale warga, tempat ibadah, pasar, air bersih dan listrik. Meskipun telah tinggal di shelter, para korban tetap membutuhkan tempat tinggal yang lebih layak. Hal ini membuat pemerintah merencanakan untuk membangun hunian tetap bagi para korban. Hunian tetap bagi para korban ini didanai oleh pemerintah. 1 23 23 Masyarakat sekitar juga memberikan bantuan tenaga sehingga pembangunan hunian tetap ini lebih cepat selesai. Hunian tetap yang saat ini menjadi tempat tinggal bagi para korban dibangun seluas 36 di atas tanah 100 dengan fasilitas yang ada di dalamnya adalah dua ruang kamar tidur, satu ruang tamu, kamar mandi dan teras. Hunian tetap ini dibangun menggunakan batako dengan lantai semen. Kondisi ini jauh berbeda dengan shelter yang hanya menggunakan anyaman bambu. Jarak antara satu hunian tetap dengan hunian tetap yang lain kurang lebih 1 meter sehingga terlihat berhimpitan. Jalan lingkungan yang ada di hunian tetap juga masih berupa jalan tanah yang ketika kemarau mengakibatkan banyak debu dan pada saat hujan turun mengakibatkan genangan air dan menyebabkan jalanan menjadi becek. Tinggal di hunian tetap para korban memiliki lingkungan sosial yang baru, seperti tetangga baru dan lokasi rumah yang baru. Hal ini membuat para korban erupsi harus berusaha untuk menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi lingkungannya saat ini. Sebelum terjadi erupsi Gunung Merapi, warga memiliki fasilitas jalan yang memadai. Fasilitas-fasilitas tersebut berupa jalan yang beraspal, rumah dengan dinding semen, dan fasilitas lain yang dimiliki warga seperti media hiburan televisi atau kamar tidur yang layak. Setelah para korban erupsi tinggal di hunian tetap, permasalahan yang dialami belum selesai. Penyediaan air bersih dan listrik bagi rumah- rumah hunian tetap belum sepenuhnya tersedia Kepala Desa Kepuharjo Heri Suprapto, kompas.com. Hal ini membuat warga kesulitan untuk melakukan 2 24 24 kegiatan sehari-hari seperti mencuci pakaian, dan mandi. Untuk keperluan itu warga harus kembali ke shelter untuk mencuci pakaian, mandi dan membersihkan peralatan dapur. Selain itu, distribusi listrik yang belum sepenuhnya selesai membuat beberapa rumah di hunian tetap belum memiliki penerangan. Beberapa hunian tetap juga belum dipasang pintu dan jendela, sehingga para korban menutup jendela-jendela dengan triplex. Erupsi Gunung Merapi yang terjadi pada tahun 2010 tidak hanya meninggalkan kerugian secara fisik tetapi juga meninggalkan kerugian secara psikologis. Hal ini dikarenakan warga tidak hanya kehilangan tempat tinggal mereka tetapi juga kehilangan mata pencaharian dan orang-orang yang disayangi dalam sekejap mata. Dari wawancara singkat dengan Bapak Saidi, salah satu warga, erupsi Gunung Merapi juga memaksa warga untuk berpindah tempat pengungsian sebanyak 3 kali. Pengungsian yang pertama di Desa Hargobinangun, kemudian di Desa Harjobinangun dan yang terakhir di Stadion Maguwoharjo. Lokasi pengungsian yang berpindah-pindah ini membuat korban erupsi Gunung Merapi semakin tertekan Menurut koordinator posko kesehatan barak pengungsian Kusumawati, kompas.com. Setelah berpindah-pindah pengungsian, para korban harus tinggal di shelter sebelum akhirnya dapat tinggal di hunian tetap. Di hunian tetap, para korban belum tentu dapat hidup dengan nyaman. Hal ini dikarenakan fasilitas yang diterima belum maksimal. Dalam kondisi demikian, pemerintah dan masyarakat terus memberikan dukungan terhadap para korban. Bantuan yang diberikan pemerintah berupa pembangunan shelter dan kemudian 3 25 25 pembangunan hunian tetap. Hunian tetap tersebut dibangun di atas tanah kas Desa Umbulharjo dan Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan yang merupakan bantuan dari pemerintah dan Rekompak. Pertolongan yang diberikan oleh pemerintah dan masyarakat luas membuat beban yang harus dihadapi korban erupsi Gunung Merapi sedikit teratasi. Berdasarkan Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB Nomor 7 Tahun 2008 bab 2 dijelaskan bahwa hunian sementara atau hunian tetap merupakan tempat tinggal yang diberikan oleh pemerintah kepada korban bencana alam untuk setiap keluarga atau individu. Pembangunan hunian tetap harus terletak dikawasan aman yaitu minimal radius 10 kilometer km dari puncak Gunung Merapi. Selain merupakan tanggung jawab pemerintah, pembangunan hunian tetap sendiri dapat dilakukan karena perhatian yang diberikan oleh masyarakat kepada korban erupsi Gunung Merapi. Bapak Paidi salah satu penghuni hunian tetap mengatakan bahwa dana pembangunan hunian tetap diberikan oleh pemerintah, tetapi masyarakat sekitar merapi yang tidak terkena dampak erupsi dan beberapa organisasi juga membantu dalam pembangunan sehingga hunian tetap bagi korban erupsi cepat selesai. Perubahan fisik dan psikologis yang terjadi akibat erupsi Gunung Merapi membuat korban selamat harus menyesuaikan diri di tempat yang baru secara emosional, sosial, demografi dan kultur. Hal ini dikarenakan lingkungan