Model-model Katekese Spiritualitas Karmel dan spiritualitas karismatik sebagai sumber untuk mengembangkan visi dan misi bagi anggota Komunitas Tritunggal Mahakudus distrik Yogyakarta.

58 lingkungan sosial dan lain-lain PKKI III, 1984: 74. Apabila situasi yang tercipta selama proses katekese tidak sesuai dengan keadaan peserta, maka sangat sulit bagi peserta untuk mencapai kedewasaan imannya.

4. Proses

Melalui katekese, peserta terbantu untuk semakin mengenal, mengalami dan menghayati kasih Allah yang menyelamatkan. Pengenalan akan Allah dalam arti pengetahuan belum memberikan jaminan seseorang sungguh mengenal Allah. pengenalan akan Allah secara pribadi yang ilahi berlangsung secara berkelanjutan dan berhubungan juga dengan pengalaman setiap pribadi melalui peristiwa yang dialami. Oleh karena itu, katekese menjadi suatu proses yang berkesinambungan, dinamik untuk mengatur peserta pada pengalaman secara pribadi dengan Allah Amalorpavadass, 1982: 24.

E. Model-model Katekese

1. Model pengalaman Hidup

Model katekese ini memberi penekanan pada pengalaman hidup dari suatu peristiwa konkret yang sesuai dengan tema dan situasi peserta katekese. Pengalaman hidup tersebut didalami supaya dapat diaktualisasikan dalam situasi hidup nyata peserta. Setelah itu di sesuaikan dengan teks Kitab Suci ataupun Tradisi Gereja sehingga peserta merasa sunggu-sungguh tersentuh dan diteguhkan oleh firman Tuhan dan pada akhirnya peserta dapat menemukan kesimpulan praktis yang sesuai dengan kehidupan nyata mereka dalam masyarakat, Gereja, keluarga, dll Sumarno, 2014: 11-12. 59

2. Model Biblis

Penekanan yang paling utama dalam model katekese ini adalah unsur Kitab Suci atau Tradisi Gereja disamping unsur pengalaman hidup konkrit peserta. Pada model ini, pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja menjadi awal proses katekese, barulah setelah itu ada pendalaman pengalaman hidup peserta dimana pengalaman hidup tersebut dihubungkan dengan inti dari teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja. Barulah setelah itu peserta diajak untuk merefleksikan serta memikirkan apa yang sebaiknya bisa dilaksanakan dalam kehidupan konkrit sehari-hari dalam situasi dan kondisi setempat. Semangat, jiwa serta kekuatan mana yang bisa dimbil dari pesan inti teks tersebut untuk dapat diwujudkan dalam praktek hidup sehari-hari secara pribadi maupun dalam berkeluarga, bermasyarakat dan menggereja Sumarno, 2014: 12-13.

3. Model Campuran: Biblis dan Pengalaman Hidup

Model ini merupakan gabungan dari model pengalaman hidup dan model biblis. Langkah katekese model campuran ini diawali dengan pembacaan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja baru setelah itu disajikan pengalaman hidup yang disampaikan melalui sarana audio-visual maupun sarana-sarana lain yang dapat mendukung langkah ini, lalu pengalaman hidup tersebut didalami dan disesuaikan dengan teks Kitab Suci atau Tradisi Gereja yang sesuai. Peserta diajak untuk mengungkapkan kesan pribadi serta hal-hal yang mengesan dalam penyajian pengalaman hidup dan secara objektif mencari apa yang sebetulnya terjadi dalam penyajian pengalaman hidup tersebut. Setelah itu peserta diajak untuk menemukan tema dan pesan pokok dari penyajian pengalaman hidup tadi serta 60 merefleksikan dan menganalisa pesan tersebut untuk hidup sehari-hari dan mengkonfrontasikannya dalam hubungannya dengan teks Kitab Suci atau Tradisi yang dibacakan. Langkah terakhir dari model ini adalah peneratapan meditatif yang diprakarsai oleh katekis dengan membuat pertanyaan-pertanyaan reflektif yang menghubungkan pengalaman hidup konkrit dan situasi peserta, refleksi, pemikiran yang muncul selama pendalaman pengalaman hidup atau Tradisi Sumarno, 2014: 13-14.

4. Model Shared Christian Praxis SCP

Model SCP agak lain dari ketiga model katekese diatas. Yang membedakannya adalah pada langkah 0 nol yaitu adanya pemusatan aktivitas. Langkah nol ini bertujuan mendorong peserta katekese menemukan topik pertemuan yang bertolak dari kehidupan konkret yang selanjutnya menjadi tema dasar pertemuan Sumarno, 2014: 18. Pada langkah selanjutnya peserta mengungkapkan pengalaman hidup faktual, lalu dilanjutkan dengan refleksi kritis atas sharing pengalaman hidup faktual. Setelah itu, langkah selanjutnya adalah mengusahakan supaya tradisi dan visi Kristiani terjangkau. Pada langkah ini pendamping dapat menggunakan salah satu bentuk interpretasi entah yang bersifat menggarisbawahi, yang mempertanyakan atau yang mengundang keterlibatan kreatif Heryatno, 1997: 6. Selanjutnya adalah interpretasi diakletis antara tradisi dan visi Kristiani dengan tradisi dan visi peserta. Secara diakletis, peserta siap untuk menilai dan dinilai, supaya sampai kepada kesadaran iman yang baru, lebih aktif, dewasa dan misioner. Langkah terakhir dari ketekese model SCP adalah keputusan dan 61 keterlibatan peserta dalam mewujudkan kerajaan Allah di dunia. Yang terpenting dari langkah ini adalah membuat niat atau keputusan yang mampu dilaksanakan serta mengajak peserta kepada kesadaran pengalaman dan praksis baru Sumarno, 2014: 21-22. Meskipun keempat model katekese di atas memiliki kekhasan masing- masing, namun tetap memiliki unsur pokok yang sama, yaitu pengalaman konkrit hidup peserta, Kitab Suci atau Tradisi serta penerapannya dalam hidup peserta. Keempat model katekese diatas dapat dipergunakan sesuai dengan situasi dan kondisi peserta.

F. Alasan Menggunakan Katekese Model SCP