hunian tetap yang saat ini menjadi tempat tinggal para korban memiliki perbedaan dan perubahan dengan lingkungan tempat tinggal para 4 26 26 korban sebelum erupsi terjadi. Para korban harus menyesuaikan diri dengan tetangga yang baru, kondisi rumah yang berbeda dengan rumah sebelum erupsi dan status sosial yang berbeda. Individu yang memiliki penyesuaian diri yang baik dapat mengendalikan perasaan cemas, khawatir dan marah apabila mendapatkan tekanan dari lingkungan. Hal ini disebabkan adanya dorongan untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam mengaktualisasikan diri di lingkungan Fahmy, 1982. Sedangkan menurut Gerungan 2000 penyesuaian diri adalah mengubah diri sendiri sesuai dengan keadaan lingkungan dan juga mengubah lingkungan sesuai dengan keadaan keinginan diri. Penyesuaian diri merupakan proses individu untuk memahami, mengerti, dan berusaha melakukan apa yang diingikan oleh dirinya maupun oleh lingkungannya. Haber dan Runyon 1998 mengatakan ada beberapa karakteristik penyesuaian diri yang baik yang harus dimiliki oleh seseorang, yaitu: memiliki persepsi yang akurat terhadap realitas kenyataan, mampu mengatasi atau menangani stres dan kecemasan, memiliki citra diri yang positif, mampu untuk mengekspresikan perasaan, memiliki hubungan interpersonal yang baik. Pada saat melakukan penyesuaian diri, para korban mendapatkan bantuan dan perhatian dari pemerintah dan warga. Perhatian dari pemerintah serta warga sekitar merupakan salah satu bentuk dukungan sosial yang secara langsung diberikan kepada para korban erupsi Gunung Merapi. Sumber dari dukungan sosial sendiri dibagi menjadi dua Rook dan Dooley dalam Kuntjoro, 2002 yaitu sumber natural dan sumber artifisial. Dukungan sosial 5 27 27 natural bersifat non-formal yang diterima secara spontan dari orang-orang sekitar, misalnya keluarga, teman dekat, atau relasi. Dukungan sosial artifisial berupa dukungan yang dirancang ke dalam kebutuhan primer seseorang, misalnya pembangunan hunian tetap bagi korban bencana yang kehilangan rumah atau dukungan bencana alam melalui berbagai sumbangan sosial. Pemberian dukungan sosial dari pemerintah dan masyarakat kepada korban erupsi merapi dapat dipersepsikan berbeda-beda oleh setiap orang. Hal ini dikarenakan cara setiap orang memaknai dan menilai sesuatu yang diterima dari orang lain berbeda-beda. Persepsi para korban erupsi terhadap dukungan sosial dari pemerintah dan masyarakat dapat menimbulkan respon yang positif maupun negatif. Apabila mereka merespon positif terhadap dukungan sosial yang diterima, maka mereka akan merasa nyaman, mendapatkan perhatian, merasa dicintai dan penerimaan diri. Menurut Moskowitz dan Ogel dalam Walgito, 2003 persepsi merupakan proses individu dalam mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang diterima sehingga merupakan sesuatu yang berarti dalam diri individu. Dukungan sosial terdiri atas dukungan emosional, instrumental, penghargaan, dukungan informasi dan dukungan jaringan Sarafino, 1990. Dukungan emosional merupakan dukungan dalam bentuk empati, kepedulian, dan perhatian yang diberikan kepada seseorang. Dukungan instrumental berupa bantuan langsung baik secara materi maupun non materi. Dukungan penghargaan merupakan ungkapan penghargaan positif, dorongan untuk maju, atau persetujuan atas gagasan seseorang. Dukungan informasi meliputi 6 28 28 pemberian nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik. Dukungan jaringan adalah memberikan perasaan menjadi anggota dari sekelompok orang dari berbagai minat dan aktivitas sosial. Adanya dukungan sosial menurut Jhonson and Jhonson 1991 meliputi pemberian perhatian, dukungan emosi, dukungan alat, umpan balik baik dari orang lain yang memperhatikan dan mencintai baik secara langsung maupun tidak langsung akan memberikan manfaat antara lain: meningkatkan produktifitas kerja, dan penyesuaian diri seseorang yang memperkuat kondisi kesehatan fisik sehingga mampu memiliki ketrampilan mengatasi stres atau kondisi yang tidak menyenangkan. Berdasarkan tipenya dukungan sosial yang diberikan kepada korban erupsi Gunung Merapi merupakan dukungan instrumental karena diberikan secara langsung yang berupa pertolongan dan pemberian dana pembanguan hunian tetap. Selain itu, dukungan dari masyarakat atau organisasi-organisasi yang menggalang dana dan memberikan simpati untuk korban erupsi Gunung Merapi merupakan dukungan emosional. Dukungan emosional merupakan salah satu bentuk dari dukungan sosial yang memiliki peran terpenting dibandingkan dengan dukungan lainnya. Dukungan emosional merupakan ekspresi dari afeksi, kepercayaan, perhatian dan perasaan ingin didengarkan. Dukungan emosional sendiri mencakup ungkapan kasih sayang, pemberian perhatian dan ungkapan rasa simpati. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Yulianti 2011 mengenai analisis pengaruh tipe dukungan emosional terhadap tingkat post traumatic 7 29 29 stress disorder PTSD pada penyitas bencana letusan gunung Merapi diketahui bahwa korban selamat dari letusan gunung merapi lebih membutuhkan dukungan emosional jika dibandingkan dengan dukungan materi. Hal ini dikarenakan, dukungan emosional yang diterima oleh para korban selamat dibutuhkan untuk menjaga kestabilan jiwa para korban. Dukungan emosional merupakan bagian dari dukungan instrumental. Dukungan instrumental mencakup pemberian perhatian, dukungan emosi, dukungan alat, umpan balik, perhatian dan cinta, peningkatan produktifitas serta penyesuaian diri. Penelitian ini memfokuskan pada penyesuaian diri sebab, dengan adanya penyesuaian diri para korban dapat memperkuat kondisi fisik dan keterampilan mengatasi stres. Hal ini sesuai dengan Haber dan Runyon 1998 yang menyatakan bahwa penyesuaian diri merupakan proses yang berlanjut sepanjang kehidupan seseorang. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan situasi hidup yang membuat seseorang harus berubah, maka penyesuaian diri merupakan proses aktif dalam menghadapi dan mengatasi permasalahan, mempertahankan stabilitas diri serta merupakan pilihan nyata dalam menghadapi kehidupan. Pada dasarnya kemampuan menyesuaikan diri telah dimiliki oleh setiap individu namun kemampuan tersebut berbeda antara individu yang satu dengan individu yang lain. Hubungan antara peran dukungan sosial dan keterampilan pemecahan masalah dalam menyesuaian diri untuk menghadapi kehidupan penuh stres, hasilnya menunjukkan bahwa individu yang cukup mendapat dukungan sosial dan memiliki keterampilan pemecahan masalah, memiliki 8 30 30 penyesuaian diri yang baik Feldman, 1998. Selain itu, penelitian mengenai hubungan antara dukungan sosial dan penyesuaian diri pernah dilakukan oleh Hendry 2007 terhadap anak panti asuhan dan Herdiana 2004 terhadap remaja pelajar SMP berusia 12-15 tahun. Hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah subjek penelitian. Subjek dalam penelitian ini berada dalam rentang usia dewasa awal sampai dengan dewasa akhir. Sementara penelitian tentang penyesuaian diri biasanya dilakukan pada remaja. Subjek penelitian juga merupakan korban selamat dari erupsi Gunung Merapi yang tinggal di hunian tetap. Sebagian besar korban erupsi Gunung Merapi merupakan petani dan peternak sedangkan sawah dan ternak mereka sudah tidak ada karena erupsi. Hal ini merupakan kondisi yang tidak menyenangkan dan membuat para korban erupsi mengalami stres. Tekanan yang dialami oleh korban selamat dari erupsi Gunung Merapi adalah hilangnya anggota keluarga, hilangnya mata pencaharian dan perubahan kondisi lingkungan tempat tinggal serta perubahan fasilitas yang dimiliki. Minimalnya fasilitas yang dimiliki membuat korban erupsi yang tinggal di hunian tetap harus dapat memenuhi segala macam kebutuhannya. Menurut Bapak Rajiman, salah satu korban erupsi, saat ini banyak warga yang kemudian bekerja mencari pasir dan batu atau menjadi “guide” bagi para wisatawan yang ingin melihat lokasi yang terkena dampak erupsi Gunung Merapi. 9 31 31 Masyarakat sekitar juga turut membantu para korban untuk mendapatkan tambahan penghasilan dengan cara memberikan pelatihan keterampilan seperti pembuatan makanan khas daerah setempat, penjualan dokumentasi erupsi Gunung Merapi. Hal ini merupakan salah satu bentuk nyata dukungan sosial yang diberikan oleh masyarakat kepada para korban agar dapat melanjutkan hidup setelah erupsi Gunung Merapi. Dukungan sosial dari masyarakat tentu sangat membantu para korban untuk kembali bangkit dan mulai menata kehidupan kembali. Oleh karena itu, dengan penyesuaian diri yang baik dari korban selamat maka pemulihan kehidupan para korban akan semakin cepat karena para korban dapat mengatasi hambatan-hambatan dalam mengaktualisasikan dirinya. Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penyesuaian diri sangat dibutuhkan agar seseorang dapat mencapai keselarasan dan keharmonisan baik dengan diri sendiri maupun lingkungannya. Penyesuaian diri yang baik dibutuhkan oleh para korban erupsi Gunung merapi agar dapat mengendalikan perasaan cemas, takut dan khawatir terhadap perubahan kondisi hidup setelah erupsi Gunung Merapi terjadi. Persepsi para korban terhadap dukungan sosial yang diberikan oleh masyarakat dan pemerintah dapat membantu terbentuknya penyesuaian diri yang baik bagi para korban selamat. Para korban dapat menyesuaikan diri di hunian tetap sebagai tempat tinggal yang baru dengan adanya persepsi terhadap dukungan sosial. Persepsi terhadap dukungan sosial akan membantu para korban erupsi untuk 10 32 32 menentukan sikap dan tindakan dalam menyesuaikan diri di tempat yang baru. Beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas membuktikan bahwa terdapat kaitan antara persepsi seseorang tentang apa yang dialami dengan penyesuaian diri. Berdasarkan hal tersebut, penulis ingin mengetahui bagaimana hubungan antara persepsi terhadap dukungan sosial dengan penyesuaian diri pada korban erupsi Gunung Merapi yang tinggal di hunian tetap.

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

HUBUNGAN ANTARA PENERIMAAN DIRI DENGAN PENYESUAIAN SOSIAL PADA WANITA KORBAN PERCERAIAN SIRRI.

0 0 8

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KETERBUKAAN DIRI PADA PEREMPUAN KORBAN Hubungan Antara Dukungan Sosial dan Kepercayaan Diri dengan Keterbukaan pada Perempuan Korban Kekerasan dalam Rumah Tangga.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BARU DI FAKULTAS PSIKOLOGI Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Baru di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 0 15

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA BARU DI FAKULTAS PSIKOLOGI Hubungan Antara Dukungan Sosial dengan Penyesuaian Diri Pada Mahasiswa Baru di Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta.

0 0 16

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA SANTRI DI PONDOK Hubungan Antara Dukungan Sosial Dengan Penyesuaian Diri Pada Santri Di Pondok Pesantren Modern Islam Assalam Surakarta.

0 2 15

HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA REMAJA YANG TINGGAL DI TEMPATKOS

0 0 18

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL ORANGTUA DENGAN PENERIMAAN DIRI PADA

0 0 20

HUBUNGAN ANTARA DUKUNGAN SOSIAL TEMAN DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA MAHASISWA - Unika Repository

0 0 55

HUBUNGAN ANTARA PENYESUAIAN DIRI DAN PERSEPSI MENGENAI DUKUNGAN SOSIAL PADA ANAK PANTI ASUHAN

0 1 97

HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI TERHADAP DUKUNGAN SOSIAL DENGAN PENYESUAIAN DIRI PADA KORBAN ERUPSI GUNUNG MERAPI YANG TINGGAL DI HUNIAN TETAP

0 0 